Home

Chapter 1

Produce 101's fanfiction starring Park Jihoon, Bae Jinyoung, Samuel Kim, Yoo Seonho, Lai Guanlin and Lee Daehwi.

Disclaimer : Mereka semua punya Tuhan dan orang tuanya masing-masing. Aku hanya minjam mereka di fanfic aku:(

Pairing : Jinyoung x Jihoon, Samuel x Jihoon , Jinyoung x Daehwi, Samuel x Daehwi, Guanlin x Seonho

Rate : T-M

Genre : ANGST ANGST ANGST TERUTAMA UNTUK JIHOON

AU, OOC, Typos, etc.

Copyright©rivaicchi 2017

Guys disini umurnya begini

Jihoon, Hyungseob : 21

Jinyoung, Daehwi, Guanlin, Woojin : 20

Jonghyun : 23

Seonho dan Samuel : 19

Anggap aja ini udah tahun 2020

xXx

"Bagiku tidak apa kok. Mungkin Jinyoung hanya bosan padaku.. Aku yakin dia akan kembali padaku."

"Aku tidak bisa menahan hasratku untuk Lee Daehwi"

"Kau dengan seenaknya menyiksa Jihoon-hyung dari batin bahkan fisiknya. Apa kurang hyung untuk lelaki tidak tahu berterimakasih padamu? Menjalankan tugas sebagai seorang istri dengan baik dan benar. Tapi dengan tega dan brengseknya, kau berselingkuh dihadapan istrimu sendiri. Disaat ia mengerjakan pekerjaan rumah, mengurus kedua orang tuamu, mengorbankan waktunya untuk memikirkanmu, dengan santainya kau bersenang-senang di ranjang dengan lelaki itu! Brengsek! Mati kau bersama kekasih jalang-ku, Lee Daehwi. Aku akan merampas hyung darimu."

.

.

.

"Jangan bermain api denganku, Bae Jinyoung."

Dua.

Angka yang genap, bukan?

Bae Jinyoung, pada saat aku bertemu denganmu, hatiku benar-benar merasakan bahwa kau adalah takdirku.

Kita selalu bersama.

Tidak ada yang menggangu.

Tapi, semenjak kedatangan lelaki perebut itu, lelaki yang sudah kuanggap adikku sendiri kedalam kisah cinta kita, angka manis yang bernama 'dua' itu sudah berubah.

Tiga.

Angka yang ganjil, bukan?

Tidak akan ada pasangan abadi yang tercipta dari angka ganjil tersebut.

Satu orang yang datang berkedok muka manis menjijikan itu hanya akan merusak keindahannya.

Untuk itu aku harus melenyapkannya. Dan mengubah angka ganjil itu menjadi angka genap yang seharusnya.

Aku ingin mengatakan "Matamu hanya untuk melihatku". Tidak ada cara apapun yang bisa kulakukan untuk mengatakan itu dengan lantang padamu di akhir cinta yang terbelit ini.

Tapi kenapa? Kenapa kamu tak bisa hanya melihatku saja?

Apa seorang Park Jihoon saja tidak cukup untuk Bae Jinyoung?

Apa aku saja tidak bisa memenuhi keinginan hatimu?

Kenapa kamu lebih memilih Lee Daehwi?

Kenapa Ia lebih memilih.. orang tidak tahu berterimakasih yang sudah kutolong dari kesengsaraannya?

.

.

.

.

Seorang lelaki manis dengan surai berwarna coklat muda, mata bulat layaknya seorang rusa, pipi gembil berwarna merah, hidung mancung dan bibir kissable berwarna cherry memasuki gerbang universitas diiringi dengan tatapan-tatapan kagum dari mahasiswa-mahasiswi universitas tersebut. Disampingnya terdapat lelaki tampan tanpa ekspresi bersurai hitam, wajah yang mungil dengan aura gloomy yang memancarkan sisi dominannya terhadap siswa-siswi sekolah tersebut. Kedua pasangan lelaki manis dan tampan tersebut adalah Park Jihoon dan Bae Jinyoung yang notabene adalah teman semenjak kecil. Keduanya adalah sepasang kekasih yang terlihat serasi. Bagaimana tidak? Keduanya adalah pasangan terpopuler disekolah karena visual mereka yang mematikan. Park Jihoon saat ini menduduki bangku semester 6 perkuliahan, sedangkan kekasihnya, Bae Jinyoung yang lebih muda darinya menduduki bangku semester 4. Meski begitu, mereka tidak pernah lepas akan satu sama lain, selalu pergi kemana-mana berdua, berangkat kuliah bersama, pulang kuliah bersama. Sebenarnya hal tersebut karena paksaan seorang Park Jihoon.

Pria manis bernama Jihoon itu memang anaknya manja, keras kepala dan sangat posesif terhadap Jinyoung-nya.

Lelaki manis tersebut mengelayut di lengan Jinyoung dan berkata dengan suara imutnya, "Jinyoung-ie~~ Aku kangen banget."

Jinyoung menautkan alisnya kesal. Kesal?

"Kita selalu bertemu setiap detik, hyung. Bagaimana bisa kamu kangen aku?" Tanyanya datar.

Jihoon menatap heran ekspresi datar Jinyoung namun tersenyum, "Aku kan tunanganmu. Memangnya kangen kamu itu tidak boleh ya?".

Pertanyaan itu tidak digubris oleh Bae Jinyoung saat netra matanya menangkap seorang lelaki manis lain yang menghampiri mereka berdua.

Senyum mulai mengembang dari ujung bibir tipis seorang Bae Jinyoung.

Park Jihoon sadar akan hal itu.

Namun ia tidak peduli dan makin mengeratkan pelukan tangannya kepada Jinyoung sambil menyapa sahabatnya yang baru saja menghampirinya.

"Hai, Daehwi." Sapa Jihoon lembut.

"Halo, Jihoon-Hyung dan Jinyoung.." Sapanya sambil menatap eratan tangan Jihoon pada Jinyoung.

Jinyoung yang sadar akan tatapan Daehwi melepas eratan Jihoon dengan kasar.

"Hyung, aku dan Daehwi harus segara masuk kelas. Dosen pasti sudah mau masuk. Ayo, Daehwi-ah." Jinyoung pergi berlalu dengan Daehwi yang membungkuk kepada Jihoon.

Samar-samar Jihoon dapat melihat kedua lelaki yang berlalu dari dirinya dan saling menautkan jemarinya satu sama lain.

.

.

.

Park Jihoon, lelaki manis yang mempunyai predikat sempurna. Wajah tampan? Check. Wajah manis? Check. Sikap yang baik? Check. Kaya-raya? Check. Mempunyai pacar yang sempurna? Check.

Ia punya semua, karena itulah banyak orang yang kagum sekaligus iri dengan gaya hidup Park Jihoon. Jihoon memang kaya raya, tetapi ia tidak suka menghambur-hamburkan duitnya. Berbeda dengan tunangannya. Senyuman selalu menghiasi bibir mungilnya, nampaknya hidupnya selalu diwarnai dengan kebahagiaan, benarkah kebahagiaan selalu mewarnai hidupnya?

"Lihat, Park Jihoon sendirian lagi. Kau tidak lihat? Bae Jinyoung tadi berpegangan tangan sama Lee Daehwi teman sekelasnya. Kurasa memang Jinyoung tidak suka dengan orang sempurna seperti Jihoon, pasti muak dan membosankan ya."

'Sempurna? Apanya?' Jihoon terkekeh lirih mendengar obrolan-obrolan murid lain tentangnya.

"Ya aku juga lebih memilih Lee Daehwi. Lee Daehwi menurutku lebih manis dan natural dan kurasa Park Jihoon itu munafik. Fans-fansnya memanggilnya sebagai malaikat, padahal menurutku dia bukan malaikat."

'Mana ada manusia yang menyerupai malaikat. Aku-pun tidak sebaik yang kalian kira.' Ujar Jihoon dalam hati.

Jihoon menghiraukan omongan-omongan tidak penting tersebut dan memasuki kelasnya.

"Halo, selamat pagi, semuanya." Sapanya lembut saat ia memasuki kelas lalu dibalas dengan teman-temannya yang lain.

"PARK JIHOOOOOOOOOOOON!" Jihoon seketika menoleh dan mendapati sahabatnya yang berisik, Ahn Hyungseob berlari kearahnya.

"Jahat kemarin kamu tinggalin aku ya! Mentang-mentang ada kencan sama si anak emo!" Hyungseob mengerucutkan bibirnya.

"Aku berani bersumpah kemarin aku tidak sedang kencan dengan Jinyoung. Kemarin aku menemani Seonho mencari kado untuk si Lai." Balas Jihoon.

Mana mungkin dia kencan dengan Jinyoung? Jinyoung saja susah sekali dihubungi.

Hyungseob mendekatkan bibirnya ke telinga Jihoon dan berbisik, "Aku melihat si brengsek dan si sok imut tadi bergandengan tangan."

"Salah lihat kali." Timpal Jihoon menolak kenyataan.

"Ah, terserahlah. Sudah capek aku menjelaskan brengseknya Bae Jinyoung tapi tidak dihiraukan. Sempat bingung kok kamu tega memutuskan lelaki perfect seperti Kak Jonghyun untuk lelaki urakan seperti Bae Jinyoung."

"Hal itu juga bisa dikatakan padamu yang menyia-nyiakan Lai Guanlin untuk lelaki dingin cuek seperti Park Woojin." Balas Jihoon sengit.

Mulut Hyungseob menganga, "Hey! At least sekarang kan dia sudah sama adik tiri kamu yang imut itu."

"Malah kamu buat adikku menderita mengejar lelaki seperti Lai Guanlin." Pelotot Jihoon pada Hyungseob.

"Heran. Kita bertiga benar-benar terjebak dalam labirin cinta bertepuk sebelah tangan, ya?" Kekeh Hyungseob. "Tapi soal Park Woojin, aku benar-benar serius, Hoon."

Jihoon tidak menghiraukan perkataan sahabatnya. Ia duduk termenung sambil mamandang keluar kelas.

'Kapan kira-kira Jinyoung bisa memandangku?'


Daehwi dan Jinyoung memasuki kelas mereka dan dihadiahi teriakan oleh murid-murid di kelasnya.

Jinyoung melepaskan tautannya dari Daehwi dan berbisik, "Sana duduk. Kamu pasti cape kan jalan dari rumah? Maaf ya, sayang aku gak bisa jemput kamu tadi. Jihoon maksa."
Seketika wajah Daehwi memerah, "Gak apa, kan kasihan Kak Jihoon." Ia pun beranjak ketempat duduknya.

"Wow, dude! Way too obvious! Berani gandengan tangan sekarang?" Teriak Park Woojin sambil merangkul pundak Jinyoung.

"Sengaja. Ngerti, kan?" Ucapnya datar.

Woojin menautkan kedua alisnya, "Rumit banget kisah cintanya. Kadang kasihan juga sama Kak Jihoon."

"Lo ngaca deh." Balas Jinyoung.

Woojin balas natap datar. Pandangannya berubah kearah lelaki tampan berdarah Taiwan yang baru masuk kelas.

"Yo, Lai Guanlin." Sapa Woojin ke Guanlin.

Bae Jinyoung, Park Woojin, dan Lai Guanlin. Ketiganya adalah pangeran dari Universitas Seoul dan merupakan idola bagi para gadis dan bahkan lelaki disana. Sebenarnya dalam kelompok mereka ada satu lagi, Joo Haknyeon. Tapi sepertinya lelaki itu masih ngecengin salah satu adik kelas yang menjadi hot issue tahun ini selain Yoo Seonho, Lee Euiwoong di kelas adik kelasnya tersebut.

"Telat lo, Lai? Nganterin Seonho dulu ke kelasnya, ya?" Tanya Woojin.

"Iya." Jawab Guanlin singkat sambil duduk di kursinya.

"Dingin amat. Masih mikirin mantan?" Goda Woojin.

"Mantan kesayangan gua demennya sama lo."

"Gua gak demen. Ambil aja, gua masih normal. Masih suka ngenyot payudara."

"Hyungseob itu baik, ceria, suaranya berisik tapi bikin adem." Jelas Guanlin.

"Bodo intinya gak demen. Capek gua diintilin cowo macem pelacur."

BUK!

Guanlin mengepalkan tangannya lalu memukul mejanya, "Sekali lagi lo ngomong gitu, gua marah, Jin."

Woojin memutar bola matanya, "Lo kalau masih sayang Hyungseob, jangan kasih harapan palsu ke Seonho. Setidaknya gua engga kasih harapan palsu ke orang yang suka sama gua, macem lo berdua."

Woojin menatap temannya yang satu lagi, Bae Jinyoung.

Woojin heran, kenapa dua temennya ini tega nyakitin perasaan Park Jihoon dan Park Seonho. Apalagi keduanya kakak-adik.

Tapi terkadang Park Woojin memang tidak bisa ngaca.

.

.

.

Awan menyatukan ion positif dan negatif. Menghasilkan kilatan cantik—namun menegangkan tanpa suara. Disusul gemuruh yang dihasilkan dari lompatan elektron yang menembus batas isolasi udara.

Jihoon menatap kearah luar jendela. Cuacanya buruk sekali.

Hawa dingin menjalar ke seluruh bagian dari pemilik tubuh kecil. Mendung. Berbeda sekali dengan hari itu. Meski telah beberapa tahun berlalu, hari tersebut adalah hari terindah dalam hidupnya.

Hari itu?

Iya. Hari itu.

Hari dimana ia bersumpah akan tetap mencintai Bae Jinyoung.


29 Mei 2012.

"Saengil chukkae hamnida! Saengil chukkae hamnida! Saranghae, Jihoon-hyungie! Saengil chukkae hamnida!" Seorang bocah berumur 12 tahun datang membawa kue sederhana yang dicampur dengan potongan-potongan strawberry, dilapisi krim vanilla, dan hiasan lucu diiris rapi di atas kuenya yang juga diberi toping cherry, menjadi sangat cantik.

Park Jihoon, bocah manis berpipi gembil merah yang dinyanyikan lagu ulang tahun tersebut sentak kaget. Ia melihat Bae Jinyoung, temannya yang lebih muda darinya memberikan kue ulang tahun yang menurutnya sangat cantik tersebut.

"Jinyoung-ie! Kamu mengagetkan aku.. Hihi, kuenya indah!" Matanya bersinar indah.

"Tiup lilinnya, hyung. Berikan permintaan kamu untuk kedepannya."

"Aku tidak punya harapan apa-apa, Baejin sayang." Jawabnya.

Jinyoung menatapnya dengan sinis. Wajah itu... menunjukkan kemarahan—ah, tidak—lebih tepatnya kekhawatiran.

"Sudahlah, hyung. Cepat, tiup lilinnya. Nanti lilinnya mati." Ucapnya memaksa.

"Iya-iya." Jihoon akhirnya menurut dan,

Syut.

Jihoon meniup 13 lilin yang tertera diatas kue cantik tersebut.

"Apa yang hyung harapkan?" Tanya Jinyoung penasaran.

"Rahasia dong?" Goda Jihoon sambil terkekeh.

Jinyoung hanya mendecak kesal dan menaruh kue tersebut kedalam kotaknya dan mulai duduk di samping Jihoon.

"Hyung, kabur lagi dari rumah?" Tanya Jinyoung.

"Apakah tempat tersebut bisa dikatakan rumah, Jinyoung-ah?" Jihoon menatap Jinyoung dengan senyum paksaan dan air muka yang sedih.

"Hyung.. setidaknya dirumah masih ada Seonho, kan.." Ucap Jinyoung seraya menyemangati Jihoon.

Kau bercanda ya, Bae Jinyoung?

Jihoon tidak mengindahkan perkataan Jinyoung, "Jinyoung-ah. Ingat tempat ini?"

Jihoon menunjuk sebuah bangku taman usang yang sepi dan tidak diduduki siapapun. Bangku taman tersebut dikelilingi sebuah padang bunga yang ditumbuhi oleh bunga-bunga yang indah dan ada sedikit ilalang yang tumbuh liar.

"Jinyoung-ie. Kamu membuat janji disitu. Jangan lupakan itu.." Senyum Jihoon.

"Kamu berjanji kamu akan selalu menjadi rumah-ku." Timpalnya.

Kedua iris mata Jinyoung menatap Jihoon. Oh, Jinyoung masih kecil. Ia masih belum mengerti dan hanya mengiyakan perkataan Jihoon dengan polos.

Ia membuat janji tersebut karena kenaifannya.

Tanpa berfikir panjang akan konsekuensi yang akan ia dapatkan.


Jadi inilah fanfic aku sebelum episode terakhirnya Produce 101 season 2. Guys, siapapun yang bakalan masuk top 11, jangan dibenci, disayangi ya guys.

Lanjut gak? Tapi harus dihargai. Review ya biar semangat.