Summary: Kau adalah cahaya gelapku. Kau ada di tiap petangku.
Jinhwi featuring Samuel (baca: Samhwi), Jihoon (baca: Winkdeep), Guanlin (baca: Panwink), Wanna One, dan PD101 trainee.
.
.
.
Selalu ada kegilaan dalam cinta, tapi juga selalu ada dalih dalam setiap kegilaan.
–Friedrich Nietzche
EIGENGRAU
[2]
"Friendship is always a sweet responsibility, never an oportunity." –Khalil Gibran
6:25 PM
my love jinyoungie hyung : Dimana?
6:32 PM
my love jinyoungie hyung : Kamu sakit? Kenapa tidak beritahu aku?
my love jinyoungie hyung : Perutmu bermasalah lagi?
10:04 PM
my love jinyoungie hyung : Besok pagi aku jemput.
Daehwi setengah berlari menuju kamar mandi. Mata kaburnya tak dapat diandalkan. Dia melompat sembarangan, menghindari meja lipat yang belum sempat ia rapikan.
Berjongkok di samping kloset, lagi-lagi kontraksi perutnya membawa naik kekosongan. Pemuda itu menarik tuas siram sambil melorot ke lantai. Itu adalah kali ketiga dia melakukan hal serupa, memuntahkan yang tak ada. Jari-jari gemetarnya bertumpu di sisi kanan kiri, menopang tubuh dari tuntutan pembaringan.
Ah, Daehwi lelah. Matanya lelah. Badannya lelah. Otaknya pun lelah. Dia menyesal menyerahkan diri pada emosi yang terlanjur membuncah. Emosi yang seharusnya bisa ia cegah. Emosi yang sebenarnya telah ia antisipasi. Emosi yang menghubungannya dengan ... kesakitan hati.
Benar. Rasanya sakit.
Tapi mengapa, mengapa begitu sakit? Mengapa dadanya serasa ditindih beberatan tak kasat mata? Mengapa lehernya serasa dicekik tangan-tangan tanpa lengan? Mengapa pupil cokelatnya bak ditabur sebotol penuh bubuk merica? Mengapa pula terlalu banyak mengapa dalam penyangkalan atas jawaban yang begitu sederhana?
Ya. Jawabannya memang sangat sederhana. Dan rumit juga di saat yang sama. Karena untuk apa dia menangisi konfirmasi atas sesuatu yang sudah dapat dipastikan? Untuk apa perasaannya terluka atas kabar yang seharusnya melegakan hatinya? Untuk apa?
Rasa suka? Cinta?
Menggelikan. Kata itu dia ulang-ulang dalam gumaman.
Semua itu tidak penting. Daehwi punya banyak impian yang lebih butuh untuk diperhatikan. Tidak penting bahwa sahabatnya menyukai manusia sempurna dambaan banyak jiwa. Tidak penting bahwa sahabatnya berhasil mengencani pilihan hatinya. Tidak penting bahwa pada akhirnya ada orang ketiga dalam persahabatan mereka. Tidak penting bahwa orang ketiga itu sebenarnya kekasih sahabatnya. Tidak penting juga bahwa kehilangan waktu bersama sahabatnya segera menjadi realita.
Tidak penting. Tidak penting. Tidak penting.
Tapi sakit. Sakit. Sakit!
Daehwi merasa dipecundangi logika. Misi abai yang sedang ditekuninya sirna seketika.
Dengan langkah sempoyongan, pemuda itu berjalan tertatih memasuki kamar. Dia mendesah melihat pantulan makhluk asing pada cermin di muka dinding. Daehwi kemudian menggaruk enggan tengkuknya. Dan sosok itu menduplikasi. Imitasi geraknya sangat sempurna. Ah, benar juga. Itu dirinya.
Kausnya berkerut depan belakang. Rambutnya pun tak lebih rapi dari sarang burung di cecabangan pohon dekat bukaan loteng. Matanya semakin sipit dan bengkak. Lingkar hitam di bawahnya bahkan jadi selebar milik panda.
Ah, Daehwi butuh mandi. Juga sekantung es untuk mengempiskan gelembung mata. Dia tidak boleh terlihat menyedihkan. Tidak boleh terlihat berantakan. Semua orang akan bertanya dengan rasa ingin tahu mereka. Dan Daehwi –terbiasa jadi semacam bola energi, tidak memiliki jawaban untuk dibagi.
Tapi sebelumnya dia harus membalas pesan itu. Sahabatnya, Bae Jinyoung, adalah tipe orang yang bisa berubah jadi manusia worrywart. Daehwi tidak ingin dijemput karena memang lokasi rumah mereka jauh dan berlawanan arah. Dia tidak ingin merepotkan.
Merepotkan?
Pembohong.
Dia hanya tidak siap bertatap muka dengan seorang Bae Jinyoung.
Pemuda itu duduk di tepi ranjang, meraih ponsel, dan membuka chat yang semalam ia abaikan. Daehwi membulatkan bibir kemudian membuang napas. Dengan gamang, dia perintahkan dua ibu jarinya untuk menari di layar lima inci.
Chat with my love jinyoungie hyung
ottereyes_dh : Tidak perlu menjemputku, Hyung.
ottereyes_dh : Youngmin hyung kan ada kuliah pagi. Tebengan gratis!
ottereyes_dh : Hahah ^^
Dusta.
Im Youngmin, tetangganya, tidak memiliki jadwal sepagi masuknya bocah SMA. Im Youngmin, yang ternyata masih sepupu jauhnya, sedang berada di luar kota.
Ya, dusta. Daehwi cukup pandai melakukannya. Dia melakukannya sepanjang hari dan setiap waktu di Amerika sana; di hadapan ibunya, teman-temannya, dan keluarga Samuel yang sudah menjadi keluarga nomor duanya.
Dan kali ini, di sini, sepertinya Daehwi akan mencoba hal yang sama. Tak ada pilihan lain bukan? Apa dia harus memperjuangkan perasaannya? Atau sebaiknya menuruti bisikan ego dan jadi antagonis saja? Begitu?
Daehwi tidak bisa. Nuraninya masih berdiri tegak di pangkal hati. Mungkin jalan terbaik memang dengan melakukannya. Berbohong, menipu, berdalih, pura-pura ... apapun itu namanya. Demi kebaikan bersama –tidak, bukan untuk dirinya.
Kemudian mata Daehwi membola. Tiga pesan kirimannya langsung mendapat tanda telah dibaca oleh si penerima.
my love jinyoungi hyung is typing ...
Daehwi sedikit terkejut. Dia tidak mengira Jinyoung sedang online. Ponsel itu ia jatuhkan sembarangan. Dia lalu memalingkan muka dan mengedip lama. Bocah itu takut. Dia takut Jinyoung menyadari dalih palsunya.
Penasaran, manik cokelatnya meliriki telepon genggam. Sebuah pesan muncul tiba-tiba di layar yang masih menyala. Ekor mata Daehwi berkedut. "Sempurna," gumamnya sambil mengusap muka. Dimana si dewi fortuna saat Daehwi benar-benar membutuhkan dia?
my love jinyoungie hyung : Aku di bawah.
Oh, Daehwi celaka.
Chat with My Daehwi
DeepDark10 : Aku di bawah.
Bae Jinyoung berdiri di muka gerbang dengan pintu teralis bercorak klasik. Kepalanya menunduk. Satu jempolnya menaik-turunkan sebuah laman chat pada layar ponsel. Kaki pemuda itu mulai menjejak gusar. Sudah lewat beberapa menit sejak pesannya tertandai telah dibaca dan sampai sekarang dia belum mendapat feedback apapun dari sahabatnya.
Terkutuklah Neptunus di atas tahtanya jika dikira Jinyoung percaya dengan kebohongan tersembunyi dalam pesan terakhir seorang Lee Daehwi. Daehwi adalah sahabat pertamanya, seseorang yang mengulurkan tangan dan menarik paksa dirinya dari batas kelabu di hitam putih dunianya. Bagi Jinyoung, Daehwi itu matahari. Hangat. Sinarnya memantul di tiap fragmen jiwa, menciptakan polaroid warna yang mengubah pandangannya.
Dan Jinyoung percaya begitu saja jika Daehwi tidak apa-apa?
Jangan bercanda.
Bahkan waktu semalam Daehwi mengabaikan pesannya pun Jinyoung merasa ada yang salah. Demi Tuhan, pemuda itu sangat mengenal sahabatnya sendiri. Dia sangat mengenal Lee Daehwi.
Setidaknya begitu pikirnya.
Daehwi tidak suka sendiri. Bocah itu akan selalu memanggilnya saat sakit. Dia akan banyak mengoceh. Dia akan merengek minta berbagai makanan dalam daftar pantangan. Dan Jinyoung menikmati sensasi jadi sosok tegas yang melarangnya. Jinyoung suka menjadi teman yang dapat diandalkan. Jinyoung suka saat Daehwi bergantung padanya. Jinyoung–
–tidak suka ditinggalkan tanpa petunjuk. Jinyoung tidak suka diabaikan Lee Daehwi.
Bukankah memang kewajiban seorang sahabat untuk saling peduli? Jadi kenapa perasaanya berkata bahwa Daehwi tidak ingin dipedulikan kali ini?
Ah, Jinyoung jengkel.
Tling. Masuk sebuah pesan.
Bukan dari Daehwi.
Jihoonie Hyung : Bagaimana Daehwi?
Jinyoung langsung membalas. Dia tidak ingin membuat orang itu khawatir. Ralat. Jinyoung tidak ingin membuat kekasihnya khawatir.
DeepDark10 : Belum tahu. Baru sampai di rumahnya.
DeepDark10 : Maaf Hyung, jadi tidak bisa berangkat bersama.
Jihoonie Hyung : Tidak apa-apa. Nanti kabari aku ya. Aku bawa bekal. ^^
Jinyoung tersenyum. Dia ingat betul Jihoon pernah berkata bahwa dia sama sekali tidak bisa memasak.
DeepDark10 : Benarkah, Hyung?
DeepDark10 : Kamu sendiri yang siapkan?
Jinyoung masih tersenyum. Dia membayangkan reaksi Jihoon saat membaca pesannya.
Jihoonie Hyung : Hei, kau sedang meragukanku ya!
Kali ini Jinyoung terkekeh. Dengan cepat ia langsung mengetik balasan.
DeepDark10 : Ahaha! Tidak, Hyung. Aku menatikannya! ^^
Jihoonie Hyung : Kalau begitu bagus. Sampai jumpa saat makan siang. ^^
Jinyoung masih terus memandangi ponselnya, membaca ulang obrolan singkat yang baru saja ia lakukan. Tentu senyum manis kembali mengembang di bibirnya. Rasanya bak orang paling bahagia sedunia. Bahkan dia gagal menyadari bahwa di depan pintu sana, hanya beberapa meter saja, Lee Daehwi berdiri mematung dengan raut getir di wajahnya. Pelupuknya pun kembali penuh oleh air mata.
Tapi siapa yang bisa menyalahkannya. Sebenarnya bukan karena tidak peka, Bae Jinyoung hanya sedang menikmati euforia.
.
.
.
[...]
A/N: Wah, makasih ya yang uda nyisihin waktu buat komen/fav/follow! Macem seneng gitu. Soale biasanya ff ku gapernah laku dan akhirnya dibumihanguskan aja gitu. Wkwkwk. Baydeway chapter ini masih disponsori oleh tembang If It is You. Dan setelah googling ternyata emang ... JLEB!
They say you'll be happy when you fall in love
Who said that?
Because I only know a love that look at you from behind
Semisal Jaehwan yang nyanyi itu, udah deh. Kelar. Stab killer.
*) Ngerti sih kalo Daehwi is very big on hygine, jadi mungkin orangnya rapi juga. Tapi biarkan dia sedikit clumsy di sini ya, demi plot doang kok. Pretty please? ~kedip aegyo