Attention
Disclaimer : Masashi Kishimoto always have the whole character here, i just borrowed it and put them on my story.
Warning : As always i was a bit clumsy and a bit lazy. So, forgive all typo and miss typo here since 6 years ago they already become my family, SasuSaku is main pairing, NaruSasuSaku, NaruHina, InoSai and manymore, DLDR please.
.
.
.
.
"Kau menolak melepaskan ku tapi kau juga menolak untuk kembali padaku, apakah semua yang terjadi diantara kita hanya sebuah permainan bagimu?"
-Aphrodite girl 13
.
.
.
.
Cafe de Amore, Venice, Italy
Sakura selalu mencintai kota Venice terlepas karena kota ini adalah tempat dimana Naruto memintanya menjadi kekasihnya dan ditempat yang sama, ketika Naruto melepaskannya. Ia mencintai kota ini dengan segala keindahannya, ketengangannya, suasana romantisnya dan penuh dengan kejutan dan karya seni yang tak ternilai harganya bahkan kebiasaan dan keramahan para penduduknya juga memiliki nilai tambah tersendiri yang membuat Sakura selalu memilih Venice sebagai kota dimana ia akan kabur dan menghilangkan penatnya.
Ia tengah menatap hamparan langit kota Venice yang begitu luar biasa indah ketika Naruto kembali. Pria itu meninggalkannya beberapa menit yang lalu setelah memastikan spot favorite mereka kosong dan membuatnya menunggu untuk sebuah ekspresso dan chessecake kesukaannya. Naruto meletakkan nampan berisi dua buah cangkir ekspresso dan satu piring chessecake dan pizza yang ia bawa.
"Kau yang membawanya?" ia bertanya, tersenyum geli melihat Naruto yang masih menggunakan mantel mahalnya membawa nampan berisi pesanan mereka dan meletakkannya satu persatu keatas meja,
"Aku hanya melakukan ini ketika aku bersamamu, kau tahu? Kau adalah satu-satunya gadis yang ingin aku buat terkesan." Ia mengedipkan sebelah matanya, Sakura tergelak, pria ini selalu tahu bagaimana caranya membuat dirinya tertawa,
"Well, sir kau melakukannya dengan sangat baik." Sakura meraih garpunya, memotong slice pertama chesse cakenya sebelum menyantapnya,
"Dan rasanya jauh lebih baik ketika kau yang mengantarnya sendiri." Naruto tertawa rendah, pria itu mengambil satu slice pizza dengan ekstra mozarella dan papperoni lalu menggigitnya,
"Apa rencanamu setelah ini?" Tanya Naruto, Sakura menyesap ekspresonya, sepasang iris emeraldnya itu menerawang kearah taburan bintang di langit,
"well, aku tidak tahu. Aku akan menghadiri pernikahan Naruko dan Duke, lalu aku akan mengasingkan diriku di Venice, jika kau tidak keberatan." Naruto menggeleng dan tersenyum padanya,
"Kau bisa tinggal selama apapun yang kau mau." Ujarnya,
"terimakasih. Lalu aku memutuskan untuk menulis lagu baru untuk album baruku. Kau tahu, aku sedang berbicara dengan agensiku untuk memecat Sasori dan menggantinya dengan orang baru. Aku tidak yakin jika aku mau berada didekatnya setelah apa yang terjadi diantara kami." Naruto terlihat berfikir dan belum berhenti memandangnya, mengacuhkan potongan pizza yang sudah ia makan setengahnya,
"Aku bisa mencari celah bagimu untuk memecat Sasori, aku bisa meminta orangku untuk membantu jika kau tidak keberatan." Sakura terdiam untuk sesaat, meletakkan garpunya dan berdeham pelan,
"Naruto, terimakasih tapi aku akan melakukan semuanya sendiri." Ujarnya, Naruto menghela nafasnya,
"Aku hanya ingin membantu, kau tahu? Jika pria itu bisa nekat dan nyaris menyakitimu di bandara, dia bisa melakukan hal gila lain terhadapmu." Ujarnya,
"Tapi..."
"Aku memaksa Sakura dengar, aku tidak tahu apa yang ada dibenakmu tapi sungguh, aku ingin membantumu." Sakura mengangguk,
"Fine! Tapi hanya sebatas itu." Naruto mengangguk,
"Ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan selagi aku membeli kado pernikahan untuk adikmu?" Naruto bersandar pada kursinya dan menyesap ekspressonya,
"Aku membeli sesuatu." Sakura menaikkan sebelah alisnya,
"Aku fikir kau tidak pernah berbelanja secara langsung karena pasti akan menarik perhatian media." Naruto tergelak,
"Benarkah?" Sakura mengangguk,
"Katakan padaku, seberapa sering kau pergi berbelanja sendiri tanpa pengawalan bodyguardmu?" Naruto tersenyum,
"Sakura, aku sudah tidak membutuhkan mereka. Aku belajar matrial arts dengan sangat baik agar ayahku berhenti mengirim pengawalan berlapis seperti itu, aku bukan pangeran." Sakura mendengus,
"Tapi kau adalah salah satu keturunan kerajaan, ibumu adalah putri Hashirama Senju dan Mito Senju bukan?" Naruto menghela nafasnya,
"Sakura, kau tahu jika gelar ibu sudah di cabut sejak ia menikah dengan seseorang yang bukan bangsawan, dia menikah dengan ayahku kau ingat? Ayahku berdarah campuran Amerika-Jepang dan pernikahan mereka di tentang keluarga kerajaan, kakek bahkan harus menyingkir dari tahta demi kebahagiaan ibu." Sakura memandangnya,
"Aku tahu, menyakitkan bukan rasanya ketika tidak ada satupun yang akan mengakuimu?" Naruto tersenyum kecut,
"Aku punya adikku dan orangtua ku, aku memiliki mu dan itu sudah lebih dari cukup." Sakura terdiam,
"Naruto, pertama aku bukan milikmu. Kau sendiri yang melepaskan ku enam tahun lalu dan tidak pernah berusaha untuk memintaku kembali kedua, aku tidak di takdirkan untuk kisah cinta yang mulus." Naruto menghela nafasnya,
"kau berhak mendapatkan kisah cinta yang mulus itu Sakura, percayalah." Sakura tersenyum kecut, wanita itu menyesap lagi ekspressonya,
"Jadi, apa yang akan kau lakukan setelah ini Naruto?" tanyanya,
"Aku? Well, ayahku sedang berusaha membeli sebuah kilang minyak di Dubai dan tambang batu bara di Indonesia, jadi mungkin aku akan sibuk untuk mondar mandir mengurus bisnis ayah." Sakura mengangguk paham,
"Kau berencana meninggalkan Venice secara permanen?" Naruto menggeleng,
"Bagaimana bisa aku meninggalkan satu-satunya kenangan yang kau tinggalkan? Aku sudah begitu bodoh pergi dan melepaskanmu enam tahun yang lalu disini, aku tidak akan meninggalkan kenangan akan dirimu. Aku bertahan hidup dengan kenangan itu selama ini." Sakura menatap iris sebiru lautan itu,
"Waktu itu Kita masih labil bukan?" Naruto tertawa,
"Aku yang labil dan bukan dirimu, ayolah Sakura. Aku nyaris mati waktu itu dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi padamu jika aku mati sebelum melepaskanmu." Wanita merah jambu itu menatap kearah lain,
"Tapi kau disini, iya kan?" Naruto tersenyum kecut,
"Siapa yang sangka Tuhan begitu menyebalkan ketika menuliskan takdir tentang kita bukan? Ia menunjukkan padaku indahnya mencintai dan dicintai tapi tak lama setelah itu, ia membuatku melepaskan kebahagiaanku." Sakura menatap iris sebiru lautan itu,
"Kau tidak bisa menyalahkan Tuhan bukan? Kau sendiri yang menyerah dengan hidupmu, menyerah pada ku dan menyerah pada takdir dan pada kita." Naruto mengangguk,
"Aku tahu." Pria itu bergumam, ia mengambil sesuatu dari kantung mantel nya dan meletakannya diatas meja,
"Ini..."
"Permintaan maaf?" ujar Naruto, Sakura meraih kotak beludru hitam itu dan terkejut ketika membukanya,
"Naruto, aku tidak bisa..." Naruto tersenyum dan menggeleng,
"Aku tidak berusaha untuk mendapatkanmu kembali atau berusaha mengikatmu kembali. Aku hanya ingin kau tahu, jika suatu saat nanti aku menghilang dari kehidupanmu, kau harus tahu jika aku baik-baik saja dan aku akan selalu ada bersamamu, mencintaimu dan melindungimu. Kau tahu itu kan?" Sakura menutup kotak beludru itu dan mengembalikannya namun Naruto bersikeras memberikannya kepadanya,
"Aku tidak mau kau seperti ini, kau punya kehidupan yang luar biasa menunggumu, banyak wanita diluar sana yang ingin bersamamu. Kau tidak bisa seperti ini." Naruto menghela nafasnya,
"Yang aku inginkan untuk bersamaku hanya ada satu orang dan itu dirimu tapi sepertinya, semakin dekat aku dengan mu semakin jauh kau melangkah mundur jadi, bisakah kita berteman? Setidaknya jika kita hanya berteman kau tidak akan mundur satu langkah lagi dan keluar dari hidupku sekali lagi." Sakura menatap iris sebiru lautan itu,
"Kau tau aku tidak bisa mengatakan tidak kan?" Naruto tersenyum,
"Kau baru saja menolakku untuk kembali menjadi pacar official mu." Sakura memaju kan bibirnya,
"Naruto Namikaze..." Ujanrya, Pria itu tergelak,
"Aku hanya bercanda." Katanya, pria itu mengambil kalung dari dalam kotak beludru dan berjalan memutari meja makan mereka lalu mengalungkan kalung itu di leher jenjang wanita merah jambu itu,
"Ini bunga Sakura kan?" Naruto mengangguk,
"Kenapa ada permata biru ditengah-tengah bunganya?" Naruto menunjung iris sebiru lautannya,
"Ketika aku meminta mu untuk menjadi kekasihku dan menyatakan perasaanku kau bilang mata ini adalah alasannya kau mengatakan iya." Sakura tergelak,
"Tapi, sekarang arti permata biru itu adalah, kemanapun seorang Sakura Haruno pergi, dimanapun dia akan tinggal dan apapun yang akan dia lakukan, dengan siapa ia akan menghabiskan sisa hidupnya dan siapa yang ia cintai dan mencintainya, aku akan selalu megawasimu dengan atau tanpa ada aku disekitarmu." Wanita itu tersenyum dan meraih tangan besarnya,
"Teriamakasih, aku pastikan setelah ini aku akan bahagia dan kau juga akan bahagia." Naruto menyesap ekspresonya dan mengangguk, Ketika Sakura tengah sibuk mentap iris sebiru lautannya, tanpa disadari olehnya tangan Naruto sudah bergerak lebih dulu mengambil garpunya dan memakan cheesse cake milik Sakura.
"Naruto Namikaze!" Wanita itu berdiri dari tempatnya duduk, menghampiri Naruto dan mencubit lengan atas pewaris Namikaze Group itu, Naruto tergelak, menarik Sakura kedalam pangkuannya dan menggelitik pinggang wanita itu.
Kelakuan mereka menarik perhatian banyak pasang mata yang juga tengah menikmati makan malam mereka. Beberapa dari mereka menggeleng pelan dan beberapa lagi ikut tertawa bersama mereka, seluruh mata memandang mereka malam itu tak terkecuali seorang pria bersurai hitam yang sejak tadi sudah menghentikan langkahnya yang berniat mendekati Sakura ketika Naruto datang dan mengamati mereka.
"Yang Mulia..." Sasuke mengabaikan Kakashi,
"Dia terlihat bahagia sekali bukan, Kakashi?" Pria bersurai silver itu menatap bingung sang putra mahkota,
"Yang mulia, apakah ada yang mengganggu anda?" Sasuke menggeleng,
"Selama ini aku fikir keluarga kerajaan sudah membuat Naruto menderita setelah kakeknya turun tahta dan gelar keluarga kerajaan di cabut dari ibunya. Ternyata dia baik-baik saja." Kakashi mengangguk,
"Tuan Namikaze adalah pewaris Namikaze group, yang mulia. Saya percaya beliau tidak akan hidup menderita." Sasuke mengangguk mengerti, selama ini ibunya tak berhenti mengkhawatirkan keluarga itu, Sasuke juga menginginkan semuan yang terbaik bagi sahabat sekaligus sepupunya itu, ia ingin Naruto bahagia tapi, ada separuh rasa tak rela dalam hatinya ketika ia tahu, pusat kebahagiaan pria itu adalah wanita merah jambu yang sama, wanita yang ia temui di bandara dan pada pandangan pertama membuatnya jatuh cinta.
"Anda akan masuk, yang mulia? Pelayan bilang meja anda sudah siap." Sasuke menggleng,
"Tolong batalkan reservasi makan malamnya, aku akan makan malam di Rendevouz Pasta saja malam ini." Ujarnya, Kakashi Hatake mengangguk mengerti lalu mengatakan satu dua hal kepada pengawal lain yang merupakan anak buahnya sebelum kembali dan membukakan pintu mobil mewah yang membawa Sasuke ketempat lain.
"Naruto... ya Tuhan! Stop!" Pria itu masih belum mau berhenti dan membiarkan Sakura menyingkir dari pangkuannya,
"Naruto Namikaze!" Pria itu tergelak sekali lagi ketika Sakura mencubit lengan atasnya dan akhirnya melepaskan wanita itu dan kurungannya
"Naruto bagaimana kalau ada paparazi disini dan kita ada dihalaman depan?" Naruto tersenyum jenaka,
"Bukankah hebat? Sakura Haruno, penyanyi asal Jepang memiliki hubungan dengan, apa dulu kau pernah memanggilku? Ah ya, The Most Wanted Banchelor in Venice, ia bukan?" Sakura tergelak,
"Ya Tuhan! Tidak lagi, aku masih ingat dulu wartawan itu membuat hidupku tak tenang." Naruto tersenyum lebar,
"Habiskan makan malammu, lalu kita pulang." Naruto melirik ponselnya dan membuka pesan dari ibunya,
"Naruko memaksa mu untuk pulang dan mencoba gaun Bridesmaidnya dan Ino Yamanaka dan beberapa teman adikku yang berisik itu sepertinya sudah tiba di rumah untuk merayakan bridal shower." Ujarnya, Sakura meneguk ekspressonya,
"Aku akan selesai dari tadi jika kau tidak menggangguku." Naruto tertawa rendah dan menyantap pizzanya yang sudah hampir dingin,
"Ngomong-ngomong apa Duke tidak melakukan Banchellorette party (Pesta Lepas Masa Bujangan)?" Naruto tergelak,
"Aku akan datang dan merayakannya di Bar Lift malam ini, pastikan kau menyembunyikan ini dari Naruko." Sakura tersenyum jahil,
"Kau memanggil beberapa penari striptease?" Naruto tergelak dan iris sebiru lautannya bersinar jenaka,
"Oh please, Duke sudah menolak tapi aku dengan senang hati menghadiahkannya untuk calon adik iparku." Sakura menepuk lengan atas pria itu,
"Jika kau tidak ingin membuat adikmu sendiri membunuhmu, kau harus pastikan Duke berdiri di altar besok pagi." Naruto tergelak,
"Sakura, aku tidak menyewa penari striptease untuk duke, kami hanya akan ke bar dan minum beberapa gelas lalu mengelilingi Venice sebelum besok akhirnya Duke yang malang akan terjebak bersama Naruko selamanya." Sakura mendengus,
"baiklah aku hanya bercanda, kami hanya akan minum dan berdansa di bar. Itu saja." Sakura mengangguk,
"kau sudah selesai?" Sakura mengangguk lalu akan mengeluarkan dompetnya namun Naruto menghentikannya,
"Aku sudah membayarnya, malam ini aku yang traktir." Ujarnya,
"okay, kalau begitu setelah ini aku yang akan bayar makan malamnya." Naruto tersenyum samar dan mengangguk,
"Oke." Ujarnya, Sakura berdiri dari tempat duduknya, mengambil tas mahalnya dan menunggu Naruto di depan pintu masuk ketika pria itu membayar, ketika Naruto kembali ia terkejut ketika Naruto menyampirkan mantelnya ke bahu Sakura.
"Kau kedinginan. Seharusnya kau pakai mantel yang lebih tebal, sekarang ini kita masuk ke musim gugur, Sakura." Wanita itu menatap Naruto yang kini tengah berjalan menyeberangi lapangan parkir tanpanya, masuk kedalam mobil sportnya sementara Sakura mengeratkan mantel yang di sampirkan Naruto ke bahunya, rasanya sama hangatnya seperti ketika Naruto memeluknya.
Wanita itu memejamkan matanya dan menggeleng pelan, itu semua telah menjadi masalalu yang harus ia lupakan. Naruto sendiri lah yang mendorongnya menjauh, melepaskan genggaman tangannya dan menyerah akan mereka. Pria itu lah yang menolak untuk percaya pada takdir hidupnya dan menyerah begitu saja, Sakura tidak bisa kembali. Tidak setelah Naruto sendiri yang mendorongnya pergi tanpa ada usaha untuk mendapatkannya kembali.
"Sakura, ayo." Sakura mengangguk, Naruto sudah berdiri dan membukakan pintu mobil bagian penumpang dan menutupnya begitu ia masuk kedalam mobil sportnya. Pria itu mengitari bagian depan mobil dan masuk ke kursi pengemudi sebelum menginjak pedal gas dan mengantarnya kembali ke kediaman pribadi keluarga Namikaze.
Rendevous Pasta, Venice, Italia
Sasuke menatap sepiring raviolli di hadapannya dengan tatapan kosong, nafsu makannya sudah menguar sejak tadi tapi Kakakshi memaksanya untuk tetap menyantap makan malamnya. Sasuke menatap keluar jendela restaurant mewah di Piazza San Marco itu dengan tatapan kosong. Netra hitamnya menampilkan bayangan ilusi akan asa yang ia simpan sejak satu minggu yang lalu. Bayangan akan dirinya yang tengah berjalan berdampingan dengan wanita merah jambu yang ia selamatkan di bandara waktu itu, menikmati waktu bersama, meminum ekspresso sambil menikmati permandangan dodge palace dan keindahan Basilika Santo markus lalu diakhiri dengan makan malam di De Amore caffe, ia sudah membayangkan segala kesempuranaan itu yang kini perlahan memudar ketika melihat kedekatan Sakura dengan Naruto di De Amore Caffee tadi.
Sasuke menyandarkan tubuhnya, memainkan pasta berharga mahal yang di hidangkan di hadapannya tanpa berniat untuk menyantapnya. Mereka berdua, terlihat begitu bahagia, begitu saling mencintai dan begitu nyata. Apa yang ia lihat dengan kedua mata kepalanya berbanding terbalik dari kehidupan yang selama ini ia ketahui, hidupnya diantur oleh keluarga dan parlemen, memikirkan rakyat dan pemerintahan sekarang di bebankan padanya, sekarang ia mengerti kenapa Itachi selalu mengeluh dan memilih terlahir sebagai rakyat biasa dan bukannya keluarga kerajaan, karena ia tidak akan bisa merasakan arti nyata dari sebuah Cinta dan Kasih sayang.
Sasuke menyesap red wine yang sedari tadi ia acuhkan, berdiri dari tempat duduknya dan mentap jendela besar yang menampilkan pemandangan gemerlap kota Venice di malam hari. Bahkan ketika selimut hitam sang malam menyeliputinya, Venice tetap memberikan kesan indah dan tenang yang luar biasa menghangatkan. Sasuke menyesap anggurnya sekali lagi. Enam tahun yang lalu, ia ingat ketika sahabat sekaligus sepupu jauhnya itu mengatakan padanya jika ada seorang wanita yang membuatnya jatuh cinta untuk pertama kalinya di Venice dan beberapa bulan berikutnya Naruto yang saat itu menjadi relawan kemanusiaan PBB di tugaskan ke timur tengah. Menyelamatkan seorang anak kecil dan ibunya yang menjadi tawanan kelompok ekstrimis, Naruto tahu ia tak akan kembali hidup-hidup. Sasuke yang saat itu bergabung dalam operasi militer sempat nyaris meninju wajah putra sulung Namikaze Minato itu saat ia menawarkan dirinya sebagai umpan agar kelompok itu membebaskan anak kecil dan ibunya itu, Ia tahu jika pasukannya tidak datang tepat waktu, Naruto bisa mati.
Pria itu memikirkan hal terburuk yang akan terjadi padanya dan ia hanya tak ingin gadis nya menderita setelah ia pergi oleh karena itu, Sasuke ingat malam sebelum mereka berangkat, Naruto menelfon wanita itu dan melepasnya. Setelahnya, sekalipun ia bisa menyelamatkan sahabatnya itu tepat waktu, membuatnya tetap hidup dan kembali menjalani kehidupannya dengan Normal, Sasuke selalu tahu sesuatu yang berharga telah hilang selamanya dan ia tak pernah tau, jika gadis dari keluarga biasa-biasa saja itu adalah wanita yang sama yang ia selamatkan dari mantan kekasih psycopathnya di bandara satu minggu yang lalu, gadis yang juga membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Untuk pertama kalinya setelah enam tahun ia bisa melihat Naruto yang lama kembali. Ia sudah lama tidak melihat dan mendengar Naruto tertawa sebahagia itu dan Sakura juga terlihat sama bahagianya. Sasuke menghela nafasnya, ia dan Naruto sama-sama telah kehilangan banyak hal dalam hidup mereka tapi haruskah sekali lagi ia mengalah? Membiarkan satu-satunya hal nyata yang baru akan ia miliki lepas begitu saja?
"Yang mulia?" Sasuke tak berbalik mendengar pengawal pribadinya memanggilnya,
"Hn?" Tanyanya,
"Anda mendapat telfon dari Yang Mulia Permaisuri." Sasuke berbalik, mengambil ponselnya dari tangan Kakashi dan memberinya isyarat dengan tangannya untuk menyingkir dan menutup pintu ruang makan VIP yang ia pesan,
"Kakashi..." Panggilnya, Pria bersurai silver itu menghentikan gerakan tangan dan langkahnya,
"Tolong pastikan kau dan anak buahmu sudah makan malam." Pengawalnya itu membungkuk dan bergumam sudah dan terimakasih,
"kau boleh pergi, siapkan mobilnya mungkin setengah jam lagi aku selesai." Ujarnya, pria itu mengangguk paham dan meninggalkan Sasuke sendirian.
"Ibu..." ujarnya,
"Sasuke, apa kau baik-baik saja?" Pria itu bergumam,
"Kenapa tidak menelfon ibu setelah kau tiba, nak?" Sasuke menghela nafasnya,
"Aku langsung tertidur begitu tiba di Venice, dan hari ini aku mengunjungi Bibi dan Paman, sayang aku tidak bisa bertemu Naruto dan adiknya, mereka sedang menyiapkan pernikahan Naruko dan Duke untuk menit menit terakhir." Ujarnya,
"Begitu? Bagaimana Kushina dan Minato?" Tanyan,
"Mereka baik ibu. Aku selalu iri dengan keluarga mereka. Awalnya aku berfikir bibi Kushina sedikit gila ketika melepaskan mahkotanya untuk paman Minato tapi, semakin aku tumbuh dewasa, aku rasa aku ingin kehidupan seperti mereka." Ujarnya, ibunya terdiam sesaat,
"Sasuke, apakah ada sesuatu yang mengganggumu?" Pria itu menyesap anggurnya,
"Jika saat itu ibu ada di posisi bibi, apakah ibu akan melakukan hal yang sama?" Tanya Sasuke,
"Sasuke, semua cerita cinta memiliki perjuangan yang berbeda. Percayalah aku bekerja keras untuk mendapatkan pengakuan dari kakek dan nenek mu jika aku adalah wanita yang pantas untuk bersanding dengan ayamu." Ujarnya,
"Ibu, boleh aku bertanya sesuatu?" tanyanya,
"hmm? Kau tahu kau bebas bertanya apapun padaku." Sasuke menghela nafasnya,
"Jika ibu merasa tertekan dan terkurung dengan kehidupan sebagai menantu raja terdahulu dan istri seorang kaisar, kenapa ibu setuju untuk tetap tinggal dan mendapingi ayah." Ujarnya
"Karena sebuah kebahagiaan memiliki harga yang harus dibayar mahal, nak. Sasuke apakah kau sedang mencintai seseorang?" Sasuke tertawa rendah dan menggeleng pelan,
"Ibu aku akan menelfon mu lagi besok supaya kau bisa berbicara dengan paman dan bibi, aku menyayangi mu." Mikoto tak berbicara apapun,
"Kau tahu ibu selalu mencintaimu nak, jaga dirimu dan menyingkir dari berbagai masalah yang bisa merugikan mu." Ujarnya,
"Hn. Aku tahu ibu." Setelah mengucapkan selamat malam panggilan telfon antara ia dan ibunya terputus.
Karena sebuah kebahagiaan memiliki harga yang harus di bayar mahal. Hal itu terdengar masuk akal tapi, jika harga yang harus di bayar mahal adalah kehilangan sahabatnya, apakah hal itu bisa di katakan pantas? Sasuke menyesap anggurnya hingga tandas, meletakkan gelas kristal mahal itu keatas menja dan mengirim pesan singkat untuk Kakashi agar pria itu menyiapkan mobil baginya. Ia rasa ia harus kembali ke kamar hotelnya, tidur dan mencoba untuk bangun lebih awal untuk hari besar Naruko besok.
TBC. YA TUHAN! GUA GAK TAU INI APAAN! WKWKWKW BERAPA LAMA INI PENDING? LAMA SEKALI, AKU HARAP KALIAN PUAS SAMA CHAPTER KETIGA INI, DAN AKU COBA UNTUK POST DI FFN JUGA TAPI ENTAH YANG ERROR FFNNYA ATAU ROUTER WIFI KU, AKU GAK BISA POST DISANA. MAAFKAN SAYA U.U, SEMOGA KALIAN MENIKMATI BTW, DON'T FORGET TO READ, VOTE AND PUT THIS STORY ON YOUR READING LIST, JANGAN LUPA JUGA COMENT YA. I LOVE TO KNOW EACH OF YOU GUYS!
REGARDS, ALEXANDREIA FLORENTINA A.K.A APHRODITE GIRL 13