Disclaimer : demi apapun, naruto bukan punya saya, punya masashi sensei, aku hanya pinjam saja.

.

.

Love story

.

(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)

.

Love story by author03

Uzumaki Naruto x Hyuga Hinata

Romance\Drama

.

.

.

Please.. Dont like dont read.. Thanks.

.

.

Chapter 25

(Season 2)

.

.

.

.

"Haaaaa! Tidak! Siapa gadis ini?!"

"Kembalikan ponselku, Hinata!" langkah kaki itu berhenti ketika pacarnya sudah siap membuang ponselnya dari balkon lantai dua ke bawah.

"Selain Karin, kau dekat dengan siapa lagi?" tanya Hinata tak suka ketika ponsel ditangannya sudah siap untuk ia jatuhkan.

"Hyuuga! Aku bilang kembalikan ponselku!" marah lelaki yang adalah Naruto tapi Hinata malah melepaskan pegangannya pada ponsel hingga ponsel itu terjatuh menghantam lantai.

Braackk!

"Itu karena kau mengabaikan pertanyaanku." ucap Hinata tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Mengapa kau begitu menjengkelkan?! Kau tahu betapa penting isi ponsel itu?!" bentak Naruto frustasi.

"It"

"Aku tak mau tahu! Pokoknya malam ini kau tidur disini!"

Blam!

Naruto menutup dan mengunci pintu kaca balkon setelah masuk kedalamnya.

"Naru! Naru! Buka pintunya!" Hinata merontak dari balik pintu kaca yang terkunci tapi Naruto mengabaikannya.

"Hei! Ini sudah tengah malam! Jangan biarkan aku disini!"

.

.

.

"Ugh! Menyebalkan!" dua jam berputar-putar diatas ranjang besarnya, Naruto masih tak kunjung terlelap karena pikirannya terus melayang ke gadis dibalkon yang ia kunci tadi.

"Itu salahnya! Mengapa dia begitu menjengkelkan?!" mata itu kembali tertutup tapi deringan ponsel entah dari mana kembali membuka matanya.

Krrrinnnnggg...

?

"Ponselku?" alis Naruto berkerut ketika ia mendapati ponselnya di balik bingkai foto diatas meja disebelah ranjangnya.

"Mengapa ponselku disini?" otaknya berpikir keras. Bukankah Hinata mengambil ponselnya? Mengapa ponselnya bisa bera~tersembunyi disini?

"Apa jangan-jangan tadi dia melempar ponselnya sendiri setelah menyembunyikan ponselku?" tebak Naruto tak percaya. Ponsel mereka memiliki warna dan bentuk yang sama(kerjaan Hinata) bisa jadi...apa yang ia pikirkan benar, kan?

"Ya ampun." Naruto tak kuasa menahan senyum lucunya setelah menekan tombol hijau pada layar ponselnya.

"Naruto-sama, sudah saya siapkan semuanya untuk jam 8 pagi ini." suara dari seberang sana berkata.

"Baiklah."

Clik

Naruto mengakhiri panggilan secara sepihak sebelum kembali memamerkan senyum lucunya.

"Manis sekali.."

.

.

Clik

Naruto menemukan Hinata yang sudah tertidur dalam keadaan terduduk bersandar di dinding penghalang segera mengendongnya ala bridel style dan membawanya masuk.

"Kau memang bodoh." ucapnya setelah membaringkan Hinata ke ranjang king size di kamar Hinata.

"Aku takut kau akan marah." Naruto meniru gaya bicara Hinata dengan kesal ketika Hinata tak menjawab ucapannya. Tentu saja, Hinata masih dalam keadaan terlelap.

"Kuharap kau tak masuk angin." selimut besar menutupi badan Hinata setelah Naruto mengecek suhu kening Hinata dengan punggung tangannya. Sebaiknya ia omeli Hinata besok saja. Ini sudah larut.

"Selamat malam Hinata."

Chu~

Sebuah kecupan lembut dikening Hinata, Naruto berikan sebelum ia meninggalkan kamar, meninggalkan Hinata yang perlahan tersenyum tanpa ia sadari.

"He he.. He he.." senyuman Hinata semakin melebar setelah kepergian Naruto.

"Aku merasa jatuh cinta lagi..."

.

.

.

"Huh!" romantis hah?

"Aku ma"

"Tidak." selaan super datar dan menjengkelkan kembali Hinata dapatkan dari sang penyetir mobil disebelahnya.

"Ini tidak! Itu tidak! Aku bilang aku mau!" Hinata meninggikan suaranya tak suka. Baru pagi tadi, lelaki ini bersikap manis padanya tapi sekarang? Dia kembali menjadi orang yang sangat menjengkelkan.

"Kau tak marah karena aku menyembunyikan ponselmu, kan?" tanya Hinata basa-basi. Sebenarnya, ia menyembunyikan ponsel Naruto agar bisa ia cek nanti tapi siapa sangka dia malah menemukannya. Menjengkelkan! Sia-sia sekali ia mengorbankan ponselnya. Huh!

"Aku tak marah." jawab Naruto datar. "Tentu saja aku marah! Sudah kubilang jangan berperilaku begitu lagi. Kau bukan anak kecil lagi!" tambah Naruto meninggikan suaranya tapi masih fokus pada jalanan.

"Aku juga marah! Padahal kita akan menikah tiga hari lagi tapi kau malah sibuk membawaku entah kemana tanpa mau menemaniku membeli cincin dan menyiapkan segala hal!" suara Hinata turut meninggi karena kesal.

8 bulan berlalu setelah mereka lulus dan bertunangan hingga terciptanya hari ini. Hari menyebalkan dan menjengkelkan ini! Mengapa Naruto membuat suasana seolah pernikahan ini adalah paksaan orang tua?!

"Bisa tidak kau diam sebentar? Aku sedang sangat pusing." Naruto ingin mengakhiri perdebatan tapi Hinata malah semakin menentangnya.

"Aku juga pusing! Kau sangat egois! Mengapa kau tak memikirkanku?! Rasanya pernikahan ini seperti paksaan."

Ccciiitt!

Badan Hinata terpental maju ketika mobil mahal Naruto berhenti secara mendadak.

Entah tatapan apa, Naruto berikan untuk Hinata yang masih menatap tak suka padanya. "Kurasa kau benar."

Deg!

"Masih belum terlambat untuk membatalkannya." mobil itu kembali melaju setelah beberapa saat Hinata tak menjawab.

Deg!

Deg!

Jantung Hinata berdebar tak karuan. Seketika saja otaknya menjadi blank.

Maksud ucapan Naruto tadi bukan untuk membatalkan pernikahan ini, kan? Dia tak berniat begitu bukan?

.

.

.

13.21

Beberapa jam dilangit dengan pesawat pribadi, akhirnya Hinata dan Naruto tiba ditempat tujuan.

Hinata masih tak bersuara dan membiarkan Naruto membawanya kemanapun yang dia suka karena ia takut, Bagaimana kalau ucapan Naruto tadi, serius?

.

"Naruto, Hinata. Kalian terlambat." kepala Hinata terangkat dan menatap asal suara di balik meja bulat besar. Apa mereka masuk ke restoran tadi? Hinata tak begitu memperhatikan, tapi sepertinya ini memang restoran.

"Maaf Ayah, ibu, Hiashi-san, Hana-san." Naruto membungkukkan badannya menyesal tapi Hinata malah membeku, mencerna apa yang terjadi. Jadi, dari tadi Naruto terburu-buru hanya untuk kesini?

"Ayah? Ibu? Ibu dan ayah yang lain. Mengapa kalian disini?" tanya Hinata tak mengerti setelah duduk bersebelahan dengan Naruto.

"Naruto meminta waktu kami untuk menemani mu mengurus apa yang kamu perlukan." jawab Hiashi apa adanya. Ia memang akan menemani Hinata tanpa di minta sekalipun berbeda cerita dengan orang tua Naruto yang juga memilih datang karena merasa tak punya pilihan lain. Hinata pasti senang karena apa yang dia mau berkumpul disini.

...

Senyuman lebar segera menghiasi bibir Hinata ketika ia menatap Naruto yang masih memasang wajah datarnya.

"Yaampun! Kau manis sekali, Naru. Aku terharu." Hinata tak kuasa menahan ucapan ditambah senyum lebarnya. Ternyata ini alasan mengapa dia tak membiarkan Hinata mampir ke butik? ini karena dia sudah menyiapkan ini semua.. Aduh! Mengapa dia suka sekali bertingkah cuek dan menyembunyikan kemanisannya ini? Dia sangat manis.

"Hm.." guman Naruto.

"Aku senang sekali..! Kau memang paling mengerti aku!"

"Mari kita semua makan dulu sebelum pergi."

.

.

.

Disini Hinata dan Naruto sekarang. Butik ternama di Prancis.

"Ibu, aku suka yang ini." ucap Hinata senang setelah ia keluar dari dalam ruang ganti dengan gaun pernikahan sprakles tanpa lengan melekat di badannya.

"Ini sangat bagus." puji Kushina, disetujui oleh Hana.

.

Disisi yang lain.

.

"Aku bisa merasa kau sangat bahagia meski kau tak menjukannya." mata Naruto berpaling dari cermin besar di hadapannya ke calon ayah mertua dan ayahnya tak jauh dibelakangnya.

"..."

Naruto tak menjawab tapi membalas ucapan tadi dengan senyuman tipis.

.

.

"Kemari lah, Hinata."

.

.

Dan Naruto pun menuruti perintah kecil dari calon ayah mertuanya itu.

"Kau tahu Hinata gadis yang sangat manja. Dia tak pandai melakukan apapun selain menyusahkan. Dia tak pandai memasak tapi pandai membuang uang. Dia melakukan apapun yang dia suka tanpa memperdulikan orang lain. Dia bahkan tak bisa memasak telur mata sapi. Dia juga sangat ceroboh. Intinya tak ada yang baik dari dia." Hiashi menyerah untuk mengucapkan segala kekurangan Hinata. "Tapi dia adalah gadis yang baik. Kuharap kau mau dan bisa menjaganya." senyuman tulus kembali Naruto berikan setelah ia mengangguk kecil.

.

.

"Dia sangat dingin dan bodoh. Menjengkelkan dan egois. Aku benci padanya." bukan sang calon ibu mertua yang berucap melainkan sang calon pengantin yang berucap dengan kesal.

"Aku tahu, dia sangat dingin dan keras kepala hingga aku tak yakin dia adalah anakku." jawab Kushina menahan senyum lucunya. "Tapi dia sangat mencintai mu. Setelah semua hal yang dia lakukan, semua nya untukmu. Dia sangat-sangat mencintaimu. Itulah yang aku tahu."

"Aku tahu." Hinata memamerkan senyum bahagianya. "Bahkan ketika dia tak mencintaiku, aku akan memaksa dia untuk mencintaiku karena aku sangat mencintainya." tambah nya senang.

"Kalau begitu, mari kita perlihatkan gaun ini pada calon suamimu."

.

.

.

Tangan Hiashi mengandeng tangan Hinata dan menuntunnya menuju altar dengan melewati dua baris panjang para manusia yang sudah berpakaian bagus dan mewah.

...

"Konohamaru.."

Flashback.

"Aku mau ini!" Konohamaru memberontak sambil membuang kerupuk ukuran besar ditangannya ke lantai karena sang pemilik rumah dan sang pacar pemilik rumah tak mau membelikan apa yang ia inginkan.

"Tidak boleh. Kau sudah makan terlalu banyak tadi siang." jawab Hinata berusaha menghentikan paksaan Konohamaru dan tatapan seluruh pengunjung market besar disekitar nya.

"Tak mau! Huaaaaa! Tak mau! Huaaaaa! Aku mau ini!" Konohamaru menghentak-hentakkan kakinya dan berteriak dengan kesal setelah duduk dilantai.

Ugh!

"Naruto." tatapan menyipit Hinata berikan untuk Naruto disebelahnya dan dibalas anggukan datar oleh Naruto.

"Huuaaaa! Aku bilang tidak!"

Deg!

Konohamaru terdiam karena Hinata meniru aksinya dengan membuang semua belanjaan di keranjang belanjaannya ke lantai.

"Tidak! Pokoknya tidak. Huaaaaa!" Konohamaru semakin terdiam ketika Hinata meniru aksinya beberapa detik lalu. Mengapa dia begitu?

Tap

Dengan segera Konohamaru memungut apa yang ia lempar tadi dan menyimpannya kembali pada tempatnya.

"Anak baik." dan Hinata pun melakukan hal yang sama sehingga membuat semua orang disekitarnya menatapnya semakin heran dan aneh.

"Mari pergi, Naru." Hinata melangkah pergi, mendahului Konohamaru dan Naruto sang pembawa keranjang belanjaan dengan wajah tenang tanpa dosanya.

"Astaga.." Naruto menggeleng kepalanya guna menahan senyuman yang ingin melebar. Ia kira apa yang akan Hinata lakukan, ternyata ini?

"Aku kehabisan kata-kata."

.

.

Flashback end..

.

.

...

Senyuman tulus seorang gadis bersurai pink diantara bangku para tamu, ia berikan ketika sang pengantin menoleh ke arahnya.

Flashback

"Selamat datang, Sakura." langkah Sakura terhenti diambang pintu yang baru saja ia buka ketika seorang lelaki berambut raven menyapanya dari dalam.

"Sejak kapan kau disini?" tanya Sakura dan dijawab. "Sedari tadi." oleh Sasuke.

"Jadi, bagaimana?" bukan jawaban tapi pelukan Sakura berikan untuk Sasuke.

"Aku berhasil! Aku berhasil masuk kampus ternama di London, aku bahkan mendapatkan beasiswa." jawabnya bahagia membuat Sasuke turut tersenyum senang dan membalas pelukannya.

"Ehem! Hem! Tidakkah kalian merasa harus masuk ke kamar dan mengunci pintu sebelum bermesraan?" seorang muncul entah dari mana dengan suara sinisnya berhasil memisahkan dua manusia didekat ambang pintu tadi.

"Hinata.." panggil Sakura canggung.

"Apa kalian berpacaran?" tanya Hinata setelah mendekat.

"Ti-tidak. Kami ini teman akrab." jawab Sakura jujur.

"Sungguh? Tapi aku rasa Sasuke menyukaimu." ucap Hinata dengan entengnya tapi Sasuke tak meladeninya.

"Haha.. Itu tid"

"Omong-omong, aku datang bukan karena itu.~ ini untuk kalian berdua." ucap Hinata sambil menyodorkan dua undangan pink ditangannya.

...?

!

"Kau akan menikah?" tanya Sakura terkejut dan dibalas anggukan oleh Hinata.

"Selamat Hinata. Kurasa aku pulang tepat waktu." ucap Sakura dengan senyum senangnya.

"Kau sudah move on? baguslah." tapi Hinata malah menjawab nya dengan malas dan kemudian melangkah pergi.

"Oh, seharusnya kau tak perlu berusaha sekeras itu, kau bisa meminta bantuan ku untuk memasukkan mu ke kampus ternama itu." ucap Hinata menghentikan langkahnya di langkah kedua. Ia sempat menguping tadi. "Kau membuat seseorang memikirkanmu setiap saat dan sendirian dikeramaian."

"Jangan membuat usahaku terdengar sangat sia-sia.. Haha dan memang siapa yang memikirkanku?" tanya Sakura dengan kekehan lucu nya.

"Pikir saja sendiri." jawab Hinata malas meladeni dan melangkah pergi tapi Sakura menghentikan langkahnya. "Terima kasih, Hinata." ucap Sakura tulus.

"Terima kasih apa? Membullymu? Merebut pacarmu? Merendahkanmu?" tanya Hinata sinis tapi Sakura malah membalasnya dengan senyuman. "Terima kasih karena sudah membantuku selama ini. Naruto mengatakan toko tempat aku bekerja di london selama aku disana adalah milikmu dan beasiswa itu dari agensi milikmu."

"..."

Hinata terdiam.

"Aku tak bisa membalasmu sekarang tapi aku janji akan membalas kebaikanmu suatu hari nanti." ucap Sakura penuh syukur. Ia tak menyangka Hinata akan membantunya sebanyak ini dan akhirnya ia bisa berterima kasih.

"Aku melakukannya karena memang sedang membutuhkan tenaga kerja dan kau tak begitu bodoh, jadi memberimu sedikit beasiswa akan menguntungkan ku dan aku tak butuh balas budimu karena itu menghinaku." Jawab Hinata setelah beberapa menit terdiam.

"Aku tetap harus berterima kasih. Kau sungguh gadis dan teman yang baik." Sakura berucap dengan tulus tapi lagi-lagi dijawab sinis oleh Hinata. "Aku bukan temanmu."

Tap

Tanpa mendengar atau berkata lagi, Hinata membalikkan badannya dan melangkah pergi.

"Anggap saja itu permintaan maaf dan terima kasihku padamu." inner Hinata berkata, terdengar adanya penyesalan disana.

...

"Emm.. Jadi Sakura, maukah kau menemaniku ke pernikahan NaruHina sebagai pasangan ku?" Sasuke akhirnya bersuara setelah Hinata menghilang dari matanya.

"Aku senang. Aku sangat bahagia. Rasanya aku tak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya." senyum melebar di bibir Sakura. Aku diterima dikampus ternama, dapat beasiswa full dan akhirnya bisa kembali kerumah setelah 5 bulan lamanya berusaha keras. Dan Hinata..

"Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal dari yang kukira tapi Hinata menahanku di kampus itu entah dengan alasan apa. Naruto memberitahuku semuanya. Hinata tak seburuk yang aku kira, aku sangat senang ketika dia berbicara padaku."

"Yah,, dari yang aku lihat. Dia terus memojokanmu." Sasuke berucap dengan bingung. Apa yang menyenangkan dari pemojokan?

"Dia memang begitu tapi entahlah,,, aku tak bisa menjelaskannya dengan kata-kata tapi aku sungguh sangat bahagia."

"..."

"Emm.. Jadi, bagaimana dengan tawaranku?" Sasuke kembali pada topik pembicaraan.

"Tentu saja." jawab Sakura dengan senyum hingga mata menyipitnya.

Flashback end..

.

.

Ino, Toneri..

Senyum special Hinata berikan untuk dua orang disisi yang berbeda di depan altar.

Flashback..

"Ok, Isolasinya sudah kami pasang."

"Dia Datang. Dia datang."

"Sembunyi Toneri, Ino."

Dengan segera Hinata berdiri didepan pintu masuk yang masih tertutup dengan sapu ditangannya.

Clik

"Selamat datang, Naru." Sapa Hinata dengan senyuman ketika pintu rumah terbuka dari luar.

Byurrrrr!

"Kyaaahhh!"

"Woi!" pekik Ino dan Toneri dibalik pintu satunya lagi terkejut karena air dari selang tiba-tiba menyembur mereka.

Byurrrr!

"Kyaaahhh! Basah Naru!" pekik Hinata terkejut ketika air dari selang di semburkan ke arahnya.

"Aku tahu kalian bodoh tapi harusnya kalian tak sebodoh itu hingga tak tahu kalau aku tak akan termakan umpan dua kali." ucap Naruto sinis sambil melewati pintu rumah dengan sedikit membungkuk agar bisa melewati selapis isolasi yang ditujukan untuk wajahnya. Mereka ini sungguh kurang kerjaan.

"Kau jahat sekali! Aku jadi kebasahan." Hinata mengelap wajah nya dengan kedua lengannya begitu juga dengan kedua rekannya.

"Aku tak perduli." Naruto berlalu pergi menuju kamarnya dilantai dua dan langsung diekori kesal oleh Hinata.

"Berhenti Naru!"

.

"Ya ampun, aku merasa bodoh." ucap Ino mendudukan diri setengah basahnya ke atas sofa tak jauh dari nya tadi, begitu juga dengan Toneri.

"Hah~" bukannya menjawab, Toneri malah menghela nafasnya setelah menatap kosong ke langit-langit. Ia bertanya-tanya, mengapa ia terus melakukan hal ini? Rasanya tak lagi se menyenangkan satu tahun lalu.

"Apa kau marah karena mereka akan menikah?" tanya Ino.

"Tidak." Jawab Toneri singkat. "Aku telah memikirkan nya, kurasa menyukai Hinata adalah hal yang bodoh." tambahnya entah dengan nada apa. Sebenarnya, ia sangat mencintai Hinata dan ingin Hinata menjadi miliknya karena ia merasa sangat cocok dengan Hinata tapi sepertinya Kami-sama berkata lain.

"Umm,, seharusnya aku tak mengatakan hal ini disaat ini tapi..." Ino memberi jeda karena ragu, masih dengan menatap lurus kedepan. "aku mencintaimu... maukah kau menjadi pasanganku pada pernikahan Hinata nanti?" ucap Ino dengan sangat pelan seolah berbisik.

"Ya, tentu saja. Hinata dengan Naruto, aku harus dengan mu karena hanya kau teman karib perempuanku selain Hinata." jawabnya cepat, masih dengan menatap langit-langit tapi...

"..."

"..."

Satu menit terdiam, Mata Toneri akhirnya menoleh kearah Ino yang entah sejak kapan menatapnya.

"Hah?! Apa katamu di kalimat pertama tadi?" tanya nya terkejut dan ragu pada pendengarannya pada suara kecil Ino tadi.

"Uhmmm..."

.

.

Flashback end.

.

.

Pertukaran cincin terjadi setelah Ino sang pemegang cincin mendekat ke antara Naruto dan Hinata.

"Hinata, buang cincinnya ke wajah Naruto." Bisiknya, sontak membuat Naruto menatapnya terkejut.

"Hehe.. Bolehkah?" Hinata bertanya dengan berminat.

"Kalau kau berani melakukannya, aku tak akan pernah memaafkanmu." bisik Naruto dengan tatapan mautnya.

"Lakukan saja Hinata." suara lain dari sisi Naruto ikut berbicara membuat semua tamu mengerutkan alis mereka.

Mengapa sang pengantin perempuan masih belum memakaikan cincin itu setelah sang pria melakukannya?

"Toneri, diam kau." bisik Naruto dengan nada mengancam.

"Hinata, apa kau ingat Naruto pernah membuatmu menangis didepan umum? Balas dia sekarang." Ino semakin menantang ketika Naruto melototinya.

"Ini balasan karena kau berani menyakiti temanku berkali-kali." Ino tahu Naruto tak mungkin melakukan apapun didepan banyaknya orang, jadi ini saat yang tepat untuk balas dendam.

"Hinata, setelah hari ini. Semuanya akan berubah. Jadi sebelum semuanya berubah kau harus melakukan apa yang selalu kau lakukan. Tak perlu melempar cincin itu, cukup jatuhkan dan biarkan Naruto memungutnya." Timpal Toneri berbisik hingga membuat sang pendeta di dekatnya semakin membisu, tak tahu harus bereaksi seperti apa pada rencana aneh itu.

"Aku bilang tidak, jangan lakukan, Hinata." bisik Naruto memperingati ketika Hinata mengengam cincin yang seharusnya di sematkan ke jari nya.

"Hyuuga, aku memperingati mu."

"Hehe,, sebenarnya aku mau melakukan nya tapi Naru, aku sudah merenung dengan kehidupanku." ucap Hinata serius sambil meriah tangan Naruto.

"Aku berjanji akan menjadi istri yang baik untukmu. Aku akan belajar menjadi istri yang baik dan kelak ibu yang baik. Aku sudah menghabiskan banyak waktu untuk bermain-main dan kini saat nya aku serius." cincin ditangan Hinata perlahan disematkan ke jari manis Naruto.

"Aku mencintaimu dan aku ingin hidup dengan mu. Aku tak pernah bermain-main soal itu dan aku tak mau membuat pernikahan suci ini seperti lelucon." Hinata memberikan senyum tulus terbaiknya hingga membuat Naruto terdiam, Ino terdiam begitu juga dengan Toneri.

...

Sesaat senyum pun menghiasi bibir Ino dan Toneri.

Pada akhirnya mereka akan tumbuh dewasa dan tak lagi bermain-main. Mereka tak tahu harus merasa senang atau sedih tapi yang jelas mereka bahagia atas kebahagian teman mereka.

...

Beberapa saat, akhirnya senyum tulus nan terharu pun menghiasi bibir Naruto. "Aku juga mencintaimu. Sangat mencintaimu." tangan Naruto dibalik sarung tangan putih membelai lembut pipi Hinata. Baru kali ini ia merasa Hinata berkata cinta padanya dengan sangat serius.

"Aku berjanji akan selalu bersama dan menjagamu. Menerima mu apa adanya dan selalu disampingmu." tambahnya dengan senyum yang masih belum luntur sedikitpun.

"Silahkan cium mempelai anda." kedua wajah itu mendekat sebelum bibir itu saling bersentuhan.

!

"Hmmppp!" desisan Naruto tertahan ketika Hinata mengigit kuat bawah bibirnya setelah mengecup bibirnya sekali.

Plok

Plok

Plok

Tepuk tangan turut berbahagia para tamu berikan tanpa tahu ada keanehan di balik ciuman itu kecuali para keluarga di bangku depan.

"Berani sekali kau berkontak dengan 'mantan pacarmu' itu tanpa sepengetahuanku." bisik Hinata penuh dengan amarah ketika ia memberi jarak 2cm antar bibirnya dan bibir Naruto.

"Ugh! Tak bisakah kau berhenti merusak suasana romance kita?!" ucap Naruto tak suka. Ini membuatnya frustasi. Padahal ia sudah berusaha bersikap seperti yang Hinata inginkan tapi dia malah. Ugh!

"Romance? Hah?!" Hinata menjauh dari Naruto dengan cara mendorong dada bidang Naruto, membuat para tamu terdiam karena heran tapi malah membuat Ino dan Toneri saling menatap dengan tawa kecil mereka.

"Hahaha.." entah mengapa ini rasanya sangat lucu.

.

Flashback.

"Uhmm.."

"Aku mencintaimu." Ino mengulangi kalimat pertamanya tadi setelah menundukkan kepalanya. "Meski Hinata temanku, aku cemburu karena kau menyukainya." ngakunya jujur. Ia merasa seperti teman yang jahat.

"Maaf, Ino tapi" jawab Toneri menyesal, membuat Ino mengangkat kepalanya dan menatapnya.

"Hahaha! Kau tak perlu menjawabnya. Aku hanya ingin kau tahu. Itu sudah cukup." selanya cepat dengan senyuman, membuat Toneri terdiam sejenak.

...

"Kita adalah teman. Aku tak ingin menyakitimu..." Toneri bersuara dengan pelan.

"Mungkin..." tangannya meraih punggung tangan Ino. "Mungkin jika kau mau menungguku, aku bisa belajar mencintaimu." tambah nya dengan senyuman tulus.

Deg!

Deg!

...

Senyum yang sempat hilang melebar di bibir Ino, menandakan kebahagian.

Grep!

Pelukan ia berikan untuk Toneri.

"Terima kasih sudah mengatakannya." ucapnya senang. Akhirnya, setelah sekian lama, ia bisa mengungkapkan isi hatinya. Meski Toneri tak menerimanya, setidaknya Toneri tak menolaknya.

"Terima kasih karena sudah mencintai ku."

.

.

Flashback end.

.

.

"Hik"

"Hem" kedua mata itu kembali bertemu dan menoleh kearah lain lagi dengan tawa tertahan mereka. Betapa bodoh mereka berpikir bahwa tak akan ada masalah ditempat yang berisi seorang 'Hyuuga Hinata' meski dia berkata sebegitu meyakinkannya.

"Huh! Aku marah." Hinata melingkarkan dua tangannya ke depan dada dan membelakangi Naruto dengan bibir bebeknya.

Tap

"Ya ampun." satu telapak tangan Naruto menepuk keningnya frustasi. Ia sungguh kehabisan kata-kata, padahal baru satu menit yang lalu dia bertingkah dengan sangat sempurna.

Ceklik

Dan pemandangan langkah ini pun diabadikan oleh sang photographer dari tengah-tengah ruangan.

.

.

.

Sudah kubilang tak akan ada romance disini!

Menyebalkan! Huh!

.

.

.

Tamat.

.

.

.

:D

Maaf baru up, soalnya akhir-akhir ini author sibuk.

Semoga suka

Bye bye