Disclaimer:
Naruto: Masashi Kishimoto
High School DxD: Ichiei Ishibumi
.
.
.
Kasih Tak Memilih
Author: Kenjo Mika
.
.
.
Chapter 1. Naruto pergi
.
.
.
Dia menundukkan kepalanya sedalam-dalamnya. Membayangkan wajah seorang gadis yang sangat dia cintai. Gadis yang telah menjadi bunga yang dikaguminya sedari kecil, sejak dirinya dibawa ke dalam keluarga Gremory ini. Dirinya yang sebatang kara, tanpa ada keluarga ataupun sanak saudara. Dia menjadi anak adopsi yang diambil dari panti asuhan yang ada di kota Kuoh itu.
Ya, namanya adalah Uzumaki Naruto. Seorang pria yang kini menginjak umur 20 tahun. Dia hidup dalam asuhan keluarga Gremory yang mendidiknya dengan baik. Dia tumbuh besar menjadi pria yang kuat dan disiplin. Meskipun begitu, dia lebih suka mengabdikan dirinya menjadi butler yang melayani keluarga Gremory, daripada seorang anak angkat yang diperlakukan sama dengan anak kandung.
Keluarga Gremory semula menolak permintaannya yang ingin menjadi seorang butler, tapi dia bersikukuh akan melaksanakan niatnya itu. Dia bersedia menjadi pelayannya Gremory Rias, karena dia sangat mencintai Gremory Rias.
Gremory Zeoticus, seorang pria berambut merah dan bermata biru kehijauan, ayah Rias sekaligus pemimpin klan Gremory, sangat mengerti dengan keinginan Naruto itu. Dia pun mengabulkan keinginan Naruto itu. Naruto merasa senang karena pada akhirnya dia menjadi butler-nya sang putri. Dia bersungguh-sungguh menjalani tugasnya sebagai butler dengan baik.
Di umur 8 tahun, Naruto memulai perannya sebagai butler Rias. Rias tidak menganggapnya sebagai butler, tapi dia menganggapnya sebagai saudara laki-lakinya. Rias memanggil Naruto dengan sebutan "Naruto-kun", yang berarti Naruto adalah orang yang dianggapnya sebagai saudara, bukan seorang kekasih.
Mereka selalu bersama setiap saat. Kemanapun Rias pergi, Naruto selalu mengikutinya. Rias tampak akrab dengan Naruto, meskipun ada satu gadis maid yang tidak suka melihat mereka.
Seiring selalu bersama sejak kecil, siapa sangka ketika besarnya, mereka saling merajut kasih. Mereka mulai berani berpacaran saat di umur 17 tahun, sewaktu masih duduk di kelas dua SMA. Hubungan mereka ini dirahasiakan. Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya hingga umur mereka menginjak 20 tahun.
Tapi...
Hubungan cinta mereka ini tidak mulus bagaikan jalan yang dihadang batu besar, akhirnya berhenti di tengah jalan alias putus karena Rias malah memilih menikah dengan seorang pria yang bernama Hyodo Issei. Rias telah mengkhianati Naruto yang selalu setia padanya selama ini.
Duduk di atas bangku yang ada di taman itu, Naruto merenungkan semua apa yang terjadi padanya. Dia tidak menyangka mendapatkan empedu pahit ini yang telah membuat hatinya terserang racun. Racun kepedihan yang sangat menyakitkan. Menggerogoti jiwanya yang terasa rapuh. Seolah-olah dia tidak memiliki harapan untuk hidup lagi.
Dengan mengenakan pakaian khas butler, saffir biru itu meredup. Perlahan-lahan menjadi buram karena cairan bening memaksa keluar dari sana. Kemudian berjatuhan satu persatu bagaikan butiran-butiran cahaya yang menguap di udara. Kekecewaan hinggap di hatinya yang terluka.
Sang kekasih hati telah menikah dengan orang lain di depan matanya, di gereja, dua jam yang lalu.
Karena tidak kuat melihatnya, dia memutuskan pergi dari sana dan memilih menyendiri di taman ini, tak jauh dari gereja di mana Rias menikah.
Tubuhnya lunglai. Tidak berdaya lagi untuk digerakkan. Dia sangat terpuruk dalam suasana melankolis ini. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Dia merasa kedua kakinya sudah lumpuh, tidak sanggup untuk berdiri lagi.
"Kenapa...? Kenapa Rias melakukan ini padaku? Padahal dia berjanji akan menikah denganku setelah tamat SMA. Tapi, kenyataannya... Dia memilih menikah dengan Kohai-nya itu...," gumam Naruto yang menutup kedua matanya yang sudah mengalirkan air bening."Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku tidak tahu lagi... Ya, Tuhan, berilah aku kekuatan untuk menghadapi semua ini."
Dia terus meratap dalam keterpurukannya yang semakin parah. Tanpa menyadari bahwa ada seorang gadis yang datang mendekatinya.
"Naruto..."
Naruto mendengar suara lembut seperti anak kecil itu. Dia mengangkat kepalanya perlahan-lahan dan mendapati seorang gadis bergaun putih kebiruan, berjalan pelan ke arahnya.
"Koneko-chan..."
Gadis kecil yang berusia sama dengan Naruto, diketahui bernama Toujou Koneko, menunjukkan wajahnya yang datar.
"Ternyata kau di sini."
"Kenapa kau kemari?"
"Seharusnya aku yang bertanya, kan? Kenapa kau ke sini?"
"Eh?"
Naruto ternganga. Air matanya berhenti sejenak. Gadis berambut putih pendek model bob itu, memperhatikan Naruto dengan teliti.
"Matamu memerah. Apa kau habis menangis?"
"Eh?" Naruto tersentak dan buru-buru menyengir lebar."Bukan. Aku tidak menangis. Mataku kemasukan pasir di jalan, makanya memerah begini."
"Masa? Kau pasti bohong!"
"Aku tidak bohong!"
Naruto terus menyengir lebar. Koneko berwajah datar sambil melototi Naruto lalu menghelakan napasnya.
"Ya sudahlah."
"Ngomong-ngomong... Kenapa kau bisa ke sini juga, Koneko-chan?"
"I-Itu...," kedua pipi Koneko tampak sedikit memerah."A-Aku mencarimu karena diminta Venelana-sama."
"Oh, ada apa ya Venelana-sama mencariku?"
"Hmmm... Katanya, kau harus ikut foto bersama keluarga Gremory di gereja sekarang juga."
"Maaf, aku tidak bisa."
"Kenapa?"
"..."
Naruto terdiam sesaat. Dia menundukkan kepalanya lagi. Wajahnya kembali suram.
Koneko juga terdiam. Dia mengerti dengan apa yang dirasakan Naruto saat ini. Karena dia juga mengetahui hubungan Naruto dan Rias itu.
Dia memutuskan duduk di samping Naruto, tapi sedikit berjauhan.
"Aku tahu kau merasa sedih karena Rias-sama, kan?"
Suara Koneko terdengar lirih, memecahkan kesunyian yang hinggap di tempat itu sehingga sukses menarik Naruto untuk menoleh ke arahnya.
Dilihatnya, wajah Koneko juga suram. Kedua tangan Koneko bertumpu di bangku kayu itu, tepatnya di samping tubuh Koneko.
"Aku tahu betapa kau mencintai Rias-sama. Kau juga setia padanya. Tapi, Rias-sama malah mengkhianatimu seperti ini. Dia malah memilih menikah dengan Issei. Bukan menikah denganmu. Aku... Sebagai sahabatmu, turut merasa sedih dengan apa yang menimpamu sekarang...," lanjut Koneko kemudian.
Naruto tertegun mendengarnya. Lalu dia tersenyum dan menggenggam tangan Koneko itu.
"Aku tahu itu... Tapi, aku akan berusaha melewati masa sulit ini...," kata Naruto dengan nada lirih."Aku tidak akan menghabiskan waktuku untuk terus bersedih. Banyak yang mesti aku kejar di masa depan. Mungkin... Setelah ini, aku akan keluar dari keluarga Gremory dan memutuskan untuk tinggal di tempat yang baru. Akukan sudah mendapatkan pekerjaan part time di sebuah kafe."
Koneko tampak terkejut mendengarnya.
"A-Apa!? Ka-Kau akan keluar dari keluarga Gremory!?"
"Iya. Aku ingin hidup mandiri dari sekarang."
"Ta-Tapi... Kalau kau pergi dari rumah itu... Aku akan merasa kesepian."
"Kesepian!? Apa aku tidak salah dengar!?"
"Ah... I-Itu... Bu-Bukan apa-apa..."
Koneko merasa malu karena tidak sengaja mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya. Dia memalingkan wajahnya dari Naruto. Menyembunyikan ekspresi wajahnya yang sesungguhnya.
Laki-laki berambut pirang jabrik itu menyengir lebar dan mengacak-acak rambut Koneko hingga berantakan.
"Seperti biasa... Kau itu memang lucu ya, gadis kucing."
"Hentikan! Jangan acak-acak rambutku begitu!"
"Hahaha... Maaf."
Naruto tertawa dengan riangnya. Melampiaskan segala ketegangan yang terasa memberatkan hatinya. Benar-benar merasa terhibur berkat gadis kucing yang selalu ada buatnya ini.
Gadis kucing yang menjadi maid keluarga Gremory, yang juga diadopsi menjadi anak dan disekolahkan bersama Naruto. Dia yatim piatu dan ditemukan oleh Venelana saat di jalanan, sewaktu berumur 7 tahun. Dia seperti kucing kecil yang terbuang di jalanan karena sudah kehilangan keluarganya dan tempat tinggal. Hidupnya sangat memprihatinkan dan membuat hati Venelana tergerak untuk membawanya pulang.
Tumbuh besar bersama Naruto dan Rias, dia diperlakukan baik oleh semua keluarga Gremory. Sang kepala pelayan, Gremory Grayfia, menganggapnya sebagai adiknya sendiri. Grayfia sangat menyayanginya dan selalu menyuruhnya untuk tidak bekerja membersihkan rumah.
Tapi, dia tidak mau bermalas-malasan meskipun Grayfia menyuruhnya untuk tidak ikut dalam urusan bersih-bersih rumah. Dia tetap nekad bekerja hingga larut malam hingga dia sangat kecapekan dan berakhir pingsan. Pasti setiap kali dia pingsan, Naruto yang akan menggendongnya dan membawanya ke kamarnya. Dengan senang hati juga, Naruto akan menjaganya sampai bangun di keesokan harinya.
Mengingat semua yang telah terjadi sampai sekarang, Koneko merasa ada bibit aneh yang mulai tumbuh di hatinya. Bibit aneh itu terus tumbuh seiring dia selalu berada di dekat Naruto. Kini bibit itu sudah menjadi pohon yang sempurna, lengkap dengan daunnya. Tapi, bunganya belum tumbuh mekar dengan sempurna karena belum ada kumbang yang datang untuk menghinggapinya.
Kumbang yang dimaksud itu adalah Naruto.
Benar, gadis kecil itu jatuh cinta pada sosok kumbang yang duduk di sampingnya. Kumbang yang telah mengajarkannya tentang arti cinta, meskipun kumbang itu hinggap di tanaman bunga yang lain, tapi kadang kala kumbang itu akan datang ke arahnya, hanya sekedar melihat dan menyapanya saja.
Dia berharap Naruto menyadari perasaannya ini dan juga berharap tanaman bunga hatinya mekar sempurna jika cinta Naruto hinggap di bunga hatinya.
Itu hanyalah sekedar impian yang tidak akan menjadi kenyataan. Selamanya, Naruto mencintai Rias.
Itu memang benar.
Setelah puas mengacak-acak rambut Koneko hingga berantakan, Naruto merangkul Koneko dari samping. Kepalanya beradu dengan kepala Koneko.
Di saat seperti ini, jantung Koneko berdebar-debar tidak karuan. Wajahnya sedikit memerah.
"Aaaah... Aku merasa lega sekarang...," Naruto mendesah panjang dan melihat ke arah langit."Terima kasih, Koneko-chan."
"Te-Terima kasih buat apa?"
"Karena kau telah menghiburku...," Naruto menoleh ke arah Koneko yang dipeluknya ini."Kau memang sahabatku yang paling baik."
Dia tersenyum dan mencium puncak rambut Koneko. Itu sudah kebiasaannya saat dia merasa senang karena dia dihibur oleh Koneko di kala dia sedang terpuruk. Baginya, Koneko adalah malaikat penyelamatnya.
Wajah Koneko memerah sekali. Dia membeku sesaat saja.
'Naruto... Dia mulai lagi. Tapi, andai setelah ini, kau mengatakan cinta padaku. Aku berharap kau juga mencintaiku.'
Naruto memandang wajah Koneko sangat dekat. Dia tersenyum sambil membisikkan sesuatu pada Koneko.
"Aku menyayangimu, sahabatku."
Koneko sangat kecewa mendengarnya. Membatin di dalam hatinya.
'Jangan bilang itu, Naruto. Bilang kau mencintaiku. Aku sangat mencintaimu.'
Dia mengurung Koneko dalam pelukannya. Koneko bersandar di dada Naruto. Dia tidak berani membalas pelukan Naruto.
.
.
.
Keesokan harinya, Naruto benar-benar akan meninggalkan mansion keluarga Gremory itu. Dia sudah menyandang tas besarnya di punggungnya dan berdiri di halaman luas, memandangi mansion besar bagaikan istana itu.
Saat pagi seperti ini, dia sudah berpamitan dengan semua orang yang ada di mansion itu. Termasuk menemui keluarga besar Gremory yang sudah membesarkannya itu.
Berdiri di depan Gremory Sirzech, kakak laki-laki Rias, Naruto menunjukkan senyum simpulnya.
"Aku pergi dulu, Sirzech-sama."
Pria berambut merah dan bermata biru kehijauan itu, memasang wajah sedihnya.
"Apa kau yakin akan keluar dari keluarga ini?"
Naruto mengangguk mantap.
"Ya, aku sudah yakin."
"Alasannya apa?"
"Alasannya...," Naruto sedikit meredupkan kedua matanya."Aku ingin hidup mandiri mulai dari sekarang. Aku ingin bekerja keras dari hasil keringatku sendiri dan aku sangat berterima kasih atas kebaikan kalian selama ini. Aku sangat menghargainya."
"Begitu ya?"
"Apa kau mengizinkan aku pergi sekarang?"
"Ya, aku mengizinkanmu. Jika itu sudah keputusanmu, aku tidak bisa menahanmu lagi. Pergilah dan raih semua cita-citamu, otouto-san!"
Sirzech menitikkan air matanya dan langsung memeluk Naruto. Naruto menahan air matanya dan membalas pelukan Sirzech. Untuk beberapa menit saja, mereka berpelukan lalu saling melepaskan pelukan bersama.
Langkah Naruto bergeser ke kanan, di mana wanita berambut abu-abu berdiri di samping Sirzech. Naruto tersenyum padanya.
"Grayfia-sama..."
"Selamat jalan Naruto. Ingat, pintu rumah ini selalu terbuka untukmu. Datanglah kemari lagi jika kau merindukan kami."
"Pasti. Terima kasih, Grayfia-sama."
"Ya. Huhuhu..."
Grayfia menangis tersedu-sedu. Naruto menganggukkan kepalanya dan mengisyaratkan agar Grayfia berhenti menangis. Grayfia mengerti itu dan berusaha menghapus air matanya yang terus mengalir di dua pipinya.
Selanjutnya Naruto berpamitan pada Zeoticus dan Venelana. Dia dipeluk erat oleh kedua orang tua angkatnya itu.
"Naruto-kun... Hati-hati di jalan ya," ingat Venelana yang tersenyum sambil menangis."Jangan lupa selalu telepon kami setiap hari."
"Soal biaya kuliahmu, kami yang akan menanggungnya sampai kau lulus kuliah. Kau hanya perlu berkonsentrasi belajar saja," tambah Zeoticus yang juga ikut menangis.
"Terima kasih, Kaasama, Tousama."
"Iya, Naruto."
Orang tua angkat menjawab perkataan Naruto dengan kompak. Mereka melepaskan Naruto. Kemudian Naruto melepaskan tawanya bersama anak laki-laki berambut merah yang berumur 8 tahun, Gremory Millicas.
"Naruto-nii-sama... Jangan lupa pulang ke rumah ya. Aku ingin bermain perang-perangan sama Naruto-nii-sama lagi..."
Millicas yang belum mengerti situasi seperti ini, malah mengatakan itu pada Naruto. Naruto tertawa geli mendengarnya sambil mengacak-acak rambut Millicas.
"Ya. Aku akan pulang lagi ke sini. Tentunya hanya mengajak Millicas-sama bermain."
"Janji?"
"Janji."
Mereka berdua pun berjanji dengan mengaitkan kelingking masing-masing. Semua orang yang ada di halaman depan itu, tersenyum sekaligus terharu melihatnya.
Selanjutnya Naruto melambaikan tangannya pada penghuni mansion Gremory itu. Dia pun menyadari ada satu orang yang tidak terlihat di antara mereka.
'Koneko-chan... Di mana dia? Apa dia tidak mau berpamitan denganku?' batin Naruto yang mengedarkan pandangannya ke segala arah.
Tapi, sosok Koneko tidak ada di mana-mana.
Dengan terpaksa, Naruto melangkahkan kakinya menuju keluar pagar besi yang mengelilingi mansion itu. Dia merasa kecewa karena Koneko tidak mau menemuinya untuk terakhir kalinya.
SET!
Tanpa dia sadari, sosok gadis berpakaian maid, muncul di antara orang-orang yang berdiri di halaman itu. Dia menangis dengan wajah yang begitu suram.
'Naruto... Selamat tinggal... Aku tidak akan pernah bisa bertemu denganmu lagi. Maaf, jika aku tidak menemuimu di saat seperti ini.'
Batinnya bersama embun pagi yang menetes dari ujung daun pepohonan yang berdiri di halaman depan itu.
.
.
.
BERSAMBUNG
.
.
.
NOTE:
Akan disambung di chapter 2.
Terima kasih banyak sudah membaca fic pertama saya ini.