Love Is Never Wrong

.

.

.

01

.

.

.

^_^ Happy Reading ^_^

.

.

.

Baekhyun POV

.

.

Annyeong yeorobeun...

Naeun Byun Baekhyunimnida. Tahun ini, usiaku genap dua puluh enam tahun. Aku tinggal di Seoul untuk saat ini. Aku sendiri sebenarnya lahir dan besar di Provinsi Gyeonggi. Letaknya tak jauh dari Seoul.

Hmm...

Aku pindah ke Seoul dengan membawa segenap mimpi yang kumiliki sekitar tiga tahun yang lalu.

Setelah menyelesaikan pendidikanku di bidang design, di salah satu perguruan tinggi di Busan, aku memutuskan pindah ke Seoul.

Bermodal sejumlah uang tabunganku aku menyewa sebuah gedung yang aku gunakan sebagai tempat tinggal sekaligus tempat kerjaku.

Sebelum datang ke ibukota Negara kebanggaanku ini, aku selalu membayangkan akan sangat menyenangkan bila aku bisa tinggal disini. Namun, kehidupan di Seoul ternyata tak semudah dan tak semenyenangkan yang kubayangkan.

Saat baru merintis bisnis ini, bisnis yang bergerak di bidang jasa wedding organizer dan event organizer, aku banyak mendapat penolakan. Bahkan tak sedikit yang bersikap acuh saat aku mengenalkan diriku kepada beberapa orang. Sampai kemudian aku bertemu seorang perempuan yang bernasib sama denganku. Kesulitan menjalani hidup di ibukota ini.

Bedanya, dia sedang menapaki karirnya di dunia keartisan dan bergabung dengan salah satu agency yang cukup terkenal di negeri ini, yang tentunya usaha kerasnya tak bisa disamakan denganku yang sedang berjuang selangkah demi selangkah tanpa kenal menyerah untuk tegak berdiri tanpa bantuan agency manapun.

Xiou Luhan!

Perawakannya tak jauh beda dariku. Mungil dan sangat cantik. Dia gadis keturunan China yang sudah tinggal di Korea lebih dari sepuluh tahun. Bahasa Koreanya sangat fasih.

Hmm... Aku mengagumi sosoknya yang adalah sahabatku, bukan yang sebagai artis. Karena bila menjadi artis, sikap Luhan akan berubah sangat tak bersahabat.

Dari Xiou Luhan, pintu bisnis yang sedang aku rintis seolah terbuka.

Karena kepiawaiannya dan promosi darinya, akhirnya kantorku yang dulu sangat kecil mulai di lirik orang. Banyak penyelenggaraan event yang ku tangani, entah itu pernikahan, pameran lukisan, atau apapun itu. Hingga pada akhirnya, aku bisa pindah ke lokasi yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Yang tentunya lebih besar dan lebih bagus. Aku juga bisa mempekerjakan beberapa orang di kantorku dan tentu saja aku bisa menyewa sebuah apartemen yang lebih layak dari sebelumnya.

Aku tak tahu, akan jadi apa aku tanpa Xiou Luhan. Tak pernah habis ucapan terimakasih aku sampaikan kepadanya, karena dari dialah semua yang kumiliki berasal.

Dan Rusa Chinaku itu selalu tersenyum tulus dan berujar lembut padaku sambil menggenggam kedua tanganku.

"Bukan aku Baekkie. Aku hanya membukakan jalan untukmu, selanjutnya, kau sendiri yang membuat bisnismu berjalan. Mereka yang pernah memakai jasamu, pasti merasa puas dan akhirnya kembali lagi padamu untuk acara yang berbeda-beda. Yang harus kau pegang, keyakinanmu untuk mempertahankan mimpimu. Arrachi!"

Hah!

Aku menyayanginya sama seperti aku menyayangi saudaraku sendiri.

Hmm...

Pagi ini, aku mendapatkan sebuah kabar bagus bahwa salah satu pewaris Cloud 9 Hotel and Resort akan segera menikah dengan tunangannya. Yang menggembirakan, aku mendapatkan undangan khusus untuk datang ke hotel mereka karena apa? Karena biro jasaku akan menjadi satu-satunya pilihan mereka untuk diajak bekerja sama dalam mewujudkan pernikahan yang akan menyatukan dua pewaris kerajaan bisnis keluarga Park dan... Ehm... Kalau tidak salah keluarga Kang.

Hah...

"Baekhyunie hwaiting!"

.

.

POV END

.

.

.

"Annyeong Byun Baekhyun imnida!" Baekhyun membungkukkan badannya sopan, menyapa dengan senyum manis beberapa orang yang sudah duduk melingkar di salah satu ruang rapat Cloud 9 Hotel.

Dadanya berdegup kencang karena terlalu gugup dengan satu hal baru yang dihadapinya saat ini.

Dua keluarga yang duduk di ruangan itu bukan orang sembarangan. Kedua keluarga itu cukup terkenal di kalangan masyarakat, bukan hanya karena kerajaan bisnis mereka yang mengular di Korea saja, tapi juga di beberapa belahan dunia lainnya.

Dan Baekhyun berdiri seorang diri dihadapan mereka, karena sang asisten yang biasanya selalu mengikutinya, tak diijinkan masuk oleh petugas yang berjaga di pintu masuk ruangan ini.

"Anda boleh duduk Nona Byun!"

"Nde." Sahut Baekhyun sambil tersenyum pada pria dengan dandanan rapi yang tadi menyambutnya dan mengenalkan dirinya sebagai Shin Shindong.

"Perkenalkan, saya Kim Ryeowook. Saya sekretaris pribadi keluarga Park."

Baekhyun tersenyum pada perempuan paruh baya itu, yang bisa dikatakan terlihat tegas dan cerdas.

"Disini yang mau menikah adalah Tuan muda Park, yang duduk disana. Dan Nona muda Kang, yang duduk disana. Kedua keluarga sepakat memakai jasa anda untuk mengurus semua keperluan pernikahan mereka. Sampai disini anda mengerti Nona Byun."

"Nde. Saya mengerti." Baekhyun tersenyum kaku. Ludahnya nyaris tak bisa di telannya dengan baik.

AC di ruangan ini bisa dikatakan cukup dingin, tapi suasana di ruangan ini cukup menegangkan. Tak satu pun dari wajah-wajah yang dilihat Baekhyun itu, mengembangkan senyumnya. Bahkan bila pun itu hanya senyum tipis.

Tuan muda Park yang di tunjuk Ny. Kim tadi, terlihat menatapnya dengan tatapan dingin, tak jauh beda dengan Nona Kang.

'Ya Tuhan! Apa aku salah berada ditempat ini?'

"Konsep pernikahan mereka adalah internasional royal wedding. Anda pasti tahu seperti apa nantinya tamu yang akan datang ke pernikahan mereka bukan?"

Baekhyun mengangguk paham. Mengetahui bagaimana kehidupan sosial mereka yang pasti dari kalangan atas, Baekhyun sudah memiliki gambaran akam seperti apa pesta pernikahan itu nantinya. Mewah, meriah dan pasti banyak sekali tamu yang akan hadir di acara itu.

"Kami tidak ingin tamu yang hadir kecewa dengan pesta yang akan kami gelar itu, jadi, pastikan semua sesuai dengan yang sudah di rencanakan. Anda hanya akan bertanggungjawab atas pemilihan tempat acara, dekorasi tempat acara dan kelangsungan acara tersebut. Untuk pemilihan pakaian yang akan mereka gunakan, semua sudah di atur dan di urus Jung Bridal. Sampai disini, ada yang ingin anda tanyakan?"

"Nde. Berapa tamu undangan yang akan hadir?"

"Untuk acara pemberkatan, tamu undangan sekitar tiga ratus dan untuk resepsi ada sekitar seribu lima ratus tamu undangan."

"Mwo?!" Baekhyun memekik kaget. Mata kecilnya membulat seketika.

Sepanjang sejarah hidupnya mengurus pesta pernikahan seseorang, tamu yang paling banyak di dapatinya untuk satu pesta pernikahan paling tidak hanya sekitar lima ratus orang. Ini? Hah!

Semua mata tertuju pada Baekhyun saat gadis mungil itu memekik kaget. Tatapan mereka datar, kecuali Tuan muda Park yang tipis memamerkan senyumnya.

Dan hal itu tak berhasil membuat Baekhyun tenang. Dia justru semakin gugup.

"Aish! Jinja. Help me now God."

"Kenapa?"

Baekhyun menggeleng pelan.

"Aniya. Ehm... Anda bisa melanjutkan kembali Nyonya Kim."

"Untuk selanjutnya, apapun mengenai pesta mereka, anda bisa berkonsultasi dengan saya. Dan mungkin setelah hari ini, anda akan lebih sering bertemu dengan saya."

Baekhyun mengangguk mengerti. Lalu dia mengeluarkan kertas dari tasnya, bersiap untuk menggambar sesuatu disana.

"Ehm... Boleh saya bertanya?"

"Tentu saja. Silahkan!"

"Nona Kang! Apa yang anda inginkan dari sebuah pesta pernikahan? Kemeriahan pestanya? Dekorasinya? Atau mungkin sesuatu yang lain?"

"Bukankah saya sudah mengatakan pada anda, jika anda ingin menanyakan hal itu, konsultasikan saja pada saya."

"Jeosonghamnida Nyonya Kim. Yang akan menikah adalah Nona muda Kang dan Tuan muda Park. Yang tahu apa yang mereka inginkan untuk konsep pesta mereka adalah mereka sendiri. Saya tidak bisa bekerja tanpa bertanya pada orang yang bersangkutan dengan acara ini."

"Apakah anda pikir saya tak bersangkutan disini?"

"Apakah anda yang akan menikah?" mata Baekhyun polos menatap Ryeowook.

"Nona Byun! Jangan kurang ajar disini!" Ryeowook terlihat emosi.

"Saya bicara sesuai dengan apa yang saya pikirkan. Buat saya ini penting, saya harus mendengar pendapat mereka sebelum mendesign dekorasi pesta untuk mereka. Saya tidak mau disalahkan kalau sampai acara ini tak berjalan sesuai dengan keinginan mereka." Baekhyun menatap tenang perempuan yang sepertinya seusia dengan ibunya itu.

Sekali lagi, kalau setiap mata yang ada di tempat itu jeli, segaris senyum tipis kembali diperlihatkan Tuan Muda Park ketika Baekhyun melancarkan jawaban tegasnya pada Ryeowook.

"Kim Ryeowook! Tenanglah! Chagi! Kau bisa menjawab pertanyaannya." Ujar seorang perempuan, yang duduk di sebelah Ryeowook, yang sejak tadi memperhatikan Baekhyun dengan tatapan datarnya. Aneh! Raut mukanya berubah saat bicara pada... Ehm... Bisa dikatakan calon menantunya. Wajahnya lebih tenang dan senyumnya mengembang lebar.

Huft!

"Aku ingin suasana meriah yang tetap terlihat elegan. Bukankah seperti itu sayang?" Si Nona Kang menatap Si Tuan Park dengam senyum cantiknya. Yang sayangnya tak dibalas dengan baik oleh pria berambut ikal itu.

"Dengan nuansa rose gold atau silver glamour?" tanya Baekhyun yang berhasil membuat nona muda Kang mengerutkan keningnya.

Baekhyun hanya menatap sesekali lawan bicaranya, perhatiannya terbagi antara kertas yang digambarinya dan lawan bicaranya.

"Kalau rose gold seperti apa? Kalau silver glamour seperti apa?"

Baekhyun menarik nafas, kemudian berdiri dari duduknya. Menunjukkan hasil gambarnya pada semua yang hadir di tempat itu.

Baekhyun menjelaskan dengan sangat rinci tentang designnya. Mulai dari dekorasi gereja tempat pemberkatan kedua mempelai nantinya dab lokasi pesta resepsi nantinya di gelar. Dari yang bertema rose gold ataupun silver glamour.

Baekhyun juga menjelaskan, dengan tamu yang begitu banyak, maka pesta akan di bagi menjadi tiga bagian.

"Kenapa harus tiga bagian?" tanya perempuan yang lebih muda, yang duduk tak jauh dari Tuan muda Park.

"Setiap tamu undangan yang hadir, pastinya ingin memberikan ucapan selamat secara langsung kepada kedua mempelai atau orang tua mempelai dan bahkan mungkin ada yang meminta berfoto bersama. Hal itu akan memakan waktu lebih dari delapan jam. Saya tak bisa membiarkan kedua mempelai tetap berdiri di tempatnya dalam jangka waktu selama itu. Mereka butuh istirahat paling tidak tiga puluh menit."

Semua mata kembali menatap Baekhyun dan kerutan jelas terlihat di dahi mereka.

"Saya setuju." Sahut Tuan Muda Park, yang berhasil membuat semuanya mengalihkan tatapannya dari Baekhyun.

Dan setelah itu perlu waktu sekitar satu jam sebelum Baekhyun keluar dari ruangan itu. Setelah pembicaraan yang bisa dikatakan sangat alot, keputusan diambil.

Pesta itu akan bernuansa rose gold setelah Baekhyun memberi masukan lagi begitu dia tahu baju berwarna apa yang akan digunakan kedua mempelai nantinya. Juga, mereka setuju, pesta itu di beri jeda toga puluh menit di setiap tiga jam sekali dengan diisi oleh paduan suara.

Baekhyun keluar ruangan dengan perasaan lega. Huft!

"Hah! Akhirnya!"

.

.

.

Baekhyun sedang duduk di Taman depan Cloud 9 Hotel, dengan seorang perempuan yang usianya dua tahun diatasnya, Tiffany Hwang. Yang tak lain adalah asistennya atau Baekhyun lebih suka menyebutnya rekan kerja.

Mereka tengah istirahat disana sebelum kembali ke kantor.

Baekhyun terlihat rakus memakan kimbap instan yang di belinya dari sebuah mini marker tak jauh dari taman itu, sesekali dia juga terlihat meminum susu.

Tatapan keduanya tertuju pada pintu masuk hotel Bintang lima itu, beberapa deret mobil mewah terparkir disana, lalu satu persatu orang yang Baekhyun jumpai di dalam ruangan tadi keluar dari hotel dan masuk ke mobil masing-masing. Tak berapa lama iring-iringan mobil itu meninggalkan pelataran hotel mewah tersebut.

"Baek-ah! Kau belum menjawabku. Bagaimana dengan pertemuannya? Berjalan lancar kah? Kenapa kau sangat lama di dalam sana tadi?"

Baekhyun menatap rekannya itu, dia memasukkan gigitan terakhir kimbapnya, lalu meminum hingga tandas susunya, sebelum menjelaskan semuanya pada wanita yang baru bekerja dengannya dua tahun ini.

"Mencekam. Hhh... Aku tak tahu eonni, kenapa mereka bisa hidup dengan muka kaku seperti itu."

"Muka kaku? Apa maksudmu?"

Hhhhh...

Terdengar jelas nafas Baekhyun di buang dengan sangat keras.

"Wajah mereka, seperti tak memiliki ekpresi sama sekali. Kau tahu, saat aku masuk ke ruangan itu, mereka menatapku seperti itu."

Baekhyun memperagakan beberapa ekpresi wajah yang ditangkapnya dari orang-orang yang baru ditemuinya tadi.

"Jinjayo?"

Baekhyun mengangguk meyakinkan.

"Hah! Berada diantara mereka membuatku sangat gugup dan juga tertekan."

"Apa tadi kau ada salah bicara?"

Baekhyun terlihat berpikir, lalu menggeleng pelan.

"Ani. Kenapa?"

"Yang aku dengar, mereka tak akan memaafkan sekecil apapun kesalahan yang dibuat oleh bawahan mereka. Kalau sampai ketahuan, bawahannya itu bisa langsung di pecat."

Baekhyun membulatkan matanya.

"Jinja?"

"Eoh."

"Haish! Hah... Kalau aku rasa, karyawan yang bekerja pada mereka pasti sangat tidak bahagia sekali ya eonni. Pasti selalu diliputi perasaan takut dan tegang."

Baekhyun kembali mendesah pelan.

"Bisa jadi. Ehm... Geundae... Kira-kira, siapa yang memberitahu mereka tentang kantor kita ya Baek-ah?"

"Luhannie?" tebak Baekhyun langsung di sanggah Tiffany.

"Ani. Aku rasa bukan Luhannie. Bisnis keluarga mereka tak ada hubungannya dengan dunia hiburan. Jadi pasti bukan Luhan. Ehm..."

"Lalu siapa?"

"Molla. Yang pasti bukan Luhan."

"Haish!"

"Hah! Daripada kita pusing memikirkan siapa yang memberitahu mereka tentang kantor kita, sebaiknya kita kembali kesana. Aku rasa, suasana disana akan membuatmu jauh lebih rileks nantinya Baek-ah."

Baekhyun mengangguk-angguk sambil tersenyum lebar. Ide Tiffany adalah yang terbaik untuknya saat ini.

.

.

.

Tanpa dua perempuan itu sadari, ada sepasang mata tengah mengamati mereka dari kejauhan. Sejak beberapa menit yang lalu.

"Daepyonim!"

"Jondae-ah! Kemarilah!"

Jongdae menuruti perintah atasannya. Mendekati jendela besar yang sejak tadi digunakan atasannya itu untuk melihat pemandangan di luar gedung itu.

"Lihatlah disana!"

Jongdae memperhatikan titik yang di maksud atasannya itu.

"Senyumnya terlihat sangat tulus dan menyenangkan."

Jongdae menatap atasannya itu. Hampir sepuluh tahun dia bekerja pada orang yang berdiri di sampingnya itu. Sejak pria itu belum menjadi apa-apa hingga sekarang dia yang sudah di percaya untuk memegang kerajaan bisnis keluarganya. Tak pernah sekali pun dia mendengar pria itu memuji seorang wanita. Bahkan wanita yang menjadi tunangannya sekarang ini pun, tak pernah mendapatkan pujian darinya.

Tapi sekarang?

"Park Daepyonim!"

Hhhhh...

Pria yang di panggilnya itu membuang nafasnya pelan, lalu berbalik dan duduk kembali ke kursi kerjanya.

"Ada yang ingin kau laporkan?" tanya sanga atasan yang membuat Jongdae tersadar akan tujuan kedatangannya ke ruangan ini.

"Ah nde. Untuk pembangunan dan pengembangan hotel kita di Australia, terjadi sedikit masalah. Beberapa orang yang lahannya ingin kita beli, menolak uang ganti rugi yang kita tawarkan."

"Kenapa bisa seperti itu? Bukankah sebelumnya mereka sudah setuju? Apakah terjadi masalah di lapangan?" tanya pria itu beruntun.

"Mereka belum menjawab pesan yang saya kirimkan."

"Hubungi Philip sekarang juga!"

Jongdae bergerak cepat. Dengan ponsel yang di pegangnya, Jongdae menghubungi orang yang di maksud atasannya tersebut.

Butuh waktu sekitar dua menit, sampai panggilan itu terjawab dan ketika telinganya menangkap suara berat dari seberang, Jongdae langsung menyerahkan ponselnya pada sang atasan.

Pria tinggi itu terlihat gusar mendengar penjelasan dari seberang sana saat dia bertanya kebenaran dari berita yang baru di dengarnya dari Jongdae.

Dengan tegas, dia memberi beberapa perintah pada bawahannya yang ada di luar sana. Setelah itu dia kembali menyerahkan ponsel itu pada Jongdae.

"Pastikan kau mengawasi mereka. Aku tak lagi bisa mempercayai mereka. Kalau perlu, pecat mereka jika melakukan kesalahan lagi. Arrata?"

Jongdae mengangguk mengerti.

"Apa jadwalku malam nanti?"

"Nona Kang mengajak anda melihat pertunjukan musical."

"Hmm... Katakan padanya aku menunggunya di tempat pertunjukan."

"Nde."

"Kau boleh keluar!"

Jongdae membungkuk sopan, lalu keluar dari ruangan itu.

Sepeninggal Jongdae, pria memutar kursinya, kembali menatap taman di depan gedung itu. Ingin kembali menikmati pemandangan yang cukup manusiawi menurutnyan namun, hal itu sudah tak di dapatinya sekarang.

Ada raut kecewa di wajah tampan itu.

Huft!

'Tuhan! Aku membutuhkan senyumnya untuk memanusiakan diriku sendiri.'

.

.

.

Tbc/End

.

.

.

Note : New Fic... Saya ingin melihat respon dari pembaca. Kalau responnya Bagus saya akan melanjutkan, kalau tidak ya berarti harus di hapus dulu.

Sengaja di buat pendek, untuk test reader...

So jangan ketinggalan dan jangan lupa tinggalkan jejak Cinta kalian disini.

.

.

.

^_^ Lord Joongie ^_^