"Wonwoo tidak akan menerimamu, aku yakin! Mana mau ia menerima seorang pemuda yang diluar batas wajar."

"Entahlah, aku ragu. Tiba-tiba aku takut saja menanyakan padanya." Mingyu meringis, menatap Soonyoung yang berdiri di sebelahnya. Soonyoung berucap frustasi, melonggarkan dasi sekolah hari Jumatnya yang tidak nyaman, lalu mendorong temannya itu lebih keras ke arah pintu kelas dua-satu yang terbuka lebar karena sedang istirahat.

"Sudahlah, cepat. Kita sudah sepakat untuk melakukan ini."

Mingyu masuk ke kelas itu. Ini bukan kelas Mingyu, namun biasanya ia menemani Soonyoung menemui sepupunya yang tidak kalah gila, si kuda Seokmin. Tapi hari ini ia datang untuk urusan yang jauh berbeda. Mingyu menabahkan hatinya, setapak-tapak pendek mendekati gadis tanpa ekspresi yang katanya selalu duduk di kursi kedua dekat jendela.

Panggilnya pelan. "Jeon Wonwoo,"

Gadis itu menatapnya, tanpa ekspresi. Ia tampak tidak terkesan dengan kehadiran bocah paling atletis kelas 2. Yah, memangnya apa yang Mingyu harapkan?

"Hm?"

"Jadian denganku, mau?" Mingyu memasang tampang paling karismatiknya, membuat Soonyoung yang berdiri menyender di pintu merasa ingin muntah.

Tapi mendadak sekelas itu jadi hening. Keramaian yang ada beberapa detik lalu langsung menjadi senyap, seolah tidak ada makhluk apapun di ruangan itu lagi. Mingyu menggerutu dalam hati—saat begini saja bisa diam. Semua membeku, menunggu jawaban Wonwoo yang juga terdiam.

"Bo—boleh saja,"

Beku sejenak, semu merah di pipi Wonwoo.

Soonyoung di pintu menganga, disambut sorak sorai teman-teman mereka yang langsung merangkul Mingyu sambil mengatakan sesuatu seperti 'selamat' dan 'akhirnya Mingyu tidak jomblo lagi', dan gadis-gadis lain memuji Mingyu yang menggunakan cara paling berani dalam mengajak jadian, dan gadis lain-lainnya menjerit karena tidak rela.

Mingyu kebingungan, memasang senyum miring dicampur menganga yang tak jelas bagaimana. Soonyoung sendiri hanya bisa terdiam, tidak mempercayai yang baru saja terjadi.

Gadis yang terkenal sebagai anak perpustakaan kutu buku dan susah berekspresi, hemat berbicara, lebih suka diam, demi bintang, baru saja menerima Mingyu yang bertolak belakang dengannya?

Soonyoung menghela napas. "Oh, matilah kita, Mingyu."


Soonyoung's Dare

Kim Mingyu/Jeon Wonwoo

GS!uke, romance (and a lil' bit comedy), AU!highschool, etc

beware of typo(s)


Dan dengan begitulah, kejadian diluar prediksi itu berlanjut sampai tiga hari setelahnya.

Sepanjang tiga hari itu, Mingyu sering ditemukan melamun dengan mulut menganga. Tidak lebar sih, tapi Soonyoung takut saja kalau ada sesuatu seperti lalat yang mencelah masuk. Masih lebih baik kalau lalat, coba lebah? Mau jadi apa Mingyu dengan mulut bengkak?

"Hei, kau tidak langsung jujur saja dengannya?" tanya Soonyoung. Itu suatu hari yang cerah, awan hanya muncul di daerah perbukitan yang jaraknya agak jauh dari sekolah mereka yang berada di daerah tinggi. Mingyu menutup wajah dengan lengannya—maklum, ia sedang telentang. Mereka berada di atap sekolah, tempat favorit siswa yang bosan mendengar rangkaian rumus dan teori.

"Menurutmu apa yang orang katakan tentangku jika aku menembaknya dengan cara 'heroik' dan tiga hari kemudian putus?" balasnya, membuat ekspresi berlebihan dengan kata 'heroik'.

"Yah, kau bisa mengatakan itu hanya tantangan dariku, Mingyu… Tidak perlu sampai seperti ini."

Sebenarnya mudah saja kalau Mingyu bisa begitu. Tapi memang pada dasarnya Mingyu itu orangnya sering tidak tega, jadi menatap wajah Wonwoo yang terlihat sedikit senang (dan merona?) saat mereka akhirnya bertukar nomor (akibat Seokmin, yang terus-menerus berkata, "Apalah kalau kalian tidak tukar nomor?"), Mingyu merasa mengabaikannya begitu saja adalah hal yang salah.

"Aku masih merasa itu kurang baik."

Soonyoung menghela napas. "Lalu apa yang sudah kau lakukan selama tiga hari ini padanya?"

"Untungnya karena kelasnya sedang banyak ulangan harian, maka kami tidak bicara banyak. Hanya chat singkat seperti 'hei', 'hei juga', dan untungnya ia suka lama membalas." jawab Mingyu. Soonyoung menggelengkan kepalanya perlahan.

"Siapa yang chat duluan?"

Mingyu memejamkan mata. "Tentu saja aku, Bodoh."

Soonyoung mendongak. "Haaah, aku benar-benar tidak mengira akan jadi seperti ini. Kukira Wonwoo benci lelaki, aku jadi kepikiran terus."

Mingyu diam saja. Kalau Soonyoung kepikiran, lalu ia apa? Hampir-hampir sang ibu memukulnya karena terlalu sering melamun di meja makan. Lalu bagaimana? Ia cinta Wonwoo pun tidak. Masa mau begini terus?

Soonyoung mengoceh lagi. "Bagaimana jika kau bertahan sebulan? Cukup sebulan saja, lalu kau bisa memintanya untuk putus. Sebulan juga sudah baik, 'kan?"

"Sebulan? Sebulan itu lebih pas dikatakan dengan 'hanya sebulan' daripada 'sudah sebulan'. Sebulan itu singkat sekali," kata Mingyu, menatapnya dengan mata disipitkan—tapi sipit dalam artian kesal.

"Ya, lalu mau bagaimana? Kau coba memulai hubungan saja dengannya? Wonwoo juga tidak jelek. Ia gebetannya Kak Dongho, lho. Walau pas itu ditolak, sih."

Mingyu beranjak duduk. Ia mengamati pergerakan awan kumulus yang mulai bergeser malas, mungkin menuju arah mereka. Berbagai pikiran bersliwer di otaknya, tidak bisa dikurangi apalagi dihilangkan. Ia ingin kabur saja, rasanya. Tapi mana mungkin sekarang? Masih di sekolah. Harusnya mereka segera kembali ke kelas karena bel sudah berbunyi.

"Aku akan memikirkan semua kemungkinan dan resikonya." putus Mingyu, kelihatan agak mau menyerah. Ia berdiri. "Ayo, ke kelas."

Soonyoung menatapnya, sedikit ragu. Lalu ia juga berdiri dan mereka beriringan ke kelas.


Kenyataannya, Wonwoo memang tidak seburuk yang mereka takutkan.

Ini sudah hari keenam. Dan mereka, terutama Mingyu, tidak menemukan hambatan berarti. Dibalik sikap tanpa ekspresinya, Wonwoo adalah gadis yang penurut dan tidak meminta banyak. Mereka juga tetap berlaku seperti biasanya, tidak saling memanggil dengan sebutan khusus, atau apapun yang biasa dilakukan dua orang yang sudah jadian. Mingyu harus berterima kasih pada guru-guru kelas dua-satu yang memberikan banyak pekerjaan rumah pada siswanya—Wonwoo itu rajin jadi ia lebih mementingkan pekerjaan dan istirahatnya.

"Aku ingin berbincang dengan Wonwoo."

Mingyu menatap seorang gadis di depannya, kakak tingkatnya yang punya aura feminin lebih, yang juga merupakan sepupu dari keluarga ayahnya, duduk menyilangkan kaki di sebelah Soonyoung.

"Eh, kenapa ingin?"

Namanya Jeonghan. Kelihatan malas-malasan tapi ia sebenarnya artis media sosial, terkenal karena kecantikannya dan pintarnya (walau orang-orang tidak peduli kepintaran, yang penting ia cantik). Yoon Jeonghan ini sudah kelas tiga, sebentar lagi akan ujian dan sebagainya. Tapi ia masih meluangkan waktu untuk berkumpul dengan adik kelas favoritnya, Mingyu dan Soonyoung.

"Ya, aku ingin tahu bagian mana yang menarik dari Jeon Wonwoo ini sampai-sampai Soonyoung membuatnya jadi bahan tantangan." Jeonghan melirik Soonyoung, kali ini tangannya terlipat. Yang dilirik memasang ekspresi meringis, bergeming tidak nyaman dalam duduknya.

"Sudah kubilang, itu hanya asal-asalan, Kak."

Jeonghan menaruh telapaknya dengan keras ke atas meja. "Makanya, kenapa kalian malah membuat Wonwoo jadi bahan permainan!"

Mingyu dan Soonyoung merunduk takut. Jeonghan itu malaikat, tapi kadang-kadang ia juga berubah jadi gadis menyeramkan, terutama saat sisi protektifnya mulai keluar. Ia selalu bersikap melindungi pada gadis-gadis yang tidak bersalah dan harus kena getah dari ulah-ulah jahil Mingyu dan Soonyoung.

"Sangat, sangat tidak baik! Perbuatan kalian itu seharusnya tidak bisa dimaafkan. Sekarang, lihat saja, ia malah menerimamu. Itu 'kan berarti ia sudah tertarik padamu sejak lama!"

Mingyu menghela napas, menyeruput es coklat yang makin naik suhunya akibat panas. "Makanya, kami sedang mencari solusi untuk masalah ini."

Jeonghan kembali menyandarkan punggungnya pada kursi. "Lalu?"

Soonyoung buru-buru angkat bicara. "Mingyu berencana mengencaninya selama sebulan lalu mengakhirinya."

Jeonghan menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan mata, menghela napas keras. "Dasar bodoh! Mau dicap apa kau nanti, Mingyu?"

"Ampun, Kak! Hei, Sipit, aku tidak pernah setuju dengan rencana itu! Kubilang itu masih kurang baik!"

"Apa kau bilang? Dasar hitam!"

"Aku tidak hitam! Hanya sedikit gelap!"

"Hei, hei, hei! Diam! Kenapa malah kalian yang bertengkar!" Jeonghan merentangkan tangannya antara Soonyoung dan Mingyu, menghentikan perdebatan konyol. Keduanya merunduk lagi, takut. Jeonghan tidak bisa diprediksi sih.

"Maaf, Kak…"

"Hm. Sekarang katakan padaku, bagaimana caranya kalian menuntaskan masalah ini."

Mereka semua terdiam.

"Oh! Itu Wonwoo."

Jeonghan mengangkat wajahnya untuk melihat arah yang ditunjuk Soonyoung. Wonwoo tengah melewati kafe yang jadi langganan mereka untuk bertemu. Wonwoo melewati kafe itu dengan cepat, bukan karena ia tahu bahwa sedang ada yang memerhatikan, tapi karena memang langkah kakinya terkesan begitu. Ia biasa jalan cepat tanpa peduli sekitar-sekitarnya.

"Rumahnya di daerah sini?" tanya Jeonghan.

"Mungkin. Aku beberapa kali melihat ia kalau sedang di sini." jawab Soonyoung. Mingyu jadi ragu, ia saja tak pernah melihat, kenapa malah Soonyoung sering? Jangan-jangan malah Soonyoung yang menaruh rasa pada Wonwoo. Mingyu meliriknya.

"Kau itu suka memerhatikan Wonwoo?" tanya Mingyu.

Soonyoung melongo. "Apa kau gila? Aku hanya beberapa kali melihatnya saat ia lewat, Mingyu. Jangan cemburu begitu, lah."

Mingyu ingin membalasnya dengan pedas tapi keburu tutup mulut saat Jeonghan sudah melirik mereka berdua. Wonwoo sudah tidak kelihatan, jadi Jeonghan menyandarkan tubuh ke kursi lagi.

"Kalau menurutku, yang terbaik ya kau mencoba menerimanya, Mingyu. Mungkin ini takdir Tuhan atau apalah itu." kata Jeonghan. Mingyu memanyunkan bibir.

"Kak" katanya memelas.

"Salah siapa main tembak begitu. Soonyoung juga. Kalian berdua coba cari cara yang lebih baik. Jika kalian mau bilang ke dunia kalau itu hanya sebuah tantangan, mau dicap apa? Nanti imej Wonwoo juga jadi jelek, seperti dibuat mainan."

Mingyu menunduk. Belum pernah ia merasa semenyesal ini telah dekat dengan seorang gadis.


Malam itu, Mingyu hendak tidur. Sudah jam sepuluh lebih, ia juga sudah mengirimkan pesan selamat tidur untuk Wonwoo. Ia baru saja hendak mematikan paket datanya ketika ada chat masuk dari Jeonghan.

Ia membacanya; Mingyu, bagaimana jika kau mengenalnya lebih dalam?

Lalu Mingyu membalas; memang rencanamu apa?

Jeonghan membalas lagi, dengan cepat; kencan ganda?

Mingyu jadi kehilangan rasa kantuknya; kau gila?

Jeonghan; apa kau baru saja mengatakan kakak kelasmu gila?

Mingyu; tidak, Kak, maafkan aku.

Jeonghan; pikirkan baik-baik itu. tidak ada penolakan, ya.

Apa-apaan Jeonghan ini, bilangnya 'pikir baik-baik' tapi lalu 'tidak ada penolakan'. Akhirnya Mingyu balas saja; iya, Kak…

Mingyu mematikan paket data dan menaruh ponselnya di atas nakas, mengingat ibunya yang berkali-kali bilang jangan taruh ponsel di dekat kepala karena radiasinya tidak sehat. Ia merebahkan tubuhnya dan berpikir-pikir. Kencan ganda? Berarti Jeonghan akan bersama Seungcheol. Bukan berarti apa-apa, hanya saja Seungcheol itu ketua klub Taekwondo.

Maksudnya adalah, Mingyu sedikit takut dengan Seungcheol, meskipun sebenarnya Seungcheol itu menyenangkan juga.

Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika Wonwoo yang datar itu diajak kencan. Apakah ia akan tetap datar?

Argh, Mingyu frustasi. Ia mau tidur saja. Ia tidak ingin memikirkan semua ini!

tbc


yang mau lanjut, mana suaranya? :D

tiba-tiba ingin bikin meanie karena baca fanficnya vernina joshuella yang judulnya saudaramu (yang ada kang seulginya itu, iya) dan entah tiba-tiba pengen aja buat meanie. GS nggak apa-apa yaa... hehe.

dan tolong katakan padaku kenapa jung sewoon ponyo itu unyu sekali? oh, yes, good. /korbanPD101

random sekali, sudahlah, yang penting rnr, ya? *ketjupmuah