17 Pledis Entertainment

Jeon Wonwoo x Kim Mingyu with Seventeen member.

Mochi—Special Chapter

«:•••:»

Lee Chan berdehem kecil. Sejenak membersihkan tuxedo-nya dari debu-debu yang menempel, lalu mengetuk pintu besi di hadapannya dengan pasti. Dia mempersiapkan diri untuk keadaan selanjutnya sampai sang pemilik membuka pintu, tersenyum malu-malu ketika melihat seorang pria yang ditunggunya sejak tadi kini telah berada tepat di depannya.

Chan terpaku memandang gadis di hadapannya. Ia sempat kehilangan akal sebelum tersadar dan kembali berdehem untuk mengusir kecanggungan. "Apa kau sudah siap?" dia bersyukur menemukan suaranya tepat waktu.

Telunjuk gadis itu mengarah ke belakang, menunjukkan bahwa dia harus mengambil tasnya di dalam, tanpa sepatah kata pun. Chan yang mengerti pun mengangguk.

Gadis itu kembali dalam hitungan detik selanjutnya. "Ayo." ajaknya seraya meninggalkan Chan di belakang.

Chan mengusap tengkuknya gugup. Kakinya segera menyamakan langkah elegan gadis itu. Berjalan beriringan dalam perjalanan menuju basement gedung apartemen ini. Tidak ada percakapan yang berarti. Kecanggungan seolah telah melingkupi atmosfer di sekitar keduanya. Bahkan Chan bisa mendengar suara dari tapak sepatunya yang saling bersahutan.

"K-kau terlihat berbeda hari ini." sebagai seorang lelaki sejati, Chan membuka percakapan dengan berkomentar soal penampilan gadis itu.

Alis yang terangkat menjadi refleks pertama yang gadis itu lakukan. Ia menatap Chan balik, lalu tertawa pelan. "Berbeda? Apa maksudmu?"

Tangan Chan yang saling tertaut terasa lebih basah dari sebelumnya. Dia sangat gugup ketika manik kelam itu bertubrukan dengan miliknya.

"Berbeda saja. K-kau terlihat…" suara Chan seolah menyangkut di tenggorokan setelahnya. Ia mengulum bibir dan berusaha menemukan kembali suaranya. "Um… Terlihat…" dan masih terus memutar otak apakah dia harus menyuarakan pendapatnya atau tidak.

Raut penasaran sudah tercetak jelas di wajah gadis itu. Ia terus menatap Chan untuk mengetahui lanjutan ucapan pria itu, tanpa sadar bahwa tatapannya itulah yang menyebabkan hilangnya Chan yang pemberani.

"Apa aku terlihat aneh dengan dress putih ini?" gadis itu menatap pakaiannya sendiri. Dress putih selutut, wedges berwarna hitam, juga tas kecil yang disampirkan di bahunya. Lalu kembali bermonolog sendiri soal cara berpakaiannya.

Chan menggeleng kuat. "T-tidak!" sanggahnya keras. Kemudian ia melanjutkan, "K-kau terlihat sangat memesona." sambil menatap gadis itu serius.

Tidak tahu dari mana kalimat itu datang dan tiba-tiba saja keluar dari mulutnya. Chan tersadar akan ucapannya barusan. Ia mengalihkan pandangannya, berdehem pelan, dan mengusap tengkuknya yang sepertinya ketiga hal itu sudah menjadi kebiasaannya ketika dekat dengan gadis yang satu ini.

Rasa hangat menjalar tepat di kedua pipi sang gadis. Memunculkan warna merah samar-samar mengalahkan blush on yang dia sapukan di sana. Tangannya mencengkeram erat tali tasnya, dan entah kenapa rasanya perjalanan menuju basement sangat panjang dan semakin lama saja untuk mereka tiba.

Chan tersenyum tipis. Akhirnya ia bisa bernafas lega. Dalam beberapa kesempatan Chan melirik wajah merona gadis itu, lalu beralih pada tangan halus yang menganggur di sisi kirinya. Pria itu menarik nafas panjang sembari menetralkan detak jantungnya yang berpacu hebat sebelum meraih telapak tangan gadis di sebelahnya, menyelipkan jari jemari gadis itu di antara jari-jarinya yang terlihat sangat pas.

Gadis itu menoleh dengan cepat. Terkejut akan gerakan tiba-tiba dari genggaman tangan pria di sampingnya. Ia menatap Chan takut-takut, lalu tak sengaja mereka saling bertukar pandang—dia benar-benar tidak tahu jika ternyata pria itu juga tengah menatapnya.

Chan tersenyum tipis, "Aku merasa tangga ini semakin banyak saja. Kita bisa tertinggal upacara pernikahannya. Kau tidak keberatan kan?"

Gadis itu ikut tersenyum, lalu mengangguk pelan. Aku juga berpikir begitu, dan tentu saja, aku tidak keberatan, batinnya.

Dan tautan tangan mereka bertahan bahkan sampai sepanjang perjalanan menuju gedung pernikahan di kawasan Incheon.

•••••

"Aku tidak menyangka ternyata kau laku juga, Kim." Nayoung berceletuk di ambang pintu seraya memandangi Mingyu yang kini tengah mengecek penampilannya di depan cermin. Mingyu yang merasa tersinggung pun melirik tajam ke arah Nayoung.

"Kau tidak tahu saja. Aku sudah laku sejak aku dilahirkan di dunia ini." balasnya penuh percaya diri.

Nayoung berdecih keras, dia jadi menyesal telah menyinggung topik semacam ini. "Laku apanya? Berpacaran saja tidak pernah."

Mingyu mengulum bibir, berusaha untuk tidak mengumpati kakak sepupunya. "Aku memakai prinsip setia, tidak sepertimu yang suka mengejar-ngejar kekasih orang." balasnya telak.

Rasanya Nayoung ingin melepas high heels-nya untuk dilemparkan ke wajah menyebalkan Mingyu. "Sialan kau!"

Mingyu tertawa lepas.

"Ei, kudengar dari ibumu kalau calon istrimu ini orang yang kau sukai sejak sekolah menengah atas." ujar Nayoung lagi.

Mingyu menoleh malas, lalu berjalan mendekat ke arah gadis itu. "Kenapa? Jangan bilang kau mau merebutnya dariku juga." katanya lalu melempar tatapan selidik.

Otomatis Nayoung memukul kepalanya dengan keras. Sudah terlalu kesal dengan sepupu bodohnya ini. "Aku heran kenapa Wonwoo mau menikah denganmu."

Mingyu mengaduh kesakitan dan menyalahkan Nayoung karena sudah merusak tatanan rambut yang telah ditata dengan rapi. "Itu karena aku tampan. Dan dia memang ditakdirkan untukku." ucapnya mantap.

Sekali lagi Nayoung berdecih. Baru kali ini dia tahu jika Mingyu seratus kali lipat lebih menyebalkan ketika ingin menikah. Gadis tinggi itu melemparkan pandangan sinis, lalu beralih menatap Mingyu dari bawah ke atas. Dan dia tidak akan menyangkal jika sepupunya ini memang tampan. Hanya saja tingkah lakunya benar-benar menjengkelkan.

"Kau menindik telingamu?!" Nayoung heboh sendiri ketika melihat telinga kanan Mingyu yang dipasang tindik kecil berwarna hitam. Dia menarik daun telinga Mingyu dengan tidak sopannya. Bahkan Mingyu sampai harus membungkuk akibat tarikannya yang tidak main-main.

"Aduh, lepaskan, bodoh! Itu sangat sakit!" Mingyu meringis seraya menjauhkan lengan Nayoung yang usil dari telinganya.

Gadis itu tersenyum memamerkan gigi-gigi putihnya, dan berlagak seolah dia tidak melakukan apa-apa. "Ya habisnya aku tak pernah melihatmu seperti ini sebelumnya."

"Aku bisa gila terus di sini bersamamu." kata Mingyu frustasi.

Nayoung hampir membalas kalimatnya sebelum seseorang datang, dan mengatakan kepada Mingyu untuk segera turun dan bersiap-siap di altar. Pria itu pun segera meninggalkan Nayoung yang telah membuat telinganya panas. Namun baru lima langkah dia berjalan, suara gadis itu kembali terdengar.

"Semoga beruntung, Kim."

.

.

.

.

.

.

.

Tidak ada yang lebih mendebarkan selain melihat calon istrimu berdiri dengan gugup tepat di depan matamu sendiri. Saling menunggu untuk mengucap janji suci di hadapan para tamu undangan. Rasanya detik itu juga Mingyu ingin berteriak bahwa Jeon Wonwoo, calon istrinya, lima ribu kali lipat terlihat manis hari ini!

Mingyu berusaha menangkap maniknya, namun Wonwoo malah terus mengalihkan pandangannya kemana saja asal tidak bertubrukan dengan milik calon suaminya itu. Dia memandang dekorasi ruangan dengan warna putih yang mendominasi, Jihoon yang menggendong anaknya, pantofel kilat yang dipakainya, terakhir ibunya yang menatapnya kejam dan memintanya untuk tidak memandang ke segala arah menggunakan isyarat. Wonwoo tersenyum gugup. Tapi untunglah dia berhasil melewati janji pernikahan dengan amat baik meski sebelumnya harus menetralkan detak jantungnya ketika namanya disebut oleh Mingyu.

Sampailah di akhir upacara, di mana ini merupakan salah satu hal yang paling ditunggu-tunggu oleh para tamu undangan. Berciuman. Wonwoo masih belum berani menatap Kim Mingyu. Dia masih sibuk menjelajah isi ruangan bahkan sempat melihat Hoshi tertawa cekikikan karena tingkahnya yang begitu lucu. Sekali lagi dia mendapat teguran dari ibunya agar fokus selama upacara pernikahan berlangsung.

"Hei," suara Mingyu mengalun lembut di telinganya. Pelan-pelan Wonwoo mengangkat kepalanya, memberanikan diri untuk menatap manik kelam pria di hadapannya.

Dan Wonwoo merasa dia mengambil keputusan yang salah.

Kim Mingyu terlihat sangat memesona. Wonwoo tidak bisa menampik bahwa Mingyu terlihat sangat gagah dan tampan dalam balutan tuxedo hitam yang menawan. Wonwoo menemukan matanya tertutup lensa kontak yang sangat indah. Tatapan itu seolah menenggelamkannya, merasukinya, dan tidak mengizinkannya untuk menatap yang lain. Hidungnya… Bibirnya… Rahang tegasnya… Dan Wonwoo baru menyadari bahwa Mingyu memakai tindik di telinganya.

Wonwoo berusaha untuk tidak terpesona. Tetapi ciptaan Tuhan yang satu ini telah melemahkan pandangannya.

Mingyu maju selangkah lebih dekat. Perlahan menurunkan wajahnya tanpa disadari oleh Wonwoo. Mereka masih terus menatap satu sama lain. Tangan Mingyu merengkuh pinggang rampingnya. Membawanya lebih dekat dan menyatukan mulut mereka dengan sangat manis.

Mereka tidak mempedulikan riuh suara tepuk tangan dan siulan jahil dari para tamu. Wonwoo memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan yang Mingyu lakukan hingga membuat kakinya lemas. Wajah mereka berangsur menjauh. Kim Mingyu tersenyum dengan sangat menawan, dan mereka telah terikat secara sah melalui tali pernikahan. Sekarang, Jeon Wonwoo telah resmi merubah marganya menjadi Kim Wonwoo. Dan mereka telah berjanji untuk bersama. Selamanya.

•••••

Hoshi memeluknya erat. Wonwoo tidak bisa berkata-kata lagi selain mengeluarkan air matanya di bahu pria itu. Rasanya baru semalam dia mengenal Hoshi, lalu dia juga melihat dengan matanya sendiri bahwa Hoshi telah menikah, dan sekarang Hoshi yang menyaksikan upacara pernikahannya. Dia merasa sangat terharu sampai tidak mempedulikan Mingyu yang menatap tak suka di belakangnya.

"Hei, aku tidak pernah mengenal Jeon Wonwoo yang secengeng ini." ujar Hoshi sembari mengusap-ngusap punggung Wonwoo, berusaha memberikan kekuatan kepada sahabatnya itu.

"Tentu saja kau tidak mengenalnya, marganya sudah bukan Jeon lagi." Mingyu menggumam dengan keras di belakang sana secara sengaja. Dia langsung mengalihkan pandangan ke tamu-tamu lain ketika Hoshi menatapnya heranm

"Sudahlah, cepat lepaskan pelukanmu itu sebelum mayatmu ditemukan mengapung di sungai Han besok pagi." sambung Jihoon sarkasme.

Hoshi bergidik mendengarnya. Ia melepas pelukannya, lalu memberikan kata-kata penyemangat untuk Wonwoo.

"Kau menikah di umurmu yang ke-24 tahun. Kau sudah mencapai goals-mu, Wonwoo-ya. Kuucapkan selamat."

Mingyu segera merengkuh pinggang Wonwoo sebelum dia memeluk Hoshi lagi. Pria sipit itu menatapnya tak percaya. Seberapa besar tingkat keposesifan Kim Mingyu sampai dia tidak mengizinkan Wonwoo untuk memeluk orang lain? Bahkan dia membawa Wonwoo menjauh dari jangkauan Hoshi dan Jihoon.

"Kim Mingyu itu benar-benar." Jihoon sungguh ingin mengumpati Kim Mingyu sekarang. Namun dia malah dipeluk oleh suaminya, dan kali ini Jihoon ingin berbalik memukul wajah menjijikkan pria itu.

"Tidak usah mengatai orang lain. Bukankah kau juga seperti dia, Sayang?" Hoshi menaik-turunkan alisnya genit. Andai saja tidak ada puteri kecilnya dalam gendongan, dia pasti akan menendang Kwon Soonyoung yang telah membuat wajahnya memerah.

Sementara itu, Mingyu membawa Wonwoo agak menjauh dari para tamu undangan. Hidungnya memerah hebat karena tangis yang baru berhenti beberapa menit yang lalu.

"Jangan menangis terus. Wajahmu jadi jelek." kata Mingyu di sela-sela kegiatannya mengusap sisa-sisa air mata di kedua pipi Wonwoo.

Tiba-tiba saja Wonwoo mendengus. "Kalau aku jelek, kenapa kau mau menikahiku?!" serunya kesal.

Mingyu menatapnya terkejut. Cukup terkejut dengan balasan dari istrinya. "Karena kau Jeon Wonwoo—oh, tidak-tidak. Kau adalah Kim Wonwoo dan selamanya akan bermarga Kim."

Pukulan telak didapatkan Mingyu di kepala belakangnya. "Kim Mingyu bodoh!"

Mingyu meringis. Pukulan Wonwoo tidak main-main, ini lebih kasar daripada jeweran Nayoung. Jelas saja terasa sakit, Wonwoo juga pria, Mingyu bahkan pernah melihatnya berkelahi dengan senior hingga mendapat lebam di sekitar tulang pipinya.

"Tapi kau mencintai Kim Mingyu bodoh ini, kan?" Mingyu menggodanya. Wonwoo benci ini tapi dia tidak bisa menampik jika hal itu memang benar. Dia mencintai Mingyu yang bodoh, Mingyu yang banyak tingkah, Mingyu yang ceroboh, Mingyu yang memesona, dan segala sifat yang melekat dalam dirinya.

"Ya, jangan tunjukkan kebodohanmu kepada orang lain." Wonwoo memeluk lehernya. Mingyu tertawa dalam hati. Istrinya ini memang sangat menggemaskan.

"Mingyu hyung!" suara itu membuat Mingyu kehilangan pelukan Wonwoo. Ia menoleh dan mendapati Chan berada di hadapannya.

"Sepertinya aku mengganggu ya," Chan tersenyum kepada Mingyu. "Selamat atas pernikahan kalian, hyungie."

"Chan pegawai Mingyu ya? Terima kasih telah hadir. Dan—siapa gadis ini?" tanya Wonwoo sembari menatap gadis yang datang bersama Chan.

Gadis itu membungkuk. "Selamat atas pernikahan kalian. Aku Kim Minseo, adik dari Mingyu oppa."

Pantas saja wajah Mingyu datar sejak Chan menghampiri mereka. Ternyata itu semua karena Chan menggandeng adiknya.

Sementara itu, Wonwoo menatapnya tak percaya. Sejak kapan Mingyu punya adik? Wonwoo kira dia anak tunggal karena tidak satu pun foto yang menunjukkan adanya Minseo sebagai adik Mingyu.

Seolah paham dengan kebingungan Wonwoo, Minseo segera menjelaskan, "Aku melanjutkan kuliah di Inggris. Itulah sebabnya oppa tidak mengenalku."

Minseo balik menatap Mingyu. "Oppa, maaf aku tidak memberitahu kepulanganku. Aku senang akhirnya kau menikah." katanya.

Mingyu menatapnya sinis. "Oh, begini kelakuanmu selama tinggal di Inggris? Tidak mengabarkan oppamu lalu tiba-tiba muncul di hadapanku dengan digandeng Lee Chan. Sebenarnya apa hubungan kalian? Chan, jelaskan kepadaku. Bukankah waktu itu aku mengenalkanmu dengan Jung Eunbi? Bagaimana bisa kau bersama Minseo hari ini?"

Chan dan Minseo saling melirik satu sama lain sebelum Chan menjelaskan semua yang terjadi. Bagaimana dia bertemu pertama kali dengan gadis bernama Eunbi yang Mingyu pilihkan, makan malam yang mereka lakukan, lalu saat pertama kali dia bertemu dengan Minseo. Semua dijelaskan secara detail hingga membuat mereka bungkam.

Intinya, kisah mereka hampir sama dengan Mingyu. Chan itu seniornya Minseo saat sekolah menengah atas dan mereka cukup dekat waktu itu. Lalu Minseo kehilangan kontak dengan Chan sejak acara kelulusan. Minseo mendapat tawaran beasiswa kuliah di Inggris dan dia menerimanya, bertambah jauhlah dia dengan Chan. Akhirnya mereka bertemu lagi ketika Minseo sedang berkumpul bersama teman-temannya di kedai tteokbokki. Dari situ mereka mulai memperbaiki hubungan mereka hingga Chan memutuskan untuk mengambil tindakan yang tepat. Dia mendatangi Eunbi, lalu meminta maaf dan berkata bahwa dia tidak bisa melanjutkan hubungnya dengan gadis imut itu. Untungnya Eunbi bisa mengerti. Chan lebih merasakan getaran-getaran cinta jika bersama Minseo, jadi dia berjanji untuk tidak mengecewakan gadis itu. Mereka hanya terpaut dua tahun, dan itu sama sekali bukan masalah besar bagi Chan atau Minseo sendiri.

Wonwoo menoleh dan mendapati ekspresi ketidakpercayaan Mingyu terhadap cerita Chan. Jadi dia berinisiatif untuk menanggapi mereka.

"Wah, aku tidak menyangka pertemuan kalian sangat berkesan. Oppamu ini tentu akan merestui hubungan kalian berdua. Aku menjamin hal itu. Semoga kalian bahagia!" serunya.

Dua pasang manik itu berbinar menatap Wonwoo. "Benarkah? Terima kasih, hyung. Kami pergi dulu. Semoga hari kalian menyenangkan." ujar Chan seraya membawa Minseo pergi dari hadapan Mingyu-Wonwoo.

"Biasa saja." kata Wonwoo mengomentari ekspresi Mingyu. "Aku mau ke toilet dulu."

Namun Mingyu tiba-tiba menahan tangannya. Wonwoo menatapnya malas. "Aku ikut, ayo." pria itu menarik Wonwoo untuk mengikutinya.

"Heh?! Apa-apaan kau, Kim Mingyu?! Ya!"

Wonwoo akhirnya pasrah ditarik Mingyu ke toilet. Dia hanya berharap tidak terjadi apa-apa di sana.

•••••

"Huh? Kenapa kita kesini?"

Wonwoo memandang bangunan di depannya bingung. Ada banyak pertanyaan di kepalanya. Lagipula entah apa yang dipikirkan Mingyu hingga membawanya lagi ke Love House. Pria tan itu benar-benar tidak mau mengatakan tujuannya kepada Wonwoo. Mingyu bertemu dengan bibi Jung, sang pemilik panti asuhan ini, mereka bercakap-cakap sebentar sebelum Mingyu menggenggam tangannya dan menuntunnya untuk duduk.

Bibi Jung duduk di seberangnya dan itu membuat Wonwoo agak sedikit canggung.

"Jadi dia istrimu, Kim Mingyu?" bibi Jung tersenyum hingga guratan di matanya terlihat dengan jelas. "Aku Jung Jinhee. Pemilik Love House ini."

Wonwoo membungkuk. "Jeon—" Mingyu tiba-tiba menyikut lengannya kuat. Pria itu memberi isyarat pada Wonwoo jika ada yang salah dengan jawabannya. Wonwoo sangat paham maksudnya dan dia mendengus kesal, lalu balik tersenyum kepada bibi Jung. "Maksudku—Kim Wonwoo."

Bibi Jung terkekeh dengan interaksi pengantin baru di hadapannya. Beliau turut bahagia karena Mingyu telah menikah dengan seseorang yang sangat manis.

"Nah, Wonwoo-ya, aku membutuhkan tanda tanganmu di atas kertas ini." bibi Jung menyerahkan bolpoin dan selembar kertas kepada Wonwoo.

Wonwoo tidak tahu apa isi kertas itu karena bibi Jung seolah berusaha menutup-nutupi tulisan yang tertulis di sana. Ia agak sedikit merasa curiga. Jadi pria itu menoleh ke samping, memandang suaminya cukup lama sebagai kode untuk meminta persetujuan. Akhirnya Wonwoo pun membubuhkan tanda tangannya setelah Mingyu mengiyakan.

Bibi Jung mengambil kembali kertas tersebut, masih dengan senyuman hangatnya. "Kalian tunggulah di sini. Bibi akan memanggil Younghee dulu." beliau beranjak dari duduknya, keluar dari ruangan untuk mencari gadis kecil bernama Younghee seraya membawa kertas yang sudah Wonwoo tandatangani.

Wonwoo menatap Mingyu sekali lagi. "Itu bukan kertas aneh kan?" alisnya terangkat penasaran.

Mingyu membalas tatapannya sejenak, "Aneh bagaimana? Percaya padaku kertas itu tidak berisi semua hal yang kau pikirkan." katanya lalu segera mengalihkan pandangan ke arah lain.

Dahi Wonwoo berkerut menatap gelagat aneh dari suaminya. "Kau juga mulai aneh, Kim Mingyu! Sebenarnya apa tujuan kita kemari!" dia berniat ingin memaksa Mingyu menjawab dengan mengancam agar dia tidak tidur di kamar mereka lagi sebelum bibi Jung kembali bersama seorang gadis kecil bernama Younghee yang dimaksud sebelumnya, sedang memeluk boneka Eddy dan sebuah tas besar berada di sebelahnya.

Wonwoo terdiam menatapnya. Begitu pun dengan Younghee. Mereka saling bertukar pandang sampai gadis kecil itu bersembunyi di balik tubuh bibi Jung.

"Nah, itu mereka Younghee-ya. Jangan takut." bibi Jung menuntun Younghee mendekat kepada Mingyu. Sontak gadis kecil itu memeluk Mingyu dengan erat bersamaan dengan bonekanya. Dia masih menatap Wonwoo yang ada di sebelahnya takut-takut. Namun Mingyu membisikkan sesuatu di telinganya yang membuatnya balik menatap pria itu—seolah meminta persetujuan seperti yang Wonwoo lakukan sebelumnya.

Akhirnya dia beranjak ke hadapan Wonwoo dengan ragu. Mengangkat wajahnya dan memberanikan diri untuk memandang wajah tenang Wonwoo cukup lama. Tiba-tiba saja ruangan yang awalnya hening terisi dengan suara tangis Younghee. Dan yang membuat Wonwoo terkejut adalah gadis kecil itu malah menghambur ke dalam pelukannya. Mingyu tersenyum memandangi mereka berdua dan membiarkan hal itu, begitu pun dengan bibi Jung.

Beberapa saat kemudian, Younghee berangsur menjauh, hidungnya memerah dan kedua pipinya penuh dengan jejak air mata. Wonwoo pun menangkup pipi mungilnya, menyeka air mata di pipinya dan bertanya apa yang terjadi pada gadis kecil itu.

Tetapi Younghee memilih untuk menggelengkan kepalanya, dia kembali memeluk Wonwoo erat seolah tidak ingin pria itu pergi ke manapun. Mulut kecilnya bergumam pelan, menyebutkan sesuatu yang membuat Wonwoo diam tak berkutik. Dia sampai memandang surai hitam di pelukannya dengan mulut terbuka. Mingyu yang duduk di sebelahnya mulai menyelipkan lengannya di pinggang Wonwoo yang kurus, lalu menghujani kepalanya dengan ciuman hangat.

Sekali lagi Younghee bergumam hingga membuat Wonwoo merasa tak bisa membendung rasa harunya. Dia menangis tersedu dalam pelukan Mingyu, mengucapkan terima kasih dan kata maaf sekaligus, lalu mencium rahangnya sekilas. Bibi Jung tersenyum dengan interaksi batin mereka. Beliau ikut terharu, dan mendoakan keluarga kecil Kim Mingyu agar selalu bahagia dalam lindungan Tuhan.

Sekali lagi Younghee memanggilnya, "Mommy…" dengan suara yang sangat tegas, seraya menatap Wonwoo yang memeluknya sangat erat.

Special Chapter END

Baksu jjakjjakjjakjjak!

Hahahahahahah aku menghilang udah sebulan lebih ya. Terima kasih buat yang sudah menyarankan untuk mengubek cerita cinta Chan yang katanya kemarin dijodohin Mingyu. Akhirnya dia bahagia sama Minseo ya wkwk.

Aku memang sengaja untuk lebih menonjolkan Meanie dan Soonhoon. Maaf tidak memunculkan couple lain di sini karena aku cuma mau fokus ke meanie-nya doang sih. Sekali lagi maaf!

Btw, Era baksu ini Mingyu hot banget ya. Aku sampai ikut panas liat dia. Momen meanie fansign pun bertebaran, sungguh aku tidak sanggup melihatnya. Karena jujur aja setiap ngeliat Mingyu yang hot bersanding sama Wonwoo itu suka buat aku mikir yang enggak-enggak. Dan buat aku nggak tahan nulis ratedtedtedtedted wkwk.

Terima kasih yang sudah mengikuti cerita ini dari awal. Ff ini muncul dari hasil gabut dan keisengan semata. Mohon dimaklumi jika tidak mengesankan. Aku masih sedang berusaha.

Menurut kalian, kekurangan dan kelebihan cerita ini apa sih? Aku pengen tau aja supaya bisa memperbaikinya di ff lain.

Btw(2), kalian ini pada tinggal dimana sih? Adakah seseorang yang berdomisili di Medan? Adakah? Kalau ada coba PM aku! Kalau nggak ada yaudah deh :(

171121