Aku merasa sakit sekali diperut, seketika aku membuka mataku. Namun silau matahari membuatku memejamkan mata untuk menghindari terpaannya. Aku mencoba menyesuaikan diri. Setelahnya ku melihat seisi ruangan, putih itu yang aku lihat. Mulai dari dinding, gorden, sampai peralatan. Yang kulihat hanya sebuah bungan yang warna warni yang tenggelam di vas di atas meja.

Namun apa yng kulihat hanya gambaran buram dari itu semua. Mengangkat tangan kanan meski infus masih tertancap disana dan melihatnya, buram. Bahkan sekedar mengetahui bunga yang berada di vas itu pun sangat sulit. Namun itu bukanlah yang hal penting.

Apakah Sasuke saat itu selamat dari maut itu? Jika ia maka dirinya akan sangat bersyukur. Ia bisa berguna untuk temannya. Aku mengalihkan pandangan kearah luar jendela yang menampilkan langit yang cerah meski tidak jelas apa yang tergambar disana.

Aku melihat ada sebuah burung yang mendarat tiba-tiba, dan mengetuk jendela itu pelan. Lantas aku menggeser jendela itu dan membiarkan burung itu masuk. Burung itu pun langsung masuk dan duduk di pangkuanku meskipun duduk aku merasakan nyeri yang sangat di perut.

"Pho-chan, kau kah itu?" Aku berfikir bahwa ini adalah temanku sekaligus sahabat dan rekan se-apartemen, aku sedikit lega dia menjawabnya dengan memekik pelan. Aku mengelus kepalanya dengan lembut dan nampaknya ia suka dengan itu.

"Maafkan aku Pho-chan. Kau pasti sangat kesepian selama aku tidak ada. Dan kau pasti mencari makan sendirian." Ia langsung menempelkan tubuhnya ke tubuhku seakan rindu dan tidak mau lepas dariku. Aku tersenyum simpul dan memeluknya pelan meski dia nyaman atau tidak dengan itu. Tak lama setelahnya ku lepas, kemudian ia menjatuhkan sesuatu dari mulutnya. Aku mengambilnya dan mendekatkannya ke wajahku untuk mengetahui lebih jelas apa itu. Bunga Chinnese Aester.

"Terimakasih Po-chan, kau pasti sudah menunggu sangat lama." Aku kembali mengelusnya dan ia menjawabnya dengan memekik senang. Kemudian aku mendengar pintu yang terbuka, sontak ku langsung menoleh ke sumber suara. Disana terlihat seperti perawat rumah sakit dengan sebuah pena dan papan dada yang penuh dengan kertas.

"Permisi bolehkah aku memeriksa keadaanmu?"

"Tentu, silahkan masuk."

Setelahnya ku mengalami beberapa tes kecil mulai dari kesehatan tubuhku, apa saja yang terasa ganjil maupun aneh ditubuhku. Namun aku hanya mengatakan jika perutku masih sedikit sakit dan pengelihatanku yang memburam.

Setelah semuanya selesai, perawat itupun keluar dari ruangan dan menutup kembali pintu dengan pelan. Tidak lama setelah perawat itu pergi, aku mendengar suara tapak kaki yang keras dan cepat seperti berlari. Semakin keras hingga akhirnya pintu ruanganpun terbuka dengan keras. Disana, aku melihat seorang laki-laki yang seumuran denganku.

"Kau sudah sadar?" Dia bertanya dengan nada datar, meskipun ku tahu tersirat nada senang disana. Ia mendekat sedikit ke arah ranjang. Namun siapakah ia?

"Dare?" Ia kudengar suaranya sedikit tercekat waktu aku mengucapkannya, apakah itu sesuatu yang menyakitkan?

"...Sasuke..." dia mengucapkannya dengan nada yang pelan, aku mendengarnya meski samar.

"Ah maafkan aku, seharusnya aku mengenali dengan cepat, Sasuke-san." Aku berata dengan nada yang selembut mungkin karena mungkin ia mengira aku tidak mau berbicara dengannya. Aku kembali mengelus Pho-chan yang masih setia di tepi ranjang.

"Jadi apa yang ingin kau lakukan kemari Sasuke-san."

"Aku hanya ingin menjengukmu... Jadi bagaimana keadaanmu saat ini?"

Aku hanya tersenyum simpul memperhatikannya, itu sedikit lucu karena tidak biasanya seorang Uchiha bertingkah seperti ini, gugup dan malu-malu. Juga, Sasuke menundukkan kepalanya? Itu sangat langka jika aku mengetahuinya, tapi sekarang itu terpampang jelas dimataku meski samar.

"Aku sudah agak baikan, meski aku sedikit gangguan dengan mataku. Maafkan aku, itulah penyebab aku tidak mengenali mu dengan cepat." Aku mengatakannya dengan jujur, tetapi dalam benakku aku sedikit takut itu akan melukainya. Karena mengingat bahwa diriku melindunginya, dan mungkin ia menyimpan sebuah rasa bersalah dilubuk hatinya.

"Maaf..." dia berkata dengan sangat pelan seperti berbisik, sehingga sulit bagiku untuk mengerti ucapannya barusan.

"Maaf, apa yang kau ucapkan tadi." Namun setelah aku mengucapkannya pintu dibelakang Sasuke langsung terbuka dan menampakkan perawat yang tadi kemari.

"Permisi." Perawat itu menghampiriku dan memberikan sebuah kotak plastik kecil berwarna merah muda, setelahnya meninggalkan ruangan ini kembali. Aku membuka kotak itu, disana ada sebuah kacamata berwarna merah yang diselimuti sebuah beludru putih. Mengambil kacamata itu dan memakainya. Dan sedikit menyelipkan rambut yang menutupi telinga kebelakang daun telinga.

"Bagaimana Sasuke? Apakah ini cocok?" Semarang aku dapat melihatnya dengan jelas, nampak mukanya yang sedikit merah dan terdapat air mata disudut matanya.

"Kau menangis?" Aku bertanya langsung kepadanya, sontak ia membalikkan badan dan mengusap airmatanya yang masih menempel disana. Aku tertawa pelan melihat nya bertingkah aneh. Terlalu aneh untuk seorang Uchiha.

"Jangan menertawakannya!" ia berbalik badan dan mengucapkannya dengan sangat keras, sampai Pho-chan memekik pelan karena kaget. Aku semakin tertawa keras saat itu. Entah apa yang membuatku bergetar tertawa.

"Apa jadinya kalau seorang Uchiha menangis dihadapan seorang gadis, pasti akan sangat lucu jika diceritakan, apalagi kepada temanmu." Tawaku semakin keras ketika mengucapkan kalimat itu dan Sasuke terlihat semakin memrah wajahnya. Ah ini pertama kalinya aku seperti ini, ini terasa menyenangkan.

"Jangan berani kau mengatakannya kepada siapapun." Ia mencoba mengintimidasi dengan bicara dengan pelan dan dingin, namun aku malah balik tertawa

Ini akan menjadi hari panjang yang menyenangkan~

.

.

.

1 bulan kemudian aku diperbolehkan keluar, jujur sangat bosan jika kau terus terusan terkurung di ruangan seba putih itu. Mengingatnya saja ingin ku dinginkan keplaku dengan eskrim. Yah meski aku diperbolehkan keluar dari rumah sakit, tapi aku tidak diperbolehkan melakukan aktifitas berat, aku juga mengetahui bahwa aku pingsan selama 2 minggu setelah kejadian dimana Itachi menyerang adiknya sendiri. Aku dengar itu dari beberapa perawat yang sempat merawatku. Setelah aku keluar rumah sakit, aku melihat sifat Sasuke cenderung berubah kepada orang disekitarnya. Yang membuatku khawatir ialah dia seperti tidak mau berbicara sedikitpun kepada seseorang. Namun kepadaku, ia seperti blak-blakan dan kikuk. Apakah dia masih tertekan soal hal itu?

...

Pagi ini terlihat sangat terik meski baru jam 9 pagi, Kakashi-sensei menyuruh kami untuk berkumpul di training ground 7. Entah untuk apa, karena biasanya kalau mengambil misi akan langsung menuju menara hokage.

Hari ini aku hanya mengenakan pakaian yang biasa aku pakai ketika menjalankan misi, yaitu kemeja putih yang menurutku agak sedikit mencolok, namun bisa di menyesuaikan keadaan dengan cepat, seperti misalnya kalau dirasa rawa atau gurun pasir, tinggal membuat baju ini kotor dan bersembunyi.

Sesampainya aku di training ground aku sudah melihat semua anggota timku yang duduk di bawah pohon. Aku akui aku agak terlambat meski biasanya Kakashi-sensei paling terlambat, hingga pernah sampai dua jam.

"Gomenne, Aku sedikit terlambat." Aku menyuarakannya kepada rekanku dengan sedikit senyuman dan membenarkan kacamata yang agak bergeser dari tempatnya. Diantara muka muka yang menahan marah, disana ada muka yang menatapku dingin. Yaa, itu Sasuke. Sorot matanya sudah sangat dalam hingga kau akan susah untuk mencapai permukaan lagi.

"Berhubung kalian semuanya sudah berkumpul, aku ingin mengumumkan sedikit informasi, bahwa ujian chunin akan segera diadakan di Desa Konoha." Dia mengucapkannya sambil membaca sebuah buku bersampul orange. Entah apa yang ia baca, namun seperti nya bukan sebuah buku biasa karena ada sebuah tanda larangan merah yang hampir memenuhi sampul depan.

"Lalu kenapa dengan itu semua sensei?" Menma bertanya dengan nada bosan, dan itu cukup membuat telinga seseorang akan meradang karena suara yang diberat beratkan.

"Kalian semua harus sedikit waspada karena banyak ninja-ninja lain desa lain berdatangan ke desa kita..." Ia kemudian menutup bukunya, lalu memasukkannya ke kantung belakangnya. Dan setelahnya ia mengeluarkan sebuah kertas. "kalian akan ikut dalam ujian Chunin ini."

"Tapi bukannya kami masih belum cukup mampu?" Aku bertanya, memang benar karena kami masih dibawa rata rata. Dari sekian banyak team mungkin kami masuh urutan 6 dari beberapa team.

"Cih, kau menghina dirimu sendiri." Sakura mendecih sedikit tidak suka, karena dirinya juga merasa terhina karena pertanyaanku tadi, mungkin.

"Itu semua tergantung dari kerja sama kalian di dalam ujian ini dan syarat mengikuti ujian ini adalah mengerjakan 20 misi rank D dan minimal 1 rank di atasnya. Lagipula, kau Naruto..." ujarnya sambil menunjukku dengan mata yang menyipit, "kau berhasil menyudutkannya hingga membuat kerusakan sebesar itu, kurasa kau mumpuni."

Ku mendengar sedikit kepalan tangan disana, mencoba sedikit melihatnya dari sudut mataku, Sasuke sedikit mengeras wajahnya meski tertutupi oleh rambutnya. Namun semua anggota team disini tidak ada yang mengetahuinya. Aku rasa ini akan menjadi kendala sedikit di team ini.

"Jadi apa yang harus kita lakukan untuk masuk kedalam ujian itu, sensei?" Kacamataku turun dari tempatnya membuatku berkali kali membenarkannya, sebenarnya ini agak mengganggu juga karena gatal dan sedikit merepotkan.

"Pertanyaan bagus Naruto, kalian hanya harus mengisi formulirnya dan menyerahkannya kr kantor hokage dan terakhir 3 hari lagi. Setelahnya tinggal menunggu pengumuman saja. Dan satu lagi bersikaplah sedikit sopan dan waspada kepada pendatang dari desa lain, karena kita tidak akan ahu apa yang akan terjadi."

Hmm? Apa maksud dari 'harus waspada'? Apa kah itu sesuatu yang benar benar harus dikhawatirkan? Namun melihat dari ekspresinya, aku yakin ada sesuatu yang besar.

"Baiklah, kalian isi saja jika ingin mengikutinya dan persiapkan diri kalian untuk ujian itu." Terjadi ledakan asap di tempat sensei berdiri dan hilang bersamaan dengan Kakashi-sensei.

"Salah satu dari kalian jika tidak ikut silahkan, karena aku akan ikut." Menma kemudian pergi menjauh dari kami, memang disebutkan diformulir ini bahwa minimal harus ada 3 anggota dalam satu team dan bukan dari hasil percampuran antar team.

"Tentu saja kami akan ikut, benarkah Sasuke-kun." Sasuke hany diam setelah ditanya Sakura. Aku hanya tersenyum kecil melihatnya dan kemudian pergi mengikuti langkah Menma untuk menuju desa.

Di desa kali ini agaknya sangat ramai, karena banyak dari desa lain yang ada disini. Berlalu lalang ke gedung hokage dan selebihnya mungkin mencari penginapan.

Dalam perjalanan ini aku mampir sebentar ke Kedai Ramen Ichiraku, entah mengapa ini menjadi kebiasaanku dalam bulan ini, mungkin akan menjadi kebiasaan yang permanen. Duduk di bangku yang biasa aku duduki sambil menunggu pesanan datang dan mungkin aku akan membeli beberapa camilan untuk Pho-chan dirumah, dia pasti akan sangat senang dengan itu.

"Paman, satu yang biasa saja." Aku terkejut dikarenakan sebuah suara datar namun keras itu menggema tepat di samping daun telinga ku. Aku sedikit menjauhkan telingaku daru sumber suara itu dan menoleh kearah asal suara tersebut.

"Sasuke?" Ucapku sambil membenarkan kacamata yang melorot dari asalnya. Dia hanya menjawabnya dengan gumanan tidak jelas. Itu tidak mengenakkan tapi itu hal yang paling wajar dari Uchiha, dan itu menurutku keren tapi menjengkelkan di waktu bersamaan.

"Jadi untuk apa kamu kemari kesini?" Aku bertanya, namun seharusnya aku tidak bertanya. Karena sudah jelas ia kesini untuk memakan ramen, tentu saja.

"Apa kau bodoh, tentu saja aku kesini untuk memesan mie ini." Yah aku sudah memperkirakan jawabannya termasuk 'kata kasar' disana. Setelahnya pesanan kami berdua datang secara bersamaan. Aku sedikit melihat kilat mata dari paman Teuchi yang melirik aneh kepada kami. Namun aku terlalu sibuk dnegan makananku untuk memikirkannya san tentu saja ini sangat enak.

Tidak ada percakapan di antara kami selama di kedai ini. Hanya berfokus pada makanan masing-masing. Setelah selesai aku pun beranjak dari kedai, tentu saja setelah membayar.

Aku berjalan ke apartement dengan melewati rute yang melewati komplek Uchiha. Bersama di Sasuke yang menuju komplek Uchiha. Namun setelah di area komplek, entah mengapa Sasuke menarik tangan kananku dan dipaksa menuju pintu gerbang.

"Sasuke, apa ya-tunggu!" Setelah di pekarangan sebuah rumah, tanganku dilepas. Dia seperti menundukkan kepala. Aku ingat tempat ini, tempat dimana aku bertarung dengan kakaknya Sasuke dulu. "Kenapa kamu membawaku kesini?"

"Aku hanya minta maaf sebesar-besarnya kali ini. Atas kejadian itu kau menjadi sekarat." Dia menundukkan kepalanya dan mengepalkan tangannya sampai aku melihat sedikit darah disana.

"Iee, aku sudah memaafkanmu dan aku juga sudah melupakan kejadian itu Sasuke, dan kamu tidak perlu khawatir karena aku sudah sembuh sekarang." Aku mencoba meyakinkannya, namun entah berhasil atau tidak.

"Tapi, itu tidak akan pernah menghapus jejaknya!" Aku sedikit mengelus perutku tepat dimana masih terdapat bekas tusukan itu.

"Baiklah, aku akan memberikan sebuah syarat agar aku dapat memaafkanmu." Dia mengangkat kepalanya, manatap penuh minat kearahku. "Maafkan kakakmu."

Menatapku dengan sedikit marah, aku dibuat terkejut dan takut secara bersamaan. Dia menatapku dengan sebuah mata merah, Sharingan dengan tiga temoe. Juga diselingi sebuah hawa intimidasi. Namun aku hanya menatapnya dengan lembut dan sebuah senyuman mengembang diwajahku.

"Jika kau tidak bisa, maka tidak apa."

Aku kemudian pergi dari komplek Uchiha tersebut.

.

.

.