--

--

--

Bagian 11

--

Kali ini Sasuke membawaku ke tempat yang sedikit jauh. Kami butuh waktu empat puluh menit untuk mencapai tempat tujuan. Sebuah restoran yang terletak ditengah danau buatan. Ini sangat keren dan unik.

"Mmmmm." Gumamku mengalihkan perhatianku dari restoran pada Sasuke.

"Apa?" Tanyanya.

"Ehe he ku pikir kau akan membawaku ke tempat seperti biasanya."

"Seperti biasanya itu seperti apa?" Sasuke meraih tanganku dan membawaku masuk.

"Sejenis tempat dengan sekat-sekat?" Ucapku dengan nada tak yakin. Sasuke terkekeh.

"Sesekali mencari yang pemandangannya bagus bukan masalah kan ya?" Aku mengangguk menyahutinya.

Seorang pelayan menunjukkan satu meja yang ternyata sudah dipesan Sasuke. Ini membuatku tertawa tak percaya. Dia seolah yakin jika ku akan ikut dengannya. Bagaimana jika aku marah karna kejadian tadi malam dan memusuhinya?

"Entahlah. Aku hanya yakin jika kau tak akan menolakku." Jawabnya saat aku bertanya. Tentu saja itu membuatku tergelak. Entah sejak kapan dia terlalu narsis seperti ini.

Aku menghentikan tawaku dan menatapnya kikuk. Biar bagaimanapun senangnya aku bersamanya, tetap saat aku merasa tak nyaman jika ditatap seintens ini.

"Hentikan itu Sasuke." Gumamku.

"Hn?" Dia mengangkat alisnya tak mengerti. God, dia benar-benar imut. Tanpa sadar aku tersenyum manis menatapnya.

"Tatapanmu membuatku takut."

"Oh ya. Kenapa tak ganti menatapku dan takuti aku?" Senyumku melebar mendengar jawaban konyolnya. Tapi yang paling konyol, aku benar-benar menatapnya sebagaimana dia menatapku.

Aku semakin menyadari jika Sasuke begitu menawan. Dan... wajahnya semakin mendekat seiring tubuhnya yang terulur menyeberangi meja. Jantungku berdegup lebih cepat. Aku tahu apa yang akan dilakukannya. Dan itu membuatku menahan nafas secara otomatis.

"Ehm maaf..." Deheman pelayan bertepatan dengan Sasuke yang memiringkan kepalanya membuat mataku dan matanya terpaku. Perlahan Sasuke menarik tubuhnya ketempat semula dengan malu. "...Selamat menikmati." Ucap pelayan iti setelah menyusun pesanan kami dimeja.

"Aha ha ha." Kami tertawa bersamaan setelah pelayan itu menjauh.

Meja pilihan Sasuke memang sedikit tertutup oleh tanaman hias. Karna itu hanya dua meja yang bisa memandang kami leluasa. Itupun jika mereka peduli pada sekitar. Yang jelas, kami nyaris saja melakukan hal itu ditempat umum. Bagiku itu cukup memalukan.

"Selamat makan." Ucap Sasuke yang membuatku semakin tertawa.

Selanjutnya suasana mengalir begitu saja. Pemandangan indah dan obrolan ringan menemani kebersamaan pertama kami tanpa kekhawatiranku tentang Karin. Ini menyenangkan.

Aku bahkan menceritakan obrolanku dengan Karin tadi pagi. Tentu saja Sasuke senang mendengarnya. Dia bilang, berarti Karin masih seperti saat mereka SMA dulu. Mendengarnya mengatakn itu, tentu saja aku cemberut. Bagaimana tidak, itu seolah-olah jika Sasuke sangat mengenal Karin. Dan aku tak bisa marah saat dia bilang teman dekatnya pernah pacaran dengan Karin.

"Eiii habis bersenang-senang?" Tegur Karin saat aku masuk ke rumah. Aku tertawa kecil dan mengangguk menanggapinya. "Dan kau lupa melupakan jadwal les Sai?"

"Ya tuhan." Gumamku menepuk dahi. Aku melirik jam dinding. Sialan. sudah telat lima menit. "Ini salah Sasuke!" Gerutuku sembari berlari ke kamar mengabaikan tawa mengejek Karin.

Tiba dirumah Sai, Aku harus rela menerima ceramah nyonya Shimura dengan lapang dada. Ini memang salahku. Tidak. Ini salah Sasuke yang membuatku lupa waktu. Gara-gara dia aku harus mendapatkan ancaman kehilangan pekerjaan jika mengulanginya sekali lagi. Aku tahu jika nyonya Shimura mengeluarkan uang bukan untuk ku pakai percuma.

"Malam." Sapaku pada Sai sembari menghela nafas.

"Terlambat setengah jam dan ceramah nyaris lima belas menit. Ini merugikanku." Kekeh Sai yang membuatku mencibirnya. Orang kaya macam apa yang terlalu perhitungan seperti ini.

"Aku tahu itu salahku. Urungkan niatmu bicara apapun. Kita akan semakin kehilangan banyak waktu." Gerutuku. Meski aku tahu aku salah. Namun mendapatkan ceramah disaat kau sudah dewasa tetap terasa menyebalkan. Kekuatan uang benar-benar mengerikan.

"Sebenarnya Sasuke memintaku menyelamatkanmu dari Kaa-san." Ucapnya dengan wajah polos. Aku menoleh ke arahnya dan berusaha memelototinya dengan Sadis.

"Dan kau mengabaikannya?" Tuduhku. Sai menggoyang-goyangkan telunjuknya mengutarakan tidak.

"Lebih ke aku malas melakukannya. Toh Kaa-san tak akan memecatmu tanpa peringatan."

"Sialan!" Umpatku yang justru membuatnya terkekeh.

"Kau tahu, kau mungkin bisa jatuh cinta padaku jika terlalu membenciku." Ucapnya yang membuatku menatapnya sinis. Meski jujur, aku jadi mengingat bagaimana aku terganggu dengan keberadaan Sasuke pada awalnya. Dan kini, aku justru sangat memujanya. Yup, aku rasa aku mencintainya.

"Aku harap itu tak akan terjadi." Gumamku ngeri.

"Dan itu artinya masih ada kemungkinan terjadi. Ku rasa akan menyenangkan melihat Sasuke terusik karna miliknya beralih pada orang lain." Kekeh Sai.

Aku semakin menatapnya ngeri. Tak ingin semakin terjebak pada pembicaraan berbahaya yang bisa membuatku galau, aku memutuskan tak menanggapinya dan memulai pelajaran.

Meski terlihat tenang, nyatanya aku menjadi galau saat sendiri. Ini bukan pertama kalinya aku menyukai seseorang. Maksudku sampai tahap memuja. Tapi tahap itu menurun seiring dengan berjalannya waktu. Ada saat yang ku sebut mengerikan, yakni saat aku bosan pada sosok yang tadinya ku puja. Dan aku takut ucapan Sai menjadi kenyataan. Mungkin saja aku akan melakukan kesalahan untuk ke tiga kalinya. Bukankah itu kedengarannya keterlaluan?

Pagi harinya seperti saat aku memergoku Karin dengan kurang ajarnya mencium Sasuke, aku merasa meriang. Mataku terasa berat dan panas. Bahkan nafasku seperti keluar dari microwave.

Tentu saja ini kelemaha sialanku selanjutnya, Aku akan sulit tidur saat banyak pikiran. Lalu karna kurang tidur tubuhku langsung protes dengan cara meriang. Sangat merepotkan.

"Apa lagi kali ini? Bukankah kau sudah senang bersama Sasuke?" Karin menyentuh dahiku yang hangat.

"Mmmh bukan apa-apa?" Gumamku sembari meneguk air putih.

"Ra, aku tak pernah membiarkan masalah berlarut-larut setiap berhubungan denganmu bukan tanpa alasan. Aku tahu nyaris semua tentangmu. Jadi, katakan, kali ini apalagi yang ada dikepalamu."

"Tapi aku baik-baik saja saat kepikiran antara kami dan Sasuke." Bantahku lirih.

"Ya karna itu belum ada pemicu frontalnya. Terserahlah. Sekarang katakan saja, apa yang ada dikepalamu atau aku tak akan pernah membiarkanmu tenang." Karin memelototiku hingga yang bisa ku lakukan hanya menghela nafas panjang.

"Aku tak yakin benar-benar menyukai Sasuke." Gumamku semakin lesu. Karin menggeram mendengar ucapanku. Aku tahu dia berhak marah untuk ini setelah semuanya.

"Lalu?" Tanyanya yang membuatku mengerjap beberapa kali kebingungan.

"Lalu... apa?" Karin menghela nafas mendengar nada bingungku.

"Ya lalu apa. Maksudku apa masalahnya dengan itu? Kau bahkan baru mengenal Sasuke kurang dari sebulan. Wajar saja jika rasa sukamu menggebu karna wajahnya atau apa, lalu seiring berjalannya waktu kau tahu kau tak menyukainya atau justru semakin menyukainya. Lalu apa masalahnya?" Nafasku tercekat mendengar ucapan Karin.

"Apa itu bukan masalah? Kau tau, aku pernah merasa sangat bersalah dengan Menma dan Shino dulu. Dan ku pikir akan buruk jika aku mengulanginya pada Sasuke."

"Ini pacaran Sakura, bukan menikah. Kau tak perlu memaksakan diri mempertahankan hal yang tidak lagi kau sukai."

"Bagaimana jik meski menikah aku tetap akan seperti ini. Maksudku dengan mudah kehilangan rasa suka seiring dengan berjalannya waktu?"

Karin menatapku lama. Aku tahu jika aku terlalu dramatis. Namun seberapa inginpun aku mengenyahkan bagian ini dari diriku, itu bukanlah hal mudah. Aku selalu ketakutan lebih dulu sebelum melakukan apapun.

"Dengar Sakura. Bukan hanya kau. Aku bahkan mengalaminya. Kau tahu berapa kali aku berpacaran, putus, berpacaran, putus lagi? Alasannya tentu kurang lebih seperti yang kau alami. Terkadang aku yang jenuh, terkadang pacarku yang jenuh. Initinya apa yang kau takutkan bukanlah masalah. Jika memang kau takut menyakiti Sasuke, maka peringati Sasuke lebih dulu. Jika dia mundur, hanya cari yang lain. Sesederhana itu." Setelah terdiam beberapa saat mendengar ceramah Karin. Akhirnya aku mengangguk meski ragu.

"Kau selalu jadi yang terbaik untukku." Gumamku sembari memeluk sahabat terbaikku ini.

"Aku tahu." Aki tertawa mendengar nada arogannya. "Dan Ra, kemarin aku bertemu Sasori." Aku menghela nafas mendengar ucapan Karin.

"Ku rasa aku harus mandi." Gumamku meninggalkan Karin.

"Masih marah padanya?" Aku hanya diam tak menjawab pertanyaan Karin. "Ku harap kau sedikit mencoba melihat dari sudut pandangnya." Aku masih mendengar lanjutan ucapan Karin sebelum menutup pintu kamar mandi. Dan aku masih tak berniat menjawab apapun.

Karna ini akhir minggu, Sasuke menjemputku. Dia bilang akan mengajakku bersenang-senang setelah seminggu penuh bekerja. Padahal nyaris setiap haripun dia mengajakku bersenang-senang dengan mencicipi berbagai makanan.

Kali ini dia menjemputku menggunakan mobil. Ini membuatku bertanya-tanya sebenarnya seberapa kaya dirinya.

"Sasuke." Panggilku padanya yang sedang fokus menyetir. Suara merdu entah penyanyi siapa mengalun lembut mengiringi perjalanan kami.

"Ya?" Sahutnya tanpa menoleh. Tapi dia tersenyum sebagai tanda mendengarkan.

"Mmmm kita ini apa?" Ini termasuk jenis pertanyaan yang sepele namun penting bagiku. Bisa dikategorikan ke dalam hal sensitif juga. Di mana-mana seorang gadis selalu butuh penegasan tentang hubungn yang sedang dijalaninya bukan?

"Hn?"

"Jangan menggodaku! Aku tahu kau tahu maksudku!" Tandasku tak terima melihat respon main-main darinya.

Sasuke terkekeh ringan. Dia membelokkan mobil memasuki area parkir. Yeah, tempat yang sangat mainstream. pantai.

"Tentu saja pacaran. Apalagi?" Ujarnya sembari keluar dari mobil.

Mendengar hal itu tentu saja membuatku senang. Tapi aku dengan cepat mengejar langkahnya menuju pesisir. Ini sangat terik.

"Memangnya kau pernah memintaku menjadi pacarmu?" Lagi, pertanyaan memalukan. Setelah membuatku uring-uringan, lalu malu-malu dan sekarang Sasuke sukses membuatku bertingkah memalukan. Dia ini apa?

"Rencananya bersamaan dengan sunset nanti. Tapi sepertinya gagal." Aku cemberut melihat tawa Sasuke. Pria tampan yang mengaku pacarku sekarang ini dengan luwes meraih tanganku dalam genggamannya.

"Ini jauh dari kata romantis." Gerutuku mengikuti langkahnya yang kini meninggalkan jejak dipasir.

"Maaf. Kita skip saja bagian itu, oke?" Tangannya yang tadinya menggenggam tanganku beralih merangkul bahuku. Aku menatapnya yang juga menatapku. "Meski aku tak mengatakannya dengan benar, ku harap kau tak menolakku. Sakura, ayo pacaran..."

Aku sukses tertawa mendengar ucapan sungguh-sungguhnya. Seolah sudah biasa, tanpa canggung aku melingkarkan lenganku dipinggangnya.

"Mana jawabanku?" Rajuknya.

"Mmmm... mmmmm..."

"Jangan menakutiku, princess." Itu panggilan yang manis. Tapi ku rasa sedikit memalukan jika ditujukan padaku.

"Apa kau pikir aku akan menerimamu?" Cengirku.

"Kau akan." Ucapnya yakin lalu mengecup keningku lembut dan sedikit lama.

Perlahan dia menyudahi kecupannya dan menatapku. Kami saling tatap. Senyum lembut dan menawan terukir dibibirnya. Aku tahu jika Sasuke menawan. Tapi entah bagaimana dia selalu membuatku terpesona lagi dan lagi.

"Jika kau seorang pembaca pikiran, maka kau akan tahu jika aku sedang menari bahagia dikepalaku." lirihnya.

"Kenapa tidak kau buat nyata saja tarian dikepalamu itu?"

"Suatu saat, mungkin."

"Sasuke. Bagaimana jika aku tak benar-benar menyukaimu?" Pertanyaan bodoh yang langsung aku sesali begitu meluncur keluar dari mulutku. Aku menarik nafas bersiap menerima segala pertanyaan menyudutkan Sasuke. Tapi kenyataannya tak ada perubahan berarti dari ekspresinya.

"Dan kenapa iti bisa terjadi?" Aku menghela nafas panjanh dan menceritakan percakapanku dengan Sai juga dengan Karin.

Sasuke diam menatapku bermenit-menit setelah aku selesai. Itu membuatku takut dan menyesal. Harusnya aku diam saja dan tidak harus kehilangan Sasuke atau sejenisnya. Kenapa aku sangat drama sekali.

"Sakura..." Tubuhku tersentak saat akhirnya Sasuke bicara. Aku gugup, sejujurnya. "Jika rasa sukamu padaku memudar suatu saat nanti, maka aku akan membuatmu menyukaiku lagi, lagi dan lagi. Jadi tak ada yang perli kepala cantikmu ini khawatirkan."

"Sasuke..." Gumamku tak percaya dengan tanggapannya.

"Kau akan terkejut saat tahu betapa aku mencintaimu." Lirihnya sembari menyelipkan anak rambutku kebelakang telinga.

Aku diam menatapnya. Tak tahu harus mengatakan apa. Yang jelas aku senang mendengar ucapannya. Meski tak tahu alasannya, aku hanya yakin jika Sasuke mengatakan hal sejujurnya.

"Dan yang aku tahu, saat ini aku sangat memujamu." Aku tersenyum lembut. Benar, kenapa aku terlalu memusingkan hari esok. Apapun yang terjadi besok maka akan aku hadapi besok. Yang aku tahu, saat ini aku sangat menyukai pria ini.

"Lalu aku akan membuat itu berlangasung selamanya." Sasuke menundukkan kepalanya. Kami berciuman, untuk yang ke dua kalinya.

End

Sebenernya ini masih panjang, tapi aku bakalan gak bisa ngelarin story lainnya kalau macet disini. Jadi aku putuskan akan bikin lanjutannya nanti, setelah melanjutkan beberapa story yang lain.

Terima kasih buat semua yang mengapresiasi ff ini. Ini ff favorit aku diantara semuanya. Soalnya aku gak tahan dengan yang maso atau njlimet-njlimet. Makanya ngefavoritin yang ringan dan manis. Ehe he.

salam hangat,

Keyikarus

31/10/2017