"Jungkookie ayo bangun nanti terlambat sayang." Jungkook hanya memutar badannya ke samping sembari memeluk guling, total mengabaikan panggilan Seokjin yang menyuruhnya bangun. "Jungkook bangun atau Mama gunduli Miri." Mendengar nama anjing kesayangannya, Jungkook segera membuka mata membelalak dan langsung menoleh pada Seokjin yang tengah tersenyum menang.

"Bangun dan mandi ayo, Mama mandikan."

Jungkook dengan wajah mengantuk mengerucutkan bibir, membiarkan Seokjin menggendongnya menuju kamar mandi.

Sudah dua tahun semenjak Namjoon pergi, dua tahun pula Jungkook sama sekali tak mendapat kabar dari Namjoon. Beberapa bulan setelah Namjoon pergi, Seokjin beberapa kali mencoba menghubungi Namjoon, karena si kecil terus menangis merindukan Papa nya. Nyatanya? Tak ada panggilan dan pesan yang sampai.

Sampai akhirnya, Jungkook merasa muak.

"Mama hari ini kita ajak Miri jalan-jalan kaaaaan?" Jungkook begitu riang menerima telur mata sapinya yang sempurna. Tentu, Seokjin yang menyuapinya, ia sudah memakai seragam sekolah, dan Seokjin tak mau ambil resiko jika Jungkook makan sendiri maka seragam itu dijamin akan terkena makanan.

"Tentu, Mama akan pulang lebih awal."

"Yeaaayyyyyyy Mama terbaik."

Seokjin terkekeh mengelap bibir klimis Jungkook. Sedikit merapikan rambut anaknya, tiap kali ia melihat Jungkook tertawa seperti ini, ia teringat akan Namjoon. Jungkook memiliki lesung pipi kecil mirip Namjoon, tawanya menggelegar seperti Namjoon, dan tingkahnya tidak jauh beda dengan Papanya.

"Okey Kookie saatnya berangkat."

.

.

.

"Miri Miri ayo lompaaaat." Seokjin terkekeh memperhatikan Jungkook tengah berlari dengan anjing kesayangannya. Setahun setelah Namjoon meninggalkan mereka, Seokjin memberikan anak anjing untuk Jungkook. Berharap si kecil akan melupakan rasa rindunya pada Namjoon.

Dan benar saja, Jungkook sudah tak pernah bertanya tentang Namjoon. Terkadang ia tak mengerti, ia merasa bahagia dan sedih sekaligus.

"Jungkook larimu jangan terlalu cepat sayang, nanti jatuh." Jungkook hanya menoleh pada Seokjin dengan tawa lebarnya, seolah mendengar apa yang Seokjin katakan, tapi tidak menuruti apa yang dibilang Mamanya, justru dirinya berlari lebih cepat seolah tengah berlomba dengan Miri.

Udara yang sejuk, langit yang cerah, taman yang luas tanpa kebisingan, rumput yang hijau, dan Jungkook yang berlari riang bersama Miri. Inilah yang Seokjin inginkan. Cukup seperti ini, alam yang menyenangkan untuk Jungkook dan dirinya. Seokjin tak membutuhkan siapapun lagi, termasuk Namjoon.

Meski terkadang ia penasaran, apa yang Jungkook rasakan terhadap Namjoon. Lalu apa yang Namjoon rasakan terhadap Jungkook? Apa hubungan mereka dapat dipisahkan begitu saja. Dengan Seokjin? Mungkin iya. Tapi Namjoon Jungkook? Darah Namjoon mengalir ditubuh Jungkook, semudah itu mereka terpisahkan?

"Maaa." Jungkook berlari ke arahnya lalu memeluk Seokjin yang tengah duduk diatas rerumputan. Seokjin mendekap Jungkook dengan senang hati, si kecilnya tetap terasa kecil di dalam dekapannya.

"Apa sayang? Senang dengan Miri?" Seokjin melongok, Miri tengah menunggu Jungkook disana , sangat menggemaskan. Sepertinya mereka benar-benar berteman.

"Mama, Kookie lomba lari dengan Miri ya. Kalau Kookie yang menang Kookie dapat es krim. Kalau Miri yang menang Miri yang dapat es krim."

Seokjin mengerutkan kening "Yakin kalau Miri yang menang es krim nya tidak dimakan Kookie?"

Jungkook terkekeh, kembali memeluk Seokjin menyembunyikan wajah dileher Seokjin. "Ya sudah Miri kasih tulang saja?" Tanya Jungkook. "Tapi nanti Kookie tidak bisa minta tulang :(" Seokjin tertawa keras, intinya Jungkook hanya meminta es krim untuk dirinya sendiri.

"Hahaha ya sudah boleh berlomba. Hadiahnya kejutan dari Mama oke. Tapi syaratnya satu." Seokjin menaikkan jari telunjukknya dan Jungkook mengangguk.

"Tidak boleh jatuh." Jawab Jungkook dengan suara kecilnya. Seokjin tersenyum mengangguk lalu mengecup pucuk hidung Jungkook dan membiarkan anaknya kembali berlari bersama Miri.

.

Jungkook tertidur sangat pulas malam ini, bahkan tertidur tepat setelah mengerjakan tugas sekolahnya. Sepertinya anak itu kelelahan karena terus berlarian tadi.

Jelas Jungkook menang lawan lari dengan Miri. Anak itu langsung menagih es krimnya. Dan mana mungkin Seokjin menolak? Pulang dengan dirinya menggendong Jungkook di depan dan Jungkook yang menggendong Miri. Anak itu sangat menggemaskan.

"Namjoon-ah, anakmu semakin tampan dan mirip denganmu." Ucap Seokjin lirih sembari mengelus kening puteranya.

.

.

.

Seokjin dan Namjoon? Dua insan yang mungkin seharusnya tak bersatu. Seokjin masih ingat bagaimana dulu ia sangat mengagumi Namjoon, memikirkan pria itu bahkan ketika ia hendak tidur. Ia mencintai sahabatnya sendiri. Dan mencintai sendirian.

Seokjin akan menjadi orang yang paling bersemangat ketika Namjoon mengatakan ia telah melamar Do Eunkyung. Gadis manis yang juga teman Seokjin. Ia membantu segala proses pernikahan Namjoon dan Eunkyung, bahkan Seokjin sendiri yang mendesain kartu undangan pernikahan mereka.

Hingga rasanya Seokjin lah yang menikah.

Tiap malam ketika ia selesai membantu urusan pernikahan Namjoon, ia akan menangis. Setelah siang hari ia tertawa bahagia, menumpahkan segala idenya, berdebat dengan Eunkyung dan Namjoon, maka malam hari adalah milik Seokjin, milik tangisan malam Seokjin.

Dan setelah dua tahun pernikahan Namjoon, Seokjin tetap sendiri. Eunkyung datang padanya, menangis sesenggukkan. Mengatakan ada kista di dalam rahimnya dan begitu sulit untuk dirinya memberikan Namjoon keturunan. Lalu penyakit Eunkyung kian memburuk.

"Nikahi Namjoon, Seokjin, kau menyukai dia kan? Biarkan dia bersamamu untuk sementara, dan aku akan berada di Jerman untuk pengobatan dan bekerja disana. Aku takut tak bisa memberikan Namjoon keturunan, dan jika kau bisa, kumohon berikan Namjoon keturunan. Namun jangan rebut Namjoon dariku, aku hanya memilikinya, hanya dia yang kupunya di dunia ini."

Awalnya Namjoon marah besar, dan Eunkyung meninggalkannya begitu saja. "Aku tak butuh keturunan Seokjin. Aku hanya ingin Eunkyung."

Seokjin hanya diam saja. Saat itu ia mengatakan bahwa ia akan membantu Eunkyung, tapi semua tergantung keputusan Namjoon. Ia terlalu bodoh dalam mencintai Namjoon.

"Eunkyung mencintaimu Namjoon. Sangat. Kau akan kembali padanya. Dia juga tengah menunggumu. Berjuanglah demi dia."

Lalu selama Eunkyung pergi, Seokjinlah yang merawat Namjoon. Setiap hari Namjoon selalu mencoba menghubungi Eunkyung, mencari keberadaan wanita itu. Hingga akhirnya ia merasa lelah.

"Kita buktikan padanya Seokjin, kalau dia menang." Ucap Namjoon sembari meneteskan air mata.

Dan semua terjadi. Jungkook hadir diantara Namjoon dan Seokjin. Namjoon menikahi Seokjin saat Seokjin dinyatakan hamil, mereka memilih Hongkong sebagai tempat pernikahan mereka. Lahirnya Jungkook merubah dunia Namjoon. Pria itu sangat mencintai Jungkook, dan tentu ia tak memungkiri, ia juga mencintai Seokjin.

Hingga saat Jungkook berumur dua tahun, Eunkyung kembali memintanya kembali dengan suara yang parau dan tubuh yang begitu kurus. Namjoon memutuskan terbang menyusul Eunkyung.

Dan begitulah, Namjoon harus bersusah payah kembali ke Korea lalu kembali datang ke Jerman hingga akhirnya, ia memilih Eunkyung, karena baginya, Eunkyunglah yang paling membutuhkannya.

Tanpa ia sadari, Jungkook harus merana karena ia harus kehilangan sosok Ayahnya.

.

.

.

Seokjin tak ingat sejak kapan ia berusaha menahan nafas. Di depannya kini berdiri Namjoon bersama Eunkyung, dengan wanita itu yang tersenyum manis ke arahnya. "Sudah lama tidak bertemu, Seokjin." Sapanya riang. Seokjin tersenyum, lalu menatap orang-orang yang berlalu lalang di sekitar mereka, adakah yang berbaik hati untuk menyeret Seokjin pergi dari hadapan Namjoon?

"Ayo mengobrol dulu. Sudah lama sekali tidak bertemu."

Seokjin ingin menolak, ia ingin segera lari, namun kakinya justru ikut melangkah mengikuti Eunkyung, yang kini menggandeng tangannya. "Aku merindukanmu Seokjin" bisiknya pada Seokjin yang hanya dibalas senyum paksa oleh Seokjin. Sementara Namjoon berjalan dengan diam dibelakang sana.

"Jadi bagaimana kabarmu Seokjin?" Tanya Eunkyung saat mereka duduk disalah satu tempat makan di dalam mall.

"Baik. Kau sendiri? Sudah sehat?"

"Tentu. Aku sangat bugar. Aku memutuskan kembali ke Korea karena aku sangat merindukan negara ini." Eunkyung melirik pada Namjoon. "Namjoon, kau diam saja?" sikutnya pada Namjoon. Namjoon hanya mengerjap lalu tersenyum.

"Bagaimana kabar Jungkook?" Nama yang selalu muncul dalam otaknya adalah nama Jungkook. Jadi itu adalah kalimat pertama yang ia tanyakan pada Seokjin, tentang Jungkook.

Seokjin menganggukkan kepala "Jungkook baik-baik saja. Saat ini sedang sekolah. Aku kemari karena kebetulan aku pulang lebih awal dan berbelanja. Dia memiliki anjing di rumah."

Namjoon terkesiap lalu menjilat bibir keringnya, memilih diam.

"Ah ya, Namjoon sering bercerita tentang Jungkook. Dia anak yang manis. Aku ingin bertemu dengannya Seokjin."

Seokjin hanya diam tersenyum.

Suasana terasa begitu asing. Seokjin lebih banyak diam, sesekali menyesap teh panasnya. Eunkyung terus berceloteh tentang Jerman dan sakitnya. Seokjin begitu anteng mendengarkan, sesekali ia melirik pada Namjoon yang bungkam seribu Bahasa bahkan tak mengangkat wajahnya.

"Bukankah kalian masih berpasangan?" Tanpa aba-aba, Eunkyung menanyakan hal itu, sontak Seokjin dan Namjoon saling memandang terkejut, lalu mata Seokjin beralih menatap Eunkyung.

"Ya." Ucap Seokjin lirih. Matanya menatap dalam Eunkyung. "Eunkyung-ah, jangan temui Jungkook. Ku mohon. Seperti yang pernah kau katakan padaku, jika kau hanya memiliki Namjoon didunia ini, akupun hanya memiliki Jungkook didunia ini." Seokjin mengambil nafas dalam lalu menatap Namjoon. "Jadi tinggalkan kami dengan tenang." Seokjin mencoba tersenyum meski terkesan memaksa. "Dia tumbuh menjadi anak baik Namjoon-ah, jangan datang untuk menyakiti hatinya lagi. Permisi."

Sesaat setelah Seokjin pergi, yang Eunkyung lihat adalah raut Namjoon yang selama ini ia lihat ketika Namjoon memutuskan memilihnya. Kosong.

.

.

.

Merawat Jungkook sendirian bukan sesuatu yang sulit bagi Seokjin. Rasanya ia sudah sangat berpengalaman dengan hal ini. Menyaksikan Jungkook tumbuh sendirian. Mendengar tawa Jungkook hanya untuk dirinya. Seokjin menikmati itu.

"Ma.."

"Apa sayang?"

Jungkook tak langsung menjawab, melainkan menunduk memainkan makanan buatan Seokjin dengan sendoknya. "A-apa Papa ga pulang?"

Setelah setahun lebih, Seokjin kembali mendengar pertanyaan ini dari mulut Jungkook. "Kau merindukan Papa?" Jungkook mengangguk dengan kepala terus menunduk.

"Bukankah ada Mama sayang?"

Jungkook mulai berani mendongak lalu menggeleng. "Tapi Mama bukan Papa Namjoon."

Bibir Seokjin bergetar, berulang kali ia mencoba mengucapkan sesuatu namun rasanya tertahan. Jadi ia memejamkan sesaat matanya lalu kembali membuka mata, dan wajah sendu Jungkook adalah pemandangannya.

"Ada hal yang tak dapat kita miliki sayang."

"Jika saja Mama bisa, Mama ingin kau tak tersakiti seperti ini."

"Jika saja aku bisa membuat Namjoon kembali. Jika saja aku bisa egois, aku ingin merebut Namjoon untukmu sayang." Seokjin tersenyum lalu membawa Jungkook ke dalam pelukannya.

Karena semalam Eunkyung menyatakan bahwa, dunia tak selalu berpihak pada Seokjin dan Jungkook.

[ Aku dan Namjoon kembali ke Jerman. Seperti katamu, kami tak akan mengganggumu dan Jungkook. Dan aku juga menggenggam apa yang aku ucapkan. Aku akan selalu memiliki Namjoon untukku, maaf Seokjin. Maaf juga untuk Jungkook ]

.

.

.

? maaaaf

setelah dua tahun lamanyaaa akhirnya cerita ini ada lanjutannya hehe

maaf banget kalau tidak sesuai.

shinkinas