Gomawo, Saranghae!

.

.

.

01

.

.

.

^_^ Happy Reading ^_^

.

.

.

Awan duka tampak menyelimuti salah satu ruangan di sebuah hotel Bintang lima yang terdapat di pinggiran kota Seoul.

Di dalam ruangan itu, seorang gadis yang sudah lengkap memakai gaun pernikahannya, tampak melelehkan airmatanya deras. Tangisnya tak bersuara, tapi tetesan airmata yang sejak tadi tak berhenti mengalir di kedua pipinya, membuktikan bahwa luka hatinya tak hanya sekedar sayatan kecil. Gadis itu terluka dan terpuruk di waktu yang sama.

Bayangkan jika kau menjadi gadis itu.

Ketika upacara pemberkatan pernikahan akan berlangsung satu jam lagi, dia mendapatkan berita buruk, bahwa pria yang sangat dicintainya, lelaki yang berjanji menikahinya ternyata telah melarikan diri tanpa sebuah penjelasan.

Dia salah apa?

Bahkan kemarin mereka masih sempat saling bertukar kabar dan tak terjadi apapun setelah itu.

Namun hari ini, sinar kebahagiaan yang sejak pagi tadi terpancar jelas pada sepasang mata gadis itu, kini berubah redup dan hanya menyisakan lelehan airmata.

Tak ada yang berhasil membujuknya untuk menghentikan tangisnya. Tidak sahabat, kedua orangtuanya atau saudaranya sekalipun.

Hampir semua orang yang hadir di tempat itu dapat merasakan apa yang dirasakan gadis itu, namun tak banyak yang bisa mereka lalukan untuk menolong gadis itu.

Sementara itu, di hotel yang sama namun di tempat yang berbeda.

"Yeobo! Baekhyunnie?"

Pria paruhbaya itu menatap pasangan hidupnya, kemudian memegang erat tangan sang istri yang memegang lengannya.

Wanita yang sangat dicintainya itu, sejak mendapat kabar buruk ini, sudah tak dapat bernafas dengan baik. Bahkan dia sempat pingsan karena hal ini.

Sama seperti putrinya, lelehan airmata juga tak beranjak pergi dari matanya. Pikirannya berkeliaran kemana-mana.

Baekhyun meminta semua anggota keluarganya dan sahabatnya keluar dari kamarnya, dia hanya ingin sendiri, itu yang dikatakannya. Namun pikiran wanita itu tak tenang, takut kalau terjadi sesuatu dengan putrinya selama mereka tak disana.

Bagaimana kalau putri bungsunya itu sampai berbuat yang tidak-tidak? Bagaimana kalau Baekhyun memilih mengakhiri hidupnya? Apa? Apa yang harus mereka lakukan saat ini?

Pria paruh baya itu terlihat mengusap kasar wajahnya, lalu mendesah berat.

Cobaan yang dihadapinya sungguh tak terbayang. Dia salah apa sampai ada seseorang yang tega mempermalukannya seperti ini.

"Appa minumlah dulu!" seorang perempuan yang usianya lebih muda, datang dengan secangkir kopi untuk sang ayah.

Sang ayah menatap putri sulungnya itu dengan tatapan sayu.

"Appa harus tetap kuat. Demi Baekhyunie." Ujar sang putri yang saat ini sudah duduk bersimpuh di hadapan ayahnya, tangannya menggenggam erat kedua tangan keriput milik ayahnya.

Tak banyak yang dapat dia lakukan. Dia juga syok dengan apa yang terjadi hari ini, namun dia berusaha kuat. Demi orangtua dan adiknya, dia tak boleh menangis meski sebenarnya sangat ingin.

"Bisakah appa melakukannya, Sooyoung-ah?" sepasang mata tua itu menatap wajah putri sulungnya.

"Pasti appa. Kami akan selalu mendukung appa juga Baekhyunie." Sahut Sooyoung dengan penuh keyakinan.

Byun Young Won, ayah Sooyoung dan Baekhyun, membelai lembut pipi putri sulungnya itu. Dia tak akan menangis, karena memang tak seharusnya seperti itu. Meski kini dia sama terlukanya dengan putri bungsunya, tapi dia harus tetap kuat demi istri dan anaknya.

"Betapa tak becus appa sebagai kepala keluarga, hingga keadaan semacam ini bisa terjadi." Sesalnya.

"Bukan salah appa. Ini takdir Tuhan appa." Sooyoung berujar lirih. Ayahnya tidak bersalah, yang patut disalahkan adalah pria brengsek itu.

"Kasihan Baekhyunie, Sooyoung-ah." Kali ini suara sang ibu terdengar lirih.

Sooyoung menggenggam erat tangan ibunya. Dan senyumnya terkembang tipis.

"Baekhyunie jauh lebih kuat daripada apa yang kita bayangkan, eomma. Percayalah." Hiburnya pada sang ibu.

Brak

Sooyoung menatap pria yang baru masuk ke ruangan itu, dia kemudian berdiri dari duduknya dan mendekati suaminya. Yang terlihat gusar dan cemas. Sama halnya seperti mereka yang berada di tempat itu.

"Eottoke?"

Pria itu menggeleng pelan.

"Aku sudah memeriksa semua tempat, dia memang benar-benar sudah pergi dari negara ini."

Sooyoung menjatuhkan kepalanya di dada suaminya. Airmata yang sejak tadi di tahannya, kini jatuh tak terbendung lagi. Apa yang harus mereka lakukan sekarang? Bagaimana nasib adiknya sekarang?

Tuhan!

Tok... Tok...

Sooyoung menatap suaminya, lalu menghapus airmatanya dan melangkah mendekati pintu kamar. Perlahan dia membuka pintu itu.

Dihadapannya berdiri sosok tinggi dengan rambut ikalnya, terlihat rapi dan elegan dengan setelan jas hitamnya. Di belakang pria itu, berdiri pasangan paruh baya dan seorang gadis yang masih usia sekolah sepertinya.

Sooyoung mengerutkan keningnya. Dia atau bahkan mungkin anggota keluarganya yang lain, tak merasa kenal dengan pria tersebut.

"Naeun Park Chanyeol imnida!"

.

.

.

Dua jam sebelumnya

Tap... Tap... Tap...

Chanyeol turun dengan berlari dari kamarnya, dia sudah rapi dengan celan hitam, kemeja putih dan dasi kupu-kupunya, serta jas hitam yang tergenggam di tangannya. Rambutnya dibiarkan terlihat ikal, hanya di beri sedikit gel agar terlihat lebih rapi.

"Eomma, appa cepat ganti pakaian kalian!" ujarnya ketika sampai ruang makan, dengan tergesa dia memakai jasnya.

Kedua orangtuanya masih diam dan menatap putra mereka yang pagi ini terlihat aneh.

"Kau kenapa?" tanya sang ayah dengan kening berkerut jelas.

"Hari ini aku akan menikah. Ayo eomma, appa, ganti baju kalian."

"Mwo?"

Tak hanya kedua orangtua Chanyeol yang terkejut, adiknya yang sejak tadi hanya melihat tingkah kakak laki-lakinya itu, juga dibuat terkejut dengan pernyataan anak sulung keluarga Park itu.

"Channie sayang. Kau tidak apa-apa?" ibu Chanyeol mendekati putranya, kemudian dia mendudukkan putranya itu. Sang ibu kemudian memeriksa kening Chanyeol.

"Aku tidak apa-apa eomma. Aku akan jelaskan nanti, sekarang eomma ganti baju dulu. Appa juga dan kau Yeri, kalau kau mau ikut, ganti baju juga." Chanyeol menurunkan tangan ibunya dari keningnya, lalu mendongak dan menatap anggota keluarganya bergantian, dengan tatapan sedikit memohon.

Sang ibu mengangguk, kemudian pergi ke kamarnya, di susul ayahnya dan adiknya.

Lima belas menit kemudian, mereka kembali ke ruang makan dengan pakaian yang jauh lebih rapi dan bagus dari sebelumnya.

"Sudah. Sekarang ceritakan apa yang terjadi?" sang Ayah menuntut jawaban dari Putra sulungnya itu.

Mereka masih sangat penasaran dengan alasan Chanyeol yang tiba-tiba mengatakan akan menikah hari ini.

Pasalnya, sampai dengan detik ini, Chanyeol belum pernah mengenalkan pada mereka satu sosok wanita yang akan dinikahinya nanti, boleh dikatakan Chanyeol belum memiliki kekasih. Terakhir kali Chanyeol membawa pulang seorang wanita ke rumah orang tuanya ini, kira-kira lima tahun yang lalu. Setelah itu tak pernah lagi dia menggandeng perempuan.

Lalu dengan siapa Chanyeol akan menikah? Pertanyaan itu terus bermain di pikiran mereka sepanjang lima belas mereka meninggalkan ruang makan.

Chanyeol menarik nafas, lalu mulai bercerita panjang. Semuanya, tanpa ada yang di tutupinya sedikit pun.

Sekitar sepuluh menit kemudian, cerita Chanyeol selesai dan langsung di sambut sang ayah dengan sebuah pertanyaan.

"Kau yakin dengan keputusan yang kau ambil ini?"

Chanyeol mengangguk dengan penuh keyakinan.

"Kau tahu resiko besar yang akan kau hadapi kalau kau menikah dengannya?"

Chanyeol kembali mengangguk.

"Aku sudah memikirkan semua resiko yang akan ku hadapi sebelum memutuskan hal ini, Appa."

Sementara itu, ibu dan adik Chanyeol hanya bisa saling berpegangan tangan. Mereka terlalu terkejut dengan cerita Chanyeol. Lebih terkejut lagi, ternyata ada saja laki-laki tak bertanggungjawab di luar sana, yang tega melakukan semua itu bahkan ketika acara sudah ada di depan mata.

"Apa yang kau ingin appa lakukan, Chanyeol-ah?"

Chanyeol bisa bernafas lega setelah mendengar pertanyaan terakhir dari ayahnya. Setidaknya, keputusannya di amini oleh pria yang mengalirkan darah ke dalam tubuhnya itu.

"Tolong bicara pada kedua orangtuanya dan aku yang akan bicara pada gadis itu langsung, Appa."

"Channie!" sang ibu berdiri dari duduknya, lalu merangkul tubuh anaknya.

"Eomma doakan yang terbaik buatmu sayang."

"Gomawo eomma." Chanyeol mencium kecil punggung tangan ibunya.

Pada akhirnya, mereka sepakat untuk datang ke tempat acara dan mengutarakan maksud mereka.

.

.

.

Chanyeol duduk di samping Baekhyun. Setelah hampir lima belas menit dia berdiri memohon di depan pintu kamar yang digunakan gadis itu untuk menunggu.

Baekhyun terlihat cantik dengan gaun putih tulangnya. Gaun itu model kemben, yang memerkan dada dan punggungnya. Rambut pirangnya di kepang sebagian, lalu ada hiasan mutiara di atas rambut yang sudah di curly itu.

Hanya saja, riasan wajahnya terlihat cukup berantakan.

Siapa pun yang melihat itu, pasti miris. Entah sejak kapan gadis itu meneteskan airmatanya, hingga saat ini yang tersisa dari semua itu, hanyalah isakan kecilnya.

Chanyeol baru saja mengutarakan maksud kedatangannya.

Dan tak jauh beda dengan reaksi kedua orangtuanya tadi, juga kedua orangtua Baekhyun dan kakaknya. Baekhyun juga terkejut dengan apa yang di katakan Chanyeol.

Apa? Dan kenapa pria itu datang padanya dengan maksud seperti itu?

"Anda tak perlu merasa kasihan pada saya. Saya baik-baik saja dengan semua cobaan ini. Saya hanya butuh waktu untuk memikirkan apa yang akan saya lakukan nantinya." Baekhyun berujar dengan nada datar.

Chanyeol mendesah pelan, dia tahu jawaban ini akan di terimanya. Dan dia sudah memikirkan jawaban apa yang akan diberikan untuk gadis yang sejak pertama pertemuan mereka, berhasil membuatnya tak melupakan wajah cantik itu.

"Saya pernah merasakan apa yang anda saat ini. Saya pernah berada di posisi anda. Ditinggalkan begitu saja tanpa penjelasan apapun. Apa yang saya lakukan setelah itu? Saya sempat ingin mengakhiri hidup saya sendiri."

Baekhyun menatap Chanyeol dengan matanya yang terus memproduksi air itu.

"Tapi kemudian saya sadar, bahwa apa yang lepas dari kita, Tuhan pasti menggantinya dengan yang jauh lebih baik. Saya tidak mengatakan saya orang yang baik, hanya saja biarkan saya membantu anda menghapus luka di hati anda."

"Apa alasan anda melakukan hal ini? Kita bukan teman yang cukup dekat, kita juga bukan sahabat atau apapun itu. Sejak saya mendengar pernyataan anda, saya terus berpikir bahwa yang anda lakukan hanyalah sebagai bentuk rasa kasihan anda pada saya."

Chanyeol tersenyum kecil. Bukan karena kasihan Chanyeol melakukan hal ini, yang dia lakukan adalah sebagai sebuah bentuk tanggungjawab yang dia ambil dari seseorang yang sudah meninggalkan gadis di sampingnya itu begitu saja.

Pria tak bertanggungjawab itu adalah temannya dan dengan sadis meninggalkan gadis itu padahal acara pernikahan keduanya akan berlangsung setengah jam dari sekarang.

Katakan dia bodoh, kenapa mau melakukan hal itu, padahal kalau dia ingin, dia bisa saja mengacuhkan kejadian ini. Tapi tidak bisa, dia sudah memikirkan hal ini dan hanya ini jawaban yang dia dapat.

Calon suami Baekhyun, dia mengenalnya. Bisa dikatakan cukup dekat karena mereka berada di tim yang sama untuk olah raga baseball.

Dan alasan pria brengsek itu meninggalkan Baekhyun begitu saja, dia juga tahu.

Chanyeol merasa tindakannya sudah benar. Dia hanya ingin membantu, bukan karena kasihan, tapi karena tanggungjawabnya sebagai seorang laki-laki.

Pantaskah seorang laki-laki di sebut bertanggungjawab kalau untuk janji yang sudah dia ucapkan saja dia tak bisa menepatinya. Dan sekali lagi, laki-laki tak bertanggung jawab itu adalah temannya sendiri.

Laki-laki itu pernah mengatakan padanya bahwa dia mencintai gadis di sampingnya itu. Laki-laki itu pernah dengan bangga memamerkan keputusannya untuk menikahi kekasihnya ini, tapi kenyataannya sekarang, laki-laki justru pergi karena dia lebih mencintai sosok lain. Di sebut apa laki-laki seperti itu, kalau bukan laki-laki BRENGSEK!

"Kalau hanya sekedar kasihan, mungkin sudah dari jauh hari saya menikahi orang lain. Karena yang pernah mengalami hal ini, bukan cuma anda, Baekhyun-ssi." Ujar Chanyeol yang dihadiahi Baekhyun dengan tatapan tak menyenangkan.

Saat ini, dia tak mungkin mengatakan alasan laki-laki itu meninggalkan Baekhyun, karena itu sama halnya dia memancing di air keruh. Keadaan Baekhyun tak akan jauh lebih baik kalau dia berkata jujur untuk masalah ini. Jadi untuk saat ini, cukup dia dan keluarganya saja yang tahu.

"Kenapa saya?" tanya Baekhyun menuntut.

"Karena saya mengenal anda." Jawab Chanyeol sekenanya.

"Hanya karena itu?"

"Kalau saya mengatakan yang sejujurnya, jangan anggap saya sebagai pria kurang ajar."

Baekhyun mengerutkan keningnya.

"Saat pertama kali bertemu anda, ada satu sisi hati saya yang ikut pergi bersama anda ketika anda meninggalkan tempat pertama kita bertemu."

Baekhyun menatap Chanyeol tak percaya.

"Saya cukup tahu diri untuk tak mengatakan hal itu pada siapapun, karena saat itu anda sedang menjadi milik orang lain. Saya memilih diam dan menikmati perasaan ini sendirian. Dan sekarang, saat saya memiliki kesempatan untuk lebih dekat dengan anda, haruskah saya menyia-nyiakannya?"

Baekhyun menatap lama Chanyeol, satu sisi hatinya, tergerak untuk mengiyakan ajakan Chanyeol, tapi satu sisi hatinya yang lain masih tersisa ketakutan, kalau suatu saat dia akan ditinggalkan begitu saja tanpa sebab.

"Saya tak bisa berjanji akan membawa anda keliling dunia atau apapun itu. Yang bisa saya katakan, mari berbahagia bersama-sama."

"Kalau saya tidak mau?"

"Saya tidak memaksa anda menjawab iya. Kalau anda menolak, ijinkan saya tetap di samping anda, menguatkan anda dan mencintai anda."

Baekhyun kembali menjatuhkan airmatanya. Hatinya begitu terharu mendengar jawaban Chanyeol.

Pria ini, yang hanya ditemuinya sekali, dengan nyali besarnya datang demi dia yang sudah ditinggalkan begitu saja oleh seorang laki-laki yang pernah berjanji padanya untuk tetap setia sampai maut memisahkan mereka.

Pria ini, dengan sikap tegasnya meminta ijin padanya untuk mencintainya.

Pria ini, berhadapan langsung dengan kedua orangtuanya untuk menyampaikan maksud kedatangannya.

Benarkah pria ini nyata? Tidakkah yang seperti ini biasanya malaikat?

"Ya. Saya bersedia." Jawab Baekhyun pada akhirnya.

Chanyeol tersenyum lebar.

Berhasil! Usahanya meyakinkan Baekhyun berhasil.

.

.

.

Chanyeol berdiri di depan altar, di sebelah kanannya, duduk kedua orangtuanya dan adiknya. Di sebelah kirinya, duduk ibu dan kakak Baekhyun.

Untuk tamu undangan yang lain, Chanyeol tak begitu mengenal mereka, kecuali beberapa pria yang berdiri di pojokan yang adalah teman-temannya di klub baseball.

Tak berapa lama, pintu gereja terbuka. Baekhyun dan ayahnya berdiri di ambang pintu sebentar, untuk kemudian melangkah pelan, mengikuti dua gadis kecil yang menaburkan bunga di sepanjang jalan yang akan di lalui Baekhyun.

"Saya tidak minta banyak, tapi untuk dua jam ke depan, bisakah saya melihat senyum anda?"

Baekhyun mengabulkan permintaan Chanyeol. Sepanjang jalan yang dilaluinya hingga sampai di hadapan pria itu, dia mengembangkan senyumnya, meski tipis nyaris tak kentara.

"Aku titipkan dia padamu. Sayangi dan cintai dia, sebesar yang kau bisa."

Chanyeol menerima tangan kiri Baekhyun, kemudian berujar lirih membalas ayah Baekhyun.

"Yang saya katakan pada anda tadi, bukan hanya sekedar janji manis saya untuk mendapatkan putri anda. Yang saya katakan tadi akan saya pertanggungjawabkan sampai maut memisahkan kami."

Ayah Baekhyun, yang tak pernah menunjukkan airmatanya kepada siapapun kecuali istrinya, kini menangis dihadapan Chanyeol. Pria paruh baya itu merangkul Chanyeol dengan penuh haru.

"Aku percayakan dia padamu. Aku percayakan dia padamu. Putri kesayanganku." Ayah Baekhyun menepuk punggung Chanyeol, lalu melepaskannya beberapa detik kemudian.

Tak hanya ayah Baekhyun, ibu Baekhyun juga ikut menangis menyaksikan kejadian itu. Dia tak menyangka, Tuhan mengirimkan seseorang untuk menutup perlahan luka hati mereka.

"Bisa kita mulai!" tanya pastur yang akan menikahkan pasangan itu.

Jawaban 'Iya' terdengar di penjuru gereja.

"Bisakah kalian maju dan menempatkan kedua tangan kalian disini?" pastur itu menunjuk sebuah meja.

Chanyeol menggandeng Baekhyun untuk sedikit melangkah maju. Lalu duduk dengan bertumpu pada lutut dan meletakan kedua tangan mereka diatas meja kecil. Baik Chanyeol maupun Baekhyun, mengaitkan kedua tangan mereka masing-masing.

"Apa yang disatukan oleh Tuhan, maka Tuhan pula yang akan memisahkannya."

"Park Chanyeol! Bersediakah kau menjadi suami dari Byun Baekhyun? Yang akan menemaninya di saat susah ataupun senang, sehat ataupun sakit, kaya ataupun miskin, bahagia ataupun sedih?"

Chanyeol menatap Baekhyun sesaat. Lalu menatap pastur itu dengan jawaban pasti.

"Nde. Saya bersedia."

"Byun Baekhyun! Bersediakah kau menjadi istri dari Park Chanyeol? Yang menemaninya di saat susah ataupun senang, sehat ataupun sakit, kaya ataupun miskin, bahagia ataupun sedih?"

Baekhyun menatap Chanyeol. Cukup lama, dia ingin kembali meyakinkan hatinya bahwa pilihannya menerima ajakan Chanyeol tidaklah salah.

"Nona Byun?"

Chanyeol tersenyum tampan pada Baekhyun dan pada saat itulah, Baekhyun merasakan jantungnya berdesir. Gadis itu kemudian menatap si Pastur yang menunggu jawabannya.

"Nde. Saya bersedia."

"Semoga Tuhan memberkati kalian dan kebahagian selalu hadir di rumah tangga kalian. Mulai hari ini hingga maut memisahkan kalian, kalian adalah pasangan suami istri. Yang akan berbagi banyak hal bersama-sama. Jangan menyelesaikan setiap persoalan rumah tangga dengan kekerasan, jangan biarkan setiap persoalan yang kalian hadapi bersama tidak selesai sebelum kalian pergi tidur."

Chanyeol mengangguk mengerti.

"Berdiri 'lah. Kalian boleh menyematkan cincin di jari pasangan kalian!"

Chanyeol berdiri lebih dulu, lalu menarik pelan Baekhyun hingga gadis itu juga ikut berdiri sejajar dengannya. Kini mereka saling berhadapan.

Tak berapa lama, adik Chanyeol datang menghampiri mereka dengan membawa kotak perhiasan. Dengan senyumnya yang manis, Yeri membuka kotak itu.

Baekhyun cukup dibuat terkejut dengan isi dari kotak itu, yang tentu saja tak lazim ada untuk upacara pemberkatan seperti ini.

Benar! Chanyeol tak hanya memberi sebuah cincin untuk Baekhyun, pria itu juga menghadiahi Baekhyun sebuah kalung dan gelang kaki.

Chanyeol tersenyum kecil, dia melepas kalung yang melingkari leher Baekhyun, kemudian menggantinya dengan kalung yang dia beli tadi sebelum berangkat ke tempat ini. Bentuknya memang cukup sederhana. Dengan liontin berbentuk bintang, kalung itu kini tampak indah menghiasi leher Baekhyun.

"Aku tak butuh banyak cahaya untuk melihatmu, karena justru dalam gelaplah, kita bisa menikmati cahaya bintang."

Baekhyun meraba lehernya, menarik sedikit liontin kalungnya, berbentuk Bintang, lalu dia menatap Chanyeol.

Tak berhenti disitu, Chanyeol kemudian mengambil gelang kaki dari kota perhiasan itu, kemudian berjongkok di hadapan Baekhyun.

Dengan sedikit menyibak gaun bawah Baekhyun, Chanyeol memasang gelang kaki itu.

"Dalam setiap langkahmu, aku ingin kau selalu ingat, ada aku, tempatmu untuk kembali pulang."

Baekhyun, gadis itu menatap Chanyeol dengan mata berairnya.

Chanyeol berdiri dari tempatnya, kemudian menghapus airmata Baekhyun.

"Bukankah aku memintamu untuk tersenyum?"

Baekhyun mengangguk dan tersenyum tipis.

Chanyeol kemudian mengambil cincin dan menyematkannya di jari manis Baekhyun.

Bentuknya tak semewah cincin yang disiapkan Baekhyun dengan mantan calon suaminya, namun entah karena apa, Baekhyun menyukainya design uniknya. Cincin itu berbentuk seperti mahkota.

"You're my Queen."

.

.

.

Chanyeol duduk di hadapan kedua orang tuanya dan orang tua Baekhyun, juga dihadapan kakak kandung dan kakak ipar Baekhyun.

Dia mengumpulkan mereka di tempat ini, karena ada yang ingin dia sampaikan ke mereka.

Baekhyun tidak tahu hal ini, gadis itu sudah jatuh terlelap setelah acara pesta usai.

"Maaf kalau sekali lagi saya menganggu. Ada yang benar-benar harus saya sampaikan disini."

"Katakan saja, apa itu?" balas kakak ipar Baekhyun.

"Pernikahan ini, bukan didasari perasaan suka sama suka, di sini saya yang mencintai Baekhyun, tapi tidak dengan dia. Saya ingin menekankan, tolong hormati apapun yang kami putuskan. Mungkin setelah kami pindah ke apartemen, saya dan dia akan tidur terpisah."

Chanyeol berhenti sejenak, menunggu reaksi enam pasang mata yang menatapnya.

Satu detik.

Dua detik.

Hingga lima menit kemudian, tak ada yang berkomentar. Akhirnya Chanyeol melanjutkan ucapannya.

"Jadi dalam waktu dekat ini, jangan berharap kami akan memberikan cucu."

Sooyoung tak bisa menyembunyikan senyumannya. Adik iparnya ini, bahkan untuk masalah seperti ini pun harus dibahas bersama-sama.

"Ini harus dibahas juga Chanyeol-ssi?" tanya Sooyoung.

Chanyeol mengangguk.

"Harus. Karena saya tak ingin ada salah paham nantinya. Satu pihak berpikir ini, satu pihak berpikir itu dan pada akhirnya saling menyalahkan satu sama lain."

"Kami mengerti. Kau bisa melanjutkan!" ujar Ayah Chanyeol.

"Setiap masalah yang kami hadapi, saya akan berusaha menyelesaikannya sendiri. Jadi tolong percaya pada saya bahwa saya bisa membimbing dia untuk lebih baik ke depannya. Percaya pada saya, bahwa saya bisa menjaganya dengan baik."

Ayah Baekhyun mengangguk mengerti.

"Satu pesan appa, jangan memukulnya ketika dia melakukan kesalahan, apapun itu. Karena harga diri seorang pria justru akan jatuh saat dia berani memukul wanita."

"Saya bukan pengecut yang akan melakukan hal serendah itu abeonim. Saya dibesarkan dan diajari untuk menghargai makhluk yang bernama wanita." Jawab tegas Chanyeol.

Choi Siwon, suami dari Sooyoung, melangkah mendekati Chanyeol, kemudian menepuk pelan pundak iparnya itu.

"Kau lebih muda dariku Chanyeol-ah. Tapi pemikiranmu, kau jauh terlihat jauh lebih matang."

"Saya anggap ini pujian. Gomawo hyung."

Chanyeol menatap Siwon penuh rasa terimakasih.

"Istirahat 'lah sayang. Kau pasti lelah." Ujar ibu Chanyeol penuh perhatian.

"Nde. Gomawo appa, eomma, abeonim, eommonie. Gomawo sudah mempercayakan dia pada saya. Saya permisi."

Chanyeol meninggalkan ruangan itu.

Sepeninggal Chanyeol, ibu Baekhyun mendekati ibu Chanyeol, kemudian memeluk wanita yang usianya lebih muda darinya itu.

"Terimakasih untuk semuanya, terimakasih sudah melahirkan putra seperti Chanyeol, yang kebaikannya tak bisa kami balas dengan apapun. Terimakasih."

"Eonni! Jangan berkata seolah-olah Chanyeol tak pernah melakukan kesalahan apapun. Dia manusia biasa eonni, yang bisa berbuat salah juga. Bagaimana kalau kita bersama-sama melihat dia memimpin rumah tangganya. Tegur dia kalau memang dia salah, karena saat ini, dia juga sudah menjadi anak eonni."

Ibu Baekhyun tersenyum.

"Sama halnya dengan Baekhyun, tegur dia kalau memang dia salah, karena dia juga adalah putri anda."

"Jangan bicara seformal ini eonni. Bukankah kita keluarga?"

Keenam orang itu tertawa bersamaan.

Keluarga!

Ya, dua keluarga itu kini menjadi satu dalam ikatan yang jauh lebih kuat sekarang.

Mendung duka itu, kini perlahan bergeser berganti dengan harapan yang baru.

.

.

.

TBC

Or

END

.

.

.

Note : Fic baru dan semoga membawa kalian semua menikmati jalannya cerita ini.

HappyChanBaekDay 3

.

.

.

^_^ Lord Joongie ^_^