Arc I: Tak Ada Yang Tahu Rencana Tuhan, Bahkan Tuhan Sekalipun
Prolog
.
Ada yang bilang kalau menyantuni anak yatim, anak piatu, apalagi sampai yatim piatu adalah perbuatan terpuji yang bisa bikin Tuhan manggut-manggut sambil bilang, 'Aku rahmati dikau, wahai manusia beriman!'. Ditambah, mengetahui kalau anak yatim piatu itu adalah anak pahlawan yang berulang kali menyelamatkan negaramu dari ancaman hewan liar tak tahu diri yang menamai dirinya sebagai musang berekor sembilan, maka harusnya, anak itu disayang dan disantuni sehormat mungkin.
Tapi, yah, mungkin karena otak manusia yang bernapas di desa aku tinggal dulu ini agak kurang waras, mereka malah melakukan hal yang sama sekali terbalik.
Ok, satu-satunya contoh atas argumenku di atas adalah, diriku sendiri. Namaku Uzumaki Naruto, umur 18 tahun, status Ninja Konoha, dan sekarang sudah meninggal -aku bahas itu nanti. Aku yatim piatu sejak lahir karena kedua orang tuaku dibunuh oleh makhluk supranatural yang hidup dalam perutku, dan alasan mereka terbunuh adalah karena mereka adalah pasangan Pak Hokage, dan Bu Hokage yang selain harus melindungi negaranya dari makhluk yang hidup dalam perutku itu juga harus melindungi anaknya sendiri yang hampir mati tercakar.
Dan saat aku bilang makhluk yang hidup dalam perutku, tolong jangan bayangkan hal-hal menjijikkan seperti cacing atau bakteri jahat atau apapun. Karena, masalahnya, saat pertama kali aku mendengar penjelasan seperti itu dari yang bersangkutan, aku juga sempat memikirkan hal yang sama. Yang kemudian kukatakan padanya, 'Jadi, apakah Kyubi no Yoko adalah makhluk menggeliat seperti cacing?', dan aku langsung mendapatkan tinjuan yang cukup untuk membuatku berguling di lantai seharian.
Ceritanya begini, pada suatu malam, istri sang Hokage Konoha, yang menyegel Kyubi no Yoko di dalam perutnya, dikabarkan tengah melahirkan anak pertamanya. Nah, karena dia bisa memenjarakan makhluk supranatural yang suka bikin onar itu dengan segel ninja, yang bisa melemah, bahkan hilang sama sekali, ketika melahirkan. Makanya Kyubi no Yoko berhasil keluar dari perut sang istri hokage bersamaan dengan keluarnya manusia pirang bermata biru yang merupakan anak mereka. Apalagi, ada orang yang entah kelewat iseng, atau kurang kerjaan sampai membantu Kyubi no Yoko keluar dari perut wanita itu.
Nah, mungkin karena pikir si musang berwajah astral dan memiliki sembilan ekor itu, dia akhirnya bisa bebas dari penjara perut wanita itu setelah sekian lama, makanya dia agak sedikit kelewat bahagia. Dia berlari ke sana ke mari seperti anak kucing yang dikenjar anjing, dan menghancurkan peradaban yang ada di Konoha. Si Hokage Konoha akhirnya merasa jengah atas perbuatan bego si musang eror itu. Dia berusaha menghentikan aksi bermain-tapi-ngerusak sang musang. Si istri juga membantu, walau aku tak yakin bagaimana rasanya harus bertarung habis-habisan sedetik setelah melahirkan.
Yang jelas, sakit banget tuh!
Pertarungan pun berlangsung, si musang yang tak terima kebahagiaannya dirusak, dan si hokage yang tak mau desanya jadi berantakan saling memaksakan kehendak satu sama lain. Singkat cerita, si musang bego itu bisa dirantai oleh si istri hokage, yang sialnya berada di samping anaknya. Aku juga bingung, kenapa dua orang itu membawa anak mereka ke pertarungan.
Otak sang musang yang dilegendakan bisa menghancurkan desa Konoha hanya dengan mangap dan mengeluarkan sebiji bom segede gunung Fuji dari mulutnya itu berputar. Walau dia dasarnya bego, tapi dia tak sebego itu menyadari kalau perut si wanita itu sudah tidak bisa menampung dirinya lagi, dan berarti hanya anak mereka yang bisa menampung, atau lebih tepatnya, memenjarakan dirinya. Jadi, berdasarkan kesimpulan otaknya itu, dia menggerakan tangannya yang bisa membuat paus jadi serasa ikan teri itu untuk membunuh bayi yang baru lahir beberapa menit lalu itu. Dengan begitu, dia bisa bebas untuk sementara waktu.
Dua orang itu tahu, tentu saja, maksud jahanam si musang sialan itu. Mereka langsung berusaha menghentikan tangan si musang dengan tubuh mereka karena keadaan mereka sudah tidak bisa ditolerir untuk bertarung. Dan yang aku maksud dengan tubuh, itu secara harfiah. Mereka merelakan tubuh mereka sebagai tumbal agar tangan biadab si musang tak sampai ke tubuh anak mereka.
Sekalian, mereka menggunakan keadaan itu untuk memanggil dewa kematian untuk janjian dengannya. Dua orang itu meminta bantuan dewa kematian untuk menyegel si musang dalam diri si bocah dan sebagai imbalannya dewa kematian boleh mengambil nyawanya. Kontrak itu berakhir dengan persetujuan di kedua belah pihak. Dan mengakibatkan diriku jadi pemenjara musang sialan itu.
Sejak saat itu, kehidupanku yang dipenuhi kesialan tanpa henti, dan batu kerikil, hingga pecahan beling kehidupan dimulai.
Warga desa sebenarnya tahu kalau aku adalah pahlawan yang menyelamatkan mereka dari kebegoan musang eror yang hampir menghancurkan satu desa itu, tapi entah siapa yang memulai, tapi aku malah dituduh sebagai 'musang' itu sendiri. Mereka mengucilkanku, menakutiku, hingga menjadikanku kambing hitam atas segala sesuatu. Yah, pernah beberapa kali aku dianggap mencuri pakaian dalam wanita hanya karena kebetulan, atau sialnya, aku ngekos di samping rumah si korban itu. Aku terima kalau aku dibenci, tapi mencuri pakaian dalam?
Hell?!
Umurku masih sembilan tahun kala itu, dan aku sama sekali belum memiliki fantasi mesum apapun pada wanita. Jikapun aku mesum sekarang, silakan salahkan Pak Kakashi dan Petapa Mesum Mata Keranjang yang mengajariku betapa indah Tuhan menciptakan wanita.
Pokoknya, aku berhasil melewati masa kecilku yang suram, sangat suram, dengan penuh ejekan, makian, tuduhan, dan hal-hal yang tidak biasa kaudapatkan di umurmu yang kesembilan tahun.
"Intinya, hamba rasa, Tuhan Yang Maha Adil hanya katanya belaka." aku menepuk lututku. Aku sedang duduk di atas bantal yang beralaskan tatami. Di depanku, di seberang meja bundar yang kini kupegangi ini duduk bersila seorang pria berwajah, tampan (?), yang sedang sibuk mengelus janggutnya. "Ah, Nak Uzumaki, asal Ananda ketahui, mengucapkan hal seperti itu pada Tuhan seperti-Ku ini bisa digolongkan sebagai tindak yang di luar kesopanan 'lho!"
Seperti yang aku dan Dia katakan tadi, orang berwajah tampan (?) ini adalah Tuhan. "Lagipula, apaan kata 'katanya' itu. Aku ini Maha Adil kepada siapapun, asal Ananda tahu!"
"Kecuali pada kasus hamba, tentu saja." sarkastis, wow. Aku baru saja bicara pada kata-kata sarkastis pada seorang Tuhan!
Yah, masalahnya memang benar begitu. Kesialanku yang seperti sedang bermaraton dengan hidupku sebagai treknya terus melaju kencang tanpa ada bendungan. Aku sudah hampir mati puluhan kali. Melawan Zabusa, ninja kelas SS yang punya pedang super gede dan bisa bikin orang yang kena itu langsung jadi daging cintang, padahal aku cuma dimisikan untuk mengantar seorang kakek tua dari desa kabut. Memaksa balik seorang cowok berambut jabrik bermata hitam sialan yang terobsesi dengan kakandanya... aku sempat bertarung dengannya, dan aku sudah pada level sakaratul maut sampai Pak Kakashi dengan santainya menggendongku. Membawa kembali Kazekage Suna yang diculik oleh organisasi tak jelas bernama Akatsuki... baiklah, aku tidak dalam keadaan hidup-mati memang untuk ini.
Hingga harus melawan cowok bermata paling mengerikan, rinnegan, karena dia mengincarku. Tentu bukan mengincarku untuk hal itu. Maksudku, aku bukan pecinta sesama jenis, tentu saja.
Sebenarnya, mungkin inilah masalahku yang terberat. Aku sedang dalam keadaan hampir mati, sekali lagi, tapi bersamaan dengan itu aku sudah siap untuk mengeluarkan jurus paling kerenku hingga seorang cewek datang kepadaku. Dan dengan sangat keren, dia bilang dia suka padaku. Maksudku, benar, dia bilang suka padaku!
Seorang pecundang yang cuma bisa rasengan sepertiku disukai cewek!
Makanya aku sempat tertegun, sampai si cewek itu terkapar tak berdaya dan darah mengucur dari seluruh badannya, dan itu membuatku mengamuk luar biasa. Satu-satunya cewek yang bilang kalau dia menyukaiku, sekarang mati di tangan cowok sialan beraksesori norak dan punya nama Pein itu! Aku lepas kendali, dan mengeluarkan monster musang yang sudah kuceritakan tadi. Walau akhirnya aku bisa mengalahkannya, bahkan menghancurkan dirinya hingga berkeping-keping.
Tapi, sialnya, karena terlalu bersemangat, aku malah jadi menghancurkan satu Konoha akibatnya. Dan tentu saja, akibat itu, bukannya dipuja-puja karena telah mengusir Pein dari desa, aku malah harus dililit hutang untuk membayar perbaikan desa. Dan tidak tanggung-tanggung, 100 miliyar ryo. Dan dengan uang segitu, aku bisa jadi orang paling kaya keseratus di dunia!
Satu-satunya keuntungan, bahkan bukan untukku adalah, Hinata -nama cewek yang dengan begonya menyatakan cintanya padaku, tidak jadi mati, bahkan seluruh ninja yang mati akibat dibunuh si Pein tidak jadi mati. Alasannya, si Pein itu mengorbankan nyawanya demi memanggil roh berwajah ngeri yang dia panggil Gedou Mazou, atau apalah. Aku yang memaksanya melakukan itu, tapi tak ada yang tahu.
Jikapun aku koar-koar menyebarkan fakta itu sekalipun, mana ada yang percaya 'kan?
Dikarenakan hal itu, hidupku yang susah jadi tambah susah. Aku harus memberikan seluruh uang gajianku dari desa untuk membayar hutang, dan untuk hidup aku menjadi pekerja serabutan yang siap menerima permintaan apapun. Yah, karena serabutan, tolong jangan terlalu berharap. Aku bisa makan nasi saja sudah syukur.
"Mulut Ananda harus benar-benar dijaga, Nak Uzumaki, Ananda sedang berhadapan dengan Tuhan tahu!" Dia meyilangkan tangan di depan dada.
Aku mengalihkan pandangan dan mendengus. Lalu bergumam, tapi aku yakin Dia bisa mendengarnya. "Lengkapnya, Tuhan yang memprogram hidup hamba-Nya ini jadi sial terus." sekali lagi, dan ini lebih tajam sarkastisitasnya.
Ia mendengus. Mungkin Dia mulai sebal denganku saat ini. Tapi, toh tak apa, aku sudah mati ini. Jikapun Ia ingin menjebloskanku ke neraka, aku sudah duluan merasakan neraka di dunia. Aku sudah merasakan semacam persiapan sebelum piknik, seperti itu.
Suatu ketika, Perang Dunia Shinobi Keempat tiba-tiba meletus, dan Godaime-dono yang merupakan nenek berumur tapi punya wajah anak yang baru lulus jadi Jounin bilang padaku, kalah aku berpatisipasi dalam perang ini seluruh hutangku akan dibayar lunas. Lunas, tuntas, runtas!
Aku ikut, tentu saja. Hidup tanpa hutang yang melilit jelas begitu menggodaku. Tapi, karena memang Orang yang ada di depanku ini tampaknya sangat senang menyengsarakan hidupku, kemenangan perang yang harusnya bisa kunikmati, malah sama sekali tak bisa kunikmati. Konoha, Iwa, Kumo, Kiri, Suna, dan seluruh desa yang membentuk aliansi telah berhasil mengalahkan Obito, Madara, hingga Kaguya. Panji-panji, himne-himne, dan euforia kemenangan telah menyebar ke seluruh dunia.
Dan hal itu terjadi karena aku mati menyegel Kaguya dalam tubuhku. Biar aku beritahu, Kaguya adalah dewi yang menguasai Madara untuk menciptakan ilusi di bulan, dan tidak ada cara lain yang bisa dilakukan untuk menghentikannya kecuali menyegelnya. Dan satu-satunya orang yang punya kapasitas chakra sebesar itu sampai bisa menyegel dewi hanyalah keturunan Uzumaki. Lalu, kautahu sendiri...
Aku, adalah, seorang, Uzumaki. Sialnya.
Kejadiannya sangat cepat, aku bahkan tak sadar telah menyetujui penumbalan atas diriku itu. Tahu-tahu, aku sudah ada di ruangan supuluh tatami ini, bersama Orang yang mengaku sebagai Tuhan. "Dua kali Ananda berucap seperti itu. Sekali lagi, dan Ananda akan dapat gelas cantik." ucapnya dengan nada yang sama sekali bukan bercanda.
Aku menatap mata sang Tuhan. Sebenarnya, aku tak terlalu paham bagaimana menjelaskan wajah Orang ini, Dia memang memiliki wajah yang tampan, tapi Dia juga memiliki kelogisan rupa yang tidak bisa diterima otakku. Semacam, ketika aku menatapnya, semua memoriku tentang gambaran wajah-Nya langsung hilang seketika.
"Lagipula, sekarang, nama Ananda telah bersih, bahkan Konoha mengakui Ananda sebagai pahlawan dan menetapkan hari kematian Ananda sebagai hari libur nasional. Apakah Ananda tahu, betapa banyak manusia yang mati hanya untuk terus diingat oleh manusia lain? Ribuan, bahkan jutaan, asal Ananda tahu." Pria itu menjelaskan dengan antusiasme berlebih. "dan sekarang Ananda telah memiliki hal tersebut. Tak ada di belahan dunia shinobi manapun, nama Uzumaki Naruto terdengar tak indah."
Yah, kurasa memang benar. Banyak orang di duniaku yang mati hanya untuk bisa terus diingat orang lain. Dianggap pahlawan, dan keturunan mereka punya kebanggaan atas namanya. "Tapi, Tuhan Yang Terhormat, sebagai Tuhan, Engkau pasti tahu kalau hal-hal seperti itu takkan mungkin seorang Uzumaki Naruto inginkan." yep, hal muluk-muluk seperti namanya diingat orang lain tetap terlalu muluk-muluk bagiku. "yang Uzumaki ini inginkan hanyalah kehidupan normal, seperti manusia kebanyakan."
Lagipul, aku juga sudah mati. Takkan mungkin aku menikmati kemasyuran muluk-muluk seperti itu jika raga dan jiwaku telah berpisah.
"Ananda baru saja Aku berikan kemasyuran tiada tara, dan Ananda menolaknya?"
"Dibandingkan kesialan yang Tuhan Yang Terhormat anugerahkan kepada hamba, kemasyuran seperti itu takkan berefek apapun."
Dia tersenyum kecut.
Tampaknya, dari betapa kecutnya ia tersenyum, Ia mulai lelah berbicara padaku. Yah, aku memang salah di sini, Dia, bagaimanapun adalah Tuhan, dan aku menjawab hampir seluruh dialognya dengan penuh sarkastisitas. "Jujur, ini baru pertama kali dalam karir-Ku sebagai Tuhan, aku menemukan hamba sengelunjak Ananda."
"Jika saja Tuhan Yang Terhormat tidak membiat hidup hamba sesial ini, semuanya akan jadi mudah."
Dia menepuk jidat. "Empat kali," Dia menghela. "Ananda menjawab dengan nada seperti itu. Aku tak tahu bagiamana harus berbuat."
"Jika Tuhan Yang Terhormat bilang begitu, mengapa kita tidak langsung membicarakan inti dari masalah yang sebenarnya? Hamba yakin, Tuhan tidak memanggil jiwa hamba yang kelewat kotor ini datang ke ruangan pribadi Tuhan tanpa tujuan tertentu."
"Sekali lagi, baru kali ini Aku didikte ciptaan-Ku, tapi sialnya, Aku hanya bisa menurut." Dia memijit pangkal hidungnya. Tampaknya sangat lelah hanya dengan bicara denganku. Mentapku, lalu Makhluk supranatural yang disembah, hampir, setiap manusia itu menghela. "Aku memanggil Ananda ke sini untuk memberi Ananda pilihan."
"Yah, mengingat, Aku memang terlalu berlebihan pada Ananda dalam menuliskan takdir, Aku akan menawarkan sebuah kehidupan baru, atau menetap di surga. Manakah yang Ananda pilih?"
Oh, akhirnya Dia mengakui kalau kesialanku adalah salah-Nya. "Surga, tentu saja." jikapun aku memilih kehidupan baru, nasibku mungkin takkan jauh beda. Lagian, surga di gambaran otakku punya makna yang lebih positif dibanding dunia.
"Tapi, di kehidupan Ananda yang baru ini, Aku yakinkan takkan memiliki kesialan sama dengan kehidupan Ananda sebelumnya. Bahkan, Ananda bisa berbahagia dengan dipenuhi harta dan wanita-wanita cantik jika Ananda bisa mengambil keputusan yang tepat." ucap-Nya penuh nada persuasi. "pula, apakah Ananda tahu, di surga yang ada hanyalah kediaman yang menenangkan. Bukan kehidupan yang penuh seks, narkoba, dan kesenangan dunia seperti yang Ananda bayangkan."
Oh, Dia membaca apa yang kupikirkan. "Bagaimana?"
Aku menggigit bawah bibirku. Ditawari hal-hal yang sepertinya sangat mustahil bagiku untuk dimiliki seperti itu jelas mau tak mau membuatku berpikir. Maksudku, siapa yang tak mau punya banyak harta dan banyak wanita? Apalagi, ini Tuhan sendiri yang menawari. "Aku tetap memilih surga. Terimakasih." dan itulah aku.
Aku sudah veteran dalam hal rayu merayu seperti ini. Biasanya, sesuatu yang sangat menjajikan seperti ini malah berakhir menyebalkan. Seperti iklan di home-shopping. Mereka menawarkan produk dengan diskon selangit dan penjelasan yang muluk-muluk seperti, 'Anda akan memiliki rice-cooker terbaik di dunia dengan diskon 56% plus potongan 4000 ryo jika menelepon sekarang.' atau yang lain. Padahal, kita semua tahu, diskon itu fiktif, harganya hanya dinaikan agar terlihat seperti sedang diskon. Apalagi, aku pernah membuktikan sekali, dan langsung kapok. Rice-cooker yang kubeli dengan di home-shooping itu langsung rusak dalam sebulan. Dan ketika kuantar ke service-center, petugas bilang kalau garansiku tak berlaku.
Makanya, aku sadar, janji yang terlalu manis dan meyakinkan pasti berbisa. "Ananda bahkan tidak percaya pada Tuhan?"
"Bukan begitu, hamba hanya sudah terlampau sering dimakan janji." dan bukannya yang mengatur intensitas sialnya hidupku adalah Engkau, Tuhan?
"Tapi, kali ini Tuhan yang menjamin Ananda, untuk takkan memiliki kadar kesialan yang sama jika Ananda memilih hidup kembali." kali ini, ada sedikir sorot memohon dari mata-Nya. "lagipula, Ananda yang lebih aktif dibanding kucing diberi bola pimpong ini takkan cocok di surga."
"Yah, untuk itu hamba tahu." aku termasuk pengidap GPPH, dan cenderung hiperaktif.
Pada akhirnya, aku yang jadi tidak enak menolak permintahan Tuhan. Dia sepertinya benar-benar menginginkanku untuk terlahir kembali. "Tapi, bisakah Tuhan jelaskan, dunia macam apa yang akan hamba hadapi jika memilih untuk terlahir kembali?"
"Dunia yang penuh dengan fantasi setiap pria!"
"Harta, tahta, wanita?"
"Itu bisa jadi poin ekstra."
Aku sedikit memicingkan mata dan sedikit curiga akan sikap berlebihan yang ditunjukkan sang Tuhan ini kepadaku. Lebih-lebih, Dia seperti sedang membohongiku. "Lalu, keuntungan untuk Engkau, Tuhan hamba?" saat aku bilang begitu, Ia menampakkan sedikit ekspresi syok. Dan muka-Nya tak bisa menyembunyikan fakta kalau Ia terkejut. "Sekali lagi, Nak Uzumaki, Ananda membuat seorang Tuhan terkejut."
"Yah, faktanya, syarat mutlak sebuah perjanjian bisa dipegang teguh adalah hanya ketika dua pihak saling memiliki kesetaraan pekerjaan dan imbalan. Dan mengingat kalau Tuhan memberikan hamba kemewahan semuluk-muluk itu, jelas Tuhan punya sesuatu yang harus hamba bayar sebagai kompensasi." aku kembali menepuk-nepuk kakiku yang sedang bersilah.
"Pengamatan yang bagus! Aku suka itu. Dan karena Ananda tampaknya memang tidak bisa dibohongi, Aku akan langsung jujur, dan mengatakan hal yang sebenarnya tentang dunia Ananda nanti." Dia berhenti sebentar dan mengalihkan pandangan lalu menatap penuh terawang. "Ananda akan diturunkan ke dalam dunia tanpa shinobi, chakra, bahkan sebagian dari mereka tidak percaya eksistensi supranatural seperti-Ku. Dunia itu namanya Bumi, pada salah satu negara bernama Jepang. Di sana keadaannya sangat memprihatinkan, populasi manusia terus berkurang karena sebuah alasan tertentu."
"Tidak tertarik dengan hubungan 'intim'?"
"Bisa dibilang begitu." Ia mengacungkan jari telunjuk-Nya padaku. "makanya, Aku mencoba mengirimkan manusia dari dimensi lain untuk bertahan hidup di sana. Dan Ananda jadi yang pertama."
"Jadi, tugas hamba adalah sebagai kelinci percobaan?"
"Hn. Bagaimana?"
"Ya, sudahlah. Jikapun hamba menolak, sepertinya Tuhan takkan segan-segan untuk terus membujuk hamba." lagipula, di sini sangat tidak nyaman. Manusia kotor sepertiku takkan pantas lama-lama ada di tempat paling suci yang ada di segala dunia ini. "Syukurlah, Ananda cepat paham."
.
.
A/N: Silakan flame saya, silakan hina saya, bahkan bully-lah, jika berkenan. Tapi, yah, ini pikiran saya yang udah lama. Saya kenal fandom ini lama banget, udahan. Dan saat-saat itu ff seperti ini sedang menjamur, bahkan mungkin sampai sekarang. Ff cross-dimensi kayak gini udah bagus-bagus, makanya saya nyoba bikin satu. Tapi, karena saya yang bikin, saya nggak bisa bikin Naruto jadi sekeren di ff lain. Strong, Smart, Dark, Overpower, apalagi sampai Godlike. Saya ingin bikin dia cuma jadi manusia biasa ex-ninja yang sialnya terlibat dengan makhluk supernatural. Dan tentu saja, dia lemah. Dia cuma manusia. Tapi, mainstrem? Ya, jelas.
Btw, kesialan Naruto dapat utang saya dapat dari FF lain di fandom Naruto. Tapi, ya, saya udah sering PM-an sama dia.
Saya terinspirasi dari kata orang-orang yang bilang kalau sebagian besar manga shounen pasti isinya remaja kelebihan motivasi dari lemah ke kuat. Yang harus melawan musuh, kalah lalu latihan, menang, dan dapat musuh yang lebih kuat. Walau banyak juga yang nggak begitu, tapi stereotip-nya begitu. Jadi, saya ingin buat Naruto menang bukan dengan kekuran, intelenjensi, ataupun latihan. Dia menang dengan kelicikan.
Satu-satunya kekuatan yang lebih darinya, dia tidak nafsu akan apapun. Makanan, minuman, harta, bahkan wanita. Dia cuma cowok tanpa motivasi yang salah dipilih Tuhan.
Saya juga nggak yakin sama ff ini.
.
.
.
.
Moga Untung Luganda, out.