Baekbeom berjalan cepat menuju ke ruangan Chief—kepala polisi di New York. Sambil membawa map yang berisi beberapa dokumen di tangannya, Baekbeom berdoa agar ia bisa dipromosikan. Lelaki itu sudah sekitar tiga tahun ini, membiayai keluarga kecilnya di Manhattan. Bekerja sebagai anggota penyelidik atau biasa disebut detektif tingkat dua di kepolisian kota besar tentu tidak mudah. Ia tak memiliki jabatan tinggi, gaji yang ia dapatkan pun sebagian hanya bisa untuk menyewa flat murah, untung saja ia masih bisa membiayai sekolah Baekhyun.

Namun, kali ini ia ingin meminta bantuan kepada Chiefnya agar ia bisa naik jabatan. Karena tahun ini, ia dan Nicole berencana untuk mengambil program kehamilan. Nicole sendiri sudah resign sebulan lalu dari pekerjaannya. Sebuah perusahaan yang bergerak di industri garment. Baekbeom pikir ia harus pindah untuk menyewa apartemen yang lebih layak untuk istri dan anaknya kelak.

"Permisi, bos."sapa Baekbeom setelah ia mengetuk pintu. Ia sedikit kaget mengetahui bosnya tidak sendirian di ruangan tersebut.

"Baekbeom, duduklah."ucap bosnya. "Kau membawa dokumen yang kuminta kemarin?"

Baekbeom mengangguk, kemudian ia duduk di depan bosnya sambil menyerahkan map tersebut.

"Selamat siang."sapa Baekbeom pada tamu yang duduk di kursi sebelahnya kini. Orang itu mengangguk kemudian tersenyum ramah.

"Dia adalah Henry, ketua salah satu tim divisi di CIA, by the way."ujar si bos—lelaki yankee berambut pirang itu kemudian meneliti, membaca pelan-pelan dokumen yang telah diserahkan Baekbeom. "Dan Henry, dia adalah Baekbeom yang ku ceritakan kemarin."

Henry kemudian ikut melihat dokumen yang dibawa Baekbeom. "Bagus."ucapnya.

"Oh, Baekbeom, kau sudah dengar tentang penyerangan di kantor pusat lembaga intelijen internasional? Ah, maksudku akhir-akhir ini banyak sekali kejahatan yang dilakukan oleh mutan, you know, sangat mengerikan mereka bahkan bukan manusia."

Baekbeom mengernyit heran mendengar kata-kata bosnya. Apa? Mutan? Ia kira semalam saat melihat headline berita di televisi hanya bualan semata.

"Maksudmu di kantor CIA di Washington bos?"

Si bos pirang itu mengangguk cepat, diikuti Henry. Kemudian ia mencari file di komputernya untuk di print.

"Ya! Ini, di CIA sedang mengadakan perekrutan anggota dan bekerjasama dengan beberapa organisani kepolisian." Lelaki itu kemudian menyerahkan selembar kertas yang baru keluar dari mesin print pada Baekbeom.

"Kami membutuhkan beberapa orang untuk bekerja sama menangani masalah mutan ini. Pemerintah akan meresmikan departemen anti-mutan, besok lusa dan… kulihat kemampuan beladirimu bagus juga, Baekbeom."ujar Henry menimpali. "Kasus-kasus yang kau tangani juga lumayan."lanjutnya.

Mata sipit Baebeom melebar. Ia hampir tidak percaya, bekerja sebagai anggota CIA? Itu diluar perkiraannya. Bahkan hanya naik jabatan menjadi detektif tingkat satu Baekbeom akan bersyukur.

"Bagaimana Baekbeom? Kau setuju?"

"Aku—aku sangat berterimakasih atas ini semua, bos, Mr. Henry. Ya, aku mau."

Kemudian keduanya bergantian berjabat tangan dengan Baekbeom. Lelaki pirang itu juga Henry berkata bahwa ia akan membantu Baekbeom sebisanya.

"Baiklah kalau begitu, aku yang akan mengurus surat kepindahanmu menjadi anggota CIA. Selamat bergabung."ujar Henry yang dibalas Baekbeom dengan anggukan mantap serta berulang kali kata terimakasih.

{ matriX: The Light and Shade }

.

Chanyeol x Baekhyun

Suho

Luhan

Irene

Kai

let's find out?

.

Chaptered/Yaoi/AU/Dldr

inspired by marvel and 20th century fox's x-men, and also exodus.

. . .

"May the bridges, I burn light the way."

c h a p t e r : II

Suho tidak terkejut mendapati Irene berada di ruangannya pagi itu. Wanita itu tengah duduk bersandar pada sofa di ruangannya yang langsung mengarah ke jendela. Di sampingnya duduk pemuda berkulit tan yang tengah menyulut sebatang rokok. Ketika Suho berjalan menuju ruangannya, Kyungsoo menghampirinya dan berkata bahwa Irene datang. Maka dari itu Suho makin berjalan cepat menuju ruangan kerjanya sebagai kepala sekolah itu.

"Senang melihatmu kembali, Joohyun."ujar Suho.

Irene membuang muka. "Aku bukan Joohyun. Oh iya, Suho, ini Kai. Dia yang mengantarku kemari pagi tadi."ucap Irene. "..dan Kai, ini Suho. Pemilik sekolah ini."

"Seorang teleporter?" Suho menjabat tangan Kai dan pemuda berkulit tan itu mengangguk.

Suho kemudian duduk di depan kedua orang itu. Lelaki itu menghela napas sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela yang langsung disambut oleh pemandangan beberapa muridnya yang tengah bermain di lapangan.

"Ini mengenai penyerangan kantor CIA oleh mutan semalam?"tanya Suho.

Irene mengangguk. "Aku yakin, setelah CIA, akan ada penyerangan lanjutan, Suho. Maksudku, tidak mungkin pemerintah akan diam mengenai hal ini. Ditambah lagi undang-undang mengenai pendaftaran mutan. Kau mengajari muridmu bertarung bukan?"

Wanita itu menatap Suho yang hanya diam. Kemudian Irene tertawa pelan. "Bahkan setelah kejadian dua tahun lalu kau masih tidak mengajari murid-muridmu bertarung? Luar biasa, kau tidak berubah Suho."

Suho menghela napas. Baginya, Irene jauh lebih tidak berubah. Sementara Kai yang tidak mengerti pembicaan hanya diam dan menghabiskan sebatang rokoknya.

"Bukankah hal itu selalu membuatmu terbangun di tengah malam. Perasaan bahwa cepat atau lambat mereka akan mengesahkan undang-undang itu atau hal semacam itu akan datang padamu dan anak-anakmu di sini?"

"Memang. Jadi, katakan sebenarnya apa tujuanmu kemari Irene?"

"Aku ingin kau mencari siapa mutan itu. Aku takut ini ada hubungannya dengan Wufan. As you know, Kim, old friends and enemies. Dan lagi pula, Phoenix ada di sini bukan?"

Suho menatap Irene kemudian bangkit dan langsung mengajak wanita itu beserta Kai untuk ke lantai bawah tanah. Ya, Suho akan mencari keberadaan Wufan saat ini melalui cerebro. Jika ini perbuatan Wufan untuk memulai perang antara manusia dan mutan, ia tak bisa membiarkan hal ini begitu saja. Sekolah yang sudah susah payah ia jaga harus ia lindungi.

Namun, belum sampai mereka bertiga memasuki lift untuk turun ke lantai bawah tanah, Kyungsoo dan Luhan sudah menghampiri mereka dengan wajah panik. Suho mengernyitkan dahi melihat keduanya. Apalagi ini masih pagi, mungkin pelajaran seharusnya sudah berlangsung.

"Ada apa Soo? Lu?"tanya Irene yang juga menangkap gurat kecemasan di wajah keduanya.

Luhan dan Kyungsoo tampak beradu pandang.

"C-chanyeol—"

"—d-dia kabur."

Seketika mata Suho dan Irene terbelalak. Kelima orang itu langsung memasuki lift dan langsung memasuki ruangan di mana cerebro berada untuk mencari Wufan dan Chanyeol. Begitu memasuki ruangan itu, Suho langsung mengenakan sebuah helm dengan beberapa selang kabel sebagai penghubung helm itu dengan mesih di depannya. Awalnya alat tersebut milik kakek Suho, namun dengan bantuan otak Luhan yang cerdas, beberapa bulan yang lalu cerebro tersebut sedikit dimodifikasi.

Cerebro sendiri merupakan Bahasa Spayol untuk otak, sebuah alat yang dapat menambah daya konsentrasi Suho untuk menggunakan telepatinya. Instalasi radar yang berada di ruangan itu diubah menjadi transmiter yang gunanya memperkuat gelombang otak sehingga bisa memperkuat gelombang telepati. Elektroda di helm yang dipakai Suho menghubungkan ke transmiter di atap gedung, lalu saat ia memikirkan mutan atau manusia otaknya akan mengirimkan sinyal secara bergiliran.

Setelah Luhan menghidupkan mesin cerebro itu, Suho langsung memusatkan konsentrasinya untuk mencari Chanyeol dahulu. Ruangan gelap itu mendadak berubah warna menjadi putih—lalu merah. Cahaya merah yang merupakan simbol para mutan di seluruh dunia. Cerebro membuatnya bisa terhubung dengan pikiran semua orang di dunia.

Suho memejamkan matanya.

Chanyeol terlihat menaiki motor sport yang ada di garasi, Suho yakin itu milik salah satu murid pelariannya di sekolah. Pemuda itu tak membawa apapun, bahkan tak memakai helm.

"Chanyeol kau mendengarku?"ujar Suho yang mencoba memasuki pikiran Chanyeol. Deru motor yang dikendarai Chanyeol terdengar di kepala Suho.

"Jangan coba-coba menghalangiku lagi Kim, kau tentu tahu aku mencari siapa."ucap Chanyeol menjawab pertanyaan Suho.

"Tenanglah Chanyeol, kita akan mencarinya bersama kau tahu—"

"KELUAR DARI PIKIRAN KU SIALAN!"

Chanyeol semakin cepat melajukan motornya. Suho menyelami pikiran terdalam Chanyeol, kemana ia akan pergi.

Suho membuka matanya dan langsung menatap Irene.

"Dia mencari Wufan, Irene. Karena dia membawa motor, titik keberadaannya menjadi tidak pasti. Tapi yang jelas ia masih berada di sekitar jalanan menuju Broadway."ucap Suho.

"Baiklah, aku dan Kai akan mencari Chanyeol dan membawanya kembali. Kalian, tolong temukan Wufan."ucap Irene.

Kemudian wanita itu menatap Kai dan langsung menggandeng lengan pemuda tan tersebut. Sedetik kemudian mereka berdua sudah menghilang dari pandangan Suho, Luhan dan Kyungsoo.

.

-

.

Ponsel di genggaman Baekhyun bergetar untuk yang ke sekian kalinya. Lelaki manis itu tahu betul siapa pegirimnya. Pasti teman-teman sekelasnya. Baekhyun kini tengah membolos. Ia memakai hoodie kebesaran yang menutupi kepalanya, lengannya yang panjang menutupi tangan dan jemari lentiknya. Baekhyun tak tahu ia harus berbuat apa.

Di sinilah ia berakhir. Duduk di sebuah restoran cepat saji yang sebenarnya tak begitu jauh dari kawasan sekolahnya. Karena tak sempat memakan sarapannya, Baekhyun memutuskan untuk membeli pancake dengan madu kesukaannya, sepotong cheesecake dan secangkir cappuccino.

Nicole

Baekhyunee, kau pulang jam berapa? Jangan terlalu malam, OK? Ada rencana untuk makan malam di luar nanti. See you home.

Baekbeom

Ku harap sebelum jam makan malam kau sudah pulang.

Baekhyun menghela napas. Ia tak tahu apakah ia akan ikut ajakan kakak iparnya untuk makan di luar atau tidak. Membayangkan pulang saja ia malas—lebih tepatnya ia tengah kalut. Sambil menyantap cheesecakenya, Baekhyun sesekali memandang ke luar jendela. Melihat ke arah jalanan kota New York yang selalu ramai.

"Serangan oleh mutan di kantor CIA semalam masih dalam tahap peyelidikan. Diperkirakan insiden tersebut membuat pemerintah semakin matang untuk mengesahkan undang-undang pendaftaran para mutan yang—"

Baekhyun langsung menolehkan kepalanya ke arah layar televisi di restoran itu. Berita tentang mutan? Manusia dengan kemampuan di atas rata-rata. Mutan? Makhluk apa itu?

Beberapa orang yang makan di retoran cepat saji itu mulai berkasak-kusuk membicarakan insiden mutan tersebut. Membayangkan bertapa sudah tidak aman lagi tempat yang mereka tinggali. Jantung Baekhyun berdegup kencang. Mata bulan sabitnya sedikit melebar. Ia beberapa kali menghalihkan pandangannya dari meja di depannya ke layar televisi disana. Tangannya terkepal, napasnya sedikit memburu, apakah mungkin dia salah satu dari makhluk jahat itu?

Tak lama kemudian lampu-lampu di restoran cepat saji itu seolah akan menyala—sedikit mengeluarkan bunyi arus listrik yang mengalir. Baekhyun yang menyadarinya langsung memasukkan tangannya ke dalam saku depan hoodienya. Ia pun bangkit hendak meninggalkan tempat itu sebelum akhirnya terdengar suara brak yang sangat keras dari jalanan diikuti pekikan dan teriakan orang-orang yang kaget.

Baekhyun melihat dari jendela. Ada kecelakaan. Ia pun mempercepat langkahnya keluar dari restoran tersebut. Mengikuti kerumunan orang-orang yang menyaksikan sebuah mobil hitam-putih khas polisi NYPD terjungkir di dekat lampu merah. Sementara yang ditabrak adalah seorang pengendara motor yang bahkan hanya mengenakan celana pendek, jaket tanpa helm dan sepatu.

"Hey kau tidak apa-apa?"

"Bagaimana keadannya?"

"Cepat telepon 911!"

"Panggil ambulance!"

Baekhyun menautkan alisnya melihat penampilan pemuda itu. Bagaimana bisa motor yang ia kendarai hampir ringsek namun ia tak mengalami luka serius cedera tau apapun itu. Hanya beberapa luka lecet di kakinya.

"Excuse me."ucap Baekhyun yang menerobos kerumunan untuk melihat pemuda tersebut. "Ya tuhan! Wilson? Apa yang terjadi?!" Baekhyun mendekat dan langsung merengkuh lelaki tersebut.

"Apa?!"teriak lelaki itu.

"He's my brother everyone, thankyou for your help."ucap Baekhyun kepada kerumunan orang-orang di sana. "Wilson kau baik-baik saja, huh? Ayo kita harus ke rumah sakit." Baekhyun sekali lagi memeriksa keadaan pemuda tersebut, kemudian menarik tangannya untuk menghindar dari kerumunan.

Langkah Baekhyun membawa pemuda itu semakin jauh dari kerumunan. Kakinya yang lebih pendek dari pemuda yang tengah ia gandeng di belakangnya melangkah cepat memasuki sebuah gang sepi. Walaupun tidak jauh dari jalan raya, sepertinya cukup aman. Meski beberapa kali Baekhyun melihat kanan kiri, takut-takut ada yang mencurigainya.

"Kau ini siapa?!" Pemuda di belakang Baekhyun menghempakaskan tangannya kasar. Ia berhenti berjalan mengikuti Baekhyun. Sementara Baekhyun tersentak lalu dengan cepat membalikkan tubuhnya menatap pemuda itu.

Pemuda jangkung itu mentap Baekhyun lekat. Baekhyun pun takut-takut balas menatap pemuda berambut abu-abu itu.

"A-aku—namaku B." Lelaki manis itu mencicit. Namun masih terdengar di telinga Chanyeol. Lalu Baekhyun menghela napas.

"Aku tahu kecelakaan tadi cukup berbahaya, melihat mobil polisi dan motormu seperti itu. Jadi menurutku mustahil kau tidak mengalami cedera, a-apa… Uhm, a-apa k-au ini…" Baekhyun menggigit bibir bawahnya, bingung. "..kau mu—"

"Ya, aku mutan. Kau bisa menyebutku Phoenix." Lelaki di depan Baekhyun berdecih pelan. Sejujurnya kecelakaan—atau ketidak sengajaannya menabrak mobil patroli NYPD itu benar-benar membuang waktunya untuk mencari keberadaan teman lamanya.

"Phoenix?"gumam Baekhyun sambil sedikit menahan tawa. "Nama macam apa itu?"

Si Phoenix memutar matanya malas. "Nama macam apa B itu? Huh?"

Baekhyuk tersentak, lalu menghembuskan napasnya kasar. "Baiklah, aku Baekhyun."

"Park. Chanyeol."

Yang lebih pendek mengangguk. Chanyeol membalikkan badannya untuk pergi dari tempat itu namun sepasang tangan mungil mencegahnya.

"Semalam aku bisa memunculkan cahaya dari tanganku, a-apakah aku adalah mutan, Chanyeol?" Iris yang terbungkus kelopak mata seperti puppy itu menatap lurus ke manik kelam milik Chanyeol. Sedikit berkaca-kaca membuat yang lebih tinggi sedikit terhenyak—antara iba kepada lelaki di depannya atau menuruti egonya untuk berlalu tanpa berurusan apapun.

Sedikit rasa di hatinya, ia tidak tega meninggalkan lelaki manis itu sendirian. Ia tahu, lelaki di depannya kini tengah kalut. Pasalnya ia baru menyadari kalau dirinya adalah mutan. Sementara untuk situasi saat ini terlalu berbahaya untuk mutan—yang belum bisa mengendalikan kekuatannya—berkeliaran sendirian.

Ada puluhan—bahkan ratusan kamera cctv di jalan-jalan dan itu pasti telah diawasi oleh pemerintah, polisi, FBI dan CIA. Dan Chanyeol pikir satu-satunya tempat yang aman untuk Baekhyun adalah di sekolah milik Suho.

"PHOENIX!"

Chanyeol dan Baekhyun langsung menoleh ke sumber suara. Irene dan Kai muncul dengan tiba-tiba dari belakang mereka. Baekhyun—yang tidak tahu apa-apa tentu saja sangat kaget. Bibir tipisnya sedikit mengumpat pelan.

"Chanyeol, ayo kembali. Kita bisa mencari Wufan bersama."ujar Irene. Chanyeol berdecak malas.

Sedetik kemudian Chanyeol membalikkan posisi menjadi berdiri di belakang Baekhyun. Tangan kirinya tepat memegangi Baekhyun di leher. Sementara tangan kanannya ia gunakan untuk mensimulasi titik panas tubuhnya agar mengeluarkan api.

"Kalau kau mendekat, akan ku bunuh lelaki ini."geram Chanyeol.

"Aaargh! A-apa yang k-kau lakukan?" Baekhyun sedikit berteriak dan terbata saat Chanyeol semakin menekan lengannya ke leher lelaki itu. Tangan Baekhyun menepuk-nepuk lengan Chanyeol berharap lelaki itu akan melepaskannya karena demi Tuhan ia mulai kesulitan bernapas.

"Wow, ternyata ucapan orang-orang benar sekali. Phoenix sangat temperamental jika menyangkut Wufan rupanya."ujar Kai yang langsung mendapat tatapan semenyala api dari iris Chanyeol.

"Jangan ikut campur, hitam. Aku bahkan tak mengenalmu!" Mata Kai langsung terbelalak. A-apa dia bilang? Hitam? Kurang ajar sekali si Phoenix itu, pikirnya.

"Chanyeol, dengar. Kau tidak bisa menemui Wufan sendirian seperti ini. Suho tengah mencari keberadaannya. Kita bisa membicarakan hal ini baik-baik, dan tolong lepaskan dia!" Irene kini merasa kasihan pada Baekhyun yang mulai terbatuk-batuk. Benat-benar kesulitan bernapas.

Lelaki jangkung itu tertawa meremehkan. Baginya setiap kata yang terucap dari bibir Irene adalah bualan.

"Kau masih tetap sama, Joohyun."ujar Chanyeol.

Wanita itu memberi kode kepada Kai untuk menteleportasinya ke belakang Chanyeol. Kai mengernyitkan dahi namun ia percaya kepada wanita itu.

"Baiklah. Aku tak akan mengganggu acaramu. Kai, ayo kita kembali saja." Irene segera menarik tangan Kai.

Sepersekian detik Irene dan Kai menghilang dari pandangan Chanyeol dan Baekhyun. Tapi lelaki jangkung tersebut masih tetap memegangi leher Baekhyun. Namun, detik berikutnya Irene menggunakan seluruh kekuatannya untuk menyerang Chanyeol dari belakang. Memukulnya tepat di tengkuk Phoenix itu, titik butanya, dengan dibantu teleportasi Kai yang sangat cepat.

Chanyeol mengerang memegangi tengkuknya. Sedangkan Baekhyun yang terlepas langsung menghirup napas dalam-dalam. Sesekali ia terbatuk sambil mengusap lehernya yang sakit. Serangan mendadak itu benar-benar tak dibayangkan Chanyeol. Kalau dahulu Irene akan mudah menyerah dengannya, kini berbeda. Entah perasaan Chanyeol saja atau memang Irene bertambah kuat sekarang?

"Maafkan aku harus menggunakan kekerasan padamu, Chanyeol."ujar Irene sambil melihat Chanyeol yang kini kesadarannya tinggal separuh. Wanita cantik itu lalu menatap Baekhyun lalu berkata,"dan, aku minta maaf atas kelakuan Chanyeol padamu, sungguh."

Baekhyun yang masih syok hanya bisa berkedip—balas menatap Irene takut-takut. Namun setelah itu ia menganggukkan kepalanya. Irene tersenyum kemudian. Kai pun segera membantu Chanyeol berdiri. Ia tahu bahwa mereka bertiga harus segera kembali ke sekolah Suho. Namun pandangannya masih tertuju pada pemuda manis yang tadi sempat disandera Chanyeol.

"Hey, nak, apa kau juga mutan atau manusia biasa?"tanya Kai. Irene menyikut perut lelaki tan itu agar segera berteleportasi.

"Oh—maaf. Sampai jumpa."lanjut lelaki tan itu.

Baekhyun yakin ia hanya berkedip sekali dan ketiga orang itu sudah tak ada di pandangannya. Menyisakan debu-debu tertiup angin dan dirinya sendiri di gang tersebut.

"A-apa benar aku sekarang mutan?"gumam Baekhyun.

.

-

.

"Kau yakin bisa menangani kasus seperti ini?"

Itu suara dewan dari FBI, sosok ketua yang sangat tegas. Pemuda berkacamata di depannya mengangguk mantap. Di sampingnya berdiri seorang berseragam motif camouflage. Rupanya pihak FBI kini mulai bersekutu dengan militer sekarang.

"Mutan…"ujar pria berkacamata itu. "Sejak keberadaannya ditemukan mereka ditakuti, dicurigai dan seringkali dibenci. Di seluruh planet terjadi perdebatan."

Sang dewan FBI itu mengangguk menyetujui. Walaupun usianya sudah hampir setengah abad, ia masih mampu menjalankan kewajiban sebagai salah satu tonggak utama dari FBI.

"Tapi yang menjadi pertanyaan adalah.." Dewan FBI itu kemudian menimpali. "Apakah mutan mata rantai berikut dalam rangkaian evolusi? Atau spesies baru manusia yang berjuang mencari tempat?"

Kekehan keras terdengar dari pria berseragam militer itu sebelum berkata,"apapun ini adalah fakta sejarah. Berbagi tempat bukanlah sifat manusia."

Si pria berkaca mata dan dewan FBI itu menatap pada pria berseragam militer tersebut.

"Yang jelas aku akan mencari Dragon, di manapun dia berada… Dengan tanganku sendiri."

)( tobecontinued )(

a/n: sorry laaate update! thanks for the revies anw. soal tanda ganti scene udah aku benerin srsly gatau kalo titiknya gak nongol heuheu. kayaknya alurnya bakal lambat sih sooorryyy. tapi boleh dong minta review lagi?