Himkyu's Present

"Just a Mistake"

.

.

.

Vhope/HoveV!Omegaverse AU

Violent!Warning, Rape, Bad word, Boys love

!

Yang belum siap dengan beberapa pengetahuan membingungkan seputar 'Omegaverse', dan adegan Violent sexually nya, harap di close and wait for another lovey dovey Vhope from me :)

!

.

.

.

Dont forget to read the note after this story!

.

.

.

.

Last Chap


"KEMBALIKAN ANAKKU, BRENGSEK!"

Seketika Jin mundur selangkah demi langkah ketika pria berumur menjelang itu memasuki kelas dengan rasa pemberontakan yang besar. Awalnya anak-anak disana berusaha mencegah pria itu untuk mengacau, namun tak bisa dikalahkan. Apa ini? Darah Alpha rupanya sedikit menular padanya soal adu kekuatan.

Semua arah mata kemudian tertuju pada Jin yang terperangkap di pojokkan. Rasa takutnya pun kambuh lagi. Ia punya alasan kenapa ia tak mudah berbaur dengan siapapun, karena seperti ini. Jutaan mata mengamatinya curiga, dan penuh tuntutan padanya yang tak bersalah. Apalagi posisinya sebagai Omega yang bersembunyi, hanya akan mempersulit keadaan.

"Seokjin?!" Pria itu tak lengah rupanya. Ketika melihat seluruh siswa menandai pandangan mereka pada 1 orang yang rupanya rada ketakutan itu. Sudah bisa ditebak, dirinyalah yang dicari.

Dengan brutal, pria itu mencengkram kerah baju Jin, mendekatkan tubuh itu padanya. Matanya sengit tidak enak dipandang. Jin saja tidak bisa memandanginya lebih lama. Ia sangat takut.

"Dimana kau sembunyikan puteraku, Kim Taehyung?!"

"Sungguh saya tak tahu." Jin meminta pengampunan. Semoga masalah ini cepat diselesaikan, atau ia akan cepat hilang kesadaran karena rasa gelisahnya tidak mereda.

"Kau yang terakhir kali bertemu dengannya. Tak mungkin ia hilang kalau tidak karena hasutan darimu. Ia tak pernah pergi lama, dan tak pernah tak pulang-pulang tanpa ijin. Pasti kau yang berbuat!"

"Tidak, sungguh. Kedatangan saya hanya membujuknya. Tapi saya ditolak mentah-mentah. Saya tidak tahu lagi setelah itu." Ucap Jin getir mencoba menjelaskan sebenarnya. Namun tidak ada pelepasan yang diberikan, melainkan cengkraman itu menguat. Setengah badannya didorong sampai mengambang di udara keluar jendela. Ia hampir ingin dijatuhkan.

"AAAA!" Jin berteriak histeris. Pria yang menangkapnya benar-benar sudah gila. Apa ia akan membunuhnya?!

"Aku tak butuh omong kosong. Kau akan mati jika berani padaku."

Jin semakin tercekik. Dua tangannya berusaha mengenggam kuat lengan pria itu, agar tak sampai jatuh. Ia panik setengah mati. Apalagi tak ada yang membantu. Mereka semua hanya asyik menonton dengan prihatin.

DEG

DEG

DEG

Mendadak Jin kehilangan konsentrasi. Kepalanya pening, dan badannya terasa panas. Ada gejolak mengendalikan tubuhnya.

"Bau apa ini?!" Para Beta mulai mengendus liar. Bebauan tak disengaja menguar di sekitar kelas mereka tak tahu dari mana.

"Astaga bau ini.." Pria yang ingin menjatuhkan Jin, menutup hidung karena hebatnya bau yang diciumnya menusuk hidung. Bau yang sudah lama tak diciumi.

Jin sendiri yang tidak kuat menahan gejolak di dalam tubuhnya, semakin meronta untuk dilepaskan. Ia harus segera melarikan diri sebelum semua terlambat.

Sebelum mereka menyadari bahwa dirinya sedang Heat.

Ketika ia mendongak, dan membuka matanya. Ia bisa melihat ke atas nya, ke jendela kelas di lantai 3.

Sial.

Para Alpha yang begitu lapar juga tak sengaja ikut menciumi feromonnya, bergerak panik mengendus-ngedus udara. Kepala mereka sampai menyembul keluar begitu, memperhatikan Jin yang hampir saja ingin dijatuhkan dari lantai 2. Jin semakin terpojok. Mati dirinya.

Para Alpha pasti akan masuk ke lantai Beta, dan menerjangku. Para Beta tidak akan menganggap dirinya sama seperti bagian mereka. Tak ada yang mau menyelamatkannya.

Tamat riwayatnya..

Tiba-tiba,

"Hei cepat keluar semuanya! Ada kebakaran!"

Suara alarm kebakaran tiba-tiba berbunyi nyaring. Para siswa berhamburan, melupakan kejadian lalu. Mereka sibuk menyelamatkan diri dengan keluar dari kelas mereka masing-masing.

"Sial." Pria itu yang ikut terbawa panik, akhirnya menggagalkan rencananya. Ia melepas Jin, dan tak mempedulikannya. Jin merosot dari dinding, ia bisa kembali bernapas lega. Dadanya kesakitan, ia memukul-mukul dadanya berkali-kali. Pencekikan itu hampir saja membunuhnya, begitu juga diancam akan dijatuhkan dari lantai 2.

"Seokjin."

Jin menjadi tegang lagi setelah mendengar suara seseorang. Ia panik, takut, bahwa sepatu hitam yang berdiri tepat di depan pandangannya, adalah milik seorang Alpha yang akan menyakitinya di masa heat ini. Ia tak berani mendongak. Dirinya hanya merengkuh tubuh, dan menjaga dirinya.

"Jangan khawatir ini aku, Namjoon." Lelaki di depannya berjongkok, mengulurkan tangannya. Wajahnya ramah, dan penyabar. Ia sama sekali tak bereaksi dengan bau feromon Seokjin.

Bagaimana bisa?

"Aku yang sengaja menyalakan alarm kebakaran agar semuanya keluar dari sekolah. Feromonmu bisa berbahaya. Kau ikut aku, biar kau dapat obat pengendalimu."

Tangan Jin pun di angkatnya, namun Jin tak mau pergi. Tubuhnya masih di tempat yang sama.

"Bagaimana aku bisa mempercayaimu, Hyung?" Jin menangis. Air matanya bertumpah ruah. "Semua Alpha hanya akan mempergunakanku." Dan aku tak mau Namjoon hyung sama seperti Alpha lainnya..

"Aku sudah pakai obat pengendali. Ini adalah tugas dokter. Mereka harus siap menghadapi pasien apapun, sekalipun dia Omega. Jadi kami sudah belajar mengendalikan diri." Namjoon pun yang tak bisa menahan diri karena Jin terus menolak, mau tak mau mengendong bridal Jin pada rengkuhannya. Tubuhnya kuat sekali membawa Jin yang terengah-engah akibat panas tubuhnya.

Walaupun baunya sangat kuat, Namjoon mencoba untuk tidak peduli, dan menahan diri. Obat pengendali yang sempat disuntikkan untuk dirinya, tak akan lama bertahan. Dia harus segera mencari tempat persembunyian, dan melepaskan Jin sendiri tanpanya. Sampai bau feromonnya berhenti keluar.

Atau dia akan menyergap Jin seperti alpha yang haus sex.

"Bertahanlah, kau akan baik-baik saja."

Ucapan Namjoon yang lembut dan serius, menandakan bahwa ia bisa dipercayai. Jin melingkarkan tangannya di leher Namjoon , dan mencoba berlindung lebih lama dalam pelukannya.

.

.

.

.

.

.

"Hei, kalau ke luar negeri itu bilang-bilang. Masa aku gak dikasih tau."

Jimin kesal. Telepon dari temannya itu baru saja datang setelah beberapa hari lalu tak ada kabar. Tahu-tahu ia berkata sedang di luar negeri. Menurutnya sangat menyebalkan.

"Kau akan dijodohkan? HAHAHA.. ini masa apa?! Masa Joseon? Masih saja ada jodoh-jodohan." Jimin menghisap batang rokoknya sekali lagi, sampai akhirnya melajukan jalannya setelah beberapa saat berhenti di pertigaan sekedar bersandar santai di salah satu tembok toko.

"Ya, ya. Kalau calon istrimu cantik, bawa kemari. Perkenalkan padaku. Mungkin dia punya saudara yang sama cantiknya."

Jimin kemudian berbaur dengan para pendatang yang masuk ke distrik merah tersebut. Pemandangannya berubah 180 derajat, dari luar distrik. Yang di dalam sangat asri pencahayaan gemerlap warna-warni, bau-bau ganja, juga lengkingan suara rayu-rayu para pelacur nakal.

Jimin suka tempat ini.

"Oh, aku sedang ingin bersenang-senang. Dari kemarin bosan tak ada kau. Oh ya, aku mau cerita padamu. Tadi siang ada kejadian aneh. HAHAHA."

Kemudian langkah kakinya terhenti.

"Tentang seorang omega yang kau sempat curigai, sepertinya ada…"

Manik matanya tak sengaja mendapati seorang gadis berambut pendek cantik tengah berdiri bersandar di salah satu tembok gedung. Ia sibuk menghisap cerutu. Pahanya yang bebas, mulus menekan tembok batu. Ia juga sedang mengobrol dengan pemuda. Namun ia tidak terlihat seperti pelanggan, mungkin teman sesama pelacurnya?

"Oh ya nanti saja ceritanya. Aku dapat barang bagus. Tidur tampan saja sana. Jangan ganggu aku."

HP nya ia matikan. Dirinya pun dengan mantap memajukan langkah pada tujuannya yang telah ditandai.

.

.

.

.

.

.

"Bagaimana dengan pelanggan ketigamu tadi? Tubuhmu baik-baik saja, kan?" Yoongi menyembulkan asap. Taehyung setengah batuk-batuk.

"Rasanya menyakitkan. Lubang anusku rasanya panas. Tapi aku bisa bertahan."

"HAHA.. dasar bocah polos. Ucapanmu itu sangat lucu sekali, tidak bisa di rem. Lagipula, kau mulai terbiasa dengan pekerjaanmu. Padahal sebelumnya, Jeonghan bilang kau sempat berontak tak mau."

"Aku tak punya tempat lain selain disini. Kalau memang tubuhku sebagai setengah Omega dan Marking, berguna. Aku lebih pantas disini. Daripada aku berbaur dengan Alpha yang tamak, dan Beta yang bodoh."

"Kau tidak khawatir dengan mate mu? Bukannya seharusnya kalian bersama?" Yoongi menyipit mata, ia mengamati Taehyung dengan tuntutan. "Ingat nak. Omega marking lebih menyusahkan daripada Omega biasa jika sudah heat. Waktu heat mereka tak beraturan. Kalau tidak dikawini, kau bisa tersiksa habis-habisan."

"Ya, maka itulah. Jika aku sedang heat, aku akan mencoba cari pelanggan. Yang penting 'dimasuki' kan?"

Yoongi tertawa. Ia merasa bangga karena anak ini sangat cepat menelan didikannya. "Awas. Tubuhmu itu rentan, dan kau ini masih bocah. Jaga dirimu baik-baik. Apalagi, dirimu bisa rentan hamil kapan saja kalau sampai ada yang tidak melakukanmu dengan 'aman'."

"Jeoghan sudah menjamin hal itu tak terjadi." Taehyung hanya melesu mata.

Yoongi pun tak bisa berbuat banyak jika pendirian Taehyung sudah sejauh itu. Rasanya dia tak akan mempedulikan lagi sekitarnya, keluarganya, harga dirinya, akibat perubahan yang diterima dalam tubuhnya secara mendadak ini. Yang membalikkan segala ekspektasinya, yang merobohkan cita-citanya.

Ia jadi terbuang ke tempat sampah ini, dengan sangat cepat. Dan ia sudah terlanjur larut dengan sampah lainnya, tak bisa dikeluarkan, selain dibakar, dan siap dijadikan abu.

"Hei cantik."

Yoongi mendecih. Suara itu lagi.

Ia pun menoleh, dan mendapati benar adanya. Seorang laki-laki yang tak bisa lengah melepaskannya.

Taehyung yang tak kenal, hanya bisa menjauh pura-pura tidak ikutan.

"Kau lagi."

Yoongi tampaknya tidak bersemangat ketika menyambut tamu nya yang tampan ini. Ia sudah berkali-kali menolak pemuda itu, karena dirinya masih bau kencur. Sedagkan Yoongi adalah tipe yang mencari pelanggan lebih tua darinya.

"Bisakah kau mempertimbangkannya, Yoongi-ssi. Aku tidak kalah 'bagus' nya dari para pria-pria tua itu."

Taehyung pandangi. Wajah Jimin yang kelihatan resah, dan wajah Yoongi yang sangat tak senang. Apa mereka punya hubungan sebelumnya?

"Kau ini. Belum lulus saja sudah nakal."

"Ta—tapi, aku pasti bisa lulus, kok!"

"Kau masih ingin memuji-muji darah Alphamu itu? Jangan sombong." Yoongi menyemprotkan asap rokoknya tepat ke wajah Jimin sebagai tanda sirat 'menjauhlah, Bocah Tengil'

"Ta—tapi, aku benar-benar suka Yoongi-ssi. Aku sampai semalaman memikirkan Yoongi-ssi, dan—"

Tiba-tiba kerah Jimin diserobot paksa oleh Yoongi. Kelihatannya ia tampak kesal karena ucapannya mulai seenaknya.

"Taehyung bisakah kau jaga sendiri disini? Aku akan melayani anak cerewet ini."

Taehyung yang diberi petuah, hanya angguk-angguk paham. Ia tak mungkin menengahi aksi cukup ribut di antara keduanya.

"Ikut aku, Bocah brengsek." Dan Tubuh Jimin diseret mengikutinya ke dalam gedung , tanpa tahu kejelasan apa yang akan dilakukannya pada laki-laki itu.

"Kenapa selalu dipanggil 'Bocah'? Memang berapa umurnya?" ucap Taehyung yang agak penasaran. Ia lalu hanya mengendik bahu, tak mempedulikannya. Ia hanya disuruh focus untuk berdiam di luar toko bordilnya, dan memamerkan diri sampai ada pelanggan yang tertarik.

Dan itu tak berlangsung lama. Taehyung rupanya punya pesona yang menarik begitu banyak orang dalam sekali lirikan.

"Hei, nak. Kau sendiri?"

Taehyung tadinya terdiam saja. Menyelidiki penampilan pria berumur itu, yang pakaian dari atas sampai bawah tampak mewah dan bernilai. Taehyung belum pernah dapat pelanggan yang pamer sebegitu banyak harta di kenaannya.

Kemudian, ia mengulas senyum mematikannya. Bermaksud, menggoda.

"Tentu saja."

Itu yang ia pelajari dari Min Yoongi.

.

.

.

.

.

.

.

.

Beberapa hari kemudian..

Namjoon yang pada saat itu sedang sibuk membaca buku catatan, mempelajari kembali ilmu-ilmu kesehatan yang sekiranya sempat dilupakan. Sambil menunggu kedatangan seseorang.

Kling Klang

Namjoon mengalih perhatian, ia melihat orang yang ingin menemuinya akhirnya datang. "Maaf, hyung. Telah menunggu lama."

"Tak apa." Balas pria itu dengan senyum menawannya. "Bagaimana keadaanmu? Sudah sehat?"

"Sudah. Terima kasih telah memperhatikanku." Seokjin menaruh tas nya, duduk tepat di hadapan Namjoon. Ia merasa bersyukur pagi itu ia bisa dimanjakan dengan pemandangan indah berupa ketampanan dokter sekolahnya itu.

"Beberapa hari ini kau tak masuk sejak kejadian itu? Kenapa?"

Jin terdiam. Seakan meminta waktu lebih lama berhenti, atau waktu terlewat saja karena ia tak ingin dipertanyakan begitu. Tapi apalah artinya pertemuan ini jika ia tak bisa sedikit terbuka?

"Aku mengundurkan diri."

Sontak Namjoon terkejut. "Loh kenapa?"

Jin melengah nafas. "Sudah banyak yang tahu bahwa aku adalah Omega. Keberadaanku hanya akan membahayakan. Lagipula aku sudah lelah menjual diriku demi bertahan di sekolah itu."

"Me—menjual diri?"

Jin bisa memaklumi perubahan ekspresi Namjoon yang menjadi shock akibat pengakuannya. Ia hanya tersenyum, menertawakan dirinya yang sudah begitu murahan.

"Bukan itu masalahnya, Hyung. Ini bukan permasalahan yang ingin kubahas." Jin mencoba mengubah topik, tapi nampaknya Namjoon keberatan.

"Kau juga. Masalahmu ini besar. Apa harus kau keluar dari sekolah? Pendidikanmu?"

"Pupus. Aku tak perlu memaksa diri untuk menjadi Omega sekelas Alpha. Itu mustahil."

Namjoon pun tak bisa berkutik dengan keputusan yang diambil Namjoon. Lelaki dengan hormone remajanya, yang suka seenaknya mengambil keputusan tanpa meminta saran dari orang yang paling dewasa. Ia ingin sekali memarahi Jin, namun kondisi mentalnya belum pulih. Sebagai dokter ia paham, dan mungkin ia butuh waktu untuk bisa membahasnya.

"Baiklah. Aku mintaa maaf jika kau tak mau membahasnya. Tapi kupastikan kau harus mempertimbangkan untuk membicarakan ini lebih lanjut pada pertemuan lainnya."

"Eh?" Masihkah ia mau bertemu dengan orang hina sepertiku ini?

"Aku bukan seorang ahli psikologis, tapi aku juga bertanggung jawab dengan siswa-siswaku." Namjoon tersenyum hangat. Belum pernah ada seorang Alpha yang mau tersenyum seramah itu pada seorang mahluk rendahan sepertinya. Mungkin ia harus menarik perkataan bahwa 'semua Alpha itu sama saja'.

"Lalu apa yang ingin kau ceritakan?"

Namjoon melesu pandang. "Ini tentang Taehyung."

"Anak muda yang menghilang itu?"

"Ya. Sebenarnya bukan aku saja yang Omega di sekolah itu.

Taehyung juga salah satunya."

Namjoon melompat dari posisi duduknya, gebrakan tangan di atas meja membuat semua penghuni resto terlonjak kaget.

"TAEHYUNG OMEGA!?"

Jin shock dengan respon mendadak tersebut. "HYUNG! Turunkan suaramu!?"

Menyadari hentakannya yang tak disengaja, Namjoon pun segera membungkuk maaf pada sekitarnya, dan kembali duduk dengan tenang. Mencoba menanggulangi kepanikannya.

"Ba—bagaimana bisa? Apa ia melakukan hal sama sepertimu?"

"Tidak. Ia tak akan berbuat senekat itu. Maka itulah aku kemari. Aku tak ingin ia berbuat hal yang sama sepertiku.

Ia tak bersalah, Hyung. Ia tak tahu apa-apa. Sebelumnya ia hanya seorang Beta yang tak berdosa. Lalu ia terkena penyakit, yang membuat dirinya memiliki feromon Omega."

"Tunggu, apakah penyakit itu semacam PMDS*"?

Namjoon garuk-garuk tengkuk. "Eum, entahlah aku lupa."

"Baiklah, ini berarti sudah menyangkut kesehatan. Lalu apa yang sekarang kau khawatirkan?"

Namjoon kala itu bimbang, ia sebenarnya kehilangan harapan karena ia tak tahu harus berbuat apa untuk bisa menemukan kembali Taehyung.

Namun dia punya satu tujuan lain. Akankah Namjoon bisa membantu?

"Aku harus segera menemukan Taehyung. Karena aku tak mau terjadi apa-apa padanya. Tapi kondisinya tidak boleh sampai tahu oleh siapapun." Seokjin pun mengikuti kata hatinya. Ia memegang tangan Namjoon, dengan tulus ia berharap. Menaruh kepercayaan pada Alpha baik sepertiny mungkin bisa membantunya. Ia tak punya siapapun kecuali sang Dokter. "Dan juga, kita harus menemukan mate nya."

"Mate?! Taehyung sudah…. Di marking?!"

Jin mengangguk. Ia begitu rapuh membayangkan pemuda yang ia anggap teman dekat itu telah ditandai di belakang lehernya.

"Kurasa ini sulit. Kita tidak punya Taehyung untuk bisa mencari tahu mate nya."

"Aku yakin mate nya adalah orang dalam."

Namjoon yang sedang konsen dengan banyak spekulasi , tergerak dengan pernyataan Seokjin. "3 hari ia sempat tidak masuk. Sebelum 3 hari ia absen, ia bersamaku dan ia belum di marking. Namun setelah kujenguk, aku melihatnya berada di masa heat setelah di marking. Yang berarti, pada hari pertama selama ia absen, ada seseorang yang telah mengigitnya.

Aku telah bertanya pada Ibunya, dan mengatakan bahwa terakhir Taehyung tidak kemana-mana selain pulang dari sekolah dalam keadaan kacau. Kemudian ia tidak mau ke sekolah sama sekali. Taehyung tidak pernah berkunjung kemana pun selain pulang ke rumah karena ayahnya yang disiplin. Selama ia menjadi omega, tak pernah ada yang berusaha menyentuhnya.

Aku yakin salah satu Alpha di Sekolah… Mereka lebih kejam dari Alpha manapun di luar sana."

Namjoon hanya bisa terbengong-bengong dengan pernyataan panjang pemuda cantic itu. Begitu telatennya Seokjin sampai diulik kejadiannya begitu dalam. Apakah ini semacam ikatan sesama Omega?

"Bagaimana bisa.."

"Aku mungkin belum di marking, Hyung. Tapi ia adalah Omega, ia sudah kuanggap seperti adikku sendiri."

Namjoon hanya bisa mengulas senyumnya. Ia benar-benar melihat diri Jin yang begitu luar biasa peduli kepada anak itu seperti ada ikatan darah di antara mereka. Omega benar-benar luar biasa.

"Tenang saja, semuanya akan baik-baik saja. Aku akan melakukan yang terbaik. Kalau perlu, ku interogasi semua Alpha di satu sekolah."

Jin mengekeh, dokter di hadapannya ini sungguh bijaksana sekaligus lucu.

Drrrt Drrtt

"Oh ada satu lagi yang ingin konsultasi." Namjoon mengeluarkan HP nya.

Jin cukup penasaran dengan siapa yang dimaksud selain dirinya. Bukankah telepon masuk itu hanya menganggu pertemuannya dengan Namjoon?

"Oh ya, ia akan kemari juga. Kau mau ikut konsultasi dengan salah satu muridku?"

"Eum, tidak usah. Sepertinya aku pulang saja." Seokjin mengangkat tasnya. Ia membungkuk sebagai tanda ijin pulang dan sebagai rasa hormatnya karena sunbaenya itu bisa memberikan rasa tenang untuk kebimbangannya.

"Sampai ketemu lagi, Jin."

"Sampai ketemu lagi, Namjoon hyung."

.

.

.

.

.

.

.

.

Kling Klang…

Namjoon pun mengedarkan mata pada pemuda di depannya, yang dengan raut wajahnya sama sekali tidak ramah.

Ia tersenyum pada laki-laki itu.

"Hoseok, kau sudah pulang rupanya? Duduklah. Apa yang ingin kau ceritakan?"

.

.

.

.

.

.

.

Seokjin nampaknya masih belum lega walaupun telah mengungkapkan permasalahannya pada si Dokter. Ia belum menemukan jalan keluar untuk bisa bertemu dengan Taehyung, dan bagaimana ia bisa menemukan mate nya.

"Jika mate nya ditemukan, apakah dijamin ia mau mencari Taehyung juga?" Seokjin menghembuskan nafas dengan rasa gelisah. "Orang itu pasti brengsek."

Langkah kakinya kemudian terhenti pada gapura dengan ucapan 'selamat datang'. Entah kenapa ia ingin sekali mendatangi tempat ini. Jika kau melewati gapura itu dan berjalan lebih dalam, kau menemukan dunia baru. Dunia terang. Namun sarat kegelapan.

Distrik Prostitusi terbesar di Korea itu akan selalu dibuka pada malam hari. Para Omega, se kaum nya Seokjin, pasti berkumpul disana.

Namun, hanya seorang Seokjin yang tak akan mau repot-repot untuk bergabung kesana. Ia tak bermaksud menganggap bahwa mereka semua adalah mahluk kotor. Itu hanya jejalan nama dari orang-orang tak punya hati, atau dirinya sendiri yang suka rendah diri dan suka terima kenyataan.

"Aku harap Taehyung tidak berada disini." Ungkapnya.

Kemudian ia mengecek jam tangannya, dan hari telah menjelang siang. Suasana sudah sangat panas.

"Kenapa aku penasaran dengan murid yang konsul dengan Namjoon hyung?" gumamnya.

Tak lama, langkah kakinya pun berputar ke arah yang berbeda dari tujuan awalnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Hap

Taehyung meminum semua obat nya. Obat pengendali heat nya, serta obat penahan. Entah kenapa tubuhnya mulai membuat beberapa penolakan setelah disetubuhi beberapa clientnya beberapa hari ini. Jadi dia butuh 2 obat itu setiap kali setelah melakukannya.

Walaupun ini sangat merepotkan. Pasalnya Jeonghan tidak memberikannya secara gratis. Obat-obat itu diberikan jika Taehyung berhasil membuat clientnya puas dan membayarnya. Sebagian uang yang ia dapatkan barulah bisa mendapatkan dua obat itu, yang harganya tak main-main untuk seorang anak sekolahan yang masih dikasih uang jajan oleh orang tuanya.

Ia lalu bangun dari ranjangnya. Tubuhnya sakit semua setelah semalaman diperlakukan kasar. Ia mungkin tak sadar karena heat mengambil kesadarannya saat melakukan mating. Ia sering lupa diri.

Tapi setelah keesokannya, ia sudah bangun dalam keadaan sakit semua tubuhnya. Ia tak terlalu peduli sekarang. Goals nya selama menjadi pelacur di distrik pelacuran ini, adalah menjadi Omega nomor 1. Jeonghan bilang Omega Marking sangat laku, maka peluangnya untuk menjadi yang teratas terbuka lebar.

Dia memang bisa tak sadar diri kalau sudah berhasrat menjadi yang paling atas.

"Kau baik-baik saja?"

Taehyung yang keluar kamar, disambut seorang gadis yang sudah dandan menor di wajahnya, tapi masih pakai piyama.

"Kelihatannya kau kesakitan begitu."

Tentu saja. Kemarin habis gulat. Taehyung saja sampai merintih berkali-kali pada bokongnya, setiap kali ia melangkah kaki.

"Lami, kau merokok?" ucapnya pada gadis berumur di bawahnya. Anak itu tidak terlalu peduli jika harus kena ceramah dari rekan kerjanya itu. Ia menghisap saja dengan bebas , batang rokoknya.

"Kenapa? Semua orang di distrik ini, tidak kenal aturan dilarang merokok. Bahkan untuk anak seumuranku."

"Ba—baiklah, terserah kau." Taehyung hanya tidak ingin berdebat panjang karena ia kurang mood dalam keadaan sakit-sakitan. Ia memilih untuk duduk di sofa ruangan tersebut yang hanya diisi mereka berdua.

"Aku suka heran dengan Omega marking. Kenapa mereka harus rela menjual diri jika bisa memiliki keluarga kelaknya?" ucap gadis itu sambil menambahkan bubuk bedak pada pipinya.

"Aku tak ingin punya keluarga. Jika suamiku brengsek, dan anakku lahir dari darahnya."

"Sakit hati ditinggalkan, huh? Itulah sebabnya kau pasrah dibawa kemari?"

"Tidak juga. Aku semakin suka tempat ini, karena aku lebih bebas bertemu dengan orang-orang senasib. Aku tak perlu bersembunyi dari orang-orang yang hanya baik karena melihat dari kasta ku." Taehyung bersandar. Kepalanya mendongak kea rah langit-langit ruangan untuk menentramkan pikiran. "Menjual diri adalah bayarannya jika aku mau sebebas itu."

"Kau tahu kenapa aku berada disini?"

Taehyung menoleh. Gadis itu masih sibuk saja merias diri.

"Ibuku menjualku karena ayahku hampir memperkosaku."

Taehyung sontak terkejut. Ia tak bisa menahan rasa prihatinnya akibat mendengar pernyataan itu.

"Jeonghan-ssi, mungkin terlihat licik. Tapi, ia menerimaku dengan tangan terbuka. Tidak sebagai barang, melainkan keluarga. Ia tahu bahwa ibu dan ayahku sama jahatnya, maka ia rela mengeluarkan semua uangnya untuk menerimaku. Ia sangat cerdik dalam menambah omega di bisnisnya tanpa harus keluar uang. Tapi ia melakukannya padaku.

Ia tidak memperkejakanku sampai aku sendiri yang memintanya. Umurku 14 tahun, baru setahun lalu aku menjual diri. Ia tak bisa berbuat banyak, karena memang ia membeliku juga bukan untuk dianggurkan, dan aku tak mau merepotkannya. Ia punya bisnis, dan dia punya aku. Aku harus masuk ke bisnisnya.

Aku yakin, ia pun sengaja berbuat demikian, mengancammu agar berada di bisnisnya. Karena kau sendiri tak punya siapapun yang peduli, bahkan teman dan keluarga. Maka ia pun 'memaksamu' menjadi bagian dari kami, karena ia peduli dengan orang-orang seperti kita yang kehilangan tujuan hidup. Maka, kami para Omega setidaknya mendapatkan rumah, keluarga, teman, dan pekerjaan. Walaupun begitu kotor."

Taehyung merasa rumit memikirkan kembali makna hidupnya yang sempat dianggap 'tercoreng' akibat terpaksa masuk ke bisnis ini. Sebegitu menderitanya para Omega. Mundur beberapa tahun ketika ia masih Beta seutuhnya, ia tidak pernah peduli untuk memikirkan jalan hidup Omega yang tak ada sangkut paut dengannya.

Kini ia merasa menyesal, bahwa ia tak peduli. Tuhan mungkin mempergunakan 'caranya' agar Taehyung bisa lebih dalam memahami keberadaan Omega di antara manusia lainnya.

"Jadi yang ingin kukatakan. Kita Omega atau bukan, sama saja. Kita harus bekerja sebaik mungkin tanpa harus menyerah. Karena ini jalan kita. Tak bisa ditebak sebaik apa hidup kita kelak. Mungkin saja hidup kita yang seperti ini malah yang terbaik."

Taehyung tersenyum. Ia merasa bahwa sekurang ajarnya Lami memperlakukannya karena ia masih kecil, gadis itu ternyata bisa bersikap jauh lebih dewasa.

"Oh ya Yoongi kemana, ya? Dari tadi tidak kelihatan."

Lami mengendik bahu. "AKu tidak tahu kemana. Kayaknya sih lagi kencan."

Taehyung berkerut dahi. Apa jangan-jangan dengan kenalan yang dianggapnya 'bocah' itu? Bukankah beberapa hari ini mereka jad sering ketemuan?

"Apakah seorang Omega yang prostistusi boleh berkencan dengan pelanggannya?"

"Boleh saja. Menikah saja boleh. Asalkan mereka punya komitmen. Dan partnernya bukan tipe posesif, alias, menerima saja pasangannya bekerja demikian."

"Eum.. jadi Omega yang bekerja sebagai pelacur pun dibebaskan pergi dengan pasangan seumur hidupnya?"

Lami kemudian membalas pandang pada Taehyung. Ia mengukir senyum. "Hanya berlaku untuk bisnis yang dibina Jeonghan-ssi. Kau beruntung tidak ditangkap pemilik bordil lain, Taehyungie~"

.

.

.

.

.

.

.

.

"Jadi kau ingin bilang, kalau kau tak sengaja marking seorang Omega?"

Hoseok menekan kening. Ia tertekan. Dirinya dibuat khawatir sejak beberapa hari lalu berada di luar negeri. Ia tak bisa konsentrasi pada acara pelamaran. Ia bahkan melarikan diri, ia bahkan bertengkar dengan ayahnya..

Semuanya karena anak bernama Taehyung terus menghantuinya, entah di dunia nyata, bahkan sampai ke mimpi. Satu-satunya cara adalah mencari bantuan pada orang yang lebih paham masalah ini.

"Bagaimana kau bilang 'tak sengaja', Hoseok?! Ini masalah besar." Namjoon tidak bisa mengendalikan diri untuk memarahi muridnya itu seperti memberi nasihat pada anak sendiri.

"Aku hanya terikut arus. Pengaruh feromonnya sangat besar. Aku tidak kuat menahan diri, dan langsung mengigitnya yang tidak memakai pelindung leher."

Namjoon mendecih. "Dasar anak remaja sekarang. Terlalu cepat bertindak dan tidak berpikir dulu."

Hoseok merasa kacau. Ia yang selama ini bersikap sok kuat, menjadi sangat rapuh. Ia membenam diri ke dekapan tangannya, ia rasanya ingin memarahi diri terus menerus.

"Apa yang harus kulakukan?! Aku benar-benar merasa bersalah. Kukira ini tak akan menjadi masalah besar."

"Tentu saja ini masalah besar bodoh. Anak remaja seperti kalian itu masih kurang edukasi sampai kalian dewasa, makanya kalian sangat rentan karena mudah terpengaruh."

Namjoon pun melengah nafas, ia pusing sendiri kenapa konsultasi yang begitu ramah tamah seperti yang dilakukannya dengan Seokjin sebelumnya bisa berubah jadi merepotkan karena Hoseok.

"Jadi, siapa yang kau marking? Mungkin kau bisa menemuinya, dan bertanggung jawab."

"A—aku bertanggung jawab?"

Namjoon pun malas menanggapi. Dia alpha, tapi otaknya setengah kalau urusan 'tanggung jawab'.

"Mau tak mau. Karena kalian sudah saling menyegel bukan? Dan kau sendiri adalah fated pair nya. Makanya kau tidak bisa melupakannya. Omega yang di marking itu sensitive. Tanpa mate nya, tubuh mereka lemah."

"Apa yang harus kulakukan? Menikahinya?"

"MEMASAKNYA! Ya tidaklah! Kau temui saja dia dulu! Komitmen menikah itu bisa jadi urusan kalian berdua. Yang terpenting kalian harus selalu Bersama, karena kalian saling membutuhkan. Kau sebagai mate nya, seharusnya melindunginya. Itu yang Omega perlukan dari pairingnya."

Hoseok pun membenturkan kepalanya tepat ke atas meja. Ia merasa hilang arah. Kenapa jadi begini? Ia tak ingin berpasangan dengan seseorang yang bahkan tidak dikenalnya, tidak dicintainya? Tapi dokter andalannya ini bilang, bahwa mereka 'fated pair', yang setaunya, bahwa mereka sudah ditakdirkan. Apalagi terlanjur menandainya.

Mau tak mau ia harus ikut-ikutan suruhan si Dokter.

"Jadi siapa sebenarnya yang kau marking?" Namjoon pun kembali bertanya dengan serius.

Hoseok hanya bisa menelan ludahnya sendiri dengan takut. Apa mengungkapkan nama pairingnya sendiri bisa dianggap kriminalitas? Ia sudah tak rela jadi ayah di usia muda, maka ia juga tak rela masuk penjara di umur sebelia ini.

"Tae—

Taehyung?"

Mata Namjoon membeliak lebar. Nafasnya sampai tercekat sendiri, lebih kaget daripada mengetahui anak tampan ini sudah terlanjur marking seorang omega.

Tae—Taehyung..

Ia pun akhirnya menemukan jawabannya.

HAP

Suasana yang rada tegang itu tiba-tiba diperburuk dengan seseorang yang tak lama ikut ke percakapan. Tangannya mencengkram paksa kerah Hoseok hingga tubuhnya terbanting ke lantai.

"Seokjin!?" Namjoon mencoba untuk menenangkan Jin yang kembali dalam keadaan murka. Ia mengamuk seperti banteng, ia siap menginjak, menendang, menghancurkan tengkorak Hoseok dalam sekali pukulan.

Namjoon tak mengira Seokjin bisa mendengarnya lebih dulu. Ia mengira, masih punya waktu untuk menyembunyikan rahasia ini perlahan-lahan. Ia seharusnya sudah siap dengan kemungkinan buruk seperti ini.

"Tenanglah! Menhajarnya hanya akan menghilagkan kesempatan kita untuk menemukan Taehyung!"

Suara teriakan Namjoon sampai ke telinga Hoseok yang merintih kesakitan.

Menemukan Taehyung?

"Di—dia kemana?"

Seokjin tidak mereda amukannya walaupun sudah dipegang Namjoon. "Kau masih peduli padanya, Brengsek!? Kau bahkan tak tahu tentang keadaannya!?"

"Aku tak tahu! Aku hanya—" Hoseok hilang arah. Ia tak bisa mengungkap apa-apa, karena ia tak punya petunjuk apapun. Ia bingung, sangat bingung. Apakah kepergiannya selama ini, mengubah banyak hal?

"Tenang Seokjin. Selama ini ia ke luar negeri. Ia pun tak tahu apapun. Ia terlambat menyadarinya. Ia baru pulang, dan membahasnya bersamaku. Ia akan menyesalinya.." ucap Namjoon mencoba menjinakkan Seokjin.

"Tidak hyung." Hoseok berani menanggapi ucapan Namjoon barusan. Ia bangkit. Tubuhnya lunglai dan wajahnya pasrah. Dua orang dihadapannya sama-sama memperhatikannya untuk memahami apa maksud ia berbicara begitu.

"Aku bukan 'akan' menyesalinya. Aku sudah menyesalinya.

Ia pasti pergi karena aku sudah mengotorinya. Aku paham, dan aku akan mempergunakan sisa umurku untuk bisa bertemu dengannya lagi."

.

.

.

.

.

.

5 hari kemudian…

BLEGHH

"Taehyung!" Lami membawakan sebuah baskom dengan tergesa-gesa ke dekat pemuda itu yang begitu susah payah mengeluarkan segala isi perutnya yang menganggu. Taehyung terus muntah-muntah, ia mengerang kesakitan di sekujur tubuhnya. Rasa panas menggeliat, rasa menusuk nusuk di perutnya

Sungguh menyakitkan!

Yoongi dan lainnya ikut membantu. Mereka memenuhi ruang kamar itu dengan serba kepanikan.

"Selimuti dia!" Yoongi menyerahkan selimut ke salah satu Omega. Ia segera merengkuh Taehyung yang tiada berhenti merintih. Mereka tidak merasa keberatan untuk melindungi Taehyung agar pemberontakannya tidak semakin menjadi.

"Kau sudah hubungi Jeonghan?!" Yoongi berteriak pada salah satu Omega yang masih sibuk dengan teleponnya. Ia diberi petuah untuk menghubungi pemilik mereka itu, yang sangat sulit dihubungi sehabis melakukan bisnis keluar. "Jeonghan akan segera datang 5 menit lagi!" ucap salah satu pemuda pelacur itu dengan gegabah.

Yoongi gigit jari. Matanya nanar melihat pemandangan di hadapannya. Pemuda manis yang sedang memperjuangkan hidupnya sedang berada di ambang. Seperti maut menjemputnya. Ia terengah-engah tak karuan, berteriak minta tolong karena kesakitan. Sedangkan ia tak bisa berbuat apa-apa, hanya sekedar menonton.

Ia belum pernah mengurusi seorang Omega Marking dengan kejadian seperti ini. Ia takut perlakuannya hanya akan semakin menyakiti bocah malang tersebut.

"Brengsek!" Yoongi menggertak karena ia merasa sangat bodoh. Ia mengutuk diri karena semua ini berawal dari kesalahannya. Ia menyesal berat, ia ingin meninju diri sendir.

Tapi ia tak punya waktu untuk itu. Ia sibuk menyelamatkannya jika masih bisa.

BRAK

"Taehyung!?" Jeonghan berteriak tegang melihat keadaan salah satu Omega nya meringkuk di ranjang dengan keadaan yang memprihatinkan. Para keryawannya memenuhi kamar itu, memang taka da waktu untuk membuka bisnis hari ini.

"Apa yang terjadi!?" Jeonghan mendekat pada Taehyung dan ia yang kali ini merengkuh Taehyung yang menggeliat kesakitan. Tubuhnya menunjukkan penolakan kuat.

"Kemarin…" Yoongi. Suaranya bergetar saat ingin menjawab. Apakah ia tega mengungkapkan semuanya?

"Kemarin seorang client mabuk, di—dia.."

"Apa.. Jangan bilang!?" Jeonghan memperhatikan Taehyung yang menangis keras karena tak kuat. Perutnya seperti di tempa besi panas.

"Taehyung!? Client terakhir mu itu melakukannya!? Dia tidak pakai pengaman!?"

Taehyung tidak bisa berpikir untuk membayangkan kejadian tadi malam lagi. Ia merasa terpukul, sekaligus kesakitan. Ia langsung mengangguk kasar, sambil mengigit pakaian Jeonghan untuk menahan perihnya.

"Bangsat! Tubuhnya tentu mengalami penolakan.."

Tak lama Jeonghan mengumpat keadaan , tubuhnya yang ia rengkuh itu pun tiba-tiba tenang. Tak ada pergerakan.

"Taehyung?" Jeonghan memperhatikan seonggok tubuh lemah itu di dalam pelukannya perlahan=lahan. Ia mendongakkan kepala yang bersembunyi pada dadanya.

Kepalanya terjatuh, wajahnya pucat,

ia tak sadarkan diri.

"KYAA! TAEHYUNGIE!?"

Semua orang riuh di dalam ruangan itu karena melihat keadaan Taehyung yang terlihat seperti mayat hidup.

"PANGGIL AMBULAN!"

.

.

.

.

.

.

.

.

Suara gebrakan pun menyentakkan semua orang di dalam ruangan pribadi tersebut. Taka da yang berkutik, mereka semua menunduk dengan tak berani.

"Ini sudah 5 hari dan kalian bilang tak berhasil menemukannya!?"

Hoseok tak bisa membendung rasa emosinya. Seluruh bawahan yang dikerahkannya sudah cukup banyak untuk mengitari seluruh Korea untuk mendapatkan informasi seputar Taehyung, tapi tak ditemukan juga.

"Kalian ini becus gak sih kerjanya!? Atau di belakangku, kalian cuman bisa tidur-tiduran!?'

Melihat semua bawahannya malah tak merespon, membuat Hoseok hilang kesabaran.

"Baiklah, jika kalian semua tak bisa menemukannya. Biar aku yang mencarinya!"

"Tu—Tuan Muda!?"

Hoseok tidak menggubris penahanan para bawahannya. Mereka merasa bertanggung jawab untuk melindungi Hoseok karena ia adalah putera dari Bos mereka. Namun disayangkan, tuan muda mereka tersebut seringkali tak mendengar hardikan mereka.

Demi Kim Taehyung, dan sumpahnya lah yang membuatnya nekat untuk keluar rumah dan mengemudikan mobilnya sendiri tanpa ingin ditemani siapapun. Ia bermaksud akan berkeliling sendiri mencari Taehyung.

Mobil sportnya melaju, ia menatap ke spion, para bawahannya tampak was was dari kejauhan. Entah sikap protektif mereka akan membuat mereka menyusuli Hoseok atau tidak.

"Persetan dengan kalian." Ucapnya yang sudah tak bisa menolelir siapapun yang berusaha menghalanginya. Jika itu pun harus orang tuanya sendiri.

Drrrttt Drrttt

HP nya berdering hebat. Ia dapati kontak yang tertera dari seseorang yang ingin ia jauhi.

Ayahnya.

Ia lekas menekan tombol radio di mobilnya dengan volume cukup keras. Ia tak mempedulikan suara manapun kecuali konsentrasinya mencari Taehyung dimana pun. Taka da yang bisa menganggunya. Bahkan lampu merah ia sangat ingin terobos.

Namun, ia tak mendengar suara klakson yang berbunyi di sisi kirinya, di perempatan padat kendaraan tersebut. Mobilnya pun terus menerobos menghiraukan lampu merah, dan mobil lainnya ikut di sisi lain sudah terlanjur melintas.

.

.

.

.

.

.

.

"OUCH!"

"Ah akhirnya kau sudah sadar."

Mata Hoseok yang terbuka, langsung menghadapkannya dengan seorang dokter dan perawatnya yang sedang merapihkan peralatannya. Beliau yang begitu ramah padanya, Hoseok sama sekali tidak merasa aman.

"Aku di rumah sakit?" ucapnya ketika ia mengawasi sekitar. Ia pun sudah di obati luka-lukanya di tangan, kepala, dan kaki.

"Ya, kau mengalami tabrak mobil. Untung saja tak ada luka yang serius."

Hoseok yang memastikan bahwa taka da masalah dalam tubuh nya pun, langsung bangkit dari ranjang untuk meneruskan penelusurannya. Namun Dokter langsung mencegat,

"Kau mau kemana?"

"Tentu saja pergi dari sini. Aku baik-baik saja, kan?" balas Hoseok kesal. Jangan sampai dokter ini membuang waktunya.

"Kau tidak ingin istirahat dulu? Mungkin kau mengalami shock parah?"

"Shock yang lebih parah adalah ketika aku kehilangan mate ku. Jadi enyahlah!" Hoseok menepis pegangan yang menahan di pundaknya. Ia tak peduli dokter sekalipun berusaha untuk mencegah penyelidikannya. Ia lupa diri dengan segala hal kecuali tentang Taehyung.

Walaupun langkahnya rada terseok, dan masih ada rasa nyeri di beberapa bagian tubuhnya, itu tidak menjadi masalah besar. Ia malah memilih untuk keluar dari rumah sakit lebih cepat. Berjalan menelusuri Lorong demi menemukan pintu keluar.

"Kenapa ada gerombolan omega disini?"

Hoseok sontak menghentikan langkahnya.

"Apa tidak berbahaya? Jika mereka kena heat bagaimana?"

Hoseok menoleh, dan mengamati pasangan yang membicarakan sesuatu. Ia pun menggeret kakinya yang nyeri menuju pasangan tersebut.

"Permisi."

Pasangan itu berjengit kaget.

"Gerombolan omega dimana?"

Mereka berdua saling tukar pandang. Apa hubungannya lelaki terluka ini dengan segerombolan omega yang mereka lihat?

"Di lantai dua. Unit Gawat Darurat." Si Wanita yang menjawab duluan, sambil unjuk ke anak tangga di sebelah mereka.

Hoseok tidak perlu berterima kasih, dan langsung menuju ke lantai dua melalui tangga yang diarahkan. Kalau tidak salah berintuisi, maka ia akan langsung menemukan seseorang yang dirindukannya.

.

.

.

.

.

.

.

"Keadaan pasien sudah mulai membaik." Dokter berbicara demikian pada Jeonghan dan para Omega yang berkumpul di depan ruangan. "Namun, ia sepertinya mengalami shock parah, sehingga ia belum sadarkan diri. Jika ia sadar nanti, mungkin dia akan mengalami sedikit trauma. Jadi biarkan ia sendiri untuk sementara waktu."

Jeonghan dan yang lainnya melengah nafas. Setidaknya dokter mengungkapkan keadaan Taehyung sudah membaik saja, telah membuat mereka merasa lega ingin mati.

"Terima kasih Dokter."

Dokter itu pun berlalu.

Jeonghan dan lainnya kemudian kembali duduk di bangku tunggu, berharap sebanyak-banyaknya demi kepulihan Taehyung.

"Apa kita harus menunggunya?" Lami yang mempertanyakannya. Ucap gadis muda itu ditolak Jeonghan.

"Dokter bilang , ia perlu sendiri sementara waktu. Kita biarkan ia istirahat, besok sebagian dari kita yang menjenguk." Jeonghan menyandarkan kepala, ingin istirahat. Dia Lelah. "Lagipula kalian semua Omega. Kalau kenapa-kenapa, seluruh rumah sakit ini yang repot."

"Kita pulang saja dulu, berdoa yang terbaik untuk Taehyung. Besok biar aku dan Jeonghan yang jenguk. Sisanya bisa jenguk lain hari." Yoongi pun memberikan rasa tenang untuk rekan-rekannya yang lebih muda. Mereka menyanggupi, karena memang mereka lebih pantas jenguk Taehyung duluan. Mereka adalah guru sekaligus penjaga Taehyung selama bekerja di distrik pelacuran mereka.

Jeonghan dan Yoongi pun menuntun semua rekan-rekannya tersebut untuk pulang. Meninggalkan ruangan itu , dan penghuninya tertidur tenang.

Yoongi tiba-tiba berhenti langkah.

"Ada apa Yoongi?" tanya Jeonghan yang menyadari keanehannya.

"Ti—tidak apa-apa, aku seperti merasa diawasi seseorang." Ungkapya ketika ia melihat ke sekeliling. Tidak ada yang mencurigakan.

"Cepatlah kita pulang." Jeonghan memaksa, menyuruh Yoongi segera menyusul.

.

.

.

.

.

.

Dokter itu berjalan menyusuri Lorong setelah menyelesaikan laporan nya terhadap para pendamping pasien tadi. Ia ikut merasa prihatin ada seorang Omega marking yang dibuahi selain pairingnya.

"Dokter!"

Dokter tersebut mengalih pandang pada Hoseok yang langsung mendekatinya. Keadaannya sangat kacau, tapi ia terlihat antusias dengan sesuatu.

"Dokter, apa pasien di ruagan tadi bernama Kim Taehyung?"

Dokter itu hening sesaat, ia mengamati Hoseok.

"Anda siapa nya pasien?"

Hoseok tampak ragu menjawab. "A—aku adalah mate nya."

Dokter tersebut terkejut dengan keberadaan Hoseok yang mengaku menjadi mate nya. Bagaimana bisa?

"Apa yang terjadi dengannya, Dokter?!" Hoseok memaksa dokter tersebut untuk memberikan informasinya. Dokter itu pada awalnya ragu berbagi infonya, namun ia merasa harus melakukannya. Bagaimana bisa mate nya sendiri tak tahu keadaan pasangannya semiris ini?

"Dia mengalami penolakan tubuh."

"Kenapa?!"

"Ia sedang mengandung janin. Janin itu terbentuk dari sperma yang dibuahi selain mate nya. Tubuhnya sontak mengalami penolakan.

Lagipula ia masih sangat muda, tubuhnya tidak bisa menahan control. Maka ia tak sadarkan diri."

Hoseok yang mendengar berita itu, langsung jatuh terduduk. Tungkainya lemas. Rasanya hidup menjadi terenggut dalam sedetik. Ia seperti kehilangan nyawa ketika mengetahui Taehyung disentuh orang lain selain dirinya.

Sebodoh inikah dirinya?

"Tuan?! Anda baik-baik saja?!" Dokter itu menyambut, meminta Hoseok kembali berdiri.

"Apakah ia bisa kutemui?"

Dokter itu tampak tak tega dengan ekspresi pemuda itu yang begitu pucat mendapatkan informasi ini. Pemuda yang malang, pasti ia pun kaget dengan pemberitahuan ini yang baru diketahuinya.

"Bi—bisa. Tapi, ia sedang istirahat."

"Ijinkan saya menemaninya. Saya mate nya, harus selalu ada di sampingnya."

Hoseok mengucurkan air mata. Ia tak bisa membendung rasa kecewa pada diri sendiri. Hatinya mengilu mengingat keadaan pasangannya itu yang ia biarkan begitu saja.

Mau tak mau Dokter itu membiarkan Hoseok menemui pairingnya yang tak berdaya.

Hoseok berlari sekencang mungkin untuk masuk ke ruanga menemui lelaki malang itu. Ia tak akan lagi mengulangi perbuatan yang sama. Tak ingin ia berpisah dengan Taehyung lagi, sekalipun ia ditolak mentah-mentah.

Cklek

.

.

.

.

.

.

Mata sembab itu akhirnya terbuka. Ia melihat ke sekitar, keadaan yang samar-samar dari lampu yang disengajakan dengan intensitas rendahnya. Sejuknya ruangan, kesendiriannya, infus yang digunakannya.

Ia sadar, ia tidak berada di 'rumah'.

Lelaki malang itu kemudian berusaha bangun dari posisi tidurnya. Ia mengusap perutnya yang tak enak. Seperti ada sesuatu di dalamnya, yang belum siap untuk ia terima.

Ia lalu bangun, beranjak dari ranjang. Menyeret tiang infus bersamanya. Menuju sebuah bangku yang menatap ke jendela luar. Ia buka gordennya, sinar mentari langsung memancari wajahnya. Suasananya hangat, indah, dan ia berusaha menikmatinya.

Ia duduk di salah satu bangku, mata nya yang berpandangan dengan sinar mentari tidak menyirat arti apapun. Kosong, Taehyung tidak berpikir apapun pada si Mentari. Ia hanya ingin diam saja, merutuki keadaan yang begitu memilukan ini. Yang sudah merenggutnya, cita-citanya, impiannya.

Semuanya berakhir. Ia tidak punya apa-apa lagi.

Cklek

Suara terbukanya pintu, tidak ia gubris. Ia masih senang menatap kosong mentari. Ia masih ingin menikmati buaian hangat yang dirasakannya, ia tak peduli apapun.

Namun sayup-sayup suara didengar telinganya, bisakah ia menolak untuk mendengar ucapan siapapun itu yang baru saja masuk ke kamarnya?

"Taehyung."

Oh, siapa itu? Taehyung tak merasa ingat dengan suara itu….

"Aku minta maaf."

Maaf? Maaf apa? Taehyung merasa tidak pernah mendapatkan kesalahan..

"Ini semua salahku sehingga kau menjadi seperti ini."

Taehyung tak memberi respon. Ia tersenyum pada mentari, seperti dunia ini hanya milik mereka berdua.

"Aku berjanji aku akan bertanggung jawab. Aku tak akan meninggalkanmu lagi."

BRAK! KLANG!

Hoseok kaget melihat respon Taehyung yang langsung menerjang sekitarnya. Ia bahkan menendang jatuh tiang infus, hingga tangannya yang tertusuk bercucuran darah. Namun lelaki malang itu tidak merasa sakit sama sekali.

"PERSETAN DENGANMU! Kau meninggalkanku dan merenggut masa depanku! Seenaknya kau bicara ingin bertanggung jawab setelah hidupku terlanjur dikotori seperti ini!?"

Air mata Taehyung bertumpah ruah, ia menggertak gigi. Ia marah sambil menangis, atau ini hanyalah ketahanan emosinya yang sudah sangat rapuh. Ia menepuk perutnya berkali-kali.

"Aku mengandung anak, orang lain. Bukan dari mate ku. Bukan dari pria brengsek sepertimu!"

Ia lalu jatuh meringkuk, sembari memeluk lutut. Dirinya merasa ketakutan, dia dihantui banyak hal yang tak ingin ia bayangkan.

"Aku tak ingin punya keluarga." Ia terisak, matanya kosong menatap karpet yang dipijakinya. Otaknya berputar-putar kalimat yang sama. "Aku tak ingin punya keluarga. Aku tak ingin punya keluarga."

Hoseok mendekap mulutnya. Benar kata dokter, traumatisnya merenggut kesadaran Taehyung. Pemuda yang ia temui pertama kali, yang terlihat rapuh. Semakin rapuh akibat perbuatannya.

Dia beta, dahulu.

Dia kini punya 2 kelamin.

Kenapa semua pernyataan orang-orang tentangnya tidak bisa membuat Hoseok membuka hati dan pikirannya agar mau melindungi Taehyung sedari dulu. Ia sakit, ia butuh seseorang untuk melindunginya. Dan harusnya itu adalah Hoseok, dan ia pun menyesal. Ia sangat menyesal.

Ia meminta pengampunan dosa dengan cara apapun.

"Taehyung." Hoseok berusaha mendekat. Ia ulurkan tangannya, berharap lelaki malang itu menyambutnya. Namun taka da respon. Taehyung meringkuk saja seperti kehilangan akal.

Hoseok yang begitu terpukul, mau tak mau berinisiatif sendiri memeluknya. Menghangatkannya dalam rengkuhannya. Menekan kepalanya di dadanya sendiri, turut merasakan apa yang dirasa lelaki malang tersebut.

"Ijinkan aku untuk menjagamu, dan anak ini. Beri aku kesempatan. Kali ini aku bersumpah tidak akan mengingkarinya. Aku akan melindungi kalian seumur hidupku, sepenuh jiwaku, bahkan dengan nyawaku. Aku bersumpah, Taehyung. Aku bersumpah."

Hoseok memeluk erat Taehyung, menangisinya. Air matanya terbubuh di pucuk kepala Taehyung tanpa sengaja. Ia seperti memiliki 2harta paling berharga yang tak ingin dicuri siapapun, makanya ia harus selalu membawanya.

"Apakah kau berjanji?"

Suara parau itu membuat Hoseok tersentak. Ia perhatikan wajah lelaki di pelukannya itu, yang menatapinya. Tak lagi kosong. Seperti masih ada segelintir harapan dituanginya melalui adu pandang di antara keduanya.

Hoseok tersenyum.

"Aku berjanji."

Taehyung seperti merasa nyawanya telah kembali. Ia membalas pelukan Hoseok, Hoseok membalasnya dengan ciuman di kening. Mereka saling berlindung, dan menjaga. Taka da siapapun, hanya mereka berdua.

"Aku ingin pergi dari tempat ini."

Hoseok mengamati wajah lemas lelaki rupawan itu dengan kekehan lembut. "Aku akan bawa kau pergi kemanapun. Bahkan ke ujung dunia. Aku bahkan benci tempat ini. Kau mau ikut denganku?"

Taehyung pun mengulas senyum.

Berarti, ia setuju.

.

.

.

.

.

.

.

.

Drrrrtttt Drrrttt

Aksi minum-minum di antara mereka terusik oleh deringan telepon.

Seseorang langsung mengangkatnya. Ia cukup terkejut dengan kontak yang tertera.

"Hoseok…"

Lelaki cantic yang sedang menyedot minumannya, hampir tersedak. "Dia lagi!? Apa maunya!?"

"Tenanglah, Seokjin. Biarkan aku bicara dengannya."

Seokjin sama sekali tidak senang dengan tanggapan itu. Bagaimana pun ia sudah tak sudi lagi berhubungan dengan lelaki yang sudah ia benci itu.

"Halo, Hoseok? Kenapa?"

Seokjin mengamati ekspresi Namjoon dengan penasaran. Ia harus tahu arah percakapan mereka hanya dari mengamati satu pihak. Apa yang mereka sedang bicarakan?

Tiba-tiba ekspresi Namjoon berubah masam, terkejut. Seokjin langsung mengambil kesimpulan paling tidak enak.

Setelah hubungan disudahi, Seokjin memaksakan diri untuk menanyakan arah pembicaraan mereka yang mencurigakan.

"Kenapa, Hyung?"

Wajah Namjoon kelihatan lemas. Ia merasakan sesuatu yang bercampur aduk, dan sulit mengungkapkannya pada Seokjin. Maka ia amati laki-laki di depannya, dan tersenyum lembut.

Ia hanya tak ingin Seokjin mengkhawatirkan anak itu lagi.

"Taehyung sudah ditemukan, dan ia baik-baik saja."

"Hah?!"

"Ia akan hidup bahagia Bersama Hoseok. Mereka berdua sudah Bersama."

"Hah!? Ba—bagaimana!?"

"Oh ya, kau mau kencan dimana lagi, Seokjin?"

Seokjin membeliak mata. Pipinya mendadak bersemburat merah.

Kenapa perasaannya jadi campur aduk begini?

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

HP itu kembali dikantonginya.

Hoseok kembali merentangkan tangannya, menyambut Taehyung untuk menidurkan diri ke dalam rengkuhannya lagi.

"Aku sudah menghubungi ibuku juga teman-teman omega ku." Ia menekan-nekan tuts di HP nya. Ia sudah lama tak menggunakannya, dan harus dipergunakan untuk masalah ini. "Mereka lega aku baik-baik saja, walaupun masih lumayan khawatir."

"Selama ini kau tinggal Bersama teman-teman omegamu?" ia menaruh dagunya di atas pucuk kepala Taehyung. Ia bermanja diri sambil ikut memperhatikan teks yang ditulis Taehyung di HP nya.

"Aku menjual diri."

Hoseok melengah nafas. Ia tak percaya malah hal itu yang harus didengarnya. Ia memeluk erat Taehyung seperti boneka. Sangat gemas. "Aww, Hoseok?"

"Jangan lakukan itu lagi. Aku akan menafkahi kalian mulai sekarang."

Taehyung tertawa melihat sikap bermanja Hoseok yang begitu berbeda dari awal pertemuan mereka. Alpha yang sedikit angkuh, misterius, hanya punya raut sok berkuasa. Namun hari ini, ia hanyalah seorang yang lemah lembut, penuh sayang , dan mudah luluh.

Apakah ini impiannya? Memiliki keluarga bersamanya?

Rupanya mimpi itu masih tersisa sedikit untuknya.

"Maukah kau menikahiku?"

Eh? Taehyung menatap Hoseok dengan bingung. Ucapannya sangat serius. Ekspresinya sedikit memohon.

Entah kenapa hatinya jadi berdegup tak karuan begini.

"Kau yakin? Kau mau menikah dengan Omega sepertiku? Orang tuamu?"

"Aku tidak ingat Alpha dilarang menikahi Omega?" Hoseok mencium pucuk kepala Taehyung penuh cinta. "Apa lagi yang harus kulakukan untuk memilikimu seutuhnya? Selain marking, dan menikahimu."

Taehyung luluh, ia bangun. Memeluk lelaki tampan itu dengan erat. Mereka berciuman setelahnya. Dunia hanya milik berdua, jika sudah membicarakan cinta. Hati mereka telah berpagut erat, selain dua bibir yang mesra menyentuh.

Menjadi Omega, tidaklah buruk, bukan?

"Ehemm…"

Mereka baru sadar mereka tidak hanya berdua di mobil itu. Keduanya mengakhiri ciuman mesra dan menatap pada supir taxi yang masih mengawasi dari bangku depan.

Hoseok dan Taehyung tertawa.

"Bandara Incheon, pak."

Kendaraan tersebut melaju tak terburu-buru, mengantar pasangan muda tersebut ke lokasi yang dituju. Membiarkan kemesraan dibawa sepanjang perjalanan.

.

.

.

.

.

The END


*Sekilas ilmu*

Ada 3 jenis obat :

Obat Pengendali : Obat yang digunakan Omega untuk mengendalikan serangan feromon yang keluar dari tubuhnya. Obat yang digunakan Alpha untuk mencegah terjadinya reaksi feromon.

Obat pemicu : digunakan untuk memicu feromon keluar.

Obat penahan : Obat untuk mencegah feromon keluar (obat ini tidak dijual bebas, dan mahal, serta rentan mengakibatkan kemandulan)

Profesi Dokter mendapatkan obat pengendali karena profesi ini menangani banyak orang terlepas posisi sexualnya. Agar tidak terpengaruh dengan reaksi lawan jenis, dokter selalu menggunakan obat ini. Ketahanan obat ini tidak berlangsung lama.

Fated pair disadari ketika di luar masa heat Omega dan Alpha mempu menciumi feromon mereka satu sama lain.

Alpha dewasa sudah bisa mengendalikan heat mereka. Mereka tidak mudah terpengaruh bau heat Omega. Alpha remaja masih cepat terpengaruh karena pubertas. Maka itulah Alpha dan Omega di masa sekolah tidak boleh dipersatukan dalam satu atap.

Note :

Setelah bermaso dengan 2 ff sekaligus yang masing2 selesai dalam 2 hari :D aku sungguh bahagia~

Kisah ini akhirnya berakhir juga :') Bagaimana perasaannya ? Apa kurang mantap?

FF ini sesungguhnya membutuhkan research cukup dalam loh dengan Omegaverse, melalui manga-manga yang udah kubaca XD Tapi, karena saya sangat cinta genre ini, saya gak keberatan untuk mencari tahu lebih. Beberapa ilmu Omegaverse yang saya ungkapin sebenarnya gak sepenuhnya benar. Omegaverse itu fleksibel, punya aturannya sendiri-sendiri sesuai pemikiran authornya. Kalo saya sih, mikirknya omegaverse harus gini, kata orang harus begitu.

Untung aja omegaverse ini bukan suatu ilmu ilmiah yang factual x'D

Oh ya kalo saya punya waktu, saya akan buat sekuel , kelanjutan ceritanya kali ini tentang Namjin. Doakan saja semoga benar adanya, saya suka gak konsisten :p

Makasih semuanya yang sudah mendukung! Bye bye di cerita-cerita lainnya ;)

Follow, Review, dan Fav nya jangan lupa! :D