Sea, You !

.

.

.

Apriltaste

.

.

Oh Sehun

Lu Han

.

.

HUNHAN/GS for Uke

Don't like ? Don't Read and Don't Bash !

Typo Everywhere

.

HUNHAN COLOR PHILOSOPHY

PROJECT

.

.

Turquoise /ˈtɜːrkɔɪz/ or /ˈtɜːrkwɔɪz/

is the name of a bluish-green color.

Kau seperti laut, seperti angin.

Membawa ketenangan dan kedamaian di dalam hatiku.

.

.

Semilir Angin Laut membuat bulu-bulu halus ditubuhnya berdiri, rambut hitam panjangnya yang semula tampak rapi kini tampak tak karuan lagi. Biarkan saja, lagipula wanita itu menikmati setiap belaian sang angin yang menyentuh kulit putihnya. Kedua lengannya yang kurus itu ia bawa untuk memeluk tubuh kecilnya. Bodoh memang, hanya dengan pakaian tipis Luhan duduk diatas ayunan putihnya pada malam hari dengan angin laut yang cukup membuat tubuh itu menggigil kedinginan.

Wanita itu tersenyum ketika mengingat pertemuan tak terduga dengan Sehun, lelaki yang dengan senantiasa ia tunggu selama empat tahun terakhir. Tapi, apakah Sehun masih seperti lelaki yang ia kenal pada masa lalu ? memang, pertemuan mereka tadi pagi benar-benar canggung. Luhan memilih menjadi yang pertama meninggalkan kedai pancake itu. Sebenarnya, wanita itu tak tahu apa yang ia lakukan ketika tatapan setajam elang itu tampak mengintimadasinya.

Ah lupakan, Luhan benar-benar gugup. Seperti sekarang, tak ada Sehun di sekitarnya dan hanya mengingat bagaimana rupa tampan lelaki itu ia dapat merasakan sebuah rasa hangat yang menjalar pada kedua pipi putih miliknya. Ia yakin jika sekarang rupanya pasti sama seperti kepiting rebus. Merah sekali.

"Jangan menjadi bodoh Luhan. Lelaki itu tak akan kembali tanpa sebuah alasan." Ya, Luhan berbicara pada dirinya sendiri sembari menutup kedua mata dan menarik nafasnya dalam-dalam. Mencoba menetralkan degup jantungnya sendiri. Luhan tahu, jika Sehun kembali dengan sebuah alasan setelah pergi meninggalkannya selama ini. Dan Luhan, akan mencoba mendengarkan apa yang akan lelaki itu berikan sebagai sebuah alasan.

"Hai Luhan." Suara itu, suara itu membuat Luhan menoleh. Dan sejak kapan lelaki yang sedari tadi ia pikirkan telah berdiri diambang pintu pagar rumahnya ?

Wanita itu sontak berdiri dengan wajah yang nampak terkejut, hingga Sehun yang menyadari perubahan eskpresi wajah cantik itu terkekeh ringan. "Sehun.." Suara Luhan terdengar lirih ketika Sehun berjalan kearahnya dan mendudukan diri pada sisi ayunan yang kosong.

"Duduklah, tak perlu seterkejut itu." Hanya itu yang diucapkan Sehun sembari menarik sebelah tangan kecil Luhan untuk duduk disampingnya.

Luhan menurut sembari mendudukan tubuhnya kembali dengan kaku. Wanita itu tak menyangka jika Sehun akan datang kerumahnya. Ini terlalu cepat. Ya terlalu cepat sama seperti detak jantungnya yang tiba-tiba menjadi tak normal karena kehadiran lelaki itu disisinya.

"Bagaimana kabarmu ?" Suara berat milik Sehun membuat Luhan menoleh kearahnya. Lelaki itu tersenyum dengan garis mata yang nampak seperti bulan sabit. Dan Luhan menyukai itu.

"Ba- Baik." Salahkan Luhan karena tak bisa menjawab pertanyaan sederhana Sehun dengan baik karena Demi Tuhan ia menjadi sangat gugup sekarang.

"Kau tak merindukanku ?" Dan ini dia salah satu kalimat godaan yang Luhan rindukan dari Sehun. Sudah lama wanita itu tak mendengar kalimat itu, sebuah kalimat godaan yang mampu membuat darahnya berdesir hebat.

Luhan hanya diam, kedua kelopak rusanya berkedip pelan sembari menatap wajah tampan milik Sehun. Luhan baru menyadari jika lelaki di depannya kini telah tumbuh menjadi seorang pria dewasa dengan wajah yang sangat tampan. Sebuah sentuhan membuat tubuh Luhan tersentak kecil, ia menyadari jika sebelah tangannya telah digenggam erat oleh Sehun. Terasa hangat kontras dengan belaian angin laut yang membuat tubuhnya sedikit menggigil.

"Aku merindukanmu Luhan." Kembali, suara berat milik Sehun membuat Luhan tersadar. Sebenarnya, wanita itu teramat merindukan lelaki disampingnya, tapi entah mengapa kalimatnya hanya tertahan pada ujung lidahnya tanpa berani ia keluarkan lagi.

"Bagaimana empat tahunmu ? Kau hidup bahagia ?" Bodoh. Bukan membalas kalimat rindu milik Sehun, wanita itu malah menanyakan hal yang lain. Luhan menghindari tatapan bertanya milik Sehun, lelaki itu tak mengerti apa yang diucapkan Luhan. Tangan halus milik Luhan yang semula berada digenggamannya, Luhan tarik. Wanita itu menundukan kepalanya hingga rambut panjang bergelombang itu menutupi wajah cantiknya. Dengan sapuan angin pantai, Sehun mendengar dengan jelas. Suara bergetar yang menyedihkan, Suara Luhan yang terdengar parau.

"Ku dengar, kau menikah dengan wanita itu."

.

.

.

.

Bagaimana dengan malam ini ? malam indah yang dipenuhi dengan taburan bintang dilangit. Bahkan, angin laut yang lebih dingin mampu membuat malam ini menjadi lebih menyenangkan. Itu menurut Luhan karena wanita itu hanya duduk berdua bersama Sehun dipinggir pantai dengan deru ombak yang mampu membuatnya terkekeh ringan. Luhan sangat menikmati setiap waktunya bersama Sehun. Entahlah, yang Luhan tahu hanya dengan Sehun mampu membuat hatinya menjadi lebih baik. Apapun itu.

Sehun tersenyum ketika ia memandang wajah cantik itu dari samping. Sehun selalu memuja bagaimana binar itu tampak bersinar terang karena rasa bahagia. Dan Sehun bersyukur jika ia menjadi salah satu alasan wanita itu untuk selalu tersenyum. Tapi, ada sesuatu yang harus Sehun katakan malam ini. Dan nantinya lelaki itu pasti tak akan sanggup melihat binar indah itu menjadi redup karenanya.

"Luhan." Sehun mencoba menahan nafasnya ketika tatapan miliknya bertemu dengan wajah cantik itu. Luhan tak menjawab, tapi wanita itu tersenyum. Hingga membuat Sehun sedikit ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Tapi, hanya ini waktu yang tersisa untuknya sebelum menghancurkan senyuman cantik itu kemudian.

"Kau cantik."

"Ya ?" Luhan tak mengerti apa yang diucapkan Sehun ketika lelaki itu mengatakan kalimat yang menurutnya konyoi. Ya Luhan tak boleh jatuh terlalu dalam pada pesona Sehun karena selanjutnya wanita itu pasti akan menemui kesulitan untuk keluar dari lingkaran pesona milik Sehun.

"Lupakan." Sehun mengalihkan pandangannya dari Luhan, ia membawa tatapannya pada hamparan Laut yang nampak berkilau karena pantulan dari sinar bulan dan bintang.

"Katakan Sehun, aku akan mendengarkannya." Suara lembut milik Luhan membuat Sehun kembali menoleh.

"Kau tahu, aku menyukai laut ? sepertinya kau sudah tahu jawabannya. Lalu bagaimana dengan bintang itu ?" Sehun menatap sebuah titik terang yang nampak sendiri, membuat Luhan mengikuti objek yang ditatap oleh lelaki disampingnya.

"Aku juga menyukai bintang, karena tampak indah seperti senyumanmu. Tapi aku tak ingin ia merasa sendiri." Sehun menatap Luhan yang nampak kebingungan, lelaki itu menangkap raut wajah tak mengerti milik Luhan.

"Jika aku pergi, kau jangan merasa kesepian atau menyendiri. Jadilah Laut yang bebas dengan kilauannya, dan jangan menjadi seperti bintang itu. nampak indah tapi ia merasa kesepian." Kalimat itu membuat tubuh Luhan bergetar, wanita itu tak tahu sejak kapan wajahnya tiba-tiba memanas dengan denyutan menyakitkan yang menusuk pada dadanya. Luhan tak ingin menebak, tapi wanita itu tahu hanya dengan kalimat milik Sehun. Lelaki itu akan pergi.

"Apa yang kau katakan, aku tak mengerti Sehun." Suara Luhan terdengar tertahan, wanita itu menahan isakannya. Tapi bulir-bulir bening itu tak mampu ia tahan lagi, hingga Sehun tahu. Luhan telah menangis karenanya.

"Aku akan pergi Luhan." Sehun tak ingin membuat Luhan semakin sakit. Sebelah tangannya ia bawa untuk menggapai tubuh mungil di sisinya, menenggelamkannya kedalam pelukan hangat miliknya.

"Kumohon, jangan bercanda Sehun." Suara parau milik Luhan membuat Sehun mengeratkan pelukannya. Sehun merasakan tubuh mungil itu bergetar hebat dengan isakan-isakan kecil yang tertahan disana. Luhan tak siap jika Sehun benar-benar pergi meninggalkannya, wanita itu tak mau melepaskan seluruh hati miliknya yang telah dibawa oleh Sehun.

"Aku tak bercanda, tatap aku." Jemari panjang itu memegang erat bahu milik Luhan, hingga sang pemilik dengan ragu mengangkat kepalanya. Menatap lurus pada sorot milik Sehun.

"Aku akan melanjutkan studyku di New York, karena aku juga harus memegang cabang perusahaan milik Ayah disana. Hanya empat tahun, dan aku akan kembali."

"Kau pikir empat tahun itu sebentar ? lalu bagaimana denganku ? apa aku harus menunggu selama itu ? menunggumu kembali ? tapi, bagaimana jika kau tak pernah kembali padaku Sehun ?"

"Aku kembali. Aku akan kembali padamu Luhan." Sehun membawa tubuh yang telah bergetar hebat itu kembali pada pelukannya. Membelai punggung sempit itu dengan lembut. Mencoba menenangkan isakan kecil itu. Sehun tahu, Luhan mencintainnya. Wanita itu ingin ia terus berada disisinya. Tapi, Sehun egois karena lebih memilih keinginannya daripada mendampingi wanita itu.

.

.

.

.

Kelabu, hari ini kelabu. Awan yang biasanya nampak sebersih kapas kini berwarna abu-abu. Angin laut yang biasanya terasa menyejukkan kini terasa menyesakkan. Hujan, diluar tetesan-tetesan dari langit itu nampak deras. Membuat suhu disekitar menjadi lebih dingin. Wanita itu hanya terdiam diatas tempat tidurnya. Menekuk kedua kakinya untuk ia peluk, dan membawa pandangannya pada derasnya air hujan dibalik bingkai jendela kamarnya.

Luhan tahu, hari ini akan datang. Tapi ia tak mengira akan secepat ini. Terasa menyebalkan memang tapi bagaimana lagi ? Luhan tak dapat menghentikan sang waktu yang terus berjalan tanpa memikirkan perasaannya. Sepertinya bulir-bulir air diluar turun semakin deras, dan entah sejak kapan bulir-bulir itu juga menetes dari kedua kelopak indah miliknya.

"Luhan, ada Sehun mencarimu." Itu suara lembut milik neneknya. Wanita tua itu tersenyum di ambang pintu kamar milik Luhan dengan senyuman cantiknya. Luhan tak menjawab, ia bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan penuh keraguan.

Temui atau tidak.

Dan ya, wanita itu memang lemah tentang segala hal yang menyangkut Sehun. Tubuh mungil itu akhirnya terduduk pada salah satu kursi yang terletak pada ruang tamu rumahnya. Berseberangan dengan seorang lelaki yang sedari tadi mengamatinya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ada apa ?" hanya itu pertanyaan milik Luhan tanpa tatapan lembut yang selalu ia berikan pada Sehun. Lelaki itu menghela nafasnya dengan berat, Sehun tahu jika ini adalah hal yang berat untuk Luhan. Biarkan Sehun egois kali ini untuk masa depannya, masa depannya dengan Luhan tanpa wanita itu tahu.

"Aku akan pergi." Sehun mencoba tersenyum pada Luhan yang tak mentapnya sedikitpun. Wanita di depannya itu hanya menunduk dalam dengan juntaian rambut hitam bergelombang yang menutup wajah cantiknya.

"Pergilah."

"Kau yakin tak ingin memelukku ?" Oke, Sehun mencoba mencairkan suasana dengan kalimat godaan yang selalu ia lontarkan pada Luhan jika wanita itu merasa sedih.

"Pergilah, Sehun."

Sehun tahu, dari kalimat lirih yang dikeluarkan Luhan tanpa menatapnya cukup membuktikan bahwa wanita itu terluka. Sehun akan menyalahkan dirinya sendiri setelah ini. Menyalahkan rasa egoisnya yang lebih besar daripada bertahan disisi wanita cantik itu.

Lelaki itu berdiri, mengitari meja kayu panjang dihadapannya, berjalan pada tubuh kecil yang nampak lemah kemudian terduduk disampingnya. Jemari panjang milik Sehun mencoba menggapai rambut hitam milik Luhan, menyingkirkan anak-anak rambut yang menutupi wajah cantiknya. Belum sampai wajah cantik itu terlihat, tangan Luhan menghempas lengan Sehun. Membuat sang pemillik terkejut dengan respon yang diberikan oleh Luhan. Sehun tahu, wanita itu sangat kecewa.

"Pergilah sekarang, sebelum aku marah kepadamu." Hanya itu kalimat lirih bergetar milik Luhan yang Sehun tangkap. Terdengar menyakitkan memang, tapi ia tahu bahwa dirinyalah yang bersalah disini.

Sehun memutuskan menuruti kalimat Luhan, lelaki itu mulai berjalan menjauh dengan penuh keraguan. Bahkan disaat terakhir ia bertemu dengan wanita itu, Luhan tak mengijinkannya untuk menyentuhnya sedikitpun. Sehun tak tahu, apakah setelah ini akan ada pertemuannya yang selanjutnya dengan Luhan.

Hening..

Tak ada apapun selain angin malam yang menusuk dan suara air hujan yang terdengar memilukan, Luhan tak tahu apa yang dirasakannya ketika lelaki yang selalu disampingnya mengucapkan kata perpisahan. Kecewa, sedih, marah, kesal semua terasa menumpuk didalam dada Luhan hinggga terasa sesak. Bahkan, kalimat perpisahan Sehun seperti nada kematian yang mengalun pada pendengaran miliknya. Suara Sehun yang ia sukai berubah menjadi menyakitkan ketika lelaki itu mencoba mendekat dan menyentuhnya.

Luhan benci dirinya ketika wanita itu nampak lemah dihadapan Sehun, Luhan membenci dirinya ketika butiran air mata itu terjatuh dihadapan lelaki yang ia sukai. Dan Luhan membenci Sehun ketika lelaki itu dengan lancang meninggalkannya seorang diri.

Luhan terisak ketika Sehun benar-benar pergi meninggalkannya, Luhan benar-benar kehilangan Sehun ketika lelaki itu berjalan menjauh tanpa menoleh kearahnya.

.

.

.

.

Tiga tahun, ini sudah tahun ketiga Luhan menetap di Seoul. Wanita itu mencoba melupakan semua yang terjadi pada tiga tahun yang lalu. Ketika cintanya memilih meninggalkannya yang tenggelam pada sebuah kesedihan. Dan sudah tiga tahun pula, lelaki itu tak memberikan kabar pada Luhan, sepertinya lelaki itu benar-benar memutuskan komunikasinya dengan Luhan sebelum pada akhirnya Luhan sendiri yang menemukan kabar lelaki itu.

itu tabloid bisnis, Luhan terpaksa membaca tabloid itu ketika wanita itu mampir di perpustakaan sekolah dimana ia menyalurkan ilmunya. Entahlah, biasanya wanita itu tak tertarik dengan bacaan semacam itu. tapi, ia tertarik dengan cover tabloid yang memuat seorang lelaki tampan. Luhan memicing ketika kedua kelopak rusanya terus menatap cover dengan gambar lelaki berbalut setelan berwarna biru tua. Sepertinya ia mengenal lelaki itu, dan jantungnya berdegup ketika sebuah nama yang tak asing didalam hatinya tertulis disana "Oh Sehun, CEO Muda Amerika keturunan Korea" itulah Headline tag yang tertulis dengan rapi pada cover tabloid.

Senyum cantik itu terkembang ketika ia menyadari lelaki itu tumbuh dengan baik di negeri orang, Luhan merasa bangga ketika hasil keras Sehun terbayar sudah. Jemarinya tertarik untuk membuka lebih dalam apa isi tabloid itu. dimulai dari biografi lelaki itu hingga perjalanan bisnisnya di Amerika semuanya ada disana. belum sampai ia selesai membaca salah satu kesuksesan Sehun, retinanya menangkap sosok lain yang ada disana, seorang wanita cantik dan anggun ada disalah satu lembar halaman. Foto wanita itu nampak luar biasa dengan Sehun yang berdiri dengan tampan disampingnya, tapi hatinya kembali berdenyut ketika menyebutkan wanita itu adalah calon istri Sehun.

Calon istri, ternyata ia sudah terlalu jauh berharap pada Sehun. Lelaki itu telah melupakannya.

.

.

.

.

Luhan menunduk ketika semua yang ia ingat pada masa lalu kembali mengampiri kepalanya, wanita itu merasakan rasa panas pada kedua pipinya, dan sesuatu yang buram telah menupuk pada pelupuknya. Hatinya berdenyut ketika menyadari jika Sehun yang disampingnya sekarang bukanlah Sehun-nya yang dulu, bukan Sehun yang dapat ia miliki seutuhnya, dan bukan Sehun yang akan selalu disampingnya ketika ia merasa hancur. Sehun sekarang adalah Sehun milik orang lain yang tak mungkin ia rebut, Luhan bukan wanita semurahan itu walaupun ia tak dapat melawan perasaannya pada Sehun. Ia memilih mengalah pada perasaan itu dan tetap membiarkan lelaki itu memiliki seluruh hatinya, walaupun sekarang lelaki itu tak dapat ia sentuh.

"Kau menangis ?" Itu pertanyaan Sehun yang membuat Luhan terkejut. Wanita itu mengangkat kepalanya, sembari menghapus bulir-bulir itu dengan kedua tangannya.

"Jangan menangis Luhan, aku tak suka melihatmu menangis." Sehun berujar pelan, menatap wanita yang nampak kacau disampingnya itu. Sehun tahu, Luhan membutuhkan penjelesannya. Sehun tahu apa yang Luhan tangisi.

"Berhenti Sehun, berhenti membuatku jatuh lagi kepadamu. Aku lelah, kau sudah menjadi miliknya." Luhan mengangkat kepalanya, menatap Sehun dan melawat sorot lembut yang lelaki itu berikan kepadanya.

Sehun terdiam, lelaki itu sedikit tak mengerti tentang apa yang dikatakan Luhan, bukan apa melainkan siapa yang dimaksud oleh wanita itu. Ia terdiam sebentar, mencoba mencari arti dibalik tangisan Luhan yang mmenyakitkan untuknya. Apakah wanita itu mengetahui beritanya satu tahun yang lalu ? Ah, Sehun tahu wanita itu tak bodoh. Bagaimana mungkin Luhan tak mengetahui segala tentangnya disaat pada masa itu merupakan puncak karirnya ? bahkan wajahnya hampir menghiasi seluruh tabloid bisnis. Hingga kabar pernikahannya yang cukup menggemparkan dunia bisnis. Dan apakah wanita itu yang Luhan maksud ?

Lelaki itu kembali menatap Luhan yang masih menunduk, dengan berani lengannya mencengkram bahu mungil sang wanita. Memutar tubuh itu hingga membuat sang pemilik terkejut dan menatapnya dengan nyalang.

"Dengarkan aku Luhan..." Sehun menarik nafasnya dengan dalam. Membawa sorot lembut penuh air mata itu jatuh kedalam lubang hitam miliknya. Luhan hanya terdiam tanpa berniat membalas perkataan Sehun. Wanita itu sudah bertekad akan mendengarkan semua alasan Sehun, walaupun hasil akhirnya akan menyakiti perasaannya. Luhan tak peduli, ia sudah siap dengan semua kemungkinan bahkan hingga kemungkinan terburuk.

"Jika yang kau maksud wanita itu, sepertinya kau harus membaca lagi berita tentangku pada satu tahun yang lalu." Suara berat penuh kelembutan milik Sehun membuat Luhan kembali terkejut, apa maksud lelaki itu ? bukankah ia benar-benar sudah menikah pada satu tahun yang lalu ?

"Apa maksudmu ?"Dan Luhan benar-benar tak mengerti kenapa lelaki itu tersenyum, membuatnya ingin menerjang lelaki itu dan tenggelam pada pelukannya.

"Sudah berulang kali kukatakan padamu, bahwa aku menyukaimu. Dan aku memintamu untuk menungguku. Kenapa kau tak paham juga ?" Lelaki itu kembali tersenyum, kali ini dengan sebuah cubitan gemas yang ia arahkan pada hidung bangir Luhan.

"Aku benar-benar tak mengerti, Sehun."

"Kau selalu tak mengerti ucapanku, karena kau selalu menganggap semua perkataanku adalah lelucon. Tapi, kau tak pernah tahu jika aku benar-benar mencintaimu." Kalimat milik Sehun membuat Luhan terdiam. Wanita itu kembali tenggelam pada pikirannya dan rentetan kalimat itu membuatnya tersadar. Luhan teringat, wanita itu selalu menganggap semua apa yang dikatakan Sehun adalah sebuah lelucon. Tentang lelaki itu yang mengatakan bahwa Sehun menyukainya, mencintainya dan menyayanginya.

Cup

Itu sebuah sentuhan lembut yang kembali Luhan rasakan pada bibirnya setelah empat tahun. Sebuah sentuhan yang selalu Luhan rindukan. Wanita itu menatap Sehun yang nampak lebih dekat dari wajahnya, entah mengapa lelaki itu nampak mempesona pada malam ini. Luhan hanya berkedip pelan ketika wajah milik Sehun semakin mendekat padanya, dan kedua kelopaknya terpejam ketika menyadari rasa lembut itu kembali mengunci bibirnya.

Satu detik, dua detik, tiga detik. Tak ada pergerakan sebelum pada akhirnya Luha merasakan tangan Sehun yang menekan bagian belakang kepalanya. Membuat mereka benar-benar menempel bagaikan perangko dan amplopnya. Dan yang Luhan rasakan adalah bibirnya yang dibuka oleh bibir Sehun dan lidah lelaki itu yang mencoba menerobos masuk, mengobrak-abrik miliknya didalam sana. Luhan melemas karena perlakuan lelaki itu.

Sebelah tangan Sehun yang kosong ia bawa pada pinggang Luhan, menarik wanita itu agar merapat pada tubuhnya. Luhan terasa manis, ketika lidahnya bertemu dengan lidah milik wanita itu didalam sana. Sehun membawa lidah itu untuk ia jilat, dan hisap sekuat-kuatnya mencoba memberitahu Luhan bahwa perasaannya benar-benar ada untuk wanita itu. Sehun menghisap bibir bagian atas dan bawah Luhan bergantian, sedikit tersenyum karena wanita itu memberikan respon dengan membuka bibirnya dan mencoba membalas pagutan yang Sehun berikan kepadanya.

Tangan kecil itu memukul dada Sehun ketika Luhan merasa sesak, wanita itu seolah-olah kehilangan udara disekitarnya. Sehun mengerti, lelaki itu mengehentikan aktivitasnya dan melepaskan pagutan yang ia ciptakan hingga nampak benang saliva yang menghubungkan bibir mereka berdua.

Sehun membawa sebelah tangannya pada wajah cantik itu, mengelus pipi gembil dengan rona merah yang selalu ia puja itu. kemudian membawa ibu jarinya untuk menghapus sisa-sisa perbuatannya pada ujung bibir Luhan. Mereka terengah, ketika merasakan kembali bagaimana sebuah gejolak mendebarkan yang meronta-ronta di dalam hati mereka. Sehun tersenyum ketika Luhan menatapnya dengan gugup, lelaki itu bangkit dan mengecup dahi Luhan ringan.

"Masuklah, dan lekas tidur. Besok pagi aku akan menjemputmu."

Hanya itu yang dikatakan Sehun, sebelum pada akhirnya lelaki itu berjalan meninggalkan Luhan dengan getara-getaran hebat yang lelaki itu berikan pada diri Luhan.

Sial, aku jatuh lagi kepadamu. Oh Sehun.

.

.

.

.

Luhan tak bisa tidur semalam, bahkan wanita itu benar-benar tak bisa memejamkan kelopaknya walaupun hanya sebentar. Beragam pikiran konyol memenuhi kepala kecilnya, tentang apa yang dilakukan Sehun kepadanya semalam hingga lelaki itu akan menjemputnya pagi ini. Dan entahlah, apakah cuaca yang memang sedang cerah atau angin laut yang menembus pintu rumahnya terasa menyegarkan. Luhan benar-benar dalam kondisi hati yang sangat baik hari ini. Wanita itu bahkan tak berhenti tersenyum ketika memilih dress yang akan ia kenakan hari ini.

Berulang kali, kelopak rusanya mencoba mengintip halaman depan takut-takut jika ada sebuah mobil yang akan berhenti tepat didepan rumahnya. Luhan tak menunggu Sehun, setidaknya itulah yang selalu ia katakan ketika ia mendapat sebuah perasaan berdebar yang menyenangkan pada dadanya. Hingga wanita itu memutuskan untuk duduk pada ayunan putihnya, mencoba memejamkan matanya sembari menikmati hembusan angit laut dan suara deru ombak menenangkan.

"Sudah menunggu lama ?"

"Astaga.." Luhan terkejut ketika sebuah suara berat terdengar dan seorang lelaki dengan kemeja biru mudanya telah berdiri di samping ayunan miliknya. Sehun nampak tampan dengan rambut hitamnya yang mempesona.

"Bisa kita pergi sekarang ?" Sehun mengulurkan tangannya, Luhan yang melihatnya hanya terdiam sebelum pada akhirnya membalas uluran itu dan Sehun benar-benar menggeggamnya dengan erat.

Mereka hanya berjalan beberapa meter dari rumah Luhan dengan keadaan canggung yang menyelimuti mereka berdua. Mereka berhenti pada pinggir pantai yang sedikit jauh dari keramaian dan memilih untuk duduk disana. di tempat itulah, empat tahun yang lalu mereka sering menghabiskan waktunya untuk bertukar pikiran, menggoda satu sama lain hingga tak sadar jika mereka telah jatuh pada pesona masing-masing.

"Sudah lama, tempat ini tak pernah berubah." Sehun memandangi lautan yang terhampar didepan kelopaknya. Lelaki itu menikmati bagaimana langit biru dan laut yang berwarna biru-kehijauan itu nampak menyatu. Ia tersenyum ketika angin laut membelau tubuhnya, sudah lama ia tak merasakan perasaan seperti ini. Lama sekali.

"Ya.." Luhan menyetujui apa yang diucapkan Sehun, wanita itu ikut memandang obyek yang sama dengan Sehun. Luhan hanya tak percaya jika harapannya untuk duduk disini kembali dengan Sehun menjadi nyata.

"Dan kau juga tak berubah.." Kembali kalimat Sehun membuat Luhan terdiam, perasaan berdesir pada dadanya juga terasa menyenangkan.

"Aku masih tak mengerti apa ucapanmu semalam Sehun." Luhan mencoba mengalihkan topik pembicaraan mereka, setidaknya ia harus mengetahui status lelaki itu sekarang sebelum semuanya berjalan terlalu jauh.

"Kau masih memikirkannya ?"

"Aku butuh sebuah kepastian, bukan kalimat yang penuh teka-teki."

"Baiklah, baiklah.." Sehun memutar tubuhnya, lelaki itu membawa tubuhnya hingga tertuju seluruhnya pada Luhan. Membuat wanita dengan rambut hitam panjangnya itu sedikit salah tingkah.

"Jadi, satu tahun yang lalu aku batal menikah jika kau ingin tahu." Serius, Luhan hanya menemukan sorot kesungguhan dibalik sepasang mata elang milik lelaki di depannya itu. Wanita itu mencoba mencari cela kebohongan disana, tapi nihil ia tak menemukannya.

"Aku mengatakan kepada orang tuaku, jika aku menentang perjodohan sialan itu. Ya, kau tau apa selanjutnya yang terjadi. Ayah memukulku dengan keras, sakit memang. Tapi aku mengatakan pada Ayah untuk kali ini saja biarkan ia yang menuruti permintaanku. Aku sudah terlalu banyak menuruti apa yang ia inginkan. Dan aku meminta.." Sehun sengaja mengehentikan ucapannya, mencoba melihat apa yang akan wanita itu berikan sebagai responnya.

"Dan ?" Luhan menatapnya dengan sorot bertanya, wajah cantik yang nampak polos itu membuat Sehun terkekeh pelan, Sehun gemas dengan raut penuh tanya milik Luhan. Lelaki itu benar-benar ingin membawa Luhan kedalam pelukannya.

"Dan.. Aku meminta Ayah untuk menikahkanku denganmu."

Diam, Hening.

Dan Selanjutnya.

"Kau Gilaa ?!" Luhan berteriak tepat didepan wajah Sehun dengan rona memerah yang muncul pada kedua pipinya.

"Ya, aku gila karenamu." Sehun tersenyum pada Luhan. Kacaunya, senyuman milik Sehun itu malah membuat Luhan nampak lebih memerah.

"Kau bercanda kan Sehun ?" Luhan memicing, mencoba menampilkan raut kesal pada Sehun yang bahkan ia tahu ia akan gagal.

"Tidak, Aku serius Luhan. Bahkan ibu berteriak girang ketika aku mengatakan hal itu. Ibu juga menyukaimu, aku malah tak percaya ia lebih sering menanyakan kabarmu setelah ia tahu aku pulang kemari." Ya, Sehun tak mengada-ada tentang kisahnya satu tahun yang lalu. Bahkan Ibunya lebih sering menayakan kapan lelaki itu menemui Luhan hanya karena wanita paruh baya itu tak sabar untuk menimang cucu.

Luhan kembali terdiam, wanita itu benar-benar kehabisan kata-kata hanya karena Sehun yang menceritakan keadaannya satu tahun yang lalu. Entahlah, Luhan harus merasa bagaimana. Jujur, ia senang karena ternyata Sehun belum menikah atau gagal menikah dengan wanita itu dan ia juga terkejut ketika lelaki itu berniat untuk menikahinya.

"Bagaimana Luhan ? Kau mau tidak ?" Suara Sehun kembali membawa Luhan tersadar.

"Eh ?"

"Menikah denganku ya."

Luhan terkekeh ketika kalimat Sehun malah terdengar memerintah ditelinganya, dan sejak kapan kedua tangannya telah berada di dalam genggaman Sehun ? sepertinya ia tak bergerak sedikitpun.

"Entah kenapa intonasi pertanyaanmu malah terdengar memerintah bukan bertanya. Kau bahkan tak bertanya apakah perasaanku terhadapmu masih sama."

Sehun lupa dengan hal itu, tapi Sehun tahu jika didalam sepasang sorot rusa itu masih penuh dengan perasaan yang hanya ditujukan untuknya. Sehun yakin itu.

"Kau masih menyukai Turquoise ?" itu pertanyaan dari Luhan membuat Sehun sedikit tertegun, bahkan wanita itu masih mengingat apa yang menjadi kesukaannya. Sehun mengangguk sebagai jawaban untuk Luhan, membuat wanita itu tersenyum sembari memandang hamparan biru-kehijauan di depan mereka.

"Aku juga menyukai Turquoise. Sepertinya aku belum mengatakan ini, semenjak kepergianmu aku jadi menyukai Laut dan Angin. Sama sepertimu, karena hanya melalui mereka aku merasa menjadi lebih dekat denganmu." Luhan membawa senyumannya pada Sehun. Membuat lelaki itu menahan nafas dan menahan dirinya agar tak menyeret wanita itu untuk pulang. Sehun tak ingin berbagi senyuman cantik milik Luhan kepada siapapun.

"Kau Lautku Luhan, Kau Anginku. Kau yang membawaku kepada kebebasan, dan mampu menyentuh hatiku pada titik yang paling dalam." Sehun tak tahan lagi, wanita itu ia tarik untuk ia peluk. Ujung hidungnya ia tenggelamkan pada puncak kepala Luhan, menghirup aroma wanita itu dalam-dalam. Mencoba mengingat bagaimana harum wanita itu ketika berada dalam pelukannya.

"Jadi, Kau ingin kita menikah kapan ?" Suara lembut milik Luhan yang dipadu dengan deru ombak dan angin laut membuat Sehun terdiam dari aktivitasnya. Lelaki itu merasakan perasaan berdebar bahagia yang berdegup keras pada dadanya. Luhan melepaskan diri dari pelukan Sehun dan menatap lelaki itu dengan lembut. Wanita itu telah yakin dengan keputusannya, bahwa ia telah memilih Sehun untuk menjadi pendamping seluruh hidupnya.

"Sekarang, bagaimana ?"

"Ya, Sekarang." Luhan membawa tubuhnya mendekat pada Sehun. Wanita itu tersenyum ketika Sehun mencuri satu ciuman darinya. Sebelum pada akhirnya mereka berdua larut dalam pergulatan manis yang telah mereka ciptakan. Di pinggir pantai, dengan deru ombak dan belaian sang angin sebuah cinta telah bersatu dengan indah. Sehun tak percaya ketika cintanya telah ia jemput, ketika cintanya masih dengan setia menunggunya selama itu dan Luhan bersyukur sampai detik ini ia tak menyerah dengan cinta miliknya, walaupun ia tahu ia akan sakit pada akhirnya. Tapi takdir telah berkata lain, Turquoise yang membuatnya bertahan hingga sang cinta benar-benar datang menjemputnya. Membawanya pada kebahagiaan yang impikan.

Jadi, perasaanku padamu masih tetap sama.

Walaupun pernah merasakan sebuah rasa sakit yang teramat sangat.

Tapi, lihat kan aku masih bisa bertahan.

.

.

.

.

END

Finally, this story is End.

Maafin Yuri kalo banyak typo disini lagi males ngedit hehe, fyi chapter ini baru kutulis dan selesai hari ini setelah melalui stuck moment -.-

Btw, Yuri lagi ketagihan sama semua lagu di Album The War :') semua easy listening. Dan kenapa Ayah disitu ganteng banget Yasallam-

Cie yang ngarep ada adegan enaena ternyata dapetnya ciuman doang :') oke story ini ku ubah ratednya jadi T karena emang Yuri rada males bikin adegan enaena. Sekali-kali kek nulis rated T masa Cuma satu doang :')

Oke, sampai sini dulu ya.. jangan lupa review :*

Sampai jumpa di story berikutnya..

See you~

-Keep the faith –SL-