CHAPTER 3
Pairing: Namjin, Yoonmin, Taekook
Rate: T (May go up)
Warning: Mention of sex. (NOT explicit)
All flaws are mine.
.
.
.
.
Breaking news.
Sekelompok orang yang berada dibawah organinisasi No More Mutants, melakukan demo didepan gedung kepresidenan Korea Selatan untuk segera membuat undang-undang mengenai mutants. Dimana setiap mutants harus dipenjara di sel tahanan khusus dikarenakan mereka adalah ancaman bagi kemanan national maupun internasional, terlebih lagi dengan berita adanya pembunuhan yang dilakukan oleh mutant beberapa minggu lalu, organisasi No More Mutant menjadi semakin gencar, walaupun menurut beberapa saksi, mutant tersebut melakukan tindakan pembunuhan dikarenakan mencoba untuk membela diri dari Anti-Mutant yang sudah terlewat batas.
Sudah beberapa orang menandatangani petisi ini tetapi hingga sekarang juru bicara presiden belum bisa memberi keterangan mengenai hal ini. Demikian breaking news, saya Lee Hyojin, melaporkan langsung dari tempat kejadian.
.
.
.
.
"Presiden Moon, massa yang melakukan protes di luar semakin menggila, kita harus melakukan sesuatu." Saat ini, di gedung kepresidenan korea sedang diadakan rapat emergency mengenai protes yang terjadi di luar. Mutant memang tidak banyak, namun dengan kekuatan mereka yang beragam, para anti mutant takut bahwa mereka akan menjadi-jadi dan menggunakan kekuatan mereka untuk yang tidak-tidak.
"Jika kita menyetujui undang-undang itu, sama saja kita akan menjadi munafik bukan?" Presiden Moon berbicara dari ujung meja "Kita bekerja sama dengan mutants-"
"Dan itu merupakan keputusan yang salah, pak." Salah satu anggota dewan keamanan berbicara, membuat seluruh mata tertuju padanya. Presiden Moon menyandarkan punggung di kursinya, melipat kedua tangan di dadanya debelum melihat ke arahnya
"Benarkah, Jenderal Song? Bisa jelaskan?"
Yang dipanggil Jenderal Song membersihkan tenggorokannya sambil berdehem "Karena mutants, memang ancaman pak. Kita tidak bisa menggantungkan diri pada mereka, terutama jika keselamatan kita diletakkan di tangan segerombolan remaja yang bahkan belum lulus sekolah!"
Ujar jenderal Song ketus membuat kaget para anggota parlemen disana. Presiden Moon terdiam, namun dia tidak menjawab apapun.
"Seharusnya, keselamatan kita dipegang ditangan militer kita! Bukan mereka! Kita memiliki kekuatan militer yang besar dan kita bisa menghadapi-"
"Serangan mutant gorilla raksasa 3 Bulan lalu?" Potong Presiden Moon sebelum Jenderal Song menyelesaikan perkataannya. Jenderal Song teringat, tentang peperangan tiga bulan yang lalu, dimana militer mereka dikerahkan melawan Gorilla raksasa yang dapat berbicara layaknya manusia dan memakai pakaian zirah.
"Mutant gorilla yang mampu berbicara dan memiliki kekuatan telekinetic? Oh, dan mutant dengan kekuatan api yang bisa saja menghanguskan seluruh anak buahmu, Kau bercanda Jenderal Song?"
Presiden tertawa mengejek, dengan tatapan merendahkan dia berdiri dan menggebrak meja membuat seluruh staff terkejut
"Jika bukan karena segerombolan anak remaja itu, kau tidak akan hidup kemarin, Jenderal Song. Rapat dibubarkan, aku lelah mendengar omong kosong ini, dan keputusanku masih sama, aku tidak menyetujui undang-undang itu. Karena aku yakin, aku berada di sisi yang tepat"
Dengan itu, Presiden Moon pergi meninggalkan ruangan, diikuti dengan Ajudan serta Body Guardnya. Jenderal Song tertunduk merasa dipermalukan.
Dia berjanji, dia akan membuat Presiden Moon memakan kata-katanya sendiri.
.
.
.
.
"Paman aku takut" Ujar Seokjin, saat dia masuk ke ruangan Sihyuk tanpa izin, dia langsung memeluk pria itu dan menangis di pelukannya. Sihyuk terdiam namun segera memeluk kembali remaja yang sudah dia anggap seperti anaknya itu
"Ada apa nak?" tanya Sihyuk yang mencoba menenangkan Seokjin.
Seokjin masih menangis "Aku-aku hampir kehilangan control, paman, kemarin, aku hampir..hampir membunuh seseorang dengan keji" Jawab Seokjin dengan sesenggukan
"Dan-dan aku takut, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, bagaimana jika aku menyakiti banyak orang, aku tidak mau-"
Sihyuk menggeleng "Sshhh shhh tenang Seokjin, sudah kukatakan padamu kan? Kau lebih kuat dari dia, kau lebih besar dari dia, jangan dengarkan dia" Jawab Sihyuk dengan tegas
"Apapun yang terjadi paman akan selalu berada disini nak" Sihyuk memeluk erat Seokjin. Dia ingat saat Ibu Seokjin meninggal akibat serangan non mutant aktifis. Ibu Seokjin dengan keras memperjuangkan hak mutant karena dia tahu, bahkan sebelum kekuatan Seokjin muncul, Seokjin bukanlah anak biasa dan dia ingin agar anaknya dapat tumbuh di lingkungan yang menerimanya apa adanya.
Sihyuk dan Ibunya bertemu di demo pro mutant dan Sihyuk terkejut saat ibunya Seokjin ternyata bukan seorang mutant, melainkan manusia. Ayahnya meninggalkan mereka saat Seokjin berumur 4 tahun. Dia dan Ibunya menjadi semakin dekat dan menganggap Seokjin seperti anak nya, kemudian kejadian naas itu terjadi, Sihyuk merasa bertanggung jawab, dia mengangkat Seokjin sebagai anaknya, Ketika dia memberi tahu Seokjin, Seokjin bertanya jika dia boleh memanggil nya paman tidak harus ayah, dan tentu saja, Sihyuk setuju, karena dia tidak ingin menggantikan peran ayah Seokjin secepat itu, walaupun hingga sekarang dan membangun academy ini agar kejadian yang menimpa Seokjin tidak terjadi pada mutant lain.
"Dengarkan paman." Sihyuk menangkup kedua pipi Seokjin yang basah karena air mata "Jika dia berani menyakitimu, paman berjanji, paman akan melakukan apapun, bahkan jika itu membunuh paman"
Seokjin menggelengkan kepalanya "Tidak, tidak paman jangan berbicara seperti itu aku mohon-"
"Seokjin, paman telah berjanji pada mendiang ibumu, paman yang akan melindungimu, dan paman akan memegang janji itu sampai kau dewasa nanti nak"
Seokjin kembali menangis mendengar perkataan teman ibunya itu, tanpa dia sadari satu keluar dari mulutnya
"Ayah"
Kata itu membuat jantung Sihyuk berdegup kencang, mulai dari kecil hingga sekarang, baru kali ini Seokjin mau memanggil Sihyuk ayah
"Ayah maafkan aku"
Sihyuk ikut menangis tanpa dia sadari "Tidak, tidak Seokjin, itu bukan salahmu, bukan keinginan mu menjadi seperti ini"
Seokjin masih bergetar di pelukan figure ayahnya itu, selama hidupnya belum pernah dia merasa sehangat ini semenjak kematian ibunya. Seokjin tidak tahu harus berbuat apa, Dia takut, marah dan ingin rasanya dia menghancurkan dirinya sendiri agar 'dia' di dalam pikirannya itu tidak bertindak macam-macam.
Tunggu-mungkin itu cara yang tepat –
"Oh tidak, aku tahu apa yang kau pikirkan Seokjin" nada Sihyuk yang semula lembut menjadi kasar
"Aku tidak akan membiarkan mu melakukan itu, hentikan! Kita akan mencari jalan keluarnya, mengerti?"
Seokjin terdiam, namun dia mengangguk "Sekarang, kau dibutuhkan oleh teman-temanmu. Keluarlah mereka mencarimu" Seokjin menaikkan satu alisnya, bagaimana dia bisa tahu?
"Ayo, temanmu sudah mencari."
Seokjin menurut dan keluar dari ruangan kepala sekolah, baru dia menanjakkan kaki keluar, Seokjin mendengar namanya dipanggil
"Seokjin hyung!"
Suara itu, dia kenal betul, itu suara Jimin. Jimin berlari kearahnya dengan nafas tersengal-sengal "Hyung! Aku mencarimu kemana-mana! Kenapa kau berada di ruang kepala sekolah? Apa ada masalah?"
Seokjin dengan cepat menggeleng dia tidak ingin Jimin tahu "Tidak-tidak ada apa Jimin?" tanya Seokjin, sebelum dia ditarik oleh Jimin "Jeongguk dan Kunpinmook sudah bangun, dan Kunpinmook ketakutan"
.
Sesampainya di ruang kesehatan, Jeongguk yang sudah sepenuhnya tersadar terlihat seperti sedang mencoba mati-matian menenangkan Kunpinmook, sementara Kunpinmook sendiri terlihat ketakutan. Seokjin dengan segera mengambil alih situasi dengan memegang lembut kepala Kunpinmook
"Hey, tenanglah, tidak akan ada yang berani menyakitimu disini" Seokjin berujar, menarik keluar memori-memori indah yang tertanam di pikiran remaja itu agar dia menjadi tenang. Seokjin merasakan anak itu melemas di pelukannya
"Bagus..tarik nafasmu..keluarkan…" Seokjin menaik turunkan tangannya di lengan anak itu
"Okay, kau baik-baik saja? sekarang, siapa namamu?"
Seokjin bertanya berharap dia tidak kehilangan apapun dalam memorinya, tetapi dia ingin memastikan dia baik-baik saja, Kunpinmook mengangguk
"Iya aku baik-baik saja dan..namaku..Kunpinmook Bhuwakul, tetapi aku dipanggil Bambam..aku ada dimana?" Seokjin tersenyum "Kau berada di Gyeonggu Academy, dan tenanglah kau akan aman disini, kita semua sama denganmu"
Mata Kunpinmook membulat dan berkaca-kaca "Oh kalian yang menyelamatkan aku dari-ah terima kasih, terima kasih" Ujar Bambam sambil terisak "Aku tidak tahu apa yang bisa aku lakukan untuk berterimakasih.."
Seokjin membuat lingkaran dengan ibu jarinya di punggung anak itu "Tidak perlu, sudah tugas kami. Kau bisa tinggal disini sekarang, kami masih memiliki kamar untukmu."
Senyuman Bambam mengembang, dia merasakan kenyamanan yang selama ini belum pernah dia rasakan selama setahun belakangan ini "Selamat datang di Gyeonggu Academy"
.
Setelah Seokjin mengantarkan Bambam ke kamarnya dan menerimanya secara official di academy ini, Seokjin berjalan berkeliling gedung melihat banyaknya orang berlalu lalang.
'Jinseok, kau dimana?' Sebuah suara mengisi kepalanya, dan Seokjin melemas mendengar suara berat kekasihnya itu
'Aku sedang berjalan-jalan, kenapa?'
'Temui aku di kamar, sekarang'
Tubuh Seokjin membeku mendengar perintah kekasihnya itu, namun mau tidak mau dia harus menemui Namjoon karena dia sudah berjanji akan membicarakan hal kemarin dengannya. Seokjin tiba di kamar, tubuhnya terasa tegang. Dengan perlahan dia membuka pintu dan melihat Namjoon sudah duduk dikasur
"Namjoon.." panggil Seokjin perlahan. Seokjin menutup pintunya dan duduk disamping Namjoon
"Namjoon..dengar, mengenai kejadian kemarin..aku.." Seokjin mencoba menjelaskan sebelum Namjoon sempat menanyakan apa yang terjadi.
Namjoon terdiam, mendengarkan perkataan kekasihnya itu, tetapi Seokjin tidak menjelaskan kembali. Seokjin menghela nafas kasar sebelum menggaruk belakang tengkuknya "Susah untukku untuk menjelaskan apa yang terjadi..bagaimana jika aku tunjukkan?"
Namjoon mengangguk, saat ini yang dia inginkan hanyalah mengerti apa yang terjadi pada kekasihnya. Seokjin perlahan menyentuh dahi Namjoon, dan dengan cepat, otak Namjoon dipenuhi memori-memori Seokjin.
Aku tidak mengerti mengapa kau harus menekan ku seperti ini terus?
Oh ya, aku adalah kau, kita orang yang sama, dear. But I am stronger than you
Maksudku, kita bisa membuat manusia-manusia itu bertekuk lutut dihadapan kita my dear..kau tidak ingin mendengar bagaimana rasanya dielu-elukan, rasanya diagungkan…
Tidak!
Hmp, kau, selalu lemah.
Kim Namjoon
Ayah, aku takut.
Namjoon, tersentak seperti terbakar. Namjoon menjauh dari Seokjin dan nafasnya terengah, seperti dia lari marathon. Seokjin memang salah dia terlalu cepat memasukkan informasi dan pastinya Namjoon merasa berat.
"Sayang, Maafkan-"
"Ayah? Kepala Sekolah Bang Ayahmu?"
Seokjin terdiam. Kemudian dia menggeleng "Bukan ayah kandung. Ayah kandungku entah kemana. Dia mengangkatku jadi anak setelah ibuku meninggal, dan…aku tidak pernah memanggilnya ayah, hingga tadi."
Namjoon menatap Seokjin dengan mata masih terbuka lebar "Seokjin, dan siapa itu tadi? Kau-kenapa kau tidak pernah bercerita padaku?"
Seokjin yang merasakan amarah Namjoon akan memuncak segera memegang bahu Namjoon "Aku tidak tahu siapa itu, tetapi yang jelas, dia bukan diriku Namjoon, dan aku bahkan baru mengetahui dia, dua hari yang lalu!"
Seokjin mencoba menjelaskan "Dan mengenai kepala sekolah Bang…aku tidak ingin kalian semua mengira aku masuk kedalam group hanya karena aku anak angkatnya, tetapi karena aku pantas.."
Mendengar penjelasan Seokjin, Namjoon menghela nafas kasar
"Dengar, aku tidak peduli mengenai itu sekarang, tetapi, sekarang, apakah dia, yang membuatmu lepas kendali kemarin"
Seokjin mengangguk "Ya. Itu pula yang ingin aku sampaikan padamu saat kita dibenteng Kemarin. Tetapi, Namjoon, aku tidak tahu dia siapa dan apa yang dia bisa lakukan, padaku, otak ku, seluruh teman-teman kita, terutama dirimu..jika aku lepas kendali seperti waktu lalu dan membahayakan siapapun." Seokjin terdiam sebelum menggemgam tangan Namjoon erat.
"Namjoonie, maukah kau berjanji satu hal padaku?"
Namjoon memiringkan kepalanya, kedua alisnya terangkat akibat ucapan Seokjin "Apa itu?"
Seokjin menggegam tangan Namjoon erat "Jika..jika sesuatu terjadi padaku, jika aku lepas kendali..bunuhlah aku, kau mendapatkan ijinku."
Mata Namjoon membola mendengar ucapan Seokjin, apakah kekasihnya ini sudah gila?
"Tidak-tidak, kau sudah gila hyung! Aku tidak akan melakukan itu-!"
"Namjoon, aku mohon itu satu-satunya cara, bagaimana jika dia menyakiti-"
"Omong kosong!"
Nada bicara Namjoon meninggi, membuat Seokjin tersentak kaget. Namjoon berdiri, melepas tangannya dari genggaman Seokjin, menarik rambutnya frustasi "Jinseok, sampai kapanpun, aku tidak akan membunuhmu! Kau pikir aku bisa melakukan itu, kepadamu? Kepada kekasihku sendiri? Jinseok kau gila" Namjoon menaruh telunjuknya didepan mata Seokjin.
Seokjin sekarang menangis, air matanya mengalir deras "Namjoon, kau tidak mengerti-"
"Lalu buat aku mengerti." Potong Namjoon
"Buat aku mengerti dan bersama, kita bisa menemukan jalan lain." Nada Namjoon melembut. Namjoon berjongkok didepan Seokjin, dan memegang kedua tangannya erat
"Aku memperjuangkanmu begitu lama, dan aku tidak segan-segan akan melakukannya lagi" Seokjin terdiam mendengar ucapan Namjoon namun kemudian Seokjin tertawa
"Jijik" Seokjin tersenyum kecil "Kau terdengar seperti ayah. Tapi aku menyukainya." Seokjin menangkup kedua pipi Namjoon kemudian mendaratkan ciuman di bibir tebal kekasihnya itu yang dibalas dengan lembut
"Tunggu apa kau baru saja menyamakan aku dengan kepala sekolah Bang?" Namjoon bertanya, Seokjin hanya menggendikkan bahunya.
"Mungkin?" Jawab eokjin diikuti dengan seringaian nakalnya.
"Tapi, Terimakasih, sudah percaya kepadaku." Seokjin menggumam di bibir Namjoon, membuat Namjoon tersenyum
"Dan terimakasih, sudah mau percaya padaku" Namjoon mengecup bibir Seokjin panjang
"Tapi aku masih sedikit kesal kau tidak memberitahuku sesaat setelah kau mengetahui tentang…" Namjoon membuat gesture memutarkan jarinya dikepalanya. Seokjin terkekeh perlahan
"Sudah ku katakan, aku ingin membicarakan ini denganmu semenjak kita berada di benteng, hanya…kau tahu kan, kita sedang sibuk"
Namjoon mengangguk "Aku mengerti, maafkan aku, hanya saja..aku tidak suka melihatmu menderita seperti ini"
Seokjin tersenyum lembut pada kekasihnya sebelum memberikan kecupan kepada kekasihnya
"Kau tidak takut?" Tanya Seokjin kepada Namjoon, dan Namjoon dengan cepat menggeleng "
"Tidak, karena saat ini, yang didepanku adalah Jinseok ku bukan?"
Seokjin mengangguk "Aku tidak akan membiarkan dia lepas." Seokjin menjawa dengan nada serius "Lalu aku tidak perlu takut kan? Karena aku yakin kau lebih kuat."
Seokjin ingin menangis, dia tidak bisa membuat mereka kecewa, dia harus lebih kuat.
Seokjin mengangguk, kemudian memainkan kerah baju Namjoon. "Mungkin, ada satu hal yang bisa menghilangkan sedikit penderitaanku.."
Namjoon mengangkat satu alisnya "Oh ya? Apa itu?"
Seokjin menyeringai, membuka satu persatu kancing baju kekasihnya itu, butuh waktu dua detik untuk Namjoon mengerti sebelum akhirnya mereka berdua berakhir diranjang, menanggalkan pakaian masing-masing dan melupakan kejadian yang lalu.
.
Jimin menghela nafas, setelah masalah tentang Bambam selesai, Jimin pergi ke taman belakang, duduk bersila di tengah-tengah hamparan rumput hijau, bahkan di taman belakang ini terdapat danau buatan yang sangat jernih. Jimin menutup matanya sebelum merasakan alam disekitarnya mulai merespon. Angin menjadi bertiup sedikit kencang, matahari mulai tertutup dengan awan menyebabkan cuaca yang seharusnya panas menjadi berawan.
Pikiran Jimin dipenuhi awan keraguan sekarang, hatinya sedang gelisah. Semenjak kejadian kemarin, entah mengapa dia merasa sesuatu akan terjadi. Mungkin dia bukan peramal tetapi dia bisa merasakannya. Jimin hanya ingin menenangkan pikirannya untuk sementara.
"Kau tahu, perkiraan cuaca mengatakan bahwa hari ini seharusnya panas." Suara dari belakang Jimin membuat Jimin terkaget dan menghentikan kegiatannya. Jimin menoleh kebelakang dan melihat Yoongi, kekasihnya berdiri dibelakangnya, dengan senyuman khasnya
"Aku tahu kau pasti disini." Yoongi terkekeh dan duduk disamping Jimin. Jimin tidak menjawab apapun tetapi dia melihat Yoongi membawa sepasang sepatu skate ditangannya
"Hyung, sedang apa disini?" cicit Jimin, Jimin menggeser mendekatkan diri pada Yoongi.
"Mencarimu, sunshine." Pipi Jimin merona ketika Yoongi memanggilnya dengan panggilan sayang kesukaannya itu, Sunshine. Ketika awal mereka berpacaran, Yoongi selalu mengatakan bahwa Jimin adalah mataharinya yang mampu melelehkan hati Yoongi yang beku, sejak itulah Yoongi memanggil Jimin sunshine.
"Jika kau sedang ingin menenangkan diri kau pasti disini" Oh Min Yoongi tahu betul kekasihnya ini. "Kau tahu, aku sedang ingin ice skating, tapi, aku tidak ada teman."
Yoongi menunjukkan sepasang sepatu skating yang dia bawa tadi "Kau mau menemaniku?" hanya butuh satu detik untuk Jimin untuk menerima tawaran Yoongi. Yoongi tersenyum. Dia berdiri sebelum berjalan ke danau buatan yang jernih itu dan kemudian menaruh tangannya diatas air. Hawa dingin keluar dari tangan Yoongi menyebabkan danau yang tadi berisi air sekarang tertutup lapisan es tebal.
Walaupun sudah berkali-kali tetapi Jimin masih saja kagum dengan kekuatan Yoongi, dan dia suka melihatnya. Yoongi memberikan Jimin sepasang sepatu tadi dan Jimin melepas sepatunya, mengenakan sepatu skating tadi, kemudian dia menyadari Yoongi hanya membawa satu.
"Hyung, kau tidak pakai?" Tanya Jimin, Yoongi menggeleng "Tidak, kau tidak perlu khawatir, ayo"
Jimin berdiri, dengan susah payah dia berjalan menuju ke danau es karena pisau skatingnya terus menusuk tanah. Jimin berteriak saat dia sudah berada diatas es dan hampir kehilangan keseimbangan, untungnya Yoongi dengan sigap mengangkap Jimin
"Hati-hati sunshine" Yoongi memegang tangan Jimin, kaki Yoongi sudah dilapisi es menyebabkan Yoongi dapat dengan mudah meluncur diatas es. Perlahan mereka berdua sudah bergerak meluncur kesana kemari. Jimin terkekeh, berpegangan erat pada Yoongi. Tetapi memang mereka berdua ceroboh, Jimin terpeleset membuat mereka berdua jatuh diatas es yang dingin, Jimin dan Yoongi terdiam sebelum tertawa terbahak-bahak, akhirnya mereka berdua terbaring diatas es, menghadap satu dengan yang lain
"Hyung"
"Hm?"
"Terimakasih"
Yoongi tersenyum, sebelum berdiri dan menarik Jimin bersamanya "Apapun akan kulakukan untuk membuatmu tersenyum sunshine." Jimin kembali merona, bukan karena kedinginan melainkan karena gombalan Yoongi.
Jimin menarik Yoongi mendekat "Cium aku hyung.." dengan senang hati, Yoongi menuruti permintaan kekasihnya. Walaupun saat ini mereka sedang berada ditengah-tengah es, tetapi mereka tetap merasakan kehangatan, matahari pun kembali bersinar cerah, menyorot mereka yang tengah tertawa di tengah danau es.
.
Jeongguk diantar kembali kekamarnya bersama dengan Taehyung. Taehyung memegang punggung Jeongguk dan menuntunnya, juga berjaga-jaga jika Jeongguk suatu saat akan jatuh lagi. Ketika tiba dikamar, Jeongguk berhenti untuk memutar menghadap Taehyung
"Terimakasih, sudah mengantarku kemari, hyung" Jeongguk tersenyum pada Taehyung yang dibalas dengan senyuman kotak khas lelaki pirang itu
"Jaga dirimu baik-baik, jika kau butuh sesuatu, kamarku tidak jauh" Taehyung mengusak rambut Jeongguk sehingga membuatnya berantakan membuat Jeongguk merengut
"Hyung aku belum mandi!" Jeongguk melepaskan tangan Taehyung
"Sudah istirahatlah, okay?" Taehyung mendorong Jeongguk masuk, namun, tangan taehyung ditahan, belum sempati dia bertanya apa yang Jeongguk lakukan, lelaki yang lebih muda itu mencium pipi Taehyung kemudian berlari masuk kedalam kamar, meninggalkan Taehyung dengan pipi memerah di lorong.
Hallo! Kyukubi here! Maaf kalo chapter ini agak pendek dan aku mencoba agar semua pair masuk disini hahahaha, kasian Hoseok ga muncul disini sama sekali :') tapi untuk besok bakalan ada Hoseok nya kok, and special thanks for:
Betelguese
Iruyori
kmkdotfairytale
Supreme12rm
sekarzane
Dan Ya, karakter Jin disini terinspirasi dari Jean Grey! Dan ada yang bisa nebak karakter lainnya disini? *wink* Thank you so much buat kritik dan saran serta semangat nya (terutama kmkdotfairytale, thank you so much bebs :3) Makasih *nangis Bombay* And as always don't forget to leave a review! Kritik dan saran sangat- sangat diterima! Bye bye!