Sunflower

Lautan keemasan memenuhi matanya sejauh batas pandang.

"Yuuri, lihat, lihat!" Viktor menarik-narik tangannya dengan antusiasme yang dapat menyaingi kanak-kanak. "Indah sekali, kan?"

Sejenak ia lupa bagaimana cara untuk bernafas. Bagaimana bisa ia mengingat hal seremeh itu, saat di hadapannya ada sesuatu yang begitu – agung, murni, hingga membuat tenggorokannya tercekat?

"Ya." Suaranya terdengar begitu jauh, begitu asing.

"Hmm?" Viktor menatapnya dengan tatapan itu lagi. Begitu lembut. Memuja. Seolah ia adalah hal terindah dan terbaik yang pernah ada di dunia ini.

Dan Yuuri merasa limbung.

Ini salah. Salah.

"Tahu tidak, Yuuri? Ini kelima kalinya aku pergi ke sini, dan setiap kali, aku selalu dibuat terkagum-kagum – terpesona, bahkan, oleh keindahan ladang bunga matahari ini. Aku selalu ingin menunjukkan pemandangan ini pada orang yang kucintai." Jemari Viktor kini mencari dan menemukan jemarinya. Saling memagut, lalu segala hal dalam dunianya kembali ke posisi yang seharusnya. Jatuh pada tempat yang tepat.

Ia menarik nafas, berusaha mengurai senyum.

Ia masih belum bisa menemukan kata itu, satu kata yang membuat dadanya terasa begitu penuh, sesak dengan perasaan-perasaan yang tak bisa ia namai sepenuhnya. Jika ia paksakan jua untuk bicara sekarang, mungkin suaranya akan bergetar dan ia hanya akan mempermalukan diri sendiri di hadapan kekasihnya. Jadi, ia lebih memilih membawa tangan kirinya yang bebas untuk menyentuh pipi Viktor, menyusuri rahang sesempurna pualam hingga berhenti pada helaian-helaian platinum yang begitu halus. Panjang ataupun dipotong pendek, rambut Viktor tak pernah kehilangan kilau anggunnya.

"Yuuri…" Apa ia salah mengenali getaran dalam suara Viktor?

Sekilas, ia nyaris mengira Viktor akan menangis. Namun selang beberapa detik saja, bibir itu sudah memekarkan senyum. Dan ada kerling jenaka dalam bola mata Viktor.

"Ah, Yuuri-ku, mau berapa kali kau membuatku jatuh hati padamu?"

Yuuri tertawa. Lepas. Candaan manis Viktor membuat kakinya kembali menapak bumi. Segalanya terasa lebih… Nyata. Ada.

Viktor bukanlah keajaiban hidup yang berada di luar genggamannya.

Dan bukankah fakta ini telah berulang kali dibuktikan oleh lelaki luar biasa itu? Viktor pernah memilih meninggalkan negara kelahirannya sendiri demi mengejar Yuuri. Menghabiskan hampir satu tahun untuk menjadi pelatih, sahabat, serta sosok terkasih yang tak henti berusaha untuk selalu ada bagi Yuuri. Untuk memahami. Untuk mendampingi. Untuk menyemangati. Menjadi tunangan terbaik yang bisa Yuuri minta, dan mendengarkan permohonan egois Yuuri untuk kembali ke dunia kompetisi, kali ini bukan hanya sebagai pelatih namun juga sebagai rival.

Kemudian membawa Yuuri ke Rusia, mengenalkannya pada tanah tempat Viktor berakar. Memutuskan semua sekat yang mungkin pernah ada di antara mereka.

Sungguh, kata-kata apa yang bisa mewakili rasa terima kasih dan bahagia yang meluapi hatinya saat ini?

"Vitya…" Ia berjingkat, membawa bibirnya menyentuh bibir Viktor. Ada rasa manis yang tersisa dari senyuman yang masih membayang di sana.

Hingga kini, dan sampai kapan pun, Viktor tak akan pernah berhenti menjadi mataharinya.

A/N: Wuah, sudah berapa tahun saya nggak nulis fanfic? Sampai nggak ingat lagi cara mempadu padankan kata *meringis* Ini gara-gara saya nggak sabar nungguin movie/season 2 Yuri! On Ice dan gagal move on sepenuhnya sampai selalu kebayang gimana kehidupan Viktor dan Yuuri setelah pindah ke St. Petersburg. Hngg nggak kebayang manisnya adegan kencan mereka *meleleh* Yang mau fangirlingan bareng, ayo merapat ke kolom review ^_^