Chapter 6

warning: sangat memungkinkan untuk anda sekalian menemukan typos. mohon di maklumi ya... saya ngetik pakai HP soalnya.

happy reading!

Bagi Tenten rasa sakit itu yang masih bisa ia rasakan adalah rasa sakit di hatinya. tubuhnya tak begitu bisa merasakan sakit atau bahkan tidak sama sekali. sejak kecil ia sudah terbiasa menjadi alat untuk mengetes kualitas narkoba. entah apa yang aneh pada tubuhnya. namun yang ia ingat saat umur 4 tahun, Tenten tidak sengaja mencicipi narkoba jenis serbuk milik ayahnya, lalu Tenten kecil berucap pada sang ayah.

"Ayah, permen yang ini tidak enak rasanya."

ucap Tenten kecil dan hampir membuat bola mata Shiranui Yabu keluar. dengan sigap Shiranui Yabu membawa anaknya ke dokter kenalannya untuk memeriksakan anaknya. tentu tidak dokter sembarangan, apa jadinya jika ia di tangkap karena memberikan narkoba pada balita. Dan sangat tidak di percaya setelah melalaui beberapa test dan uji lab. Ternyata metabolisme tubuh Tenten dan sistem kekebalan tubuhnya sangat berbeda dengan manusia pada normalnya. obat obatan seperti narkotika tidak mempengaruhi sistem tubuhnya sama sekali. dan Shiranui sadar bahwa sejak lahir Tenten memang tidak pernah sekalipun sakit seperti balita pada umumnya.

dan Shiranui Yabu pun menemukan potensi anaknya yang sangat luar biasa. iapun mulai menyuapi Tenten dengan berbagai macam narkoba. dan entah kenapa lidah Tenten sangat akurat. jika Tenten bilang tidak enak, tandanya narkotika itu bagus. namun ketika Tenten menyukainya narkotika itu malah sebaliknya. berkualitas buruk. dan kegiatan itu berlanjut hingga Saat ini.

.

.

.

Tenten turun dari tangga dengan langkah yang sedikit jengkel karena tidak bisa menemukan jaket guccinya yang berwarna merah marun.

"Sayang, ada barang baru, ada 3 macam di depan televisi. sudah di siapkan Mito." Tanpa menyuruh untuk mencicipinya. Tenten tahu permintaan Sang ayah yang sudah menjadi rutinitasnya sejak kecil.

Tenten memutar matanya bosan tapi tetap melangkah ke arah ruang TV dimana disana sudah ada Mito-san pelayan mereka sejak kecil. dan sejauh Tenten tahu Mito sudah seperti ibunya saja dari pada pelayan. Mau bagaimana lagi, Tenten bahkan yakin bahwa dia adalah anak haram hasil dari hubungan gelap sang ayah. Tenten sudah tak mau memikirkannya lagi.

Tenten menghempaskan bokongnya di kursi empuk dengan ornamen tradisional itu. lalu ia mulai melihat cawan cawan kecil dengan serbuk putih yang ia sangat tahu itu apa. lalu ia menempelkan jari kelingkingnya di setiap serbuk itu dan mencicipinya bergiliran. dan tanpa sepatah katapun Tenten mengambil spidol dan kertas yang sudah tersedia disitu dan memberi tanda silang merah di cawan yang menurutnya enak, menandakan barang itu tidak bagus.

"Nona apa anda ingin sarapan dulu?" Ucap wanita 37 tahun itu pada Tenten. Tenten berhenti dan melihat sosok pelayannya tersebut.

"Segera menikahlah dan hidup bahagia. sampai kapan kau mau terus-terusan jadi budaknya orang gila itu." alih alih menjawab pertanyaan Mito-san, Tenten malah mengucapkan hal lain. Tenten mengalihkan pandangannya pada sang ayah yang masih sibuk di telepon. dan sedetik kemudian ia sudah tidak tahan dan memutar bola matanya lagi.

mendengar ucapan Tenten Mito-san hanya tersenyum. ia sadar jika nona kecil yang sudah seperti anaknya tersebut khawatir padanya. namun jika bukan karena Tenten mungkin Mito-san sudah pergi dari dulu dari rumah tersebut.

Tenten keluar dari rumahnya yang tidak terlalu megah. namun mempunyai halaman yang sangat luas. Tenten memang sudah tidak pernah lagi di antar dengan mobil sejak ia kenal dengan Ino. Sejak insiden beberapa bulan lalu ia hanya sendirian tanpa Gaara tanpa siapapun, meski tidak begitu buruk baginya. Namun rasa kesepian itu tetap ada. Dan sejak mengenal Ino dan tahu bahwa Ino berangkat dengan berjalan kaki. Tenten pun mmemutuskan untuk melakukan Hal yang sama, dan nyatanya berjalan kaki memnag lebih menyenangkan. ia menyesal kenapa tidak dari dulu melakukan hal tersebut. dan seketika terpintas di pikirannya bayangan dirinya dengan Gaara yang sedang berjalan bersama menuju sekolah. Tentenpun tak ingin memikirkan Gaara terlalu lama dan memilih untuk bergegas dan segera bertemu dengan Ino.

.

.

.

Ino berjalan menuju sekolahnya. bisik orang-orangnya yang heran melihatnya kini sudah menjadi hal biasa yang tak berarti baginya. mungkin aneh saja bagi mereka ada murid Konoha Gakuen yang berangkat sekolah dengan jalan kaki. dengan image sekolahnya yang seperti itu mana mungkin ada muridnya yang jalan kaki pikir mereka. dan nyatanya memang ada, dan itu adalah Yamanaka Ino.

"Ino!" Dari kejauhan Tenten melambaikan tangan pada Ino. sudah menjadi rutinitas kini, mereka akan bertemu di perempatan jalan Sikaragi. dan berangkat bersama. Ino mempercepat langkahnya hingga akhirnya berlari supaya tidak membuat temannya menunggu.

"Wow... boleh ku jambak rambutmu? sial bikin iri saja!" ucap Tenten bercanda ketika melihat surai pirang Ino terlihat mengkilat dan halus. sepertinya Ino barusaja keramas dan memakai conditioner.

"Kalau saja kau tidak terobsesi dengan cepolmu itu. mungkin saja rambutmu akan lebih bagus dariku." balas Ino dengan kekehannya.

"Tapi jika digerai akan menghalangiku ketika menghajar seseorang. terlebih kacungnya Uchiha." mendengar ucapan temanya membuat Ino tertawa entah kenapa nama Uchiha lebih sering menjadi lelucon di antara keduanya kini.

"Kau ini bencinya dengan Uchiha sudah sampai DNA ya?" goda Ino. sukses membuat Tenten tertawa keras.

"HAHAHA mungkin saja? ratusan juta sel dalam tubuhku juga ikut membencinya. pantas saja dulu waktu aku hendak makan lasagna tiba tiba aku membayangkan Uchiha dan demi tuhan Ino. Lasagna makanan favoritku dan aku langsung membencinya detik itu juga." Cerita Tenten pada Ino dengan semangat.

"Mungkin jutaan Sel dalam tubuhmu sedang berdemo agar menyingkirkan wajah Uchiha pada otakmu. mereka jadi tidak napsu makan juga kan?"

Dan tawa keduanya pun meledak. hingga tak terasa mereka sudah sampai di depan gerbang sekolah mereka yang megah. tak lupa banyak mobil mobil mewah yang berjejer mengantarkan siswa siswi konoha Gakuen pagi itu. namun belum sampai memasuki gerbang sekolah mereka. Tiba tiba ada yang menghadang mereka dari depan. dan orang itu adalah orang yang sangat mereka kenal.

"Yamanaka aku ingin bicara." Seketika aura Tenten berubah ketika mendapati rubah merah di hadapannya.

"Mau apa lagi kau?" Tenten sudah akan maju selangkah mendekati Karin namun terhenti karena Ino menggenggam tanganya.

"Bicara apa? kau bisa bicara disini." Ucap Ino tenang. dan Tenten menoleh pada Ino tak luput dengan deathglarenya mungkin jika diartikan 'Kenapa kau masih menanggapi jalan ini sih?!'

Namun Ino tak menghiraukan tatapan mematikan Tenten. dan masih menatap Karin intens.

"Tidak disini. dan tidak dengan si barbar ini." Ucap Karin sambil melihat bola matra Tenten yang sudah siap keluar. Sehingga sukses membuat Tenten melayangkan satu kepalan tangan pada Karin yang tak suskes mengenai seincipun wajah Karin. karena Ino menarik Tenten dengan sangat kuat.

"Apa kau akan membiarkanku sendiarian lagi disini huh?" bisik Ino pada Tenten memperingaktan sahabatnya agar tidak lepas kendali. Tenten mengingat bahwa kini dirinya tidak sendirian. ia sudah tidak bisa berbuat sesuai kemauannya. karena Tenten punya Ino dan Tentenpun sudah berjanji untuk tidak mendapatkan hukuman lagi. Tentenpun meredam amarahnya dan memilih meninggalkan Karin dan Ino.

Ino menghela napas melihat Tenten yang sudah menghilang kedalam gedung sekolah.

"Sekarang kau mau apa?" Ucap Ino sedikit lebih gelap dari pada saat masih bersama Tenten.

"Aku ingin minta maaf." Ucap Karin lirih. Ino hanya memasang wajah datar.

"Ayolah aku tidak punya banyak waktu untukmu." Ino mulai berkacak pinggang dan memasang wajah bosan.

"Oke, aku ingin kita berteman." alih alih membuat Ino percaya. Karin malah membuat Ino tertawa kencang.

"Ya tuhan... drama apa lagi yang ingin kau buat sekarang. oke, tapi maaf aku tidak butuh teman saat ini. terlebih yang sepertimu. nope! aku sangat tidak butuh." Ucap Ino sambil menyilangkan kedua tanganya di dada dan menggelengkan kepalanya kecil.

Jawaban Ino membuat Karin geram. namun si pemilik mata merah itu hanya bisa menggenggmkan tanganya dan tersenyum palsu.

'Dasar brengsek kau Sai. jika saja ini bukan untuk Sasuke-kun. mana sudi aku melakukan ini' batin Karin tak luput dengan sumpah serapah pada Shimura.

"Sudah? dan selamat nona Karin kau sudah sukses mebuang 3 menitku yang berharga." dan dengan itu Ino melenggang pergi tanpa pamit pada Karin yang masih terpaku di tempatnya. Ino merasa sedikit puas dalam dirinya. entah kenapa rasanya perlakuan Karin padanya saat di kantin seolah sudah terbalaskan.

.

.

.

belum sempat Ino memasuki gedung A tempat ia belajar seseorang menarik tanganya dan disana manik birunya bertemu dengan biru milik kakak kelasnya.

"Bisa tolong lepaskan?" Ino berusaha menarik tangannya Kasar namun sia-sia, ketika ia sadar yang menariknya adalah Uzumaki Naruto yang mana adalah sahabat karib Uchiha Sasuke manusia terbrengsek di Konoha Gakuen.

"Ah maaf." Naruto melepaskan genggamannya pada tangan Ino dan disana membekas merah pada kulit putih Ino, dan belum apa apa Naruto sudah diburu rasa bersalah karena sudah menyakiti tangan Ino.

"Ada apa?" Ino sebenarnya ingin langsung pergi namun ia lihat Kakak kelasnya tersebut sedang ingin mengatakan sesuatu.

"Aku akan mengatakan ini hanya sekali. aku ingin Kau mendengarnya dengan serius." Naruto mengesampingkan rasa bersalahnya dan kini menatap Ino tajam. yang sukses membuat perut Ino sedikit berdesir. oke siapa yang tidak grogi ketika kau di pandang begitu dekat dan intens oleh seorang laki-laki yang tampan?

Naruto mendekatkan wajahnya pada Ino. dan membuat Ino berjalan kebelakang hingga punggungnya membentur tembok di belakangnya. tangan Ino sedikit berkeringat namun Ino mencoba untuk tenang dan masih memandang wajah Naruto yang terlihat makin tampan jika dilihat dari jarak sedekat itu. Naruto makin mendekatkan wajahnya membuat Ino menyerngit karena takut dicium hingga kini ia sadar jika bibir naruto mungkin hanya berjarak 1 cm dari telinganya.

"Aku Uzumaki Naruto. Aku rasa saat ini aku sedang sangat menyukaimu." bisik Naruto di telinga Ino yang sukses membuat jantung Ino berdetak sangat kencang sekali. mungkin hari ini Hari yang buruk baginya.

"aku-"

"Jangan dijawab." bisik Naruto lagi menghentikan kalimat Ino. Naruto menarik wajahnya dari leher Ino dan memandang Ino dengan senyum kecil.

"Cukup itu saja" dan Naruto mulai melepas bingkaian tanganya yang mengurung Ino di tembok dan tubuhnya.

"Dengar, aku-"

"YOSSSHAAAA..." belum sempat Ino mengatakan sesuatu Ia sudah dibuat bingung dengan teriakan Naruto yang kini sudah tidak memojokannya lagi. dan Inopun menunduk dan tersenyum. ia paham dengan si rambut pirang itu. mungkin hanya ingin mengungkapkan perasaaanya.

"Uzumaki-san." PAnggil Ino dan Naruto menoleh pada parasa cantik Ino. dada Naruto makin berdetak dengan kencang. namun sudah tidak sesak lagi seperti sebelumnya. ia pun tersenyum dan menjawab

"Ya?"

"Terimakasih atas perasaanmu. Tapi kau tahu kan? apa yang sudah di lakukan temanmu terhadapku? apa kau pikir aku bisa menerima perasaanmu itu setelah semua yang terjadi?"

Naruto hanya tersenyum mendengar pernyataan Ino.

"Aku tidak butuh untuk kau menerimanya. aku hanya ingin kau tahu saja. aku sadar memang tidak mungkin untuk saat ini. karena berbagai hal. aku tidak bisa meninggalkan mereka hanya karena aku menyukaimu. namun paling tidak rasanya sudah tidak begitu sesak di disini" Jelas Naruto sambil memegang dadanya.

"Dan kau jangan khawatir soal Sasuke untuk saat ini. aku yakin dia tidak akan berbuat apa-apa padamu. setidaknya sampai generasi shikamaru senpai lulus. jadi kau bisa menjalani kehidupanmu seperti biasa. dan meskipun generashi shikamaru senpai lulus aku tidak akan membiarkan Sasuke berbuat apa-apa padamu. mungkin saat itu aku sudah siap melepas semuanya. atau sebaliknya? mungkin saat itu rasa ini sudah hilang atau makin kuat aku tidak akan Tahu." ucapan Naruto membuat menjadi informasi berharga bagi Ino. ia jadi ingat tentang Shikamaru-senpai yang telah menolongnya. 'di mana orang itu sekarang' pikir Ino. mengabaikan kalimat Naruto yang sedang menbahas perasaanya pada Ino.

"Aku pergi dulu ya. sampai nanti" PAmit Naruto dan tak di tanggapi oleh Ino. Ino tak bisa begitu saja akrab dengan orang. apalagi dengan orang yang tiba tiba menyatakan perasaaanya. padahal kenal saja tidak. Ino merasa geli pada dirinya sendiri dan debaran di jantungnya perlahan menghilang hanya di gantikan dengan bayangan ibunya. Ibu Hinta. seketika Ino mendongan keatas dan memejamkan matanya. rasanya belum setengah hari berakhir sudah capek sekali. bayangan senyum hinata menghantuinya membuat tujuannya semakin menjauh. padahal sudah dekat sekali tinggal di genggam.

Ino membuka matanya dan melihat matahari yang mulai menyingsing. persis sekali seperti ibunya. terlihat sangat dekat namun nyatanya jauh sekali. seakan bisa ia genggam namun hanya semu. Ino mengangkat tanganya dan seola akan menggenggam sang surya. dan Ino hanya tersenyum geli pada dirinya sendiri. Rasanya dejavu, rasanya naif sekali. Ino pun memutuskan untuk kembali ke kelasnya.

Namun Ino tak sadar jika sedari tadi ada sepasang bola mata hitam memperhatikannya dan mengabadikan parasnya disebuah note yang selalu ia bawa. Ya, Sai yang kini sedang bersandar pada pohon yang tak jauh dari Ino berdiri sedang memperhatikan Notenya yang tanpa ia sadari sudah 5 lembar berturut turut hanya di isi paras sendu Yamanaka Ino. Sai pun juga tak menyangka. tak pernah sebelumnya ia menggambar paras manusia yang sama dan tak bosan ketika mengarsinya pada kertas yang sama dalam waktu berdekatan.

"Yamanaka Ino..." ucap Sai pada dirinya sendiri nyaris berbisik sambil melihat hasil karyanya yang nyaris sama dengan aslinya. Sai Hanya tersenyum tipis lalu menutup bukunya. tidak ada yang tahu apa arti dari senyumannya yang misterius tersebut. Bahkan mungkin Sai sendiri juga tidak tahu. Karena ia menggangab bahwa dirinya mati didalam dan tidak punya Hati.

.

.

.

"Aku sudah menuruti permintaanmu. sekarang katakan padaku apa yang harus kulakukan agar Sasuke mau kencan bersamaku?" Karin menatap Sai yang yang sedang membersihkan keringatnya di tempat mencuci tangan dekat lapangan outdoor . Sai tidak menghiraukan dan masih menundukan kepala di bawah keran membiarkan setiap inci rambutnya terkena air yang mengalir.

"Lihat sekarang Kau tidak menghiraukanku?" Karin mulai geram dan Sai hanya meliriknya dari cela cela air yang mengalir di kepalanya, Sai melihat Karin dengan baju olahraga yang terlewat ketat hingga membentuk lekuk tubuhnya menjadi sangat seksi dan menonjol. Sai akhirnya menegakkan punggungnya dan mengibaskan helaian rambutnya kebelakang, membuat tetesan air mengalir dari ujung rambutnya membahasi leher dan bahunya yang sama sama putih.

"Karin. pertama hentikan omong kosongmu." Ucap Sai agak risih. masih mencoba mengurangi kadar air surainya.

"Kedua, untuk apa kau kebingungan? kau sudah punya semua yang disukai Sasuke." Ucap Sai enteng sambil merapikan bebrapa rambutnya yang masih turun kewajahnya.

"Apa maksudmu?" Tanya Karin yang gagal paham.

"Ini." Sai menujuk dada karin hinga tenjuknya hanya berjarak setengah senti dari payudara Karin yang terbungkus Kaos olahraga dengan lambang Konoha Gakuen. Seketika Karin mundur Satu langkah dan menaruh kedua lenganya di dada

"Apa maksudmu huh?!" Karin mulai tidak sabar dan tidak suka dengan gestur Sai yang seakan akan melecehkannya.

"Kau ini tidak hanya bodoh tapi juga naif Karin. akan ku perjelas saja. Sasuke tidak pernah mau berkencan denganmu karena Kau itu hanya si perawan yang naif. Kau mau berkenca dengan Sasuke tapi tidak untuk berhubungan intim denganya kan? namun sayang sekali Sasuke bukan orang yang berkencan dengan wanita untuk masalah perasaan." Karin terdiam mendengar Ucapan Sai yang memang tak bisa disangkalnya.

"Lalu apa yang harus kulakukan?" Tanya Karin Lirih.

"Aku heran.. kau berani berbuat sejauh itu pada Yamanaka. memanfaatkan Chouji sampai sejauh itu. kenapa tidak kau manfaatkan tubuhmu saja? aku rasa bukan hal yang sulit bagimu. kau sudah punya potensi menjadi jalanya Sasuke." Karin tidak tahan mendengar ocehan Sai yang makin lama makin tajam ia pun mencoba menampar Sai dan sukses di tahan oleh sang pemilih surai Hitam.

"Jangan lari dari kenyataan karin. jangan paksakan sesuatu yang tidak bisa sejalan dengan kemauanmu." Dan Dengan itu Sai melepas Tangan Karin yang hendak menamparnya, Namun Karin malah meneteskan airmatanya dan mulai menangis, kedua tanganya mencengkram baju olahraga Sai erat. Tangisnya makin pecah dan pilu. ia sandarkan kepalanya di dada Sai yang lapang. Tanpa sepatah katapun. Sai mengeti, bahwa rasa cinta Karin pada Sasuke tidak seperti wanita Lain. Karin Sangat mencintai Sasuke. dan itu bisa ia lihat dari tangis pilu karin.

"Aku.. sangat mencintainya. aku hampir gila Sai... apa yang harus kulakukan..." bisikan rapuh itu keluar dari sela sela bibir Karin. dan membuat Sai mulai memegang pundak Karin dan menjauhkan badan Karin dari dadanya. Sai melihat bola mata Karin yang makin memerah akibat tangisnya.

"Aku sama Hal nya dengan Sasuke. aku tidak mengerti tentang perasaan. tapi jika memang yang kau miliki itu memang tulus untuk Sasuke. mulai sekarang jangan mengotorinya dengan kebencian." Dan Sai yang sudah mulai lelah berbicara, memutuskan utuk pergi meninggalkan karin dan kembali kekelas. baginya yang hatinya mati. ia tidak tahu apa Kalimatnya bisa merubah seseorang atau malah membuat seseorang makin mendalami karakternya. karena bagi Sai yang paling menyenangkan dalam sebuah pertunjukan drama adalah keluarnya karakter dari sifat aslinya. Karena manusia seperti Koin. pasti memiliki kedua sisi tersebut. Hitam dan putih.

sedangkan dirinya adalah abu-abu

.

.

.

Sasuke menyandarkan bahunya di kasur di sebuah Apartemen yang sudah lama tidak ia datangi. Hadiah ulang tahunnya ke 15 tahun dari sang Ayah. disana kakak kelasnya sedang tertidur lelap tanpa busana. sedangkan dirinya duduk di lantai sambil bersandar di kasur, tanganya memegang kaler bir. Sasuke tidak bisa menyalahkan siapapun untuk Suasana hatinya yang sedang memburuk. ia sadar betul jika sejak Yamanaka muncul Suasana hatinya memang sering kali memburuk. bahkan kini teman-temannya tak bisa menolongnya. terlebih Sai dengan mulutnya, Sasuke tidak membenci Sai, hanya Saja Sai tahu pasti apa yang sedang membuat pikirannya kalut. Sasuke takut Sai menebak sesuatu tentang dirinya dan membuat itu menjadi benar, dimana dia sendiri tidak yakin dengan apa yang dirasakannya.

Sasuke yang sepulang dari Bar bertemu dengan kakak kelasnya Haruno Sakura. kakak kelasnya yang mana adalah keasih dari Sasori yang mengcaukan segalanya. Tanpa pikir panjang Sasuke langsung mengajak Sakura kedalam apartemennya. merayunya sedemikian rupa. menyetubuhinya. membuainya dengan cinta satu malam. dan tak ada rasa menyesal sama sekali. Sasuke hanya terkekeh membayangkan wajah Sasori ketika tahu mainannya sudah tidak setia lagi.

"Apa yang sedang kau tertawakan hmm?" Sakura mengalungkan tangnya pada leher Sasuke. membuat Surai pink dan hitam menyatu.

"Wajah kekasihmu." Ucap Sasuke singkat tak menghiraukan Sakura yang kini menciumi lehernya.

"Apa kau akan bilang pada Sasori?" Ucap Sakura gelap namun tetap menempelkan bibirnya pada pundak polos Sasuke.

"Tergantung." Dan Sasuke mendongakkan wajahnya sehingga mereka berciuman lagi dengan panas.

"Aku harap tidak. kau tidak mau kan saham uchiha tiba tiba merosot?" Ancam Sakura sambil tersenyum palsu.

"Cih" decih Sasuke tak menghiraukan Ancaman Sakura. Sasuke berdiri dan mengambil kaosnya dan tas pinggangnya lalu ia selempangkan di punggung.

"Coba saja kalau memang Sasori bisa. Uchiha itu sudah bukan Jangkauannya" jelas Sasuke membuat Saukra mendengus. Sasuke mulai memakai sepatunya. lalu merapikan sedikit rambutnya.

"Kau bisa pulang sendiri." Tanpa menoleh pada Sakura. dengan itu Uciha pergi meninggalkan Sakura Yang masih termangu melihat sifat kurang ajar Sasuke. yang bahkan tidak mau mengantarnya pulang.

"Dasar brengsek!" keluar umpatan dari mulut cantik yang seharusnya tidak pernah diucapkan oleh seorang Haruno Sakura yang notabennya adalah Ketua Osis Konoha Gakuen.

.

.

.

"Huwaaaaaaaaa ini semua kau yang membuat Hinata? atau Ibumu? hebattt!" Tenten terperangah dengan hidangan makan siang di hadapannya yang mana adalah bekal buatan sendiri. Ino hanya menyerngit kaku ketika membayangkan ibu hinata, ibunya yang menyiapkan ini semua. tanganya masih memegang sumpit kaku.

"Tidak. aku sendiri yang membuat." ucap Hinata manis tanpa gagap sama sekali. dan entah mengapa Ino merasa agak lega dengan jawaban Hinata.

"Kau sendiri? Kemana ibumu?" Hianta termangu mendengar pertanyaan Ino. dan heningpun terjadi. Hanya suara angin yang berhembus semilir menerbangkan daun daun kering di halaman belakang gedung A yang kini sedang mereka tempati.

'Plok-plok'

Tenten mengagetkan keduanya dengan tepukan tangnya. membuat keduanya memandang Tenten bersamaan.

"Jadi kapan kita kan mulai makannya hmmmmmmmmm?" Ucap Tenten sambil menarik alisnya keatas. membuat keduanya tertawa melihat raut wajah Tenten yang aneh.

"Tentu saja sekarang!"

"Selamat makan~~" Ucap mereka bersama, mulai saling menyuapkan beraneka macam lauk pauk buatan Hinata kedalam mulut masing-masing. namun Ino masih termangu melihat Hinata dengan masih mengunyah telur dadarnya. jauh disana hatinya menerawang seperti apa sosok Ibunya sehari hari, hingga menjadikan seorang gadis yang lembut seperti Hinata.

"Ehem... permisi Maaf aku mengganggu Kalian." dan disana berdiri kakak kelas mereka yang mempunyai kulit Tan eksotis. dan juga atlit Lari nasional. Karui-senpai.

"Duduklah senpai. silahkan." Ucap Tenten enteng pada kakak kelasnya yang berulang kali ia temui di pergelaran olahraga nasional. Tenten juga mewakili club judonya. Karui duduk disebelah tenten dan Hinata dan di depannya ada Ino yang hanya terdiam.

"eumm..." Karui bingung harus memulainya dari mana. ia mengusap belakang lehernya membuat ketiga adik kelasnya memandangnya intens.

"Oke aku akan langsung saja-"

"Tungu! sebelum itu. cicipi ini dulu senpai~ ini buatan Hinata. enakkkk sekali!" potong Tenten sambil menyodorkan sekotak telur gulung dengan warna kuning sempurna. Karui yang kebingungan menoleh kearah Ino yang akhirnya tersenyum dan mengangguk. seolah berkata 'Tidak apa-apa, makan saja' begitupun saat Karui menoleh kearah Hinata.

dan Karui mengambil sumpit di depannya lalu mulai menyuapkan telur gulung yang rasanya luar biasa enak sekali. setidaknya menggurangi sedikit rasa tegangnya.

"Terimakasih. jadi begini... Tenten, aku memperhatikan kau dan Yamanaka. Aku rasa kau mempunyai ketidak cocokan dengan Uchiha?" Dan belum sempat Tenten menjawab. Hinata sudah menundukkan kepalanya dan hendak mengundurkan diri karena tidak ingin mengganggu mereka yang mungkin akan berdiskusi tentang kakak sepupunya.

"Hinata. kau disini saja. tidak usah pergi" Ucap Tenten sambil memegang tangan Hinata yang mulai berkeringat.

"Maaf. Hinata, aku melihatmu beberapa kali dengan Sasuke. apa kalian ada hubungan atau sejenisnya? kalau memang iya aku akan ngobrol kapan-kapan saja. aku permis-"

"Dia adik sepupunya. tenang saja." Ucap Ino membuat Karui kaget. sepertinya tak banyak yang Tahu jika Uchiha dan Hyuga yang dimata dunia adalah saingat berat ternyata adalah patner bisnis hingga ke pernikahan.

"Media kejam sekali ya. mereka mengabarkan seakan akan Hyuga dan dan Uchiha adalah saingan bisnis sejati." Ucap Karui yang memutuskan untuk duduk lagi di atas rumput halus.

"Jadi ada apa senpai?" Tenten bertanya lagi, namun Karui masih ragu dengan Hinata.

"Hahahah tenang saja. meski Hinata ini sepupunya si Brengsek dia ada pihak kita." Ucap Tenten percaya diri tanpa menghiraukan Hinata yang terdiam. Hinata tidak pernah sama sekali berkata jika ia ada di pihak manapun. ia ada di tengah antara Saudara dan teman-temannya. namun ia mengakui jika sepupunya memang kadang berbuat terlalu jauh. namun bagaimanapun Sasuke tetap sepupunya.

"Baiklah" Karui menghembuskan nafas lagi untuk kesekian kalinya. dan mulai mengeluarkan Handphone miliknya, dan disana terlihat Sasuke yang sedang mencumbu seorang berambut merah muda yang mereka tahu adalah kakak kelas mereka. Haruno Sakura. video itu berlangsung singkat hanya beberapa detik. namun sangat jelas menampilkan wajah keduanya yang sedang bercumbu di belakang Bar Anonimous yang sangat terkenal itu.

"Wow" Ucap Tenten setelah video itu terhenti. Hinata bahkan menutup matanya malu melihat video tidak senonoh kakaknya.

"WOW!" Tenten masih dengan satu kalimatnya yang tidak berubah namun makin keras nadanya. memandang Karui dengan mata berbinar. Bagaimana tidak? ini adalah hal yang sama sekali tidak disangka oleh siapapun. Seorang Haruno Sakura dewi Konoha Gakuen kekasih dari Raja Konoha Gakuen Ebizou Sasori. rela di cumbu ditempat sepert itu oleh seorang Uchiha Sasuke. mungkin Semua wanita di Konoha Gakuen memang rela atau bahkan bercita-cita dicumbu oleh seorang Sasuke. Namun wanita sekelas Haruno Sakura? tidak ada yang bisa menyangka.

"Karui-senpai kau ini genius sekali. tapi aku yakin kau tidak akan secara gratis memberikan video itu padaku kan?" Ucap Tenten membuat Karui tersenyum.

"Tentu saja" Ucap Karui mantab. lalu Karui mengeluarkan tangan kirinya dimana disana ada bekas luka bakar. yang cukup lebar. yang tentu tersamaarkan oleh warna kulitnya yang gelap.

"Dua tahun lalu tepatnya semester satu kelas 10. Aku dan Sakura satu kelas dan kita sedang berada di lab kimia. Saat itu Sasori mencoba membantuku. Aku tidak sadar jika Haruno selalu memperhatikan kita. dan saat semua sedang sibuk dengan diri sendiri. Haruno mencoba menumpahkan air keras sehingga mengenai tanganku. Haruno menjatuhkan dirinya dan kakinya terkena pecahan Kaca. saat itu aku tidak yakin dia sedang Akting atau tidak. Haruno menghampiriku dan mengabaikan lukanya sendiri. semua orang memperhatikannya. bersimpati padanya dan memuji aksi heroiknya dan mengabaikan tanganku yang hampir meleleh karenanya. dan bahkan Sasoripun berusahan mengangkat Sakura dan membawanya ke klinik. dan Aku harus lari sendiri menyelamatkan Nyawaku. Aku tidak iri. aku tidak marah saat itu. yang membuatku kecewa disaat aku percaya dan menanam keyakinan jika Haruno tidak sengaja. runtuh sudah karena tatapan sinis dan senyuman kemenangan dari Haruno dari balik bahu Sasori." mendengar Ucapan Karui Tenten mengepalkan Tanganya.

"Cocok sekali mereka berdua ini. Uchiha dan Haruno senpai, cih lidahku bahkan ngilu memanggilnya 'Senpai' setelah mendengar ceritamu Karui-Senpai." Tenten tak lagi berwajah riang. Kini wajahnya Kaku. cerita dari Karui mengingatkan apa yang di perbuat Sasuke padanya beberapa bulan lalu.

"Lalu apa permintaanmu?" Tanya tenten lagi sudah tidak sabar ingin melakukan sesuatu.

"Aku ingin kalian membuat Sasori Sadar tentang siapa Haruno sebenarnya. Aku adalah teman masa kecil Sasori. kita begitu dekat. Sudah kuanggap Saudaraku sendiri. Namun sejak Sasori menjadi kekasih Haruno. Kita berbicarapun tidak. Padahal rumah kita Bersebelahan. Aku hanya ingin berbicara lagi dengan sahabat karibku. Aku Yakin Sasori sedang sangat kecewa terhadapku. dan aku tidak tahu kecewa tentang apa itu." jelas Karui dengan tatapan Sendu.

"Bel sudah berbunyi." Ino kaget karena mendapati Tenten yang tiba tiba berdiri tanpa membereskan bekal makanan milik Hinata.

"Senpai Kau tenang saja. semua serahkan padaku." Dan Dengan Itu Tenten tersenyum lebar pada Karui. namun tersirat seserpih kesedihan diwajahnya. Ino mendengus. lagi lagi ia penasaran dengan Tenten ada apa dan kenapa dengannya di masalalu. ia masih tak bisa menjangkau kesedihan tenten.

"Aku duluan." Dan tenten melenggang pergi meninggalkan teman temannya mencoba menenangkan diri. matanya rasanya terbakar. ingin menangis deras tapi ia tak mau. ingin memukul seseorang dengan kencang. ingin pergi. ingin lari. rasanya seperti melihat dirinya sendiri didalam cerita Karui Senpai. melihat dirinya sendiri yang sudah coba ia sembunyikan dalam dalam. menggungah kenyataan bahwa ia masih ingin kembali dengan Gaara.

.

.

.

Hinata Pamit pada Karui sambil membungkukan punggungnya. Ino hanya menganguk kecil pada kakak kelasnya lalu mengikuti jejak Hinata. memandang Surai Hinata yang bewarna unggu gelap. sangat bagus. apa ibunya juga bersurai demikian pikirnya. ia melihat tak satupun bagian dari tubuh Hinata yang mirip dengannya. kecuali warna kulit mereka yang sama sama pucat.

"Hinata..."panggil Ino membuat Hinata menoleh

"Eum?" Jawabnya

"Apa Surai Ibumu juga seindah mlikmu?" Tanya Ino sambil memegang helai Rambut Hinata yang Halus. Hinata mengadah keatas seolah sedang mengingat sesuatu. ia pejamkan matanya, lalu tersenyum.

"Warna rambut ibuku pirang Ino-chan. Sama seperti Ino-chan. panjang dan halus. ah... dan bola matanya juga biru seperti Ino-chan, kalau dipikir pikir Ino-chan mirip sekali dengan ibuku." ucap Hinata membuat ulu Hati Ino seakan dibidik ribuan anak panah. sakit sekali. mengetahui kenyataan Bahwa ia tumbuh besar persis seperti ibunya.

.

.

.

.

.

.

tbc-

a/n hallo pembaca setia dan pembaca baru. terima kasih sudah mengapresiasi fanfic saya. dalam bentuk review ataupun membaca dan merekomendasikan ke teman. saya minta maaf sekali pada beberapa pembaca yang merasa sakit hati atau tidak terima karakter fav-nya saya pakai di fanfic saya dengan sifat yang amat sangat melenceng dari yang asli. ataupun juga hint hint romance yang tidak sesuai dengan harapan kalian. tapi... ya inilah nyatanya. beginilah cerita yang saya buat. memang mungkin sedikit menyakitkan. tapi sakit itu juga rasa. bukti bahwa kalian menikmati cerita saya. yak senang sekali rasanya bisa memberikan berbagai sensasi rasa pada reader sekalian. jangan kapok membca meski itu sakit. aku akan tetap menerima ekspresi kalian dengan senang di kolom review. aku sangat menyayangi kalian~~ muah!

nb: dan jangan tanya masalah pairinh ok? karena pairinh hanya tuhan dan jari jari saya yang tahu uhuyy~