| RAIN |
Disclaimer : all characters that's Masashi Kisimoto own
Genre : romance/drama
Chapter 7
| SWEET PAIN |
Maafkan untuk segala bentuk typo ataupun kesalahan lainnya.
Saya akan sangat senang dan mengghargai jika kalian berkenan memfollow, mereview dan memvote jika kalian menikmati setiap cerita yang saya tulis.
Terima kasih..
SELAMAT MEMBACA
A STORY BY HEXE
.
.
.
"Bagaimana dengan keadaannya?"
Haruno Sakura meremas jas putih panjang yang ia kenakan, rasa sakit dan kecewa kembali hinggap dan menggerogoti hatinya saat Sasuke menanyakan keadaan Hinata.
"Hinata baik-baik saja, Sasuke -kun."
Sasuke berusaha bangkit dari ranjang, namun luka yang di alaminya cukup parah sehingga membuat tubuhnya terasa ngilu dan sakit saat kembali digerakan. Sasuke menghela napasnya dengan kasar, merasakan tubuhnya tidak bisa digerakan dengan bebas. Pria Uchiha itu memiringkan kepalanya dan melihat langit yang cerah di luar sana.
"Bagaimana dengan Naruto?"
Sakura tampak menggigit bibir bawahnya sebelum menjawab pertanyaan kedua dari Sasuke, dengan suara yang pelan wanita Haruno itu menjawab.
"Dia sudah kembali menjalankan tugasnya. Naruto, kau tahu kan? Kyuubi yang ada di dalam tubuhnya dapat mempercepat proses pemulihan dari luka apapun."
Sasuke mengerutkan kedua alisnya, memangnya sudah berapa lama dirinya berada di rumah sakit? Bukankah kemarin malam ia tak sadarkan diri setelah menerima jyuken dari Hyuuga Hiashi? Dan mengapa Naruto sudah kembali bekerja seperti semula?
"Berapa lama aku tak sadarkan diri?"
Masih dengan nadanya yang datar, Sasuke kembali mengajukan pertanyaan untuk menjawab rasa penasarannya.
"Empat hari, dan kau baru siuman pagi ini."
Ada satu titik rasa iri dan kekecewaan yang dirsakan Sasuke, mendapati dirinya begitu lemah sehingga membutuhkan waktu selama empat hari untuk kembali sadarkan diri. Apakah luka yang dialaminya sangat parah? Hingga memerlukan empat hari? Sasuke memijit pelipisnya yang terasa berdenyut nyeri.
"Naruto, dia melakukan transfer chakra kyubi tepat setelah ia sadarkan diri, chakra itu digabungkan dengan chakra penyembuh milik Tsunade-shisou. Kondisi Hinata sangat lemah, hingga membutuhkan asupan banyak chakra untuk kembali memulihkan tubuh serta menyembuhkan luka bakar dari amaterasu."
Sasuke mengeraskan kedua rahangnya, merasa dirinya lagi-lagi tidak berguna bagi Hinata. Dirinya tidur tak sadarkan diri selama empat hari sementara Naruto sudah berjuang untuk menyelamatkan nyawa sang kekasih pujaan.
Untuk pertama kalinya Sasuke merasa hidupnya tidak berguna sama sekali setelah penyesalan yang dialaminya karena tidak mampu menyelamatkan keluarganya dari insiden pembataian klan Uchiha belasan tahun yang lalu. Kini luka itu kembali lagi dan mulai melubangi dasar hatinya yang sudah pulih dengan perlahan.
"Sasuke -kun ... apakah kau tidak bisa merubah keputusanmu?"
Suara cicitan dari sang kunoichi terkuat itu membuat kepala Sasuke menoleh untuk balas memandangnya. Sasuke tidak tahu harus berbuat dan berkata apalagi pada teman setimnya itu, karena apapun yang akan ia ucapkan pasti akan kembali membuat wanita Haruno itu kecewa dan sakit hati.
"Aku minta maaf, Sakura. Aku hanya menginginkan Hinata."
Sakura berusaha menguatkan dirinya, menerima dengan lapang keputusan mutlak dari pria yang ia cintai selama belasan tahun tanpa ada respon balik darinya. Setidaknya, Sakura merasa sedikit lega karena Sasuke mampu menemukan wanita yang benar-benar ia cintai dengan sepenuh hati, meski dirinya tahu bahwa Hinata ternyata masih mencintai Naruto. Namun, dengan perangai dan kepribadian yang dimiliki sang heiress Hyuuga itu, Sakura yakin bahwa Hinata mampu membahagiakan dan menyembuhkan luka yang selama ini Sasuke pendam.
"Yah,,, sepertinya aku kembali ditolak olehmu ya? Hahaha ... ne Sasuke -kun, bolehkah aku memelukmu sebelum aku menikah dan menjadi Isteri dari pria lain?"
Sasuke sedikit membulatkan matanya, namun detik berikutnya bungsu Uchiha itu mengulas senyum tipis yang membuat Sakura merasa bahagia melihatnya. Sasuke mengulurkan satu lengannya dan disambut oleh rengkuhan Sakura yang kini menangis dalam diam.
.
.
.
Sasuke berusaha bangkit dan mendudukan dirinya di atas ranjang ketika sang ketua klan Hyuuga terdahulu memasuki ruang inapnya. Hyuuga Hiashi mengangkat satu tangannya sebagai isyarat pada Sasuke agar tetap berbaring, namun karena Sasuke merasa ini adalah momen penting, pria Uchiha itu bersikeras untuk duduk sambil bersandar pada bantal.
Hiashi menatap kedua mata Sasuke yang berbeda warna itu dengan intens, membuat si bungsu Uchiha merasa sedikit gentar karena pria baya yang kini duduk di dekatnya adalah seorang Ayah dari wanita yang ia kasihi.
"Bagaimana lukamu, Sasuke?"
"Sudah membaik, saya rasa."
Hiashi melipat kedua tangannya di dada, berusaha melakukan interaksi dengan Uchiha Sasuke adalah hal yang tidak pernah terpikir dalam kepalanya.
"Langsung ke intinya saja, Uchiha Sasuke. Aku tidak tahu apa yang sudah kau lakukan pada puteriku hingga ia mendatangiku dan berkata jika ia ingin menjadi bagian dari Uchiha."
Jantung Sasuke berdebar dengan detakan yang tiba-tiba menggila, kedua maniknya sempat membola untuk beberapa detik karena rasa keterkejutan yang ia rasakan setelah mendengar penuturan dari Hiashi. Dalam hati, Sasuke kembali mencaci dan merutuki dirinya sendiri karena sempat meragukan Hinata setelah Naruto menyadarkannya jika wanita Hyuuga itu tidak mencintainya.
Namun, jika Hinata memang tidak mencintainya, bagaimana mungkin wanita Hyuuga itu berkata pada Hiashi jika ia ingin menjadi bagian dari Uchiha sebelum dirinya melamar wanita itu?
"Saya sangat mencintai dan menginginkan puteri anda, Hiashi-san."
Kedua alis pria baya itu sedikit mengkerut, sungguh –Hiashi merasa sedikit frustasi ketika Hinata sengaja mendatanginya dan berkata jika puterinya itu ingin menjadi bagian dari Uchiha dan menyerahkan kekuasaaannya sebagai ketua klan pada Hanabi.
"Hinata, puteriku bahkan sudah menyiapkan adiknya; Hanabi untuk meneruskan kepemimpinan klan Hyuuga yang selanjutnya."
Sasuke hanya diam dan terus menyimak perkataan yang dilontarkan Hiashi padanya.
"Sekarang aku tahu alasan dibalik Hinata yang kekeh menghapuskan strata souke dan bunke dari tradisi Hyuuga. Dia melakukan itu bukan hanya untuk mewujudkan mimpi mendiang kakak sepupunya, Neji; tapi dia juga berniat menjadikan Hanabi sebagai penggantinya dari awal dia di tunjuk sebagai ketua klan."
Sasuke yang baru mengetahui mengenai fakta penghapusan strata souke dan bunke yang memang hanya ada di keluarga Hyuuga merasa terkejut, tidak menyangka jika Hinata mampu melakukan dan merubah tradisi dalam masa kepemimpinannya pasca perang dunia shinobi berakhir.
Hiashi tampak menghela napas, "Selama ini Hinata tidak pernah meminta apapun dariku. Dia tidak pernah menuntut haknya sebagai anak padaku. Selama ini dia selalu menjalankan apa yang aku perintahkan, selama ini dia selalu memenuhi apapun yang kuminta darinya. Nah, Uchiha Sasuke, sekarang untuk pertama kalinya Hinata meminta sesuatu dariku –dan permintaan itu adalah ijin dan restuku agar dia bisa menjadi bagian dari Uchiha."
Sasuke tidak bisa menahan luapan emosi yang bergejolak dalam dirinya, luapan rasa senang, haru, sekaligus kebahagiaan itu membanjiri hati dan dadanya. Dengan gerakan mantap, Sasuke berusaha duduk bersimpuh sambil meletakan satu lengannya di atas paha dengan kepalanya yang ia tundukkan. Dalam keheningan dan kesunyian malam, pria Uchiha terakhir itu menyatakan niatannya dengan keteguhan hati yang keras.
"Dengan dan tanpa mengurangi rasa hormat saya pada seluruh klan Hyuuga, ijinkan saya untuk meminang dan menyematkan nama Uchiha pada sang heiress, -tidak, maksud saya pada puteri anda, Hiashi-san. Saya ingin menjadikan Hinata sebagai ibu dari anak-anakku kelak."
Untuk pertama kalinya Hiashi mendengar kalimat panjang yang keluar dari mulut sang bungsu Uchiha. Kedua manik ametisnya menatap lekat tubuh Sasuke yang masih membungkuk padanya, satu ulasan senyum terpatri di wajahnya yang sudah mulai dipenuhi oleh kerutan. Ini adalah keputusannya, dan ini adalah keputusan serta keinginan Hinata. Sudah menjadi kewajibannya untuk memenuhi apa yang diminta oleh puteri sulungnya itu.
Hiashi bangkit dari kursi sambil menepuk sebelah bahu milik Sasuke, meski insiden terlukanya Hinata adalah salah satu perbuatan si Uchiha terakhir, namun dirinya memaafkan Sasuke karena ia dan sang Nanadaime Hokage tidak berniat untuk mencelakai puterinya setelah dirinya mendengar penuturan Sakura, yang pada saat itu memang menyaksikan pertarungan sengit antar keduanya. Hiashi langsung mengetahui situasi yang cukup rumit antara puterinya dengan kedua pria yang dijuluki sebagai shinobi terkuat itu.
"Jaga puteriku, Sasuke. Aku percayakan dia padamu."
Hiashi melangkah pergi meninggalkan Sasuke yang masih membungkuk, namun –sebelum pria baya itu benar-benar keluar, Hiashi berkata, "Jika kau ingin menemui puteriku, pergilah. Hinata sudah siuman dua jam yang lalu."
Sasuke berusaha menahan riak air mata yang berhamburan ingin keluar dari kedua kelopak matanya. Sungguh, si bungsu Uchiha itu tidak mendunga jika Hiashi akan memberikan ijin dan restunya setelah apa yang telah lakukan pada Hinata. Sasuke, dia sudah melukai wanita yang dikasihinya dengan jutsu mematikan yang ditakuti banyak orang. namun, Hiashi dengan segala kerendahan hati dan wibawanya sebagai seorang ayah memaafkan dan mempercayakan Hinata pada dirinya. Mempercayakan wanita itu untuk ia jaga, mempercayakan wanita itu untuk ia bahagiakan selama sisa hidupnya.
.
.
.
"Bagaimana kabarmu, Hinata?"
Kedua wanita Hyuuga yang saling bercengkrama itu menolehkan kepalanya masing-masing pada sang Nanadaime Hokage yang kini berdiri di ambang pintu dengan sebuket bungan mawar putih di tangannya. Hanabi yang melihat kedatangan sang penguasa Konoha langsung berdiri dan memberikan salam hormat padanya.
"Tidak apa, Hanabi. Kau tidak perlu berlaku formal padaku."
Jubah kebesaran yang digunakan pria bersurai pirang itu sedikit melambai saat Naruto melangkahkan kedua kakinya untuk masuk lebih jauh. Hinata yang melihat kedatangan Naruto hanya tersenyum kecil sambil menundukkan kepalanya sesaat.
"Kalau begitu aku keluar dulu, nee-sama."
Hanabi kembali membungkukkan badannya pada Hinata.
"Baiklah ..."
Naruto memberikan senyuman lebarnya saat Hanabi mengangguk sebagai isyarat dia akan meninggalkan mereka berdua. Naruto meletakan sebuket bunga itu di atas nakas samping ranjang tempat Hinata duduk.
"Hokage-sama, terima kasih atas pertolongan anda."
Naruto tertawa sambil mendudukan dirinya di kursi samping ranjang tempat sebelumnya Hanabi duduk. Sang Nanadaime Hokage itu memegang sebelah pipinya lalu berkata, "Tidak usah dipikirkan, Hinata. Sudah menjadi kewajiban dan tanggungjawabku menyelamatkan dan melindungimu."
Hinata meremas selimut yang bergulung di atas kedua pahanya, "Hokage-sama ... bagaimana ... bagaimana dengan keadaan Sasuke-san?"
Cengiran yang sebelumnya terpatri kini menghilang terganti dengan senyuman datar, "Sasuke baru siuman tadi pagi, kondisinya baik-baik saja."
"Begitu ..."
Hinata mengulas senyum manis, merasa lega karena keadaan pria yang sudah memenuhi hati dan pikirannya ternyata baik-baik saja. Sedangkan Naruto yang melihat senyuman itu hanya menatap sendu dengan perasaan sakit yang mulai kembali menjalari hatinya.
"Hinata ... apa kau mencintai Sasuke?"
Akhirnya saat-saat pertanyaan itu akan terlontar padanya datang juga, Hinata sudah mempersiapkan dirinya jika sang Nanadaime Hogake menanyakan hal ini padanya. Wanita Hyuuga itu menautkan kedua tangannya, dan dengan nada yang lembut juga senyuman tipis –Hinata berkata, "Aku mencintainya, Naruto -kun. Aku tidak tahu dengan pasti kapan perasaan itu mulai bersemayam dengan indah di lubuk hatiku."
"Tidak, Hinata. Kau hanya mencintaiku, bukan?"
Hinata menatap kedua manik biru milik Naruto dengan seksama, "Ya, aku memang mencintaimu. Tapi rasa cioisantaku pada Sasuke-san adalah sesuatu yang berbeda."
Naruto mengeraskan kedua rahangnya, "Apa yang berbeda, Hinata?"
"Aku mencintaimu selama belasan tahun, dan saking besarnya rasa cintaku padamu membuat diriku merelakanmu yang tetap terpaku pada Sakura-san. Rasa cintaku yang mutlak terhadapmu membuat semua keinginan dalam diriku untuk memilikimu hilang. Aku merelakanmu, karena rasa cinta dan penantianku yang panjang. Namun, rasa cintaku terhadap Sasuke adalah sebuah bentuk keegoisan dan pemikiranku yang serakah. Aku hanya ingin memilikinya untuk diriku sendiri, aku mencintainya dan tidak ingin membiarkan wanita lain merebutnya dari sisiku. Aku mencintainya hingga membutakan diriku yang tanpa sadar telah menyakiti Sakura-san. Tapi aku tidak peduli dengan perasaan siapapun, karena aku mencintai Sasuke dan menginginkan pria itu hanya untuk diriku sendiri. Aku tidak sanggup jika harus kembali merelakannya seperti aku merelakan anda, Hokage-sama."
Penuturan panjang yang diakhiri dengan aksen fomal itu begitu menusuk hati dan dada Naruto. Dengan napas pasrah, Naruto tersenyum kecut lalu berkata, "Keluarlah, Sasuke. Kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan."
Hinata sedikit membulatkan kedua manik ametisnya saat Naruto berseru dan memanggil nama Sasuke. Jujur saja, Hinata tidak bisa merasakan chakra serta hawa keberadaan pria itu, mungkin ini karena kondisinya yang masih lemah, sehingga tidak mampu mendeteksi kedatangan pria Uchiha itu.
Sasuke membuka pintu, menampakan dirinya yang kini membulatkan kedua maniknya karena merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari Hinata. Sungguh, dirinya begitu diberkati oleh Kami-sama sehingga dirinya yang hina dan penuh dosa itu ternyata diinginkan dan dicintai oleh wanita yang juga ia cintai.
Sasuke melangkah mendekat, berdiri di depan Naruto yang kini memandangnya dengan tatapan sendu. Sang Nanadaime Hokage menepuk satu bahu milik sahabat yang sudah ia anggap saudara itu.
"Aku percayakan Hinata padamu, Sasuke. Jika kau berani menyakiti dan membuatnya menitikan air mata, aku tidak akan segan untuk segera membunuhmu dan menjadikannya milikku."
Sasuke menatap kedua manik biru milik Naruto dengan seksama, perkataan dengan nada candaan itu bukanlah lelucon semata. Sasuke yakin jika perkataan itu memanglah sungguh-sungguh.
"Aku tidak akan menyakitinya, sumpah seorang Uchiha akan abadi sampai kapanpun."
Naruto terkekeh pelan, "Semoga kau cepat sembuh, Hinata."
Hinata menganggukan kepalanya, Naruto pergi meninggalkan mereka berdua dengan luka hati yang menganga. Mungkin, dirinya memang harus merelakan Hinata untuk Sasuke. Karena semua ini mutlak kesalahan dirinya yang tidak kunjung merespon dan membalas perasaan wanita Hyuuga itu. Dan sekarang, Hinata sudah menetapkan keinginannya untuk tetap memilih dengan Sasuke, meski itu sangat pahit dan menyakitkan, Naruto akan rela melakukannya.
.
.
.
"Bagaimana kondisimu, Uchiha-san? apakah kau-"
Hinata tak sempat menyelesaikan perkataannya, Sasuke memeluk dan merengkuh tubuhnya kedalam dekapan pria itu.
"Terima kasih, Hinata. Aku sangat bahagia."
Hinata mengelus punggung Sasuke dengan pelan, "Tidak apa, Sasuke-kun. Kau tidak perlu berterima kasih untuk apapun."
Sasuke semakin mengeratkan dekapannya, Hinata tertegun saat merasakan baju di bagian bahunya membasah. Hatinya bergetar dengan diliputi rasa haru yang membuncah. Uchiha Sasuke, pria itu menangis dalam pelukan mereka.
"Aku mencintaimu, Uchiha Sasuke."
Dan kalimat itu menjadi puncak kebahagiaan yang dirasakan oleh si bungsu Uchiha di sepanjang hidupnya. Wanita yang tak sengaja ia temui di kedai ramen Ichiraku dengan tampilannya yang basah karena hujan, wanita yang memberikan senyuman indah dengan kedua manik ametisnya yang menyendu, wanita yang membuat hati dan pikirannya tak karuan, dan wanita yang sukses menjerat serta merantainya dengan dan tanpa permisi. Seorang wanita kuat, wanita yang dijuluki sebagai Hime no Byakugan, seorang wanita yang mampu memimpin seluruh anggota keluarganya, dan seorang wanita yang memiliki kasih sayang dan rasa cinta yang begitu murni dan tulus.
Dan wanita hebat itu akan menjadi bagian dari dirinya, akan menjadi bagian dari klan Uchiha, akan menjadi ibu dari anak-anaknya kelak. Wanita itu, Hyuuga Hinata; akan menghabiskan sisa hidupnya bersama dirinya, Uchiha Sasuke; seorang mantan missing nin serta pembunuh keji yang sedang mencoba mewujudkan keinginan mendiang kakaknya; Itachi. Keinginannya agar Sasuke kembali pulang ke Konoha dan memulai kehidupan yang baru dengan kembali membangun klan Uchiha.
Dan semua itu akan terjadi, semoga saja.
.
.
.
The End