Keseimbangan dunia sudah mulai goyah sejak bencana dahsyat yang terjadi seabad ke belakang. Alam yang rusak membuat populasi werewolf berkurang drastis. Untuk mencegah kepunahan spesiesnya, setengah abad yang lalu dibuatlah peraturan baru yang disepakati para pemimpin dunia, di mana setiap alpha, beta, dan omega muda harus mengikuti karantina untuk menguji seberapa tangguh dirinya, seberapa tinggi dan seberapa besar kemampuannya untuk bekerjasama dalam satu kelompok. Para tiap-tiap negeri, tiap-tiap area, mereka dikumpulkan dalam suatu tempat yang menyerupai alam liar. Yang dapat bertahan sampai akhir adalah pemenangnya. Proses ini menghabiskan waktu paling lama 100 hari. Alpha, beta, dan omega muda ini dilepas dalam area, dan dibiarkan membentuk kelompok dengan sendirinya.

Karantina ini bertujuan untuk membentuk karakter masing-masing menjadi lebih matang. Alpha akan dibentuk menjadi pemimpin yang bertanggung jawab, selain sebagai pengomando juga sebagai pengayom dan pelindung kelompoknya; beta dibentuk menjadi penyeimbang, dapat membantu alpha memimpin kelompok; dan omega dibentuk menjadi submisif yang kuat dan mandiri.

.

.

.

LUNA

BTS fanfiction

Characters belongs to God, BTS belongs to Bighit

ABO dynamics

Minyoon

.

.

.

Ini pagi ke-10 di dalam area K-01 (dulunya bernama Seoul). Hujan semalam membuat mendung mengurung, kabut menyelimuti, dan udara dingin menusuk tulang. Ada untung-rugi akibat hujan yang turun tersebut. Untungnya, aroma tubuh Jimin tak dapat tercium oleh alpha lain, pun dengan aroma Jungkook yang ikut bersamanya. Ruginya, ia tak dapat mencium aroma alpha yang berkeliaran di luar sana. Hujan membuat ketajaman indera penciuman para werewolf sedikit menurun.

"Tidurmu nyenyak?" ucap Jimin sebagai sapaan pada pemuda yang menggeliat di lantai kayu itu. Jimin tak menatapnya lama, hanya sekilas dan dia pun melanjutkan kembali pekerjaannya: memandang bias cahaya dari jendela kecil yang kacanya berdebu, tapi utuh, putih, blank, dan cukup menarik baginya. Sementara Jungkook bangun dengan malas. Dia menguap lebar.

"Apa hujan sudah berhenti?" tanyanya dengan morning voice yang serak.

"Sudah."

Jungkook mengangguk. Jimin merasa alpha yang lebih muda beberapa tahun darinya itu nampak terlalu santai. Yang lain, yang seusia dengan Jungkook mungkin sudah mati di masa-masa awal karantina. Entah itu karena kalah dalam battle, atau mati karena tidak dapat bertahan melewati masa rut sendirian. Masalah hormonal, dan alpha muda terlalu berbahaya jika sedang rut. Bisa melukai dirinya sendiri kalau kewarasannya sudah hilang.

"Hyung."

"Hm?"

Jimin mengalihkan pandangannya pada Jungkook. Meski ada lingkaran hitam di bawah garis matanya, tapi kelereng besar itu masih nampak bening dan berbinar. Seperti bukan mata seorang pemangsa, malah seperti mata kelinci—kalau Jimin tak salah ingat, sudah lama sekali ia tidak melihat hewan mungil itu.

"Apa kita hanya akan berdua saja sampai karantina selesai? Kau tidak ingin mencari anggota lainnya?"

Dalam karantina, partisipan dibiarkan untuk membentuk kelompoknya sendiri. Yang belum memiliki kelompok kemungkinan akan disingkirkan oleh yang lainnya. Maka agar tak terjadi hal seperti itu, partisipan akan mencari anggota kelompoknya, entah itu beta, omega, ataupun sesama alpha. Melihat dari karantina-karantina sebelumnya, kasus terdapat lebih dari satu alpha dalam satu kelompok jarang terjadi. Namun entah mengapa, Jungkook yang juga alpha malah mendeklarasikan dirinya sebagai pengikut Jimin. Sebagai anggota kelompoknya. Jimin sendiri tidak banyak bertanya alasan Jungkook membuat keputusan seperti itu. Yang jelas, selama Jungkook bersamanya sepanjang 8 hari karantina ini, pemuda itu cukup banyak membantu. Dia punya akal bulus, dia cerdas dan licik. Kadangkala dia dapat menghindari pertarungan dengan mudah—kabur dengan mudah. Gubuk yang menjadi tempat mereka berteduh pun Jungkook yang menemukan.

"Hyung?" Jungkook menuntut jawaban.

"Aku tak mencari. Aku berpikir mereka akan muncul tanpa harus dicari. Seperti kau misalnya."

Jungkook hanya memasang senyumnya. Lelaki berambut silver itu suatu ketika pernah dilihatnya sedang bertarung, dan Jungkook takjub dengan cara Jimin melumpuhkan lawannya. Jimin terlalu ganas, mungkin ada pemancingnya hingga ia begitu. Tapi di mata Jungkook, tipe alpha yang menyelesaikan urusannya dengan cepat, dan menghabisi lawannya tanpa pandang bulu adalah alpha yang patut jadi panutan. Dia tipe pemimpin yang dapat membuat lawan dan anggota pack-nya patuh dan tunduk. Begitu Jungkook menilai Jimin. Dia jadi punya obsesi untuk jadi alpha yang kuat seperti lelaki itu.

"Tapi ku pikir kita juga harus cepat mencari anggota kelompok. Kalau tidak, kita hanya jadi yang tersisa."

"Kau takut?"

"Hanya tak biasa berduaan saja dalam satu kelompok."

"Haruskah aku bertanya lagi, apa alasanmu mengikutiku? Kenapa kau bicara begitu kalau kau tidak mau jadi satu-satunya yang menggigit ekorku kemanapun aku pergi?"

Jungkook tertawa karena Jimin menggunakan peribahasa untuk memarahinya. Lelaki itu memang terlihat jelas lahir dari keturunan aristokrat, meski saat bertarung ganasnya bukan main, tapi bahasa yang digunakannya saat bicara sangat apik tertata.

"Setidaknya carilah omega, Hyung."

"Mereka itu menyusahkan. Aku tidak bisa membentuk kelompok yang kuat dengan omega."

Jimin merasa tak pernah setuju dengan aturan yang sudah berlaku selama setengah abad itu. Melibatkan omega dalam karantina. Seolah memaksakan kodrat. Yang lemah akan tetap lemah. Keadaan tidak akan berubah meski golongan omega dilatih menjadi tangguh. Bisa dikatakan, Jimin termasuk pada orang yang memandang sinis golongan omega. Karena baginya, omega tak lebih dari bagian pack yang menyusahkan. Mereka hanya pabrik bayi. Sudah cukup membantu kelangsungan hidup werewolf dengan menghasilkan keturunan tanpa perlu bertarung.

Jadi membentuk kelmpok bersama omega bukanlah tujuannya. Lagipula seperti yang dia katakan, dia tidak mencari. Dia akan memilih jika memang ada orang di luar sana yang ingin berkelompok dengannya.

"Hyung, hidungku sudah mulai bisa mencium aroma dengan lebih baik." Jungkook menggosok hidungnya sambil memejamkan mata. Efek hujan sudah habis sehingga indera penciumannya bisa berfungsi seperti sedia kala.

Jimin bangkit dari duduknya, kaca berembun itu sudah berubah menjadi bening walau masih tetap berdebu. Dia melihat keluar, di mana hijau daun pohon dan semak-semak sudah mulai jelas nampak warnanya.

"Kalau begitu aku akan pergi mencari makanan."

"Kemana kita hari ini?" Jungkook buru-buru merapikan isi tasnya ketika Jimin sudah berdiri di ambang pintu.

"Kita? Memangnya aku akan mengajakmu?" lelaki itu berbalik hanya untuk bicara ketus.

"Aku akan ikut meski tidak kau ajak!" rajuk Jungkook. Benar-benar memperlihatkan sisi kekanakannya sekali jika dipancing seperti itu.

Jungkook masih menatap Jimin lekat menunggu jawaban. Sedangkan Jimin hanya balas menatapnya tanpa bicara. Dia masih memasang wajah stoic-nya. Namun sedikit mengangkat sudut bibirnya ketika melihat mata bulat cokelat Jungkook kemudian . Dia merasa lucu dengan tingkah alpha muda yang mungkin baru sekali-dua kali rut itu.

"Baik. Kau boleh ikut tapi kau tidak boleh protes apa-apa kalau aku mencari makananku sampai turun tebing."

"Roger!"

.

.

.

LUNA

.

.

.

Yoongi merasakan dingin. Rasa yang menusuk itu membuat matanya perlahan terbuka. Yang ia dapati dari penglihatannya yang telah kembali sempurna adalah hutan dan semak belukar yang lebat dan basah. Ia berbaring di atas tanah yang lembab habis diguyur hujan. Tubuhnya tak bergerak, namun syaraf-syaraf otaknya bekerja memutar kembali memori yang tadinya begitu kabur—lalu ia ingat alasannya berada di antah berantah ini. Dia lari dari kejaran para alpha yang ingin 'memangsanya'.

Ah, sial memang nasibnya. Kenapa dia harus jadi salah satu yang mendapat surat panggilan negara untuk menjalani karantina? Kenapa dia jadi yang terpilih? Ia tak pernah menginginkan ini. Ia hanya ingin duduk manis di depan perapian rumahnya yang hangat. Sederhana.

Sudah begitu, statusnya sebagai seorang omega sungguh mempersulitnya. Dia harus pandai bersembunyi jika tak ingin ditemukan mereka yang memburu partisipan karantina lainya dengan sadis dan tak bertanggung jawab.

"Ugh…" Yoongi mencoba bangun. Menggerakkan tubuhnya sama saja seperti memutar tuas karatan. Sulit. Sakit sekali. Persendiannya ngilu seperti habis dipakai lari marathon berkilo-kilo. Tapi memang mungkin begitu, dia sendiri tak tahu sejauh mana dia lari dari kejaran para alpha itu.

Dia diam, mencoba merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Dia juga masih ingat betul kalau kemarin dia sedang dalam keadaan heat, yang membuat pheromone-nya tercium dengan kentara. Lalu sekarang, dia baru sadar kalau jaket yang tersampir di bahunya berbau alpha.

"Ah!"

Sontak dia melempar jaket itu jauh-jauh.

"Kau sudah sadar?"

Yoongi mendongak, tak dinyana seorang lelaki berambut pirang datang padanya.

"Kau siapa?!" dia reflek mundur ketika hidungnya mencium bau yang sama dengan bau pada jaket itu. Ya, Yoongi tak akan salah kira kalau lelaki yang menatapnya dengan wajah bingung itu adalah seorang alpha. Merasa trauma karena kejadian kemarin, Yoongi menekuk lututnya yang gemetar dan bersandar pada batang pohon di belakangnya dengan takut.

"Aku membawakanmu air. Kantung airmu kosong jadi ku isi di sungai." lelaki itu menyodorkan sebuah kantung air pada Yoongi. Tapi dia tidak bisa percaya begitu saja pada seorang alpha. Walau lelaki itu bersikap baik, belum tentu niatannya sama baiknya.

Maka dengan tenaga yang masih dia punya, Yoongi mencoba bangkit dari duduknya. Kabur adalah pilihan terbaik.

"Kau mau kemana?"

Tapi kakinya sangat kebas, sakit sekali untuk digerakkan. Dia menggeram menahan nyeri, dan alpha itu bergeming dari tempatnya berdiri. Dia mendekat, dan Yoongi semakin beringsut mundur.

"Hentikan saja, kau tidak usah lari!" alpha berambut pirang itu sedikit membentak sembari memukul batang pohon tepat di samping telinga Yoongi. Dia mengungkung dalam tatapan tajam yang mengintimidasi. Mata birunya berkilau tapi bersirat amarah.

Yoongi hanya bisa mematung. Napasnya terasa berat untuk dia hembuskan. Alpha itu menatapnya secara langsung. Tapi, perlahan wajah kaku itu mengendur, ada gurat penyesalan di sana.

"Maaf jika aku membuatmu takut. Ini, minumlah dulu." lelaki itu menyodorkan kantung air yang dipegangnya lagi. Tangan yang semula memukul batang pohon itu dia turunkan, dan Yoongi hanya bisa terpaku. Ada apa dengan alpha ini?

"Kau… siapa?" lagi-lagi itu yang jadi pertanyaan terbesarnya.

Lelaki itu menghela napas panjang.

"Aku menemukanmu yang hampir tak sadarkan diri. Aku tahu kau sedang heat, jadi aku merogoh tasmu dan mencari supressant. Aku menginjeksinya ke tubuhmu semalam. Aku juga memakaikanmu jaketku supaya ketika aku pergi mencari air tidak ada alpha lain yang mencium baumu…"

Tapi Yoongi tak ingin percaya.

"Akh—hei!"

Dia mendorong dada alpha itu dan menyeret kakinya untuk berlari. Dia merasa dibohongi. Mana ada alpha yang akan menolong seeorang omega heat sepertinya? Di dunia ini tidak ada alpha yang seperti itu. Dia yakin. Dia yakin kalau alpha itu hanya ingin membuatnya luluh, lantas 'memangsanya' dengan kejam.

"Hei, tunggu!"

"Ugh!"

Bruk! Yoongi jatuh bebas ke tanah dengan keras. Tangan alpha itu telah menjangkaunya dan membuat keseimbangannya hilang. Lantas dia terjatuh pun dengan alpha itu. Mereka sama-sama membentur tanah yang gembur.

"Enghh…" Yoongi melenguh. Tubuhnya yang sudah sakit makin saja sakit karena benturan itu.

"Sudah ku katakan… jangan lari…"

"Apa maumu…?" dia memejamkan matanya kuat. Heat dan rasa sakit yang menyiksanya itu membuatnya tak berdaya. Dia ingin lari. Dia ingin menghindar. Karena dia tak pernah percaya pada siapapun. Alpha manapun. Termasuk yang memeluk pinggangnya dengan erat itu.

"Aku hanya ingin menolong. Kau tidak boleh pergi kemanapun dengan keadaanmu yang seperti ini."

"Pembohong!"

"Tempat ini sangat berbahaya bagi omega sepertimu. Akan ada banyak alpha yang mengejarmu karena hujan telah habis. Baumu. Mengundang mereka." kata-kata picisan seperti itu sudah akrab di telinga Yoongi. Ia tak ingin mendengar ini. Ia merasa direndahkan. "Belum lagi… kau sudah diinjeksi supressant… tapi pheromone-mu masih saja menyengat tercium."

Yoongi tahu, dia adalah satu dari sebagian kecil golongan omega yang memiliki pheromone yang kuat dan tak terpengaruh walau sudah diberi supressant. Obat penekan hormon itu hanya akan mengurangi sedikit rasa sakitnya, bukan menyamarkan baunya yang kentara.

Lolongan samar terdengar. Sahut-menyahut. Para partisipan sudah mulai kembali berpencar untuk berburu. Yoongi merasa tegang. Ia sangat tertekan.

"Pasti ada yang juga mencium baumu di sekitar sini."

"Ah! Menyingkir dariku!" Yoongi berontak karena lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya.

"Tenanglah! Tenang!"

Pipinya ditangkup. Yoongi diam seketika. Rasa ngeri dan takutnya membuat dia terpenjara pada sepasang mata sapphire yang menatapnya lurus itu.

"Biarkan seperti ini. Aku akan menyamarkan baumu dengan bauku." lelaki itu mengalihkan pandangannya pada sekitar dengan awas. "Aku tidak akan melukaimu."

Yoongi merasa dadanya memanas.

"Percayalah."

Yoongi ingin mengelak, tapi mendengar lolongan-lolongan itu, dia merasa seolah dirinya memang butuh perlindungan dari seorang alpha. Tapi, siapakah lelaki ini?

"Kau siapa…?" sekali lagi, pertanyaan itu terucap dari bibirnya.

"Bukan siapa-siapa. Hanya seorang Taehyung."

.

.

.

LUNA

.

.

.

CONTINUED?

Oke. Saya nulis apa ya? *mendadak amnesia*

Sebetulnya saya nggak pernah berani nyentuh tema ABOdynamics. Nggak tau kenapa, rasa-rasanya karena pengetahuan saya minim banget soal beginian. Tapi, berhubung ada ide yang lewat, nggak ada salahnya untuk ditulis. Daripada ilang begitu aja eheheheh. Tapi nggak tau bakal dilanjut cepet atau nggak. Nggak tau bakal stuck disini juga. Entahlah… ku belum tau.