Chapter 4 – Sugawara Koshi.

Disclaimer: I do not own Inuyasha nor Haikyuu!

Pairing: Kagome/Koshi

Prompt: Sugi (Next).

Warnings: NSFW. Rate has been change to M.

Summary: Dalam voli, langkah penuh perhitungan, ketenangan, dan kegigihan adalah kelebihan Sugawara. Namun, hanya Kagome yang tahu bahwa kegigihan laki-laki itu terkadang bisa sangat merepotkan.


"Koshi," rengek Kagome.

"Sssttt, mereka nanti akan mendengarmu," bisik Sugawara sedetik sebelum ia menempelkan bibirnya di kelopak merah muda yang merekah milik gadis itu. Ciuman yang pada awalnya hanya untuk membungkam racauan sang kekasih sontak berubah panas, bibir mereka saling menekan kuat dan bergerak liar. Tak lama, lidah mereka pun ikut menari dan menjelajahi setiap inci gua hangat satu sama lain.

Rintih merdu yang meluncur dari mulut Kagome membuat Sugawara kian berani, bibirnya bergerak turun, menyapu leher, dan lekuk tempat dua selangka bertemu, sebelum kembali bergerak untuk memberikan hisapan lembut tepat di bawah telinga kiri gadis itu, dan Kagome pun terkesiap. Otomatis, seiring hisapan dan jilatan yang dilancarkan oleh pemuda itu, tubuhnya mulai panas, tanpa sadar, dadanya membusung mencari perhatian.

Dan itulah yang diberikan oleh laki-laki itu, perhatian sepenuhnya. Salah satu tangan yang tadinya memeluk punggung berpindah ke dada. Tangan Sugawara meraba-raba gundukan kenyal yang terlapisi oleh pakaian. Saat ia menemukan yang ia cari, tanpa ragu, sang setter mencubit kedua pucuk dada gadis bersurai hitam itu dengan jari-jarinya. Pekik kecil feminin pun menggema di ruangan itu.

Sadar akan tempat mereka berada saat itu, Kagome mendorong dada Sugawara hingga punggung laki-laki itu membentur lembut sekat toilet. "Tidak sekarang!" Meski keadaan terlihat aman_bila tidak bisa dikatakan bunuh diri_melakukan hubungan seks di toilet wanita yang ada di ruang publik di jam sibuk seperti saat itu sangatlah rawan.

Mendengar ketegasan dari gadis yang ia kagumi, Sugawara tersenyum, senyumnya saat itu bukanlah senyum lembut yang biasa ia tampilkan saat membesarkan hati rekan dan kawannya. Tapi, lengkung di bibirnya saat itu lebih menyerupai seringaian. Pemuda yang memiliki tahi lalat di bawah mata kirinya itu tak mau menyerah begitu saja. Sambil menghadiahkan belaian lembut di paha mulus sang pacar, laki-laki itu balik bertanya dengan nada yang bersifat seduktif, "Tidak sekarang?"

Kagome menggeleng, dan berusaha membebaskan diri. Akan tetapi usahanya percuma, laki-laki itu tetap bergeming dan terus menatapnya lekat-lekat.

Mereka yang menjadi kawan, mengenal Sugawara sebagai sahabat yang baik dan rekan satu tim yang dapat diandalkan. Sedangkan, mereka yang berdiri di seberang net dan menjadi lawan, menilainya hanya sebagai sosok penghibur. Aura intimidasi memang jauh dari sifat laki-laki bersurai kelabu itu, kejeniusan dalam permainan pun bukan hal yang patut ditakutkan darinya. Namun, langkah penuh perhitungan yang ia pilih, juga ketenangan, dan kegigihanlah yang harus musuh waspadai darinya.

Tapi terkadang, kelebihan-kelebihannya itu membuat Kagome, sang pacar, sedikit kewalahan. Sebab, kegigihan Sugawara tak hanya dalam olahraga voli. Ketenangannya pun tak selalu dalam hal positif. Siapa yang menyangka skema mesum yang beresiko pun dapat pria itu pikirkan matang-matang dan penuh perhitungan?

"Koshi~" nada setengah protes Kagome segera tertelan oleh pekik tertahan kala tangan laki-laki itu menyelinap ke dalam rok mini yang ia kenakan dan meremas salah satu bokongnya dengan kuat sebelum kembali mengelus pahanya lambat-lambat. Kedua tangannya sudah berada di bahu laki-laki itu, tapi dorongan yang ia lakukan sangat lemah, penolakannya hanya setengah hati. "Tidak di si-" kalimatnya jauh dari kata selesai kala bibirnya lagi-lagi bersentuhan dengan bibir Sugawara.

"Hm?" Laki-laki itu menjilat dan menggigit bibir bawah Kagome. Sugawara mengeratkan pelukan, satu tangannya membelai punggung gadis itu dengan halus, sedangkan yang lainnya bersemayam di tepi rok mini yang pacarnya kenakan.

"Hentikan!" Pinta Kagome dengan halus ketika tangan kiri kekasihnya mulai menelusup masuk ke dalam kaos yang ia kenakan.

Protes itu tak Sugawara dengarkan, tangan kirinya terus merayap naik, mengelus tepi renda bra yang gadis Higurashi itu kenakan. "Warna apa yang kau pakai hari ini?"

Bertentangan dengan penolakannya lima detik yang lalu, Kagome berkata dalam suara yang sebatas bisikan, "Tebaklah!"

Sugawara tertawa pendek, "dua hari yang lalu hitam, kemarin hijau muda, kurasa hari ini kau memakai putih."

Dengan satu gerakan cepat, kaos model sabrina yang Kagome kenakan telah tertarik ke bawah. Dua bukit indah yang ditopang oleh bra putih terpampang. Dengan mata yang bersinar oleh kekaguman, Sugawara menatap pemandangan yang ada di hadapannya dan berkata, "Tebakanku benar."

Tangan terampilnya tak tinggal diam, payudara Kagome kini ditangkupnya, rabaan demi rabaan yang halus dan sangat lamban mulai membuat gadis itu menggelinjang. Dan dengan remasan penuh perasaaan, Sugawara memuja gundukan kenyal yang teramat pas memenuhi tangannya itu. Tak puas hanya dengan sentuhan, ia menarik turun cup bra putih itu.

Salah satu bagian paling indah milik kekasihnya itu pun terekspos, putih, halus, dengan pucuk merah muda yang mengintip malu-malu. Dengan sebuah senyum nakal Sugawara mulai menunjukkan kekagumannya melalui kecupan, jilatan, juga remasan yang menghasilkan lenguh tertahan dari sang pacar. Bukti kepiawaian laki-laki itu terlihat jelas, dua puncak dada Kagome kini menegang dan terlihat menantang.

"Koshi, bagaimana jika, ji-jika, ah~" sulit bagi Kagome untuk merangkai kata bila disaat yang sama ada lidah yang tidak hanya ahli dalam membesarkan hati kawan-kawan setimnya tapi juga teramat berbakat melakukan jilatan, dan memberikan gigitan yang hanya menghasilkan kenikmatan pada buah dadanya.

"Jika ada yang mengetahui apa yang kita lakukan di sini? Katakan saja bahwa aku memaksamu."

Kagome sontak menyahut, "Bagaimana mungkin aku mengatakan hal itu!"

"Mengapa?" Tanya laki-laki yang pernah memperkuat Tim Voli Karasuno itu sebelum menghisap kuat salah satu puting kekasihnya. Kagome memekik kecil, entah karena sakit, nikmat, atau karena sensasi yang berpadu dari keduanya.

"Karena ... "

"Karena?"

"Karena aku menyayangimu," gumam Kagome dengan lemah.

Jari-jemari Sugawara menelusuri kulit di paha bagian belakang gadis itu, kemudian, ia menggeser paha kiri gadis itu agar terbuka ruang lebih untuk tangan kanannya menjelajah. Dengan nada yang dibuat polos, ia bertanya, "Kau mengatakan sesuatu?" Di akhir kalimat, tangan kirinya menangkup kepala bagian belakang gadis itu.

Laki-laki itu tak memberi Kagome pilihan untuk menjawab dengan satu kalimat penuh saat jari telunjuk dan jari tengahnya sudah menari-nari area paling pribadinya. Si sulung Higurashi memalingkan wajahnya yang merah padam ke arah kanan. Kesempatan itu segera di ambil Sugawara untuk memberikan tanda cinta di leher kiri pacarnya selagi tangannya sibuk mengesampingkan celana dalam yang menjadi penghalang terakhirnya pada tempat yang penuh kesenangan.

Kagome menyandarkan kepalanya ke bahu kanan kekasihnya, "Ngh ... "

"Aku tidak mendengar apa yang kau katakan tadi." Dengan teramat lihai, kedua jarinya membelai, terkadang dengan lembut, terkadang penuh penekanan, dengan satu tujuan yang sama, membawa gadis itu terbang melayang. "Kagome ... " Lanjut Sugawara menuntut jawaban.

"Aku-"

Tiba-tiba, terdengar pintu toilet terbuka bersamaan dengan suara langkah kaki. Sontak, adrenalin keduanya terpompa hebat. Kagome segera berjongkok di atas tutup closet duduk dengan kedua tangan berpegangan pada bahu kekasihnya.

Berbanding terbalik dengan Kagome, nyali Sugawara sama sekali tidak menciut. Ia tidak ingin membuang waktu, ia tidak mau mengekang gairah di dalam dirinya dan membeku di tempat tanpa melakukan sesuatu yang dapat melepaskan gejolak hasrat. Oleh karena itu, mengabaikan kedatangan si pengganggu yang hanya berjarak beberapa kaki dari tempatnya berdiri, pemuda itu sedikit membungkukkan tubuh, dan tanpa aba-aba, ia melanjutkan invasinya yang terjeda.

Mata Kagome terbelalak saat laki-laki itu kembali menyambung pekerjaannya yang tertunda. Ia melontarkan tatapan garang yang mematikan, tapi sia-sia, laki-laki itu hanya merespons ancamannya dengan seringaian. Si sulung Higurashi hanya bisa menggigit bibir bawah dan menutup mulutnya dengan satu tangan agar tidak ada desis kenikmatan yang terselip keluar.

Sugawara sama sekali tak bersedia menghentikan keajaiban yang ia ciptakan pada titik tertentu di tubuhnya. Tarian jemari laki-laki itu tanpa rehat, dan kini, dua jari itu timbul-tenggelam di lubang senggama Kagome. Tubuh gadis itu pun ikut berpartisipasi, pinggulnya ikut bergerak. Friksi yang dihasilkan pun kian memberikan perasaan hebat yang tak dapat dijelaskan kata-kata. Dan selama ia merasakan itu, ia harus terus menutup mulutnya. Namun, pada akhirnya, puluhan detik penuh penyiksaan itu telah berakhir setelah suara langkah dan pintu yang terbuka lalu tertutup kembali terdengar. Dengan bantuan sang pacar, Kagome turun dari atas closet.

"Kau sudah sangat siap," bisik sang setter di telinga kiri pacarnya.

Interupsi yang beberapa waktu lalu hadir tidak membuat Kagome sanggup 'tuk mengeraskan hati dan menghentikan keinginan kekasihnya. Ia pun sudah terlalu jauh untuk berhenti. Bagian bawah tubuhnya sudah terlalu basah untuk dibiarkan begitu saja, tidak selama ia bersama sang kekasih saat itu. Kali ini, ia yang mengusulkan tindakan. Kagome melingkarkan lengannya di leher laki-laki itu, menempelkan payudaranya ke dada bidang pemuda itu, dan memulai sebuah pertautan bibir yang panas yang melibatkan tak hanya lidah, tapi juga gigi.

Sugawara menyambut keputusan kekasihnya dengan teramat senang hati. Kagome tersenyum dalam ciuman saat ia mendengar suara resleting celana yang dibuka. Jari-jari lentik gadis itu membelai dan memijat tengkuk pria itu. Kagome mengangkat kaki kanannya ke atas closet, membuka ruang, mempermudah penyatuan.

Satu tangan Koshi berada di pinggang belakang Kagome, dan satu tangannya yang lain menuntun kejantanannya memasuki liang hangat milik gadis itu. Ketika ereksinya sudah tenggelam sepenuhnya, laki-laki itu mengerang. Tangan kanan Sugawara melingkar di bawah lutut kanan Kagome yang terangkat, dan dengan itu, ia mulai bergerak.

Tak ada kata perlahan bagi mereka saat itu, gairah telah lama melonjak, keduanya diburu oleh nafsu.

Disetiap hentakan, tubuh Kagome terguncang. Agar tidak terjatuh dan dapat menopang tubuhnya dengan baik, tangan kanannya berpindah ke sekat toilet yang ada di belakangnya. Posisi seperti itu baru bagi mereka, memang butuh penyesuaian, tapi efek yang diberikan pun jauh dari sebanding. Dari sudut Koshi berdiri, ia dapat dengan puas memandang bagaimana kedua bukit indah Kagome berayun disetiap hentakan yang dihadiahkannya, dan bagaimana wajah pacarnya itu bertambah manis saat terhias dengan rona merah gairah.

Resiko dilihat orang lain hanya membuat libido keduanya kian melambung. Sengatan sensual di titik-titik tertentu di tubuh keduanya yang semakin menjadi-jadi. Cengkeraman tangan kanan Sugawara di bokong kanan sang kekasih menguat, gadis itu pun merintih.

Renggutan tangan kirinya di punggung sang kekasih kian erat. "Koshi, mmhh~" ucap Kagome dalam setengah bisikan dan setengah lenguhan.

Sugawara menganugerahkan satu gigitan cinta di salah satu pucuk buah dada kekasihnya yang menegang, dan gadis itu pun memekik kecil. Tak lama kemudian, ia dapat merasakan dinding hangat gadis itu berkali-kali meremas dirinya kuat-kuat, seakan hendak menarik kejantanannya kian dalam. Dan di sanalah ia berada, tak kuasa menahan erangan saat ia semakin jauh tenggelam dalam kehangatan yang oh ..., luar biasa nikmat.

Tak ayal lagi, laki-laki itu dapat merasakan testisnya mengerut sebelum meledak setelah dua tikaman berikutnya. Tempo yang diambilnya melambat sebelum terhenti sepenuhnya. Sugawara meletakkan kedua kaki Kagome yang goyah ke lantai.

Beberapa puluh detik setelahnya, masih dengan napas yang sedikit tersengal-sengal, Kagome yang sudah memasuki semester keempat itu berkomentar, "Aku benar-benar tidak mau dipanggil ke ruang rektor karena ini."

Laki-laki itu mengecup kening Kagome yang sibuk merapikan pakaiannya. "Begitu juga aku."

Dengan sebuah anggukan, mereka berpisah sejenak. Demi mengikis resiko orang lain mengetahui apa yang baru saja mereka lakukan, Sugawara keluar terlebih dahulu. Saat kekasihnya itu baru saja menghilang dari hadapannya, Kagome mendengar pintu terbuka. Jantungnya seakan meloncat di dalam rongga dadanya. Tapi kekhawatirannya segera terhapuskan.

"Maaf, aku salah masuk, tadi aku sedang melamun dan tidak terlalu memperhatikan sekitar."

"Tidak apa-apa," sahut seorang wanita yang baru masuk ke toilet dengan sedikit canggung.

Dari balik sekat tipis itu, Kagome dapat mendengar suara_yang terlalu meyakinkan_milik pacarnya meminta maaf kepada seorang wanita yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu. Ia bertaruh, pasti Koshi sedang memasang raut wajah pria baik-baik dengan senyum lembut nan ramah yang menjadi ciri khasnya. Tak pelak lagi, senyumnya berbuah tawa. Untuk meredam tawa kecilnya, Kagome menekan tombol flush.

Sepuluh menit kemudian, muda-mudi yang telah menjadi sepasang kekasih sejak dua tahun lalu itu sedang berjalan bersandingan di lorong yang penuh dengan para mahasiswa. Kagome berkata, "Tadi itu hampir saja."

Pria itu tertawa riang sesaat sebelum merespons, "pertemuan selanjutnya akan lebih menyenangkan."

"Tidak akan ada pertemuan selanjutnya bila itu yang kau maksud dengan menyenangkan." Walaupun pengalaman-pertama-seks-di-ruang-publiknya tadi terasa mendebarkan, tapi tetap saja, gadis manis pemilik iris biru keabu-abuan itu lebih memilih kasur empuk atau bathtub luas yang nyaman sebagai tempat memadu kasih.

Langkah mereka terhenti tak jauh dari pintu kelas Kagome, Sugawara mendekatkan wajahnya lalu, ia menempelkan bibirnya ke telinga kanan gadis itu dan berbisik, "Akan selalu ada yang selanjutnya bila bersamamu."

Gadis yang tumbuh di lingkungan kuil itu lantas menyahut, "kita lihat saja nanti." Tatkala laki-laki itu mundur ke jarak yang nyaman untuk saling memandang, Kagome hanya melihat keoptimisan yang tertera di wajah kekasihnya. Dengan nada menggoda, dan senyum manis, ia pun menyetujui, "selanjutnya."

Dahulu, ketika Sugawara berada di tahun terakhirnya di Sekolah Menengah, ia rela berlama-lama menghangatkan posisi bangku cadangan dan berdiri di bawah bayang-bayang kejeniusan bakat sang adik kelas bila dengan itu tim volinya dapat bermain lagi di dalam sebuah kompetisi. Meski memiliki semangat besar untuk terus bermain dan memenangkan pertandingan bersama teman-temannya, ia bersedia mengalah demi kebaikan tim voli yang diperkuatnya. Di masa itu, kata 'selanjutnya' yang terucap dari sang pelatih sangatlah berarti baginya. Dan kini, meski dalam hal yang sangat jauh berbeda, satu kata itu semakin berharga bila diucapkan oleh gadis yang disayanginya.

"Selanjutnya?" Tanya pria itu lagi.

Dan sang gadis menjawab dengan sebuah anggukan dan wajah merona, "selanjutnya."

~KHxKS~


TnM's Notes: Chapter versi unedit ini mungkin hanya akan bertahan selama dua minggu di ffn sebelum dipindah ke AO3.

Buat yg udah baca dan review, minna saiko arigatou.

Sugi: Next: Selanjutnya.