Inspired by Aiesu © Chiyo Rokuhana

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto

I.S [Inter Sexual]

Vanille Yacchan, Eun bling-bling, and nyan-himeko

.

.

Warning (Gender bender, OOC, OC, AU, Typo and Mistypo)

DLDR!

Bagian Ketiga

AKU DAN DIA

Setiap aku bertanya pada kaa-sanku.

"Kenapa tubuhku begitu aneh?"

Ia selalu diam.

Dan hanya tersenyum ke arahku.

Aku sangat yakin dalam senyuman itu—

terselip rasa kesedihan.

...

...

"Kau akan tahu seiring berjalannya waktu nak."

.

.

"Wah! Takdir mempertemukan kita!" si gadis tersenyum dan menyodorkan tangannya ke arah Sakura. Kening Sakura mengerut. "Perkenalkan, namaku Yamanaka Ino," imbuhnya sembari menyodorkan tangan.

Nampaknya Sakura masih sakit hati dengan sikapnya tempo lalu yang dengan seenak jidadnya pergi tanpa ucapan terima kasih sedikitpun. Ino masih setia dengan posisi awalnya, menanti sodoran tangan dari lawan bicaranya itu. Sakura sama sekali tak peduli dengan sodoran tangan Ino, akibatnya ia hanya menggenggam udara dan tersenyum tipis.

"Apa kau ingat denganku? Gadis yang kau selamatkan waktu itu?" pancing Ino, seraya menunjuk-nunjuk wajahnya sendiri.

"Ya. Aku ingat, bahkan sangat ingat tampangmu itu." Sakura membalas dingin, malas berhadapan dengan perempuan sok kenal seperti gadis dihadapannya ini.

"Eeeeh? Benarkah?" mata Ino sedikit melebar akibat kekagetannya. Ia nampak berpikir sebentar lalu mengangguk singkat setelah menimbang sebuah keputusan. "Kalau begitu, ayo ikut aku!"

Dengan cekatan tangan mungil si gadis menyeretnya menuju sebuah cafe bertuliskan 'Black Buster'. Ketika mereka memasuki cafe, interiornya agak membuat Sakura terkejut, begitu mewah dan elegan. Berbeda sekali dengan eksteriornya yang sangat sederhana. Pengunjung yang berada di dalamnya begitu berkelas. Sakura menelan ludah, Pasti sangat mahal. Ino yang mendapati sebuah kejanggalan dalam ekspresi wajah gadis di sebelahnya itu hanya bisa tersenyum geli. Ia menarik sebuah kursi besi aluminium yang mengkilat.

"Duduklah," sarannya. Sakura yang mulanya terbengong-bengong, menatap sekilas wajah gadis yang baru dikenalnya itu. Ia buru-buru menarik sebuah kursi yang berseberangan dengan Ino.

"Apa maksudmu membawaku kemari?" tanya Sakura to the point. Nadanya yang terdengar serius membuat Ino sedikit berjengit apalagi ketika melihat tatapan iris emerald milik gadis dihadapannya yang berkilat tajam. Mengerikan.

"Tak ada!" jawabnya enteng. Akibatnya Sakura mempelototi Ino yang kini tertawa garing ketika melihat ekspresi Sakura yang mengerikan. "Ha-hanya bercanda kawan—"

"Aku tidak suka kau permainkan!" potong Sakura yang hampir berdiri meninggalkan kursinya. Tetapi tangan mungil Ino dengan cepat menyambar pergelangan tangan Sakura. "Kumohon, dengarkan aku dulu."

Sakura nampak berpikir sebentar, dan menganggukkan kepalanya. Ia kembali duduk dan menatap Ino yang kini tersenyum sumringah. "Nah! Sebelumnya kau mau memesan apa?"

"Tak usah repot-repot. Aku tak membutuhkannya. Cepatlah, apa yang mau kau katakan?"

Ino menggembungkan pipinya, ia kesal. "Kau ini, tipikal gadis yang tak suka bertele-tele—" ucapnya—"dan juga pemarah," tambahnya lagi.

"Terserah!" Sakura membuang muka, ia jengkel dengan sikap gadis dihadapannya ini. Sudah tahu ia tak suka bertele-tele, masih saja sang gadis menyulut kobaran api di dirinya. Apalagi moodnya yang kini sedang tak bagus, maka lengkaplah sudah kekesalannya yang menggunung.

Ino menghembuskan nafasnya perlahan. "Baiklah, aku berterima kasih atas kejadian yang lalu. Pasti kau dipecat dari pekerjaanmu kan? Maaf ya. Seharusnya waktu itu aku tidak langsung pergi. Aku terlalu shock dengan perlakuan pria tua brengsek itu. Seharusnya—"

"Sudah cukup! Kau terlalu banyak bicara. Membuatku pusing," Sakura memijit keningnya perlahan. Akibatnya Ino hanya dapat memutar bola matanya imajinatif.

"OK! Kupersingkat saja. Karena rasa terima kasihku, aku memberimu sebuah pekerjaan," Ino menghela nafas dalam. "Jadi, apa kau mau menerimanya?"

"Aku tak butuh pertolonganmu," tolaknya kasar.

"Aku juga bisa mencari sendiri pekerjaan. Jadi hanya ini yang ingin kau katakan padaku?" Ino mengangguk singkat. "Kau membuang-buang waktu berhargaku saja."

Sakura bangkit dari kursinya. Ia melangkahkan kakinya menuju pintu kaca cafe yang menghubungkan dengan jalan raya yang nampak senggang. Ino yang ternganga akibat ulah gadis itu, segera tersadar.

"Hey! Bagaimana kalau gajihnya empat kali lipat dari pekerjaanmu sebelumnya?" teriak Ino yang sama sekali tak menyadari tatapan pengunjung yang mencapnya gadis-gila-penganggu-makan-siang. Sakura yang hendak membuka pintu kaca cafe, terhenti. Ia berbalik memutar dan kembali menuju tempat duduk Ino yang kini sedang tersenyum puas. Aku tahu kau pasti mau.

"Baiklah, aku terima," jawabnya tegas.

"Walaupun kau akan menyamar jadi laki-laki?" Tanya Ino meyakinkan.

Kening Sakura mengerut dalam, ia segera duduk dan mencondongkan tubuhnya ke arah Ino. "Apa maksudmu?" bisiknya pelan.

"Makanya, kalau seseorang sedang menjelaskan sesuatu itu jangan—" Ino yang melihat tatapan tajam Sakura langsung menciut. "Baik. Pekerjaan ini hanya diperuntukkan laki-laki. Sedangkan kau, perempuan. Memangnya kau mau menyamar menjadi laki-laki?"

Sakura nampak berpikir sebentar, ia mengalihkan perhatiannya pada kaca jendela cafe. Hujan sudah turun. Matanya mengawasi rintikan air hujan yang berjatuhan membasahi bumi. Sakura memejamkan matanya sesaat. Ia sudah yakin akan keputusannya. Sakura menoleh ke arah Ino yang masih setia menunggui jawaban terlontar dari bibir mungil Sakura.

"Baiklah aku setuju."

Sebuah senyuman puas terpatri diwajah cantik Ino. "Mulai Senin depan, kau akan langsung bekerja."

.

.

Hari Minggu memang paling mengasyikkan kalau dilalui dengan bersantai, entah itu jalan-jalan bersama pacar tercinta, atau mungkin berpiknik bersama orang tua dan adik. Berbeda dengan seseorang yang masih tergolek lemah di atas tempat tidur berbalut seprei berwarna hijau tosca. Sinar mentari menerobos masuk melalui ventilasi jendela, pancaran sinarnya menerpa kelopak mata Haruno Sakura yang masih terpejam. Akibatnya ia mengarahkan tangannya untuk menutupi bagian matanya. Karena tak tahan, dengan perlahan kelopak matanya terangkat. Mengerjap-ngerjapkan matanya guna memperbaiki penglihatannya yang kabur akibat terpaan sinar mentari. Atensinya menuju jam dinding yang menunjukan pukul delapan. Ia menghela nafas sesaat. Memejamkan matanya, memikirkan hal apa yang akan ia lakukan dihari libur. Tak lama sebuah bel menggema di seluruh ruangan apartemen, menembus indra pendengarannya. Sakura bangkit dari tempat tidurnya, melengos pergi menuju pintu depan.

CEKLEK

Pertama kali yang ia lihat adalah sebuah punggung pria. Pria bertubuh tegap yang mengenakan seragam kantor berwarna biru awan dan sebuah topi menghiasi rambutnya yang cepak. Karena sadar penghuni apertemen sudah membuka pintu, si pria memutar tubuhnya menghadap seorang gadis yang nampak awut-awutan. Sakura memasang wajah bingung ketika menatap pria dihadapannya yang kini sedang menunjukkan senyuman bersahabat.

"Paket atas nama Haruno Sakura." Alis Sakura tertarik ke atas. Ia menatap kotak yang dibungkus dengan kertas polos berwarna coklat tua ditangan Pria—nampak seperti petugas pengirim barang kiriman. Pria itu mengangsurkan kotak ke arah Sakura yang disambut kedua tangan Sakura yang masih menampakkan raut wajah kebingungan.

"Sebelumnya, silahkan anda bubuhkan tanda tangan di sini," pria paruh baya itu menyodorkan sebuah kertas putih, sembari jemarinya menunjuk tulisan 'penerima barang'.

Sakura mengangguk singkat dan meletakkan barang kirimannya di lantai, ia langsung mengambil kertas beserta pulpen yang tersemat diujung kertas. Tanpa membaca nama si pengirim barang, Sakura membubuhkan tanda tangannya. Merasa sudah selesai, pria itu mengambil kertas yang berada di tangan Sakura.

Setelah mengucapkan 'Terima Kasih' pria itu pergi meninggalkan apertemen. Sakura yang masih menatap kepergiannya tiba-tiba tersadar akan sesuatu. Ia mengarahkan pandangannya pada sebuah kotak yang berada di lantai. Apa ini? Dengan perlahan ia membungkuk dan mengambil kotak, setelahnya ia menutup pintu apertemen dengan tergesa-gesa.

Dengan terburu-buru ia berlari kecil menuju ruang tengah, menghenyakkan pantatnya di sebuah sofa tua berwarna merah maroon. Ia berpikir sebentar, sembari menatap kotak yang berada di tangannya. Hatinya mengatakan lebih baik tidak usah dibuka, mungkin isi di dalam kotak itu sebuah bom. Tetapi rasa penasaran mengalahkan segalanya. Hingga akhirnya ia membuka perlahan selotip yang merekat di kertas yang menutupi kotak.

Di dalamnya berisi sebuah wig berpotongan rambut laki-laki dan sebuah kain putih panjang yang ia tak ketahui apa itu sebenarnya. Sakura meletakkan wig dan kain—yang menurutnya sangat aneh—di atas meja yang berada di seberangnya. Masih ada lagi satu benda yang tertinggal di dalam kotak, dengan perlahan tangannya mengambil benda yang menyerupai amplop. Sebuah surat dari si pengirim barang rupanya.

Hai, Sakura! Benar bukan itu namamu? Hehe... barang ini sengaja kubeli untukmu bekerja nanti. Oh Ya, sebagai rasa terima kasihku, tentu saja. Kau tahu 'kan kegunaan wig? Tentu saja kau tak bodoh, bukan? Hehe...

Tak sengaja urat sarafnya mengencang ketika membaca di bagian itu. Gadis ini dimana pun ia berada sungguh membuatnya jengkel.

Err—dan kain panjang yang berwarna putih, kau tahu 'kan itu? Korset. Benda itu untuk menutupi dadamu. Maaf ya—seharusnya aku saja yang mengirimnya langsung, tapi karena begitu sibuknya jadi kukirim saja barang itu ke rumahmu. Kutunggu di hari Senin. Kupastikan aku akan terkejut dengan penampilanmu.

Salam,

Ino

Ia membuang sembarangan surat yang sukses mengencangkan urat-urat sarafnya di pagi hari. Ada terbersit rasa penasaran dalam benaknya. Dari mana gadis cerewet itu tahu alamat rumahnya? Apa gadis itu memata-matainya? Tapi Sakura hanya menyikapinya dengan logika, mungkin ia menanyakannya dengan Yuki. Ia menghela nafas dalam, atensinya mengarah pada kain—yang dikatakan dalam surat Ino adalah korset—untuk menutupi dadanya.

Dadaku? Ia mendengus. Matanya terpejam sesaat. Untuk apa? Aku tak butuh. Ia mengalihkan perhatiannya ke arah jendela kaca apertemennya. Mengawasi dua pasang burung terbang dengan anggunnya. Ia tersenyum sedih.

Aku rindu padamu, Kaa-san.

.

.

Dengan langkah gontai Sakura menjajakan kakinya di jalanan beraspal. Ia mengucek-ngucek matanya yang masih terasa mengantuk. Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Ia sengaja datang ke sekolah pagi sekali, guna menghindari sesuatu—sesuatu yang terus-terusan mengganggu tidurnya. Mengakibatkan kantung mata menghiasi wajahnya yang bisa dibilang cantik.

Ketika ia sampai di gerbang sekolah. Tak sengaja telinganya menangkap sebuah suara yang sangat familiar. Ia menghentikan langkahya, tetap berkonsentrasi terhadap suara yang kini mendekat di belakang punggungnya. Lama-kelamaan segerombol anak laki-laki berjalan melalui Sakura yang masih bergeming. Ia mengangkat wajahnya perlahan. Tak salah lagi, diantara segerombolan anak laki-laki itu ada dia. Sakura menatap pemuda paling tampan diantara para anak laki-laki yang sedang membicarakan hal tak jelas—bagi Sakura. Ia tersenyum tipis kala melihat pemuda yang ia tatap sedang bercanda dengan teman-temannya. Merasa ada yang menatap, pemuda itu menoleh. Tatapan mereka bertemu. Sakura membeku. Ia mengalihkan pandangannya ke arah tanaman rambat yang tumbuh di dekat gerbang. Tanpa dikomando ia melangkahkan kakinya cepat-cepat melalui segerombol para anak laki-laki yang menatapnya agak heran.

"Kenapa si Sakura itu?" tanya seorang pemuda bertubuh gempal, yang lainnya hanya mengendikkan bahunya, pertanda tak tahu.

Ada seraut kesedihan terpatri diwajah rupawan Uzumaki Menma kala menatap punggung gadis di hadapannya yang kini sudah jauh dalam jangkauan matanya.

Seharusnya aku yang menjauhinya.

SRAK

"Selamat pagi semua!" Pria paruh baya yang kelihatan masih muda itu tersenyum riang.

Ia seorang guru yang terkenal akan senyum lima jari di SMA Konoha ini. Tak heran semua siswa menyukai sikapnya yang kadang agak memalukan.

"Pagi, Obito sensei!" balas siswa kelas XI.

Senyuman puas tak henti-hentinya ia kerahkan demi melihat muridnya yang kini menatapnya dengan senang. "Rupanya, tak sia-sia juga hari ini cuacanya begitu cerah. Sehingga tak menyurutkan semangat kalian. Tetaplah seperti itu," ucapnya masih tersenyum.

Ia menoleh sebentar ke arah pintu geser, dan menatap muridnya yang kini memasang wajah kebingungan. "Sepertinya, kalian akan punya teman baru."

Terdengar suara riuh menggema di kelas yang penduduknya lebih banyak kaum adam itu. "Masuklah," teriaknya memerintah kepada orang yang masih berada di luar kelas.

SRAAK

Seketika seluruh penduduk kelas diam membisu. Mereka menatap seorang gadis dengan perawakan mungil dengan rambutnya yang panjang dan indah. Gadis itu memakai kacamata dengan frame bening. Sehingga ia nampak seperti gadis-yang-jenius. Ia tersenyum, sebuah lesung pipit menghiasi pipinya yang agak chubby.

"Perkenalkan namaku Hyuga Hinata," ia berojigi. "Salam kenal semuanya!"

Sakura sekilas menatap wajah Menma yang nampak terkejut, tak sengaja keningnya mengerut halus. Ada hubungan apa gadis itu dengan Menma?

.

.

From 0877xxxx

Sepulang sekolah, langsung saja mampir ketempat kerjamu. Kau sudah tahu 'kan alamatnya?

Ino

Received 04:65 P.M

Sakura menatap layar ponsel smartphone yang cahayanya mulai meredup. Ia mendengus. Gadis ini ternyata sudah menanyakan pada Yuki segalanya. Termasuk nomor ponselnya. Ia menekan tombol sent untuk mengirim balasan pesan dari gadis—yang menurutnya sangat cerewet.

To 0877xxxx

Ya. Aku akan ke sana. Mungkin agak sedikit terlambat.

Sent 04:69 P.M

Haruno Sakura menutup ponselnya, dengan santainya ia melangkahkan kakinya menuju apertemen. Mungkin ia perlu membersihkan diri terlebih dahulu. Kemudian berangkat menuju tempat kerjanya. Pelajaran Physical test dari guru yang terkenal galak seantero sekolah, memang benar-benar membuatnya kelimpungan. Yang dapat ia lakukan hanya menghela nafas pasrah, bagaimana nantinya hasil test itu keluar.

Di dekat gerbang sekolah ia tak sengaja berpapasan dengan seseorang yang kini banyak dibicarakan oleh murid SMA Konoha. Si gadis baru itu, Hyuga Hinata. Hinata tersenyum manis ke arah Sakura. Entah kenapa ia merasa agak jengkel menatap wajah si anak baru. Ia hanya membalas senyuman Hinata dengan senyuman tipis. Mungkin nampak terlihat seperti ringisan.

"Kau… sekelas denganku kan?" Suaranya mengalun lembut digendang telinga Sakura. Sakura sempat berpikir jikalau gadis ini seorang penyanyi, mungkin albumnya akan meledak di pasaran. Ia mengangguk singkat.

"Bagaimana kalau kita pulang bersama? Kau mau kan?" tawarnya. Sakura awal mulanya sempat bingung, bukankah ia populer? Pasti banyak murid yang mau berteman dengannya. "Semua orang di sini membicarakanku hal yang macam-macam. Yang kutahu, hanya kau yang tidak peduli dengan omongan-omongan mereka. Mereka itu, senang sekali bergosip," imbuhnya.

Kau tak tahu saja. Aku juga dibegitukan.

"Aku tipe orang yang tidak menyukai kegiatan aneh yang sering dibilang menggosip itu. Sangat rendahan, membicarakan aib orang yang belum diketahui itu fakta atau bukan." Hinata tertegun. Ia menatap Sakura agak lama, dan hal itu membuat Sakura merasa tidak nyaman.

Jangan bilang dia akan menyukaiku. Ia mengatakan hal itu berulang-ulang.

"Wow! Kau mengesankan sekali. Mungkin kau satu-satunya orang di sini yang paling waras." Hinata tertawa terbahak. Tak sengaja setitik air mata menetes di ujung kelopak matanya.

Ia mengusapnya dengan perlahan. "Aku menyukaimu." Alis Sakura tertarik ke atas.

"Ma-maksudku bukan suka yang di antara sepasang kekasih. Aku masih normal. Aku menyukaimu sebagai teman." Sakura tertegun dengan ucapan diakhir suku kata yang Hinata ucapkan. Baru kali ini ada seseorang yang mau berteman dengannya.

Hinata menyodorkan tangannya ke arah Sakura. Sakura menatap tangan putih itu agak lama. "Mau menjadi temanku?" Ucapan Hinata membuyarkan lamunannya. Tanpa sedikit rasa keraguan ia membalas jabatan tangan Hinata. Tangannya dingin, tapi tak sedingin sikapnya.

.

.

Sakura mematut ke arah cermin berukuran sedang di kamarnya. Ia menggelung rambut panjangnya yang sepinggang.

Apa aku benar akan melakukan hal ini? Ia menghela nafas dalam.

Tanpa ragu tangannya mengambil hair net dan memakainya. Lalu mengambil wig yang tergeletak di atas meja belajarnya. Dengan hati-hati ia memasangkan wig yang berhasil menggantikan rambut aslinya. Wig yang diberikan Ino adalah kualitas yang paling baik sehingga tekstur dan seratnya benar-benar mirip seperti rambut asli.

Ia memperhatikan bayangannya di cermin. Berbeda sekali, mungkin tak akan ada yang mengenalnya. Sakura mengambil kacamata berframe hitam. Setelah memasangnya dengan sempurna ia mengangguk singkat dan melengos pergi menuju sebuah cafe Hidden Leaf di sebelah barat kota.

.

.

"Manajer, kau bilang nanti ada pegawai baru. Benarkah itu?" tanya seorang pria paruh baya. Pria itu duduk di sebuah sofa yang memang diperuntukkan untuk tamu yang mau menemui manajer cafe ini di kantornya.

Sebuah senyuman terpatri di wajah cantik gadis muda berumur dua puluhan itu. Ia sedang duduk di sebuah kursi putar. Dengan gerakan memutar ia menatap ke sebuah jendela kaca, mengawasi lalu lintas yang agak padat. Ia menumpu wajahnya dengan sebelah tangannya.

"Benar," sebuah jawaban singkat itu tak dapat memenuhi hasrat bertanya dari pria yang kini menatap belakang punggung gadis itu. "Ba—"

"Berhenti bertanya. Nanti kau akan melihatnya sendiri," potong gadis itu.

Pria itu menghela nafas pelan. "Baiklah."

Hm~ dia lama sekali sih?

Sakura mengawasi sebuah bangunan modern bercat cream yang dipadukan dengan warna coklat muda. Tak salah lagi dibangunan itu terdapat sebuah plang 'Hidden Leaf Cafe'. Tanpa ragu ia membuka pintu kaca cafe. Haruno Sakura bisa melihat seluruh pengunjung menatapnya heran. Terlebih para gadis-gadis menatapnya terkagum-kagum. Ia meringis. Begini ya rasanya jadi populer dikalangan gadis-gadis?

"Irrashaimasen Gousouji-sama," sebuah suara ringan mengalun di gendang telinganya. Atensinya mengarah ke sumber suara. Pemuda dengan pakaian butler menyapanya dengan sopan. Tak lupa sebuah senyuman hinggap diparas manisnya.

Sakura menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Err—aku mencari manajer cafe ini. Kau tahu ruangannya ada di mana?"

"Tunggulah. Saya akan menemui manajer terlebih dahulu dan memberitahukan bahwa ada yang mencarinya. Pemuda bernama—"

"Haruno Sa—maksud saya Haruno Sakuo," jawabnya.

Pemuda itu mengangguk singkat dan meninggalkan Sakura yang mengalihkan perhatiannya ke sudut kanan cafe. Ia menatap pemuda lainnya yang berdiri mematung, Kulitnya putih bersih dan parasnya luar biasa tampan. Tapi sayang, rambut hitamnya dibentuk dengan model yang aneh. Dia terlihat seperti Noctis.

Tatapan mata pemuda itu hampa. Mungkin yang melihatnya akan merasa seperti melihat mayat berjalan. Tatapan itu sama sepertinya dulu. Datar, kosong, hampa, dan seperti tak bernyawa. Sebuah tepukan pada pundaknya membuyarkan lamunannya. Ia menoleh ke arah si penepuk. Hal yang pertama dapat ia lihat adalah cengiran gadis yang baru beberapa hari ini ia kenal.

Sial, dia lagi!

"Hey! Apa kabar, teman!"

-To Be Continued-

Double update karena minggu depan ga bisa update

Itu sasuke udah nongol, meskipun kilat wkwk /dilindes

Chapter depan full sasusaku btw

Yuk berikan feedbackmu

Biar kita makin semangat lanjutnya hehehe/menggelipir


Cover dan beberapa sketsa nantinya dapat ditemukan di akun instagram aku di 'at' meiriri 'dot' lyn

Biasanya sering upload di sana hehe