Kalau saja Wonwoo punya jin dalam botol yang bisa mengabulkan permintaan seperto didongeng. Ia akan meminta jin itu untuk menariknya ke jaman Jeoseon, biar ia tidak bisa bertemu Mingyu, Mingyu, dan Mingyu dalam hidupnya.

Bukan hanya tahun ini nama itu memenuhi otaknya, ini sudah tahun ketiga dan ia butuh ketenangan untuk lulus dari sekolah. Ia mau lulus dengan tenang tanpa gangguan dari lelaki yang sering disebut kedelai hitam itu. Tampan sih ia, Wonwoo mengakui kalau Mingyu memang tampan, gebetable, kecuali sikapp egois dan kekananakkannya. Ia tidak habis pikir jika nanti Mingyu benar-benar menikahinya. Bukannya menjadi istri, bisa-bisa ia malah jadi pengasuh bayi besar macam Mingyu.

Selanjutnya, tak ada yang bisa Wonwoo pahami dari jalan pikiran Mingyu. Dari tahun awal masuk sekolah, ia selalu menjadi korban kenistaan Mingyu, entah dalam bentuk fisik atau apapun. Dan sekarang? Bukannya menjauh, Mingyu malah menyerahkan diri untuk di jodohkan dengannya. Padahal setiap hari Wonwoo selalu berkaca sebelum pergi. Ia tak menemukan hal yang menurutnya spesial di fisiknya. Lalu, apa yang Mingyu lihat darinya?

Uhm, bahasa kasarnya.. Wonwoo itu rata!

Memangnya Mingyu tertarik dengannya? yang rata?

Membayangkannya saja, Wonwoo ingin memakan tanaman hias didepan sekolah. Tertarik katanya? Iya, tertarik membuatnya sengsara.

"Cepat makannya, aku sedang buru-buru, cantik."

Wonwoo mendelik sewot, "yasudah, pulang saja sana. Apa untungnya bilang padaku?"

Yang ditanya malah terkekeh. Ia mengusak surai legam milik lelaki manis di hadapannya. "Benar mau ditinggal? Hm? Kantin sudah sepi begini,"

"Ya, lalu?"

"Lagipula kau dengar tidak berita tentang siswa yang bunuh diri disini? Tepatnya 5 langkah dari tempatmu."

"H-hah?"

"Iya, karena ditinggal kekasihnya." Mingyu berujar serius.

"Tidak takut." Memangnya Mingyu pikir Wonwoo akan takut dan percaya begitu saja dengan kebodohan yang Mingyu katakan? Ya tidak lah!

Mingyu meringis, ia bangkit dari duduknya dan berlalu sesudah berkata. "Aku tinggal ya." dan ditambah dengan bisikkan menggoda, "hati-hati.."

'Fukkk Kim Mingyu sialan'

Wonwoo merasa matanya memanas. Ia menatap punggung lebar yang mulai berjalan dengan bibirnya yang melengkung kebawah. Ia pun menunduk, telinganya malah mendengar suara derap kaki mendekat.

'Ya.. Tuhan..'

Ia takut. Padahal tadi sok jual mahal dihadapan Mingyu. Ini namanya menjilat lidah sendiri.

Buru-buru Wonwoo meminum jus jeruk miliknya lalu membereskan barang-barang.

Serius, ia ingin menangis sekarang juga. Sudah hampir berapa kali sumpah serapah untuk Mingyu ia gumamkan dengan syahdu. Padahal jelas-jelas lelaki tan itu tadi menawarkan diri untuk menemaninya makan sesudah pulang sekolah. Sudah mana kantin di sekolah indoor. Semua stand sudah hampir tutup dan orangnya telah pergi entah kemana. Hanya bangku-bangku kosong juga penerangan yang mulai gelap menemaninya. Memang benar sih kata Mingyu, ada siswa yang meninggal disini. Tapi Wonwoo tidak tahu pasti penyebabnya.

Jadi, dari pada sesuatu yang buruk terjad, Wonwoo pun bangkit dari duduknya. Ia memakai tas dan hendak berlalu.

Sebelum..

"Ahhㅡ"

Sebelum tangan nakal itu meremas pelan bokongnya.

Kakinya tertahan. Ia merasakan sesuatu menyentuhnya, meremasnya dengan agak keras.

Wonwoo menoleh takut-takut. Yang ia dapat sebuah refleksi tinggi dengan senyuman nakal berkulit tan, memperlihatkan gigi taring yang menggoda itu.

"Min... MINGYU SIALAN! SIALAN! FUCK!"

Jemari kurusnya dengan refleks menarik surai yang lebih tinggi dengan tergesa-gesa. Matanya mulai berair, ia menangis sembari menarik rambut blonde Mingyu tanpa ampun. "DASAR CABUL! SIALAN KAU! FUCK!"

"A-ampunn.. !! Aww! Ayo fuck HAHAHA!! YAAA! Jeon Wonwoo! Sakitt! AKU BERCANDA ASTAGA.."

"MESUM! M.E.S.U.M!"

"Awww! Ampunn sayang!! YAA! BERCANDA JEON WONWOO!"

Wonwoo terdiam masih dengan isakkan. Ia lelah, tangannya menjauh dari rambut itu dan matanya mulai memejam, membiarkan bulir-bulir bening jatuh meluncur dari matanya.

Mingyu mengusap rambut miliknya untuk meredakan sakit yang diakibatkan Wonwoo. Namun aktifitasnya terhenti, wajah manis dihadapannya jadi suram. Wonwoo menunduk dalam dan terisak pelan. Tangan besar itu mendekat, menggenggam tangan miliknya yang lebih kecil dan membersihkan helai rambut yang ada di tangannya.

"Maaf.." gumam Mingyu. Tubuh besarnya mendekat, memeluk sayang tubuh kurus itu sembari mengusap punggungnya.

"Bodo."

"Ya.. maaf.." lirihnya.

"Awas, aku mau pulang." Yang lebih pendek memberontak, berusaha melepaskan pelukan. "Awas tidak?!"

"Oh, kau berani melawanku?"

"Iya!"

"Oh okay."

"ApㅡYA! Turunkan tidak?! MINGYU!"

Mingyu tersenyum miring. Berakhir dengan Wonwoo yang ada dalam gendongannya.

"Tenang saja, hukumanku pasti kau suka."

"Turunkan aku!"

"Diam tidak? Mau aku poppo ditengah Seoul ya?" Itu bukan pertanyaan tapi pernyataan bagi Mingyu. Memang ya otak bocah yang satu ini isinya memang hanya itu-itu saja. Kalau tidak melecehkan Wonwoo, pasti memodusinya. Wonwoo pasti hafal betul. Bukan karena ia suka, tapi karena ia ingin.

Eh, tidak deh.

Kadang Wonwoo merasa risih, tapi kalau Mingyu tidak mengganggunya, ia akan merasa kesepian. Bukan karena lelaki yang paling tinggi itu bosan, tapi sibuk dengan urusan keluarganta. Sekarang ia jadi tidak bisa membayangkan kalau nanti ia jadi pendamping hidup si ㅡsialanㅡ Kim Mingyu.

Kalau dibilang sayang sih entahlah, apalagi cinta. Tapi kalau kata Soonyoung itu baper, ya masa tidak. Sudah hampir tiga tahun ia bersekolah, tandanya Mingyu sudah lama memodusinyaㅡwalaupun Wonwoo menganggap itu sebagai pembulian dulu. Bahkan suatu hari Mingyu pernah mengajaknya makan malam. Jantungnya sih sudah berdegub kencang seperti genderang mau perang. Ia kira Mingyu akan menembaknya. Memang karena Wonwoo dulu masih bodoh, ternyata saat ia sampai, Mingyu malah menyuruhnya membuat tugas makalah milik Mingyu. Demi neptunus, ingin sekali Wonwoo memenggal leher lelaki hitam itu. Sudah pula ia berdandan keren. Ditambah semerbak harum minyak wangi. Tapi untungnya Wonwoo masih sayang dirinya sendiri jika harus memenggal Mingyu.

Sekarang ia hanya menatap keluar jendela mobil dengan malas. Kendaraan yang ia naiki bersama Mingyu telah berhenti disebuah rumah megah bernuansa putih dimana terdapat dua maid didepannya.

"Turun."

Wonwoo masih diam, ia tak menghiraukan Mingyu yang menyuruhnya untuk turun. Setelahnya ia hanya mendengar suara pintu mobil tertutup. Namun tanpa disangka, Mingyu seakan membukakan pintu untuknya bak seorang pangeran,

tapi ia malah terjatuh.

Siapa suruh Wonwoo bersandar pada pintu. Untung dengan sigap Mingyu menahan tubuh kurusnya itu.

Mereka bertatapan beberapa detik. seringaian nakal tercetak diwajah tampan milik lelaki tan itu. Tangannya ia selipkan di bawah lutut juga punggung Wonwoo.

"KIM MINGYU!"

Dalam artian Wonwoo kembali digendong.

"Kamar saya sudah di bereskan?"

Salah satu maid itu mengangguk sopan, "sudah tuan, kami juga sudah menyiapkan air panasnya."

"Bagus."

Wonwoo membelalak ketika mendengar itu. Ia kembali memberontak. Namun tubuh kurusnya tidak sebanding dengan tubuh besar Mingyu. Yah..

'Sial, kenapa detaknya cepat sekali?'

"Jangan habiskan tenagamu disini, nanti saja saat sampai di kamar."

"TURUNKAN TIDAK?! JIHYUN NOONAA! ADIKMU INGIN DI HMPPTFㅡ"

--

Hai semuaa!

hehe, baru buat note disini aja.

btw ini ff pertama yang ku publish di ffn. Aku gatau ternyata ada juga yang suka sama ff abal ini:')

ohiya, aku minta maaf buat update yang lamaa banget. gila eh sekolah ku gaada libur T.T

jadi tolong maklumin~

hehe, btw makasih buat yang udah review ataupun baca doang~ huhu aku seneng banget kalian suka sama cerita ini~ kedepannya aku bakal buat lebih mungkin bagus lagi??

terima kasihhh .