Prince?

Summary: Karena sebuah perjanjian, Jungkook dipaksa untuk menikah dengan cucu dari sahabat kakeknya. Awalnya Jungkook tidak keberatan karena mendengar calon pasangannya itu kaya dan memiliki wajah sangat menawan. Ia tidak menyangka calonnya adalah seorang namja dan juga seorang pangeran kerajaan modern. "Aku tidak ingin menikah dengan namja!" / "Kau pikir aku mau? Lagian kita sudah terlanjur menikah"

Couple:: Taehyung x Jungkook (Taekook)

Rate:: T

Genre:: Humor, Romance

Umur:

Taehyung: 20 tahun

Jungkook: 18 tahun

Jimin: 18 tahun

Namjoon: 18 tahun

Jin: 20 tahun

Suga: 18 tahun

Hoseok: 18 tahun

.

.

~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~

.

Taehyung berbalik dan meraih sesuatu yang ternyata ia bawa tadi bersama makanan itu. Ia lalu menyerahkan benda itu pada Jungkook.

"Setelah selesai makan, mainkan ini."

Jungkook menghentikan makannya untuk menoleh pada Taehyung, matanya tertuju pada benda yang Taehyung sodorkan padanya.

Gitar kesayangannya.

.

Hiwatari NiwaDark Present

Prince?

.

"Dari mana kau mendapatkannya?" tanya Jungkook dengan mulut yang masih mengunyah makanannya. Ia berusaha meraih gitarnya namun Taehyung menjauhkan benda itu.

"Tidak bisakah kau lebih sopan sedikit? Panggil aku hyung."

Jungkook terdiam sejenak. Matanya bergerak ragu sebelum akhirnya bergumam,

"Hyung,"

Taehyung mendengus pelan sebelum akhirnya menjawab, "Aku sudah mengambil barang-barangmu dari rumahmu, termasuk gitar ini, adikmu yang memberikannya padaku." Taehyung kembali menjauhkan gitarnya saat Jungkook berusaha meraihnya.

"Cepat selesaikan makanmu, setelah itu baru kau boleh memegang gitar ini."

Jungkook mencibir pelan namun akhirnya ia memilih untuk melanjutkan makannya dengan lahap.

"Setelah itu kita tidur, aku tidak ingin membangunkanmu yang seperti mayat saat tertidur."

Jungkook menghentikan gerakannya sejenak saat mendengar ucapan terakhir Taehyung yang terdengar lembut dan penuh perhatian, di sisi lain ia masih terus dihantui oleh sikap Taehyung yang tegas dan dingin. Entah kenapa ia berharap Taehyung terus bersikap lembut seperti ini padanya, seperti yang pria itu lakukan pada wanita bernama Joy itu. Tapi tidak mungkin, ia yakin Taehyung akan kembali menjadi pria yang dingin besok.

Jungkook meletakkan sendokknya setelah suapan terakhirnya. Sambil mengunyah, tangannya meraih gitar kesayangannya, membuka pembungkusnya, lalu memposisikan benda itu pada pangkuannya. Setelah selesai mengunyah, ia meraih gelas yang dibawa Taehyung dan meminumnya.

"Ummm, apa yang harus kumainkan?" tanya Jungkook. Ia memainkan asal benda yang sudah tidak ia sentuh selama beberapa hari belakangan ini.

"Terserahmu, mainkan saja lagu kesukaanmu," jawab Taehyung.

"Biasanya aku memainkan ini sambil bernyanyi. Jangan tertawa kalau suaraku jelek."

Taehyung tertawa kecil, "Kalau suaramu jelek, aku pasti akan tertawa."

Jungkook mendecih kesal, ia kemudian mulai memetik gitarnya.

"Aku akan menyanyikan Nothing Like Us milik Justin Bieber."

Dan mendengar alunan gitar yang Jungkook mainkan serta suara merdu milik Jungkook, tidak ada satu bagianpun yang membuat Taehyung tertawa. Pria itu hanya diam tertegun mendengar suara indah yang mengalun di tengah malam di dalam ruang belajar ini.

.

.

.

.

.

.

.

Jungkook mendengus malas seraya mengibas-ibaskan baju olahraganya. Matahari sangat terik dan dengan sialnya mereka memiliki jam pelajaran olahraga hari ini. Ia kembali mendengus saat mendengar Yoongi yang terus-terusan mengeluh saat disuruh mencari pasangan untuk melakukan praktek pose yoga.

"Jungkook-ah, denganku saja, ya?" tanya Jimin yang menghampiri Jungkook.

"Apa? Kau pendek, kau cocoknya dengan Yoongi saja, Jimin-ssi," jawab Jungkook asal.

Mendengar nama Yoongi, Jimin terdiam sejenak, ia melirik Yoongi yang hanya berdiri dengan wajah kusut seraya mengibas-ibaskan bajunya. Jimin tampak ragu, ia kembali menatap Jungkook.

"Ayolah, Kook, denganku saja, kalau tidak denganku, kau ingin dengan siapa?"

"Ini adalah praktek pose yoga, kalau ada bagian yang harus saling menahan, apa kau bisa menahanku? Aku berat, Jimin. Dengan Yoongi saja, dia juga sepertinya belum punya pasangan."

Jimin kembali melirik Yoongi. Ia bukannya takut atau apa, ia hanya... entahlah. Ia akhirnya memutuskan untuk menghampiri Yoongi saat Jungkook terus-terusan mendorongnya. Ia berdiri tepat di belakang Yoongi namun belum sempat memanggilnya, Yoongi malah memanggil Hoseok yang baru saja bergabung ke lapangan karena terlambat berganti pakaian. Jimin menghentikan tangannya yang hendak menepuk Yoongi, ia menyimpan kembali tangannya ke belakang.

"Oh, kudengar kita harus cari pasangan, ya?" tanya Hoseok menghampiri Yoongi yang memanggilnya.

"Iya, kau denganku saja, aku malas mencari lagi," jawab Yoongi. Hoseok mengangguk lalu melirik Jimin yang berdiri tepat di belakang Yoongi.

"Jimin? Kau sudah punya pasangan?" tanya Hoseok. Yoongi menoleh ke belakang. Ia baru sadar ada Jimin di belakangnya.

Jimin mengangguk canggung dengan senyum tipis.

"Aku dengan Jungkook."

Hoseok dan Yoongi mengangguk. Setelah itu, Jimin memutuskan untuk kembali menghampiri Jungkook saat melihat Yoongi menyeret Hoseok untuk mencari posisi.

"Kook, aku denganmu saja, titik." Jimin menghela napasnya. Jungkook yang tengah minum mengernyitkan keningnya. Ia meletakkan botolnya di lantai dan melirik ke arah Yoongi dan Hoseok. Ia kemudian ikut menghela napasnya.

"Kau selalu begitu, Park Jimin. Mau sampai kapan kau terus mengalah pada orang lain?" Jungkook kembali menghela napasnya. Jimin ikut melirik ke arah yang dilihat oleh Jungkook tadi.

"Tch, diamlah."

Jimin menarik Jungkook untuk mencari posisi dan siap-siap melakukan gerakan yang diinstruksikan oleh guru olahraga mereka.

.

.

.

.

.

.

.

"Sebenarnya aku sangat lelah dan tidak ingin ikut latihan hari ini, apalagi latihan tambahan ini," keluh Jungkook seraya merebahkan dirinya di lantai practice room mereka.

Hoseok yang sedang mengajarkan Jimin part-part yang sulit menghentikan gerakannya, otomatis Jimin juga ikut menghentikan gerakannya. Ya, inilah latihan tambahan, latihan yang dilakukan setelah dance practice dua jam yang dijadwalkan sebagai ekstrakulikuler, latihan tambahan ini adalah latihan dua jam lagi yang hanya dilakukan oleh main dancer Hoseok, Jimin dan Jungkook saja. Mereka bertiga akan belajar lebih awal dan lebih banyak yang kemudian akan diajarkan kepada anggota dance club.

"Berhenti menggeliat seperti itu, kau menodai lantai berharga kita," ucap Jimin yang jelas tidak ditanggapi oleh Jungkook.

"Kau terlihat lemas hari ini, Jungkook-ah, apa kau kurang tidur?"

Belum sempat Jungkook menjawab pertanyaan Hoseok, Jungkook mendengar ponselnya berbunyi. Ia dengan malas merangkak menghampiri ponselnya yang ia letakkan di atas tasnya. Ia mengernyit bingung saat melihat nomor tak dikenal terpampang di layar ponselnya. Dengan ragu ia mengangkatnya.

"Halo?"

"Sudah hampir satu jam supirku menunggumu di gerbang sekolah, Jungkook-ssi. Ke mana lagi kau kali ini?"

Mendengar suar berat yang tidak asing itu membuat Jungkook sontak duduk dengan tegak. Melihat hal itu, Hoseok dan Jimin mengernyit bingung.

"A-aku tidak ke mana-mana. Kau tahu 'kan hari ini aku ada jadwal tambahan?"

"Ya, dan seingatku jadwal tambahanmu selesai 45 menit yang lalu."

Jungkook membulatkan matanya.

"Ahh, jadwalmu itu kurang up to date, Tae-Ehm!" Jungkook berdehem sejenak, hampir meloloskan nama Taehyung.

"Aku memiliki jadwal tambahan di dalam jadwal tambahan. Jadi tolong tambahkan dua jam lagi pada setiap jadwal tambahanku," ucap Jungkook pelan.

"Kau tidak memberitahuku sebelumnya."

"Dan kau tidak bertanya."

"Tch, jadi jam berapa kau baru selesai?"

Jungkook melirik Jimin dan Hoseok yang masih terus mengamatinya. Ia kemudian membalikkan badannya.

"Jam 18.30."

Belum sempat Taehyung menjawab, Jungkook kembali melanjutkan kalimatnya,

"Aku bisa pulang sendiri kok kalau supirmu tidak bisa menjemputku."

Terdengar suara decakan dari Taehyung.

"Supirku memang dipekerjakan untuk menjemputmu. Jam 18.30 lebih baik kau sudah berada di pintu gerbang."

"Ya," jawab Jungkook sebelum akhirnya memutuskan panggilan teleponnya. Ia menatap layar ponselnya, menatap nomor tanpa nama itu tanpa ada niat untuk menyimpan nomor itu ke dalam ponselnya. Ia menghela napas sebelum akhirnya kembali berbaring di lantai dan meregangkan tubuhnya seraya mengerang dengan kuat.

"Mau sampai kapan kau bermalas-malasan seperti itu, Jeon Jungkook?" tanya Hoseok. Jungkook membalikkan tubuhny untuk melihat Hoseok dan Jimin yang ternyata sedari tadi bersandar pada dinding cermin dengan tangan yang terlipat di depan dada memperhatikannya.

Jungkook menghela napasnya sebelum akhirnya berdiri seraya menghela napasnya.

"Baiklah, baiklah. Ayo cepat selesaikan, aku harus cepat pulang." Ia meletakkan ponselnya ke dalam tasnya lalu mendekati speaker.

"Kenapa terburu-buru untuk pulang? Kau tidak ikut makan jjajangmyun setelah latihan?" tanya Jimin. Pergi makan bersama setelah latihan biasanya memanglah kebiasaan mereka, dan Jungkook tidak pernah melewatkan hal itu, Jungkook selalu punya waktu luang dan tidak pernah mendesak selama ini, maka dari itu Jimin mengernyit bingung saat melihat Jungkook sangat terburu-buru akhir-akhir ini.

Jungkook memutar bola matanya dengan malas. Ia lelah harus memutar otaknya terus-menerus untuk menjawab pertanyaan teman-temannya. Sebenarnya ia sudah memikirnya, dan ini telah ia diskusikan dengan keluarganya.

"Nenekku menyuruhku untuk pulang cepat. Sekarang aku sudah tinggal dengan nenekku, aku ingin menemani nenekku untuk sementara." Jungkook memainkannya musiknya lalu mulai menggerak-gerakkan tubuhnya, tidak mempedulikan reaksi Jimin dan Hoseok.

"Apa?" tanya Hoseok.

"Kenapa? Nenekmu? Kenapa aku tidak pernah mendengarnya?" tanya Jimin.

"Rumah nenekmu di mana?" tanya Hoseok.

"Sejak kapan?" tanya Jimin.

Jungkook tidak menjawab, ia sibuk meliukkan tubuhnya mengikuti alunan musik hip-hop yang memang tengah mereka pelajari itu. Ia tiba-tiba menghentikan gerakannya saat matanya menangkap sesosok namja tengah berdiri di ambang pintu melalui pantulan cermin. Hoseok dan Jimin tidak menyadarinya karena mereka sibuk menghujani Jungkook dengan pertanyaan-pertanyaan dan pernyataan-pernyataan yang mereka simpulkan sendiri.

Jungkook menunjuk ke arah cermin dengan dagunya, hal itu otomatis menarik perhatian Jimin dan Hoseok untuk melihat ke arah cermin. Mereka mendapati seseorang dengan seragam basket berjalan ke arah mereka. Kedua orang itu seontak berbalik untuk menyambut seseorang itu.

"Baru selesai latihan?" tanya Hoseok. Yoongi menganggukkan kepalanya.

"Kudengar ada pertandingan persahabatan dengan sekolah M besok?" tanya Jimin. Lagi-lagi Yoongi menganggukkan kepalanya.

"Dan aku harus melihat wajah kalian bertiga dan Namjoon di kursi penonton, awas kalau tidak."

"Aku pasti akan menontonmu!" Jungkook berdiri tegap dengan tangan yang menghormat ke arah Yoongi.

"Apa kalian sudah selesai latihan?" tanya Yoongi. Tangan kanannya menyerahkan sebotol minuman energi dingin pada Hoseok, sedangkan tangan kirinya memegang botol minuman energi miliknya sendiri. Melihat itu, Jimin dan Jungkook terdiam.

Hoseok menerimanya lalu menggumamkan 'terimakasih'. Ia kemudian menoleh ke arah Jimin dan Jungkook.

"Punya Jimin dan Jungkook?" tanya Hoseok.

"Itu buy one get one, aku berniat membeli minum untuk diriku sendiri tapi malah dapat satu lagi."

Hoseok mengedip-kedipkan matanya sejenak sebelum akhirnya memberikan minuman itu pada Jimin.

"Untukmu saja, Jim. Kau bisa berbagi dengan Jungkook."

"Tidak usah, aku punya minuman sendiri, kok," jawab Jungkook.

Jimin menerima minuman itu dengan senyum tipis seraya bergumam,

"Terima kasih."

Melihat itu, Yoongi memberikan miliknya yang tersisa setengah pada Hoseok.

"Minumlah, setelah itu cepat lanjutkan latihan kalian. Aku ingin cepat pulang."

Hoseok menerim minuman itu dengan kening berkerut.

"Kenapa kau menunggu kami selesai latihan? Biasanya tidak pernah begitu?" tanya Hoseok.

"Aku ingin menumpang sepedamu pulang, aku terlalu lelah pulang sendiri." Yoongi menghela napasnya seraya beranjak mencari posisi untuk duduk dan bersandar.

Jimin terdiam, melirik Yoongi lalu Hoseok, lalu Jungkook, lalu melirik Yoongi lagi. Sedetik kemudian ia menunduk untuk melihat minuman energy yang ada di tangannya.

"Ayo cepat mulai, aku juga ingin cepat pulang," gumam Jimin lalu beranjak untuk memainkan musiknya. Ia meletakkan minumannya di samping tasnya, terdiam sejenak melihat minuman itu sebelum akhirnya bergabung dengan Hoseok dan Jungkook yang telah mengambil posisi.

.

.

.

.

.

.

.

"Besok kau pasti menontonku, 'kan? Pertandingannya di mulai setelah pulang sekolah," ucap Yoongi yang duduk di bagian belakang sepeda Hoseok, sebelah tanganya memeluk bola basketnya sedangkan satunya lagi ia biarkan di atas pahanya. Hoseok yang tengah mengayuh menganggukkan kepalanya.

"Tentu, tapi aku dan Jimin akan sedikit telat. Aku berjanji pada Jimin untuk membantunya mengerjakan tugas piketnya."

Mendengar jawaban Hoseok, Yoongi mengernyitkan keningnya. Hoseok menghentikan sepedanya saat mereka telah sampai di depan rumah Yoongi. Yoongi turun dari sepeda Hoseok lalu berdiri di samping Hoseok, mendapati temannya yang mengantarnya pulang itu tengah tersenyum manis seraya melambaikan tangannya. Yoongi masih memasang wajah tidak senangnya.

"Kenapa kau selalu membantu Jimin melakukan tugas piketnya?" tanya Yoongi.

Senyum manis Hoseok perlahan luntur, dan lambaian tangannya ia hentikan. Ia memasang wajah bingung.

"Kau tahu 'kan kalau kelompok piket Jimin itu hanya terdiri dari dua orang? Padahal kelompok lain terdiri dari 3-4 orang. Itu memakan waktu banyak dan dia selalu kelelahan setelahnya."

Yoongi mendengus. "Baiklah, yang penting besok kau harus menampakkan wajahmu di kursi penonton."

Hoseok mengembangkan senyumnya hingga membuat matanya melengkung.

"OK!" jawabnya ceria.

Yoongi mendengus kecil. Tangannya ia angkat untuk menyisir poni Hoseok yang menutup sebagian matanya. Hoseok tampak terkejut menerima perlakuan Yoongi. Ia memang jarang hanya berdua dengan Yoongi seperti ini, maka dari itu ia tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu darinya. Lagian, baru kali ini ia tahu kalau Yoongi bisa melakukan hal seperti itu karena yang ia tahu Yoongi adalah orang yang cuek dan dingin.

"Pulanglah. Terima kasih telah mengantarku." Yoongi mengangkat tangannya sebagai tanda lambaian perpisahan. Ia mundur beberapa langkah.

Hoseok mengangguk lalu tersenyum seraya melambaikan tangannya.

"Bye-bye!"

Setelah Yoongi masuk ke dalam rumahnya, Hoseok masih terdiam di sepedanya di depan rumah Yoongi. Ia menundukkan kepalanya lalu sedetik kemudian menggaruk belakang kepalanya. Menghela napas sejenak sebelum akhirnya kembali mengayuh sepedanya untuk segera pulang ke rumah sebelum hari benar-benar gelap.

.

.

.

.

.

.

.

"Apa aku harus belajar lagi?" tanya Jungkook pada kedua maidnya.

"Sepertinya hari ini Tuan Muda akan belajar praktek, kalau tidak salah itu yang disampaikan Pangeran tadi," jawab salah satu maid yang berjalan di belakang Jungkook.

"Di mana dia?" tanya Jungkook melangkahkan kakinya menuju ke ruang belajar.

"Dia?" tanya salah satu maid membeo.

"Pangeran kalian, di mana dia? Setelah makan malam selesai, dia langsung menghilang begitu saja."

"Oh, Pangeran sedang berada di ruang kerjanya, Tuan Muda. Beberapa hari ini ia sangat sibuk mengerjakan pekerjaannya dan lembur terus-terusan."

"Kerja? Kerja apa dia?" tanya Jungkook.

Belum sempat maidnya menjawab, tangannya telah membuka sebuah pintu, menampilkan seorang yeoja paruh baya tengah duduk di meja belajar dengan senyum hangat di wajahnya. Ini bukanlah guru yang semalam memberinya hukuman.

"Selamat malam, Tuan Muda, saya Ji Yoonji, guru praktek Anda." Yeoja paruh baya itu berdiri dan membungkuk hormat pada Jungkook. Jungkook dengan segera ikut membungkuk dan menyapa yeoja itu seraya memperkenalkan namanya.

"Kami akan menunggu di luar, Tuan Muda," ucap salah seorang maid sebelum akhirnya mereka melangkah mundur dan menutup pintu ruang belajar yang luas dan penuh dengan buku yang tersusun rapih itu.

"Silahkan duduk, Tuan Muda. Malam ini kita akan belajar menulis kaligrafi dan juga tata cara makan yang sopan dan benar yang biasanya digunakan di dalam kerajaan ini." Yeoja paruh baya itu masih mempertahankan senyum ramahnya.

"Kita akan belajar tata cara makan terlebih dahulu." Yeoja itu mengambil berbagai alat makan dan meletakkannya di depan Jungkook.

"Pertama-tama, saya ingin melihat bagaimana biasanya gerakan Tuan Muda saat makan dan minum."

Jungkook dengan canggung memperagakan cara makan dan minumnya yang biasanya. Ia melirik ragu-ragu pada yeoja yang masih tersenyum tipis itu.

"Tidak ada yang salah dengan tata cara makan Anda, Tuan Muda. Hanya saja sedikit tidak sopan dan juga tidak terlihat elegan. Tata cara makan standar di kerajaan ini adalah seperti ini..."

Jungkook mengikuti setiap arahan gurunya dengan serius meskipun sedikit ragu-ragu. Selama hampir satu jam mempelajari tata cara makan, Jungkook akhirnya disuruh untuk mengulang semua cara makan dan minumnya. Setelah dirasa telah sesuai dengan tata cara di rumah kerajaan ini, semua alat makan disingkirkan lalu digantikan dengan alat menulis kaligrafi.

"Apa Tuan Muda pernah menulis kaligrafi?" tanya guru Ji. Jungkook menggelengkan kepalanya.

"Sudah jaman apa ini? Generasi seumuran kami tidak terlalu belajar kaligrafi lagi, guru Ji," jawab Jungkook. Guru itu tersenyum ramah.

"Ya, benar. Tapi di kerajaan ini masih mewajibkan anggotanya untuk belajar dan bisa menulis kaligrafi, jadi mau tidak mau anda harus belajar, Tuan Muda. Dan kaligrafi tidaklah mudah, tidak bisa dikuasai hanya dalam satu hari. Anda akan belajar kaligrafi setiap ada jadwal belajar praktek."

Guru Ji mulai melebarkan selembar kertas tipis di depan Jungkook lalu meletakkan semangkuk tinta dan sebuah pen kuas.

Jungkook sebenarnya tidak terlalu suka kaligrafi, tapi dengan terpaksa ia harus mempelajarinya selama satu jam lebih. Setelah selesai dengan praktek kaligrafinya, Jungkook membungkukkan tubuhnya pada gurunya yang pamit pulang. Ia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 21.15.

Jungkook keluar dari ruang belajarnya dan menemukan kedua maidnya tengah menunggunya di depan pintu ruang belajar.

"Kalian dari tadi menunggu di sini?" tanya Jungkook. Kedua maid itu menganggukkan kepalanya. Jungkook menghela napasnya.

"Lain kali kalau aku sedang belajar, kalian boleh pergi beristirahat, tidak perlu menungguku apalagi berdiri di depan pintu seperti ini."

Kedu maid itu hanya diam tidak berani menjawab Jungkook. Jungkook kembali menghela napasnya.

"Sudahlah, pokoknya besok kalian boleh beristirahat selama aku belajar, kalian boleh kembali lagi setelah aku selesai belajar." Jungkook tersenyum kecil sebelum akhirnya beranjak.

"Ah, Taehyung hyung ada di mana?" tanya Jungkook.

"Pangeran Muda? Pangeran Muda masih ada di ruangan kerjanya, Tuan Muda."

Jungkook mengernyitkan keningnya. "Masih di ruang kerja?"

"Iya, Tuan Muda."

"Ruang kerjanya ada di mana?" tanya Jungkook.

"Ada di lanti tiga ruangan paling ujung di sebelah kiri, Tuan Muda. Ada papan bertuliskan 'Kim's' di depan pintunya."

Jungkook menganggukkan kepalanya mengubah arah jalannya yang semula hendak ke kamarnya kini melangkahkan kakinya ke arah tangga. Hendak menginjakkan kakinya ke tangga pertama, Jungkook menoleh pada kedua maidnya yang masih setia mengikutinya.

"Kalian sudah boleh pergi istirahat, ini sudah malam."

Kedua maid itu terdiam sejenak sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya lalu membungkukkan badan mereka sebelum akhirnya beranjak. Mereka tahu Jungkook hendak ke ruangan Taehyung, mungkin saja Jungkook membutuhkan 'privasi'nya dengan Taehyung, maka itu mereka dengan segera meninggalkan Jungkook sendirian, begitulah pikir mereka.

Jungkook kembali menghela napasnya saat ia melangkahkan kakinya menaiki tangga. Sebenarnya ia haanya penasaran pekerjaan apa yang Taehyung kerjakan, bisnis dalam bidang apa dan sesibuk apa.

Saat kaki Jungkook telah sampai tepat di depan pintu dengan papan yang bertuliskan 'Kim's', ia dapat mendengarkan suara telepon berdering, suara berat Taehyung yang memanggil sekretaris Lee, suara sekretaris Lee yang mengangkat panggilan telepon dan lain sebagainya.

'Sesibuk itukah dia?' pikir Jungkook yang akhirnya memilih untuk membalikkan tubuhnya dan kembali ke kamarnya.

Baru beberapa hari berada di rumah ini, bersama dengan keluarga yang asing baginya, suasana yang asing, dan gaya hidupnya yang berubah sangat pesat membuatnya merasa seperti berada di mimpi, tidak terasa nyata dan rasanya sangatlah tidak menyenangkan. Sebelum ia ke ruang belajar, ia sempat menelepon ibunya, setiap hari ia selalu menelepon keluarganya. Ia masih tidak percaya kalau ia kini hidup seperti ini. Ia berharap bisa kembali seperti dulu, di mana ia hanyalah seorang siswa biasa dengan hidup yang biasa-biasa saja.

Jungkook membuka pintu kamarnya, membuka lampu, menutup pintu kamarnya lalu menghempas tubuhnya ke kasur empuknya yang luas. Ia memejamkam matanya lalu kembali menghela napasnya. Ia meraih ponselnya yang baru saja ia hempas di sampingnya lalu memeriksa group chatnya. Tertawa kecil saat sahabat-sahabatnya melakukan percakapan bodoh dan tidak penting di chat room group chat mereka.

Baru saja Jungkook hendak mengetikkan sesuatu untuk membalas group chatnya, suara pintu terbuka menarik perhatiannya. Matanya yang besar melirik ke arah namja yang baru saja masuk ke dalam kamar dengan wajah lelah dan bosan. Namja itu mengacak rambutnya seraya mengangkat panggilan masuk di ponselnya.

"Halo?" sapa Taehyung seraya berjalan ke arah balkon.

"Ya, Joy? Ada apa? Aku baru saja selesai dengan pekerjaanku."

Sayup-sayup Jungkook dapat mendengar percakapannya yang lagi-lagi dengan yeoja bernama 'Joy' itu. Sebenarnya Jungkook tidak cemburu ataupun kesal, namun ia hanya merasa tidak seharunya seseorang yang telah menikah masih saling menelepon dan berbicara dengan lembut dengan perempuan lain, bukan? Oh, itu bukan urusannya. Ia juga tidak terlalu peduli.

Jungkook melanjutkan kegiatannya yaitu membalas chat dari sahabat-sahabatnya. Sekarang mereka tengah membahas pertandingan basket untuk besok. Ahhh, membicarakan soal pertandingan basket... Jungkook melirik Taehyung yang masih bertelepon di balkon. Ah, ia butuh ijin dari Taehyung untuk pulang lebih lama besok.

Tidak lama menunggu, akhirnya Taehyung menurunkan ponselnya lalu kembali masuk ke kamar. Jungkook mengubah posisinya menjadi duduk dan menatap Taehyung.

"Hyung, besok aku pulang sore, ya. Sekolah kami mengadakan pertandingan basket, dan kami harus menontonnya, lebih tepatnya aku harus menonton temanku."

Taehyung terdiam mendengar perkataan Jungkook. Ia memikirkan apakah mengijinkan Jungkook untuk pulang lebih lama dari jadwalnya atau tidak.

"Pertandingan basket?" tanya Taehyung. Jungkook menganggukkan kepalanya.

"Baiklah, sampai jam berapa?" tanya Taehyung lagi.

Jungkook menaikkan kedua bahunya.

"Aku tidak tahu sampai jam berapa, maka dari itu lebih baik tidak usah menjemputku, aku bisa pulang sendiri."

Taehyung menggelengan kepalanya. Ia tidak akan membiarkan Jungkook pulang sendiri, bukan karena ia memanjakan Jungkook, tapi jika ia mengijinkan Jungkook pulang sendiri itu sama saja mengijinkan anak itu untuk berkeliaran dan main sepuasnya di luar sana, dan ia tidak mengijinkan itu, lebih tepatnya peraturan di rumah ini tidak mengijinkan itu.

"Tidak, aku akan tetap menyuruh seseorang untuk menjemputmu. Kau tidak usah khawatir jam berapa mereka akan datang, yang penting besok akan ada yang menjemputmu dan tepat setelah pertandingan itu selesai, kau harus pulang."

Taehyung melepaskan jam tangannya lalu melepaskan kancing bagian atasnya. Jungkook menghela napasnya malas.

"Kenapa hidup di sini tertekan sekali? Aku bahkan tidak diijinkan untuk bermain dengan teman-temanku setelah pulang sekolah? Apa aku benar-benar tidak punya kebebasan?" tanya Jungkook dengan nada kesal.

Taehyung menatap Jungkook santai seraya menjawab, "Begitulah hidup di keluarga kerajaan, Jeon Jungkook." Setelah itu ia melangkah ke kamar mandi, meninggalkan Jungkook yang mendecih kesal. Namja bergigi kelinci itu tersenyum miring sedetik kemudian.

"Aku hanya patuh pada aturan yang masuk akal, dan asal kalian tahu, aku bukan anak baik yang selalu patuh aturan."

Kemudian namja itu beranjak untuk memainkan gamenya pada laptopnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

PLAK!

Jungkook berdecak kesal dan menatap Jimin dengan tatapan membunuh saat sahabatnya itu dengan senyum bahagianya menghmpirinya dan menghadiahinya sebuah pukulan pada kepalanya.

"Cepatkan langkahmu, Jeon Jungkook. Pertandingannya sudah akan di mulai." Jimin merangkul leher Jungkook dan menarik namja yang lebih tinggi darinya itu untuk melangkah lebih cepat.

"Asal kau tahu aku sudah berbaik hati menunggumu menyelesaikan piketmu, Jimin-ssi, dan kau memberiku perlakuan tidak hormat seperti ini."

Hoseok yang berjalan di belakang mereka menggeleng maklum. Ia kemudian memanggil Jimin dan Jungkook yang membuat kedua namja itu menoleh padanya. Ia kemudian melempar dua botol cola pada mereka dan sebotol air mineral lagi pada Jungkook. Jungkook mengernyit tidak mengerti dengan sebotol cola di tangan kiri dan sebotol air mineral di tangan kanannya.

"Air mineral itu untuk Yoongi, kau berikan padanya saat dia istirahat nanti," ucap Hoseok cuek seraya berjalan melalui mereka sambil meminum cola miliknya.

Jungkook melempar botol mineral itu pada Jimin.

"Tugasmu," ucapnya sebelum akhirnya menyusul Hoseok yang telah berjalan duluan ke lapangan outdoor di mana cuaca pada hari ini untungnya sedang mendukung.

"Kenapa kalian lama sekali? Mereka sudah mulai," ucap Namjoon yang telah mereserve bangku untuk mereka. Hoseok, Jungkook dan Jimin menghampiri Namjoon seraya melihat ke arah lapangan, di mana mereka bisa melihat permainan baru saja di mulai.

"Nampaknya lawan dari sekolah kita cukup kuat," ucap Hoseok.

"Jangan menganggap remeh Yoongi, dia pasti menang!" Jimin yang baru saja duduk kembali berdiri untuk dapat melihat lebih jelas.

"A-ah, maksudku sekolah kita pasti menang!" timpal Jimin setelah menyadari apa yang baru saja ia katakan. Jungkook tertawa mengejek sebelum akhirnya menarik Jimin untuk duduk.

"Duduklah, kau menghalangi penonton di belakang."

"Ya, kita pasti menang, Yoongi tidak bisa diragukan," jawab Hoseok yang tersenyum tipis sebelum akhirnya kembali meminum sodanya. Jimin melirik Hoseok sejenak sebelum akhirnya kembali fokus ke lapangan.

Tanpa mereka sadari, babak pertama telah selesai dengan sekolah mereka yang menang. Yoongi berlari menghampiri Namjoon, Hoseok, Jungkook dan Jimin.

"Bagaimana?" tanya Yoongi.

"Keren!" jawab Jungkook dengan dua jempolnya yang dia tunjukkan pada Yoongi.

"Bagus, tapi aku sarankan kalian fokus ke defense juga, babak kedua mereka pasti akan offense habis-habisan," saran Namjoon. Yoongi menganggukkan kepalanya.

Jimin menghampiri Yoongi lalu memberikan botol mineral itu padanya. Yoongi terdiam sejenak melihat air itu, sebenarnya ia sudah memiliki air mineral sendiri, namun akhirnya ia memilih untuk menerima pemberian Jimin dan meminumnya.

"Terima kasih," ucapnya dengan senyum tipis. Jimin menganggukkan kepalanya.

Belum sempat Jimin membuka suaranya untuk berbicara pada Yoongi, sayup-sayup terdengar sedikit keributan dari kursi penonton di sisi kanan mereka.

"Permisi, ada yang tahu Jeon Jungkook ada dimana?"

"Ah, iya terima kasih, iya, saya tahu saya tampan, tapi apakah ada yang tahu Jeon Jungkook dimana?"

"Ah, kelas? Aku tidak tahu dia kelas berapa, maka dari itu aku bertanya."

"Jeon- AH!"

Kelima namja itu terkejut saat seorang namja tampak berseru pada mereka dengan mimik yang lucu. Namja yang menimbulkan keributan itu berjalan menghampiri mereka.

"Jungkook?" tanya namja itu pada Jungkook dengan nada lembut dan sopan. Jungkook menganggukkan kepalanya dengan bingung. Hoseok, Namjoon, Jimin dan Yoongi mengamati namja itu dengan tatapan aneh. Pasalnya namja itu berpakaian aneh untuk digunakan di sekolah. Namja itu mengenakan kemeja berkerah tinggi dengan blazer yang berkancing emas dan desain yang elegan tanpa dikancing, terkesan rapih, elegan, namun santai.

"Iya? Anda siapa?" tanya Jungkook.

Namja yang berambut pink dengan poni yang sisir wave itu menundukkan kepalanya sedikit seraya tersenyum.

"Namaku Kim Seokjin, panggil saja Jin tapi pakai embel-embel 'hyung'. Dan Kim Taehyung sialan itu memanggilku hanya untuk menyuruhku datang ke sini untuk memperhatikanmu, sekalian menjemputmu," ucap namja bernama Seokjin itu dengan suara lembut, nada ramah dan sopan namun isi dari kata-kata itu adalah keluhan dan makian.

Namjoon, Yoongi, Hoseok dan Jimin mengernyit bingung mendengar perkataan Jin. Siapa Jin? Dan apa maksud perkataan Jin tadi? Dan siapa Taehyung?

"Sepertinya kau salah orang, maafkan saya," ucap Jungkook berusaha untuk menghindar. Ia tidak ingin teman-temannya mencurigainya dan mulai bertanya-tanya padanya.

"Tidak, aku jelas tahu wajahmu meskipun hanya sekilas, aku 'kan juga menghadiri acara perni-"

"Ahhh~! Jin hyung! Hahahaha! Iya, iya, aku ingat. Sudah lama tidak bertemu denganmu, aku jadi lupa dengan wajahmu, hahahaha." Jungkook menepuk-nepuk lengan Jin dengan cukup kuat seraya masih tertawa yang dibuat-buat.

Jin tampak terkejut, namun sedetik kemudian ia ikut tertawa canggung seraya mengangguk. Ia bingung, apanya yang sudah lama tidak bertemu dengannya? Jungkook tidak pernah melihatnya, tapi ia jelas melihat sang pengantin ini saat di acara pernikahannya.

"Aku belum selesai, hyung. Aku akan mengabarimu jika pertandingannya sudah selesai. Kau boleh pulang istirahat dulu, hyung." Jungkook membalikkan badan Jin yang tampak kebingungan.

"Tidak, tidak, aku disuruh menemanimu dan mengantarmu pulang. Aku akan ikut menonton pertandingannya karena kebetulan aku juga suka permainan basket." Jin tidak mempedulikan Jungkook, ia dengan cueknya duduk dan menyilangkan kakinya.

Yoongi belum sempat mencerna dengan baik apa yang baru saja terjadi tampak terkejut saat bunyi peluit berbunyi. Ia dengan segera memberikan botol minumannya pada Hoseok dan berlari kembali ke lapangan. Hoseok dan Jimin berteriak menyemangati Yoongi, sedangkan Jungkook duduk di samping Jin.

"Hyung siapa?" tanya Jungkook sopan.

"Aku sepupunya Taehyung, dia menyuruhku ke sini untuk mengawasimu. Aku tidak mengerti untuk apa dia menyuruhku melakukan ini, dia pikir aku tidak ada kerjaan? Tapi dia mengiming-imingiku dengan kandang baru Odengie dan Omukgie, jadi aku terpaksa menyetujuinya."

Jungkook mengernyit tidak mengerti, dan lagi, siapa itu Odengie dan Omukgie? Namun ia hanya diam dan memperhatikan pertandingannya namun pikirannya masih mencerna perkataan Jin.

"Kenapa Taehyung hyung melakukan itu? Apa dia tidak percaya padaku?" tanya Jungkook.

"Bukan dia tidak percaya," gumam Jin seraya memayungi wajahnya dengan telapak tangannya saat matahari mulai terik.

"Dia hanya ingin seseorang mengawasimu, apa saja yang kau lakukan selama di sekolah. Secara tidak langsung dia juga ingin melindungimu."

Jungkook tidak menanggapi perkataan Jin karena ia tahu apapun yang ia lakukan, Taehyung tidak peduli sama sekali, yang Taehyung pedulikan hanya ia yang harus mematuhi aturan.

Baru berapa hari Jungkook hidup dengannya, semua hal yang terjadi padanya mulai membuatnya jengah.

"Hyung, lebih baik kau tunggu aku di mobil saja, aku akan segera ke sana setelah pertandingannya selesai," ucap Jungkook datar.

Jin menatap Jungkook dengan mata bulatnya.

"Kau mengusirku? Tidak, tidak, aku akan di sini, pertandingannya mulai seru, lebih baik kau fokus saja ke permainannya." Jin menepuk lengan Jungkook lalu menunjuk ke arah lapangan. Jungkook menghela napasnya lalu kembali memperhatikan permainan yang semakin memanas.

Yoongi melakukan shooting, tepat setelah ia melempar bolanya, seseorang mendorongnya hingga ia terjatuh dengan keras. Semua penonton tampak terkejut melihatnyaa, antara terkejut dan senang karena bola yang dilempar Yoongi berhasil masuk ke ring. Suara peluit berbunyi, berbunyi untuk tanda masuknya bola dan juga sebagai tanda terjadinya pelanggaran.

Yoongi meringis seraya memegangi pergelangan kaki kanannya. Ia masih meringis kecil saat matanya menatap tajam salah satu anggota team lawan yang mendorongnya tadi. Teman-teman se-team Yoongi membantunya untuk berdiri dan melakukan free-throw.

Semua orang tampak tegang melihat Yoongi mendribble bolanya dengan tenang sebelum akhirnya mengangkat bolanya untuk dishoot ke ring. Peluit dibunyikan saat bolanya berhasil masuk hingga membuat pendukung team Yoongi bersorak gembira. Permainan langsung berlanjut, tidak ada waktu bagi team Yoongi untuk merayakannya, mereka dengan segera berlari merebut bolanya dari tangan lawan. Yoongi dengan terpincang masih berusaha berlari mengejar bolanya.

"Apa yan dia lakukan?" tanya Jimin khawatir saat melihat Yoongi masih ikut bertanding dengan kondisi kaki seperti itu.

"Kenapa dia tidak digantikan saja?"

"Tidak mungkin dia mau digantikan, kau tahu seberapa keras kepalanya dia," jawab Hoseok. Jimin tidak menanggapinya, ia masih sibuk melihat ke manapun arah larinya Yoongi. Sesekali ia dapat melihat Yoongi meringis namun tepat memaksakan diri untuk berlari ke sana kemari.

PRITTT PRITTT PRITTT

Bunyi peluit tanda berakhirnya permainan disambut dengan sorakan gembira dari pendukung team Yoongi karena team sekolah merekalah yang menang dengan score yang tidak jauh berbeda.

Yoongi menunduk seraya menopang tangannya ke kedua lututnya setelah sesi pelukan team basket mereka. Jimin, Jungkook, Namjoon dan Hoseok berjalan masuk ke lapangan untuk menghampiri Yoongi.

"Kau hebat, Yoongi-ah," ucap Namjoon. Yoongi mengangkat kepalanya untuk melihat keempat temannya yang tersenyum senang melihatnya.

"Yeah, ketua tim basket sekolah kita memang keren." Jungkook menepuk-nepuk pundak Yoongi. Yoongi tertawa kecil menganggapinya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Jimin yang senyumnya luntur dan digantikan dengan ekspresi khawatir. Ia membantu Yoongi untuk berdiri tegap dan berjalan ke kursi istirahatnya. Hoseok, Jungkook dan Namjoon jua ikut membantunya.

"Kakiku tidak baik," jawab Yoongi setelah ia sampai dan duduk di bangku di mana para pemain berkumpul.

"Yoongi, bagaimana kakimu? Kenapa kau memaksakan diri terus bermain? Jaehyun bisa menggantikanmu," ucap sang pelatih. Yoongi menggelengkan kepalanya.

"Lagian waktunya hanya tinggal sedikit," jawabnya.

Sang pelatih menghela napasnya.

"Mau ke rumah sakit atau ke ruang kesehatan? Kami akan mengantarmu," ucap sang pelatih. Semua teman se-teamnya menatapnya khawatir.

Yoongi menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa, teman-temanku akan mengantarku ke rumah sakit setelah ini," jawabnya menunjuk Namjoon dan yang lainnya yang berdiri sedikit jauh memberi ruang bagi anggota tim basket sekolah mereka.

"Sini aku semprotkan chlor etil dulu agar kau tidak terlalu kesakitan." Jaehyun berjongkok di depan Yoongi lalu menyemprotkan spray pereda rasa sakit pada pergelangan kaki Yoongi.

"Jangan memaksakan diri untuk latihan sampai kakimu sembuh total, Min Yoongi. Kalian sudah bekerja keras hari ini, selamat untuk kalian," ucap sang pelatih dengan senyum ramahnya seraya menepuk pundak anggotanya satu persatu. Yoongi mengangguk tersenyum saat pelatihnya menepuknya. Ia kemudian pamit untuk segera beranjak dan berjalan menghampiri teman-temannya yang tengah berbincang seraya menunggunya.

"Jungkook mana?" tanya Yoongi saat tidak melihat Jungkook bersama mereka.

"Sudah pulang dengan pria tampan tadi," ucap Namjoon. Yoongi menganggukkan kepalanya.

"Ayo kita antarkan kau ke rumah sakit," ucap Jimin berusaha membantu Yoongi.

"Ah tidak usah, kalian tidak usah repot-repot mengantarku, mungkin aku bisa ikut Hoseok karena dia membawa sepedanya." Yoongi melirik Hoseok yang hanya diam.

"Tidak apa, aku akan membantumu, Hoseok pasti akan kesulitan jika dia sendirian," ucap Jimin. Namjoon mengangguk setuju.

"Tidak apa, aku bisa kok membawanya sendirian, lagian Yoongi masih bisa berjalan, aku bisa memapahnya sendirian," ucap Hoseok. Ia terdiam saat matanya bertemu dengan mata Jimin yang menatapnya dengan tatapan yang ia sendiri ragu apa maksudnya.

Apa Jimin barusan menatapnya dengan tatapan kecewa?

Hoseok terdiam sejenak, matanya menatap ke arah yang tak tentu dan sesekali kembali menatap Jimin.

"A-ah! Maaf, aku baru ingat aku harus mengantar baju jualan kakakku ke pelanggannya sekarang, tadi kakakku barusan meneriakiku karena masih belum pulang," Hoseok memasang wajah menyesal.

Yoongi, Jimin dan Namjoon menatap Hoseok.

"Jimin, bisa kau bantu Yoongi? Ah, aku sungguh menyesal."

"Tidak apa," jawab Yoongi. "Aku dengan Jimin dan Namjoon saja."

Hoseok mengangguk sebelum akhirnya menepuk pundak Yoongi dan berucap, "Cepat sembuh." Lalu menepuk pundak Jimin sebelum akhirnya ia berlari keluar lapangan dan beranjak ke parkiran. Jimin masih terus memandangi punggung Hoseok yang berlari menjauh.

Setelah berlari cukup jauh, langkah Hoseok melambat hingga akhirnya kakinya hanya melangkah dengan lambat seraya mendongakkan kepalanya untuk melihat langit biru yang sedikit tertutupi awan. Ia kemudian menundukkan kepalanya, lalu tangan kanannya terangkat untuk mengusap wajahnya pelan seraya menghela napasnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Di mana Kim Taehyung?" tanya Jin dengan sopan dan ramah pada para maid dan pelayan yang menyambut mereka di pintu masuk.

"Pangeran Muda ada di ruang kerjanya, Tuan Muda Seokjin."

Jin menganggukkan kepalanya dan meneruskan jalannya menaiki tangga.

"Ikut denganku," ucap Jin saat ia melihat Jungkook hendak berbelok memasuki kamarnya.

"Hah?"

"Ikut denganku ke ruangan Taehyung. Apa kau pernah masuk ke ruangannya?" tanya Jin. Jungkook menggelengkan kepalanya.

"Sudah kuduga. Ayo, aku ingin menagih janjinya." Jin melanjutkan langkahnya. Jungkook tampak ragu-ragu sebelum akhirnya melangkah di belakang Jin.

"Sebenarnya kerjaan Taehyung hyung itu apa?" tanya Jungkook dengan suara kecil dan ragunya.

"Kau tidak tahu?" tanya Jin tanpa berhenti ataupun menoleh padanya. Jungkook menggelengkan kepalanya meskipun ia tahu Jin tidak dapat melihatnya.

"Dia adalah pemilik dari 4 mall besar yang ada di Seoul, mall M, mall G, mall S dan mall T, dan juga pemilik brand fashion terkenal di Korea Selatan," ucap Jin seraya membuka kedua sisi pintu ruang kerja Taehyung dengan lebar-lebar.

"Hello, our big CEO, Kim Taehyung," sapa Jin dengan senyum manisnya di wajahnya.

Taehyung yang melihat kakak sepupunya tengah berdiri dengan tegap di tengah-tengah pintu besa dua sisinya yang terbuka dengan lebar hanya berdecak dan mengerutkan keningnya. Sekretaris Lee yang tengah menyusun file-file di meja yang berada di samping meja besar milik bossnya tersontak dengan kedatangan Jin.

"Ck, kau sangat menganggu," ucap Taehyung. "Dan kenapa kau membawanya?" tanya Taehyung seraya menunjuk Jungkook yang berdiri di belakang Jin. Jungkook masih belum kembali dari keterkejutannya mendengar perkataan Jin, dan kini tepat di depannya ia dapat melihat betapa luas, mewah, dan rapihnya ruang kerja milik seorang Pangeran Muda sekaligus CEO besar Kim Taehyung.

.

~TBC~

.

Halo~ Author's back~ Maaf kalau lama karena authornya lagi sibuk banget uhuhuhu. Oh ya, maafkan author kalau author buat hubungan Yoonminseok jadi rumit banget hahahah tapi jujur author suka banget love trianglenya mereka~

Btw...

Special thanks buat readers dan juga reviewers author tercinta ^^ ::

Kyunie, kimswifeuth, NaluTachi, ayuvkooktaekook, vkooknokookv, ChoiJayy, SwaggxrBang, kfcfmd, imaydiianna, sherlytaetae, Ly379, Vin97, Frlessbeautyxx, AyuViola, Guest, , Park RinHyun-Uchiha, WULANCHAN424, yesgood, HwasaKook101

Terima kasih untuk yang udah review ff ini, karena setiap review dari kalian itu adalah sebuah semangat buat author, apalagi review yang panjang ^^

Akhir kata dari author,

Review please~? Gomawo ^^

*Bow*

Jangan jadi silent reader ya~