"Kau akan pergi kemana?"
Pemuda Jepang itu menghentikan langkah kakinya sebentar. Meski tak menoleh ke belakang, Taeyong yakin dengan pasti bahwa yang ia tanyai sedang mempersiapkan jawaban. Sebelum sempat bertanya lebih jauh, Taeyong tertegun dengan suara berat Yuta yang terdengar serak.
"Kau tahu olahraga kesukaanku setelah sepak bola, Taeyong?" tanya Yuta pelan. Tidak terdengar lemah, namun ada kerapuhan di dalamnya. Suara itu tetap membuat hati Taeyong berdesir seperti biasanya, namun kali ini berbeda.
Detak jantung Taeyong lebih cepat dari biasanya karena tidak mengetahui jawabannya.
Memang ada?
Pemuda bersurai merah muda terang itu menatap kosong ke bawah. Yuta tak pernah memberi tahunya soal ini. Sesaat pikirannya tak jelas mengarah kemana, lagipula apa jawaban itu relevan dengan pertanyaan yang Taeyong berikan?
Lebih tepatnya lagi, untuk apa Yuta membahas ini sekarang?
Berkecimuk dengan batin yang tak menentu, Taeyong disadarkan lagi dengan knop pintu yang diputar, membuat Taeyong bertanya, lebih tepatnya sembari berbisik.
"Um... tidak, memangnya apa...?"
Keheningan menyingsing sebentar. Kelopak mata Taeyong berkedip beberapa kali kemudian, irisnya memancarkan pandangan bingung ketika mendengar Yuta terkekeh sekarang. Ia bisa menangkap kesedihan dalam tawa yang terdengar lelah itu.
"Lompat. Aku suka melompat tinggi, atau rendah, atau― apa sajalah," jawab Yuta cepat, membuka pintu sedikit, "Sampai detik ini kau berpikir aku akan bertahan, Taeyong?"
Tak memberi waktu agar Taeyong membalas omongannya, yang lebih muda membuka pintu apartemen mereks lebih besar, bersiap untuk benar-benar pergi kali ini, "Aku pergi. Sampai jumpa, mungkin,"
"A-Ah! Sampai jumpa, tentunya..."
Hanya itu yang dapat Taeyong lirihkan sebelum punggung kokoh pemuda lainnya menghilang dari pandangannya. Helaan napas keluar dari mulutnya, disusul dengan erangan pelan. Taeyong dengan cepat berdiri dari tempat duduknya di meja makan, berjalan ke arah kamar mandi.
Sejujurnya Taeyong tidak terlalu bisa merasakan kakinya, entah kenapa ia merasa pusing hari ini. Apa karena kata-kata Yuta tadi? Ah, Nakamoto Yuta. Betapa ia merindukan kehangatan dari pemuda itu. Taeyong menatap sedih ke lantai, pakaian hangat yang ia pakai sekarang tak lagi memberikan rasa nyaman padanya.
"Mengapa jadi begini?" Bibir pucat Taeyong bergetar sedikit, tak dapat menjawab pertanyaannya sendiri, terlampir ironis.
"Kembalikan Yuta-ku..."
soon to be continued.