"Tou-sama! Kaa-sama!"

Tangan mungilnya yang berlumuran darah terus menggoyang-goyang tubuh sekarat kedua orangtuanya. Air mata terus bercucuran diwajahnya yang kini penuh luka. Anak kecil itu merasakan sakit diseluruh tubuhnya, tetapi ia hiraukan. Dengan sisa kekuatannya yang tidak seberapa, ia tetap mencoba membangunkan kembali kedua orangtuanya.

"Tou-sama,..Kaa-sama, jangan tinggalkan aku! Kumohon bertahanlah!" ujarnya sambil terisak.

"Anakku.."

Matanya yang sudah sembab terkesiap mendengar suara lemah dari ibunya, dengan segera ia memegang erat telapak tangan ibunya – yang mulai mendingin – disamping pipi kanannya, "K-Kaa-sama, a-aku akan mencari bantuan! Kumohon bertahanlah !"

Wanita tersebut tersenyum getir, "T-tidak perlu s-sayang, ibu akan segera menuju tempat ayahmu berada."

"T-tidak! Tidak boleh! Jangan membuatku takut, Kaa-sama!" pekik anak kecil itu sambil menggelengkan kepalanya. Sungguh ia sangat takut. Takut sekali.

"Anakku.. dengarkan ibu,.. kau h-harus menjadi a-anak yang kuat. Kau h-harus berani menghadapi s-segala yang s-sebentar lagi akan mendatangimu. Ayah dan Ibu yakin,.. kau dan kakakmu b-bisa menjalaninya.."

"Kaa-sama.."

"J-jangan menangis.. hati ibu sakit m-melihatnya, dan ibu mohon a-agar kau tidak d-dendam akan kejadian i-ini.. berjanjilah anakku." Kian lama, suara wanita itu semakin melemah.

"Aku berjanji! Aku berjanji Kaa-sama!"

"Dan…. "

Wanita tersebut tersenyum sekali lagi. Untuk terakhir kalinya.

"Kaa-sama… Kaa-sama… KAA-SAMA!"

0-0-0

"KAA-SAMA!"

Matanya berpedar menatap sekeliling. Ia remas pelan kaus tidur yang ia pakai, dapat ia rasakan debaran yang tidak biasa. Napasnya mulai terkendali, walau masih tercipta rasa sesak didalam dadanya.

"Ck! Mimpi itu lagi!" umpatnya pelan.

Matanya menggerling kearah jam digital yang berada di nakas ,samping tempat tidurnya. Pukul dua pagi, batinnya.

Ia pun bangkit dari tempat tidurnya. Kepalanya sedikit sakit dan tubuhnya basah akibat keringat dingin yang menjalari tubuhnya. Sesekali helaan napas keluar dari bibirnya yang terasa kering.

DRRT…DRRT

"Halo?"

/Akhirnya diangkat juga .. Ah, kenapa suaramu lemas seperti itu?/

"Aku mimpi buruk. Lalu, ada apa kau menelponku sepagi ini?"

/A-ah, baiklah. Ehem! Ketua ingin kau menghadapnya hari ini. Pukul tujuh pagi./

"Haah? Aku sudah bilang bahwa aku menerima hukumanku, apalagi yang ia sampaikan?!"

/Tenang dulu kawan.. Ketua hanya menyampaikan beberapa hal yang tadi terlewat saja./

"Terlewat? Apa maksudmu?"

/Hm.. ya.. begitu ada sedikit info yang kau tinggalkan.. jadi ya ../

"Bicara yang jelas Obito! Kau ingin kubunuh?"

/Hiii… maafkan aku! Tapi aku benar-benar tidak bisa memberitahumu sekarang, kau harus datang menemuinya jika ingin tahu./

"Ck! Kuso! Baiklah, aku datang. Tapi, jika informasi tersebut tidaklah penting.. kuharap esok kau menyiapkan jawaban yang bagus, Obito."

/B-baiklah.. /

PIP

"Haah… aku lelah." ujarnya sambil beranjak dari tempat tidur menuju balkon apartemennya, tangan lentiknya menyentuh pelan permukaan kaca yang sedikit berembun, "Kuharap hari ini berjalan dengan baik."

0-0-0

"Jadi, apa yang ingin Ketua sampaikan padaku ?"

Seorang pria paruh baya menatapnya lekat, sesekali rokok ia hisap dan dihembuskan kembali. Kapten Hiruzen bangkit dari kursi yang ia duduki dan berjalan membelakangin seorang gadis berseragam.

"Apa kau sudah siap dengan misi hukumanmu, Naruto?" suara tegas nan wibawa khas Kapten Hiruzen menyadarkan lamunan Naruto – gadis berseragam – . Naruto menjilat pelan bibirnya yang terasa kering.

"Saya, Namikaze Naruto, siap menjalankan dengan sepenuh hati." ujar Naruto, tenang dan tegas.

Hiruzen tersenyum samar, ia akui sedikit menyesal mengeluarkan sementara Naruto dari misi tengah jalaninya. Namun, ia bisa apa bila Jendral meminta agar Naruto dihukum sementara akibat kecerobohannya melanggar satu peraturan yang telah ditetapkan?

"Naruto, ada satu hal yang ingin kusampaikan padamu tentang misi ini." ujar Kapten Hiruzen, masih membelakanginnya,

Naruto masih terdiam tidak menjawab, menunggu kelanjutan ucapan dari Kapten yang telah ia anggap sebagai kakeknya sendiri. Hiruzen berbalik menuju meja kerjanya, dan menarik laci paling atas seraya mengeluarkan sebuah amplop coklat berukuran panjang.

"Ini. Adalah data dari anak-anak kelas yang akan kau tempati sampai masa hukumanmu habis. Ku yakin kau sudah tahu apa misimu, namun … kuberikan kau kebebasan untuk masih tetap mengikuti misimu yang tertinggal," ujar Hiruzen panjang lebar.

Manik biru Naruto melebar, "Maksud kapten, saya .. masih berada dalam misi itu ?" ujar Naruto, ada rasa puas yang kentara diperkataannya.

"Tapi sebagai anggota pasif, kau tidak diperkenan untuk terjun langsung kelapangan ataupun mencampuri secara langsung." Balas Hiruzen tajam.

Naruto meneguk pelan, "Saya mengerti,"

"Baiklah. Kuperingatkan bahwa ini adalah misi privasi, keluarga itu memiliki anak yang usianya sepantaran denganmu. Kau hanya perlu menjaga keluarga itu dari ancaman. Dengan waktu luang yang tersisa, kau bisa membantu mencari data-data berkaitan dengan misi."

"Tapi bukankah akan berbahaya bila aku membuka melalui jaringan rumah? Mereka juga akan terkena dampaknya, Kapten."

Hiruzen tersenyum disela-sela merokoknya, "Maka dari itu kau akan memiliki partner, setidaknya pergerakkanmu tidak akan terlalu mencolok."

"Partner?" beo Naruto.

"Kau akan tahu setelah ini."

0-0-0

-KEESOKAN HARI_-

"Namaku Uzumaki Naruto desu. Berasal dari Uzugakure. Mohon kerjasamanya." ujar Naruto didepan kelas 2-B. Kelas yang akan ia tempat selama masa hukuman.

Mata birunya mengelilingi seluruh penjuru kelas. Beberapa wajah anak yang sama dengan data yang diberikan oleh Kapten Hiruzen muncul dibenaknya.

'Hmm.. mari kita kenali satu persatu' batin Naruto sambil mendengarkan Kurenai-sensei menenangkan seisi kelas yang heboh. Tentunya karena kedatangannya.

"Baiklah. Uzumaki-san, silahkan duduk disamping Yamanaka." ujar Kurenai-sensei.

"Baik, sensei." ujar pelan Naruto sambil berjalan menuju mejanya.

'Yamanaka Ino. 17 tahun, keluarga yang memiliki toko bunga didekat perempatan Shibuya. Meskipun begitu, ia mewarisi perusahaan kecantikan milik ibunya. Memiliki seorang pacar bernama Shimura Sai. Teman dekat dari Haruno Sakura.'

Data tentang Yamanaka Ino langsung begitu muncul dalam pikirannya. Sekilas diperhatikan, Ino merupakan anak yang popular namun sedikit posesif. Terbukti dari pakaiannya yang menentang peraturan sekolah dan foto pacarnya yang ia jadikan sebagai ganti kunci ditempat pensil. Oh, anak muda zaman sekarang.

'Hm.. tampaknya anak ini akan berguna mengenai informasi disekolah. Hanya sedikit permainan, ia pasti akan terperangkap.' batin Naruto, tersenyum berbahaya.

Well, ini bukanlah keinginan dia. Bagaimanapun juga, ia harus menyelesaikan misi-hukuman-menyebalkan ini dengan baik. Ia telah bersumpah akan membuat Jendral segera memintanya untuk kembali. Secepatnya dan itu pasti.

"Baiklah, karena waktu telah habis. Ibu harap kalian tetap semangat belajar dan segera berteman dengan Uzumaki-san ya. Sampai jumpa." pamit Kurenai-sensei.

Naruto hanya menggerling mendengar ucapan Kurenai-sensei. Hei! Dia tidak butuh seorang teman disini karena disini bukan kemauannya. Setelah Kurenai-sensei keluar, seseorang melemparkan sepotong penghapus kearah Naruto.

"Ups, sowry, tanganku meleset." ujar seorang gadis berpakaian cukup seksi dengan model rambut ponytail, Yamanaka Ino, dengan senyuman meremehkan.

Naruto menatap dalam kemudian tersenyum manis, "Kurasa yang meleset itu lidahmu, Yamanaka-san."

Semua anak dikelas menatap cemas pada Naruto, bagaimana bisa ia begitu berani pada Yamanaka? Seharusnya sekali lihat saja tahu bahwa Ino adalah salahsatu murid yang sering membully siswi lainnya.

Ino tertawa keras, ia sungguh merasa terhibur. Gadis disampingnya ini pastilah anak yang bodoh. Berani sekali ia membalas ucapanku, batin Ino kesal.

Ino pun segera bangkit dari bangkunya dan mulai mendekat kearah Naruto. Tangan terawatnya mengelus lembut ujung kepala hingga pipi Naruto, memberikan efek merinding namun tidak berlaku untuk seorang Naruto. Ia terlalu sering mendapat ancaman hingga sampai tahap kebal. Ketika tangan Ino sampai didagu Naruto, dengan kasar ia menarik.

"Hei anak baru, kalau berbicara harus sopan ne. Kali ini kumaafkan, tapi untuk kedua kalinya jangan harap." ujar Ino dengan pongah.

Naruto menatap mata azure Ino dengan dingin. Seumur hidupnya baru kali ini ia mendapatkan ancaman yang begitu memuakkan. Saking memuakkannya, ia ingin menertawai dan berganti mengancam gadis itu dengan mainannya. Naruto yakin 100 persen bahwa gadis itu akan mati berdiri.

"Hei! Kalau ditanya jawab dong! Kau tuli?"

"Sudahlah Ino, untuk apa kau capai-capai meladeninya ?" ujar seorang pemuda dengan tattoo dikedua pipinya.

"Cih! Ini tidak ada urusannya dengan kau, Kiba!" balas sengit Ino sambil melepas kasar cengkraman dagu pada Naruto.

'Inuzuka Kiba. Pecinta anjing tetapi juga playboy kelas atas. Termasuk anak high class sayangnya tidak begitu diakui oleh gadis Yamanaka ini.' batin Naruto, sesekali ia mengelus pelan dagunya yang terasa sakit.

"Kau membuat ia takut, Ino-chan. Lagipula ia anak baru." ujar Kiba dengan santainya.

'Hah! Siapa pula yang takut? Bodoh.' umpat Naruto dalam hati.

Ino tersenyum miring, "Khe! Jangan-jangan kau mengincar anak baru ini juga Inu-Kiba? Seleramu benar-benar aneh dan jangan pernah memanggilku dengan sebutan bodoh itu jika masih ingin hidup."

Kiba meringgis pelan, "Hm bagaimana ya? Dia manis dan menggairahkan." ujar Kiba, santai namun Naruto tahu didalamnya ada unsur menghina.

Naruto langsung berdiri dari bangkunya. Ia sudah tidak tahan berada disekeliling anak-anak berandalan yang tidak memiliki norma aturan ini. Hell! Bagaimana bisa Jendral memasukan ia bersama anak-anak bau kencur ini?!

"Wowow… anak baru tadi baru saja melewatiku tanpa permisi. Keren!" ujar Kiba dengan wajahnya pura-pura terkejut.

"Lihatkan? Anak ayam itu benar-benar kurang ajar." sungut Ino.

"Kiba! Ino! Bisakah kalian untuk tidak melakukan hal yang kurang ajar?" ujar tegas pemuda berambut panjang, Hyuuga Neji.

"Hahaha… Yaampun Neji, tidak perlu serius begitulah. Kayak kau tidak pernah melakukan hal kurang ajar saja. Ya kan Sakura?" sindir Ino.

"Ketua kelas kita begitu menakutkan ya?" ujar Kiba sambil berlalu.

"Sudahlah Neji, sudah sifat Ino seperti itu." balas seorang gadis berambut merah jambu, Haruno Sakura, dengan malasnya.

"Dan kau akan membiarkannya, Sakura?" tanya retoris – bagi Sakura – Neji.

"Hmm~" gumam tak jelas dari Sakuralah yang Neji dapatkan.

"Ck! Brengsek!" umpat Neji seraya keluar dari tempat ia duduk.

"Sakura~ kau melukai hatinya lagi." goda Ino.

"Memang ku peduli?" balas Sakura sambil membalikkan badannya, "Ah , Sas – Eh?! Sasuke-kun?"

"Hahaha kau ditinggalkannya lagi Sakura," Ino tertawa begitu senang ketika melihat wajah kesal Sakura. Well, inilah akibat dari pertunangan yang dipaksakan. Salahsatunya pasti akan yang tersakiti dan itu dialami oleh Sakura.

0-0-0

Naruto menatap langit yang begitu jernih pada siang hari ini, tangannya menggapai-gapai seolah ingin menggenggam.

"Ini hari pertamaku. Tetapi, aku sudah bolos dengan pergi ke atap." ucap lirih Naruto.

Ia penjamkan matanya sebentar untuk merileksnya urat-uratnya yang tegang tadi. Angin musim panas mulai ia rasakan, dan kali ini ia bersyukur bisa menikmati 'waktu damai'nya ini. Jarang-jarang loh ia bisa tiduran santai dibawah sinar matahari seperti ini. Hidupnya penuh dengan misi yang tak jarang nyawa ia pun pertaruhkan.

"Oi, dobe. Bangun."

Riak wajah Naruto menujukkan ketidaknyamanan. Dengan enggan, ia buka perlahan kelopak matanya yang tadi terpenjam. Sesosok wajahnya putih pucat dengan wajah datar menatap langsung ke dalam netra biru lautnya.

"Cepat minggir dari tempatku."

"Kalau aku tidak mau?" balas Naruto, sama datarnya dengan orang yang tadi seenak jidat lebarnya memanggil Naruto dengan sebutan 'dobe'.

Sosok itu menatap dingin Naruto dan tanpa diduga ia langsung mengangkat tubuh Naruto dan menghempaskannya dengan kasar ke lantai atap.

"Teme! Kau tidak punya manner dalam bersikap ya?!" semprot Naruto setelah bangkit.

"Kurasa tadi sudah kukatakan untuk segera pergi. – "

"Hah! Yang seperti itu kau sebut 'sudah kukatakan'?" potong Naruto. Fix banget, Naruto akan membalcklist anak ini dalam hidupnya.

"Jangan berani memotong ucapanku, usuratonkatchi!" ujar Sasuke. Dalam.

Naruto terdiam sejenak. Aura yang dikeluarkan anak ini bukanlah aura mengancam semata. Ia..benar-benar menakutkan.

'Inikah.. Uchiha Sasuke? Jangan bercanda! Usia seperti ia tidak mungkin memiliki aura seperti ini.' batin Naruto berusaha mengelak.

"Kembalilah ke kelas. Neji menunggumu." balas Sasuke sambil memposisikan dirinya untuk tiduran dari kursi yang sebelumnya dipakai tidur oleh Naruto.

"Neji ?" Naruto perlu berpura-pura tidak tahu agar tidak menimbulkan kejanggalan.

"Hyuuga." balas Sasuke pendek.

"Lalu kau sendiri ?"

Hening. Holy shit! Ini anak belum pernah dimakan revolver ya?

"Oi Teme! Aku bicara padamu bukan pada patung budha." ujar Naruto sengit.

Sasuke bangkit dari tidurannya dengan kepala sedikit menunduk, tidak terlihat jelas raut wajahnya kini. Dan dengan cepat, tangan Sasuke menarik kasar lengan Naruto hingga jatuh dalam dekapannya.

"Brengsek! Mau apa kau?!"

"Mau apa? Tentu mendisiplinkanmu, Uzumaki." ujar Sasuke dengan seringai tidak biasa – menurut Naruto - .

Wajah Sasuke semakin mendekat sampai-sampai Naruto sendiri dapat merasakan hembusan napasnya. Naruto yang merasa dirinya terjepit, berusaha mencari akal untuk melepaskan diri. Namun, semua itu sia-sia ketika Sasuke tertawa pelan dihadapannya.

"Khe, kau pikir aku akan menciummu dobe? Untuk apa kau mengulum dalam-dalam bibirmu?" ejek Sasuke sambil melepaskan diri dari Naruto.

Naruto segera membuat jarak diantara mereka, "Kau yang terburuk."

"Itu nama tengahku." balas Sasuke . Dengan tenang, ia mendekati Naruto dan kemudia membisikkan perkataan yang seumur hidup tidak akan pernah Naruto lupakan.

.

.

"Kau gadis yang menarik. Ku harap kau bisa menghiburku, Uzumaki-chan."

0-0-0

"Obito!"

"Ugh!" tangannya menggapai gelas terdekat darinya. Ketika telah sampai, dengan cepat ia habiskan seluruh isi minuman tersebut.

"Hei, bisakah kau datang tanpa rusuh? Kau benar-benar membuatku nyaris mati!" sembur Obito pada gadis didepannya.

"Ah tidak penting! Berikan satu porsi onigirimu padaku," ujar Naruto seraya menghempaskan diri pada kursi didepan Obito.

"Cih, bilang saja lapar." gumam kesal Obito.

"Kau bilang sesuatu hm?"

"Tidak. T-tidak ada apa- apa." ujar cepat Obito seraya memberikan satu buah Onigiri isi.

"Jadi, bagaimana sekolahmu?" tanya Obito setelah kunyahan pertama Naruto.

"Buruk."

Obito menaikkan salahsatu alisnya," Apa kau sudah bertemu dengan Sasuke?"

Gerakan tangan Naruto terhenti, berganti menjadi tatapan penuh kemarahan, "Anak itu.. kau yakin itu adalah anak dari keluargamu? Uchiha? Hell, dia benar-benar membuatku kesal."

"Sasuke.. seperti itu sejak kematian ibunya." ujar Obito. Ia menatap pantulan dirinya didalam gelas yang ia pegang. Tatapan matanya seolah menerawang jauh.

"Jelaskan Obito."

"Eh?"

"Jelaskan maksud dan tujuan penempatan aku serta kau dalam misi ini. Semua yang kau ketahui." pinta Naruto dengan tegas.

0-0-0

Suasana tengah malam begitu hening. Disaat yang lain terlelap, Naruto masih terjaga dengan kacamata kesayangannya tengah membaca satu persatu kasus yang terjadi sepuluh tahun yang lalu. Kasus yang mengakibatkan kedua orangtuanya merenggang nyawa. Dengan cekatan pula ia membaca kasus yang terjadi setelah dua tahun dari kejadian kedua orangtuanya, kali ini korbannya ialah seorang istri dari pengusaha terkenal, Uchiha Mikoto. Ia tewas dalam bom bunuh diri di salahsatu pusat perbelanjaan yang masih satu induk dengan perusahaan sang suami. Entah apa yang terjadi, sejak saat itu putra bungsu mereka selalu dikejar. Dan itulah sebabnya, keluarga Uchiha meminta perlindungan. Ada dugaan, bahwa kasus keluarganya dengan keluarga Uchiha sama. Mereka sama-sama diburuh oleh seseorang yang ingin melenyapkanya.

Naruto mendorong mudur kursi sambil memijat pelan keningnya, ia menerawang jauh saat polisi tidak bisa menemukan hal yang cukup kuat dijadikan bukti pembunuhan. Ia benci. Ia benci saat ia tidak bisa memberikan kesaksian, ia benci mengapa saat itu ia masihlah usia anak-anak dimana pernyataan seorang anak kecil tidak begitu diperhatikan. Ia benci ketidakmampuannya saat itu.

Mata biru Naruto menangkap sebuah foto dalam pigura. Foto keluarganya. Foto dimana kebahagiaan serta senyum tulusnya belum terambil secara paksa.

"Namikaze Naruto itu… sudah mati. Yang ada hanyalah aku. Tunggu saja Tou-sama, Kaa-sama, .. aku akan membuat orang itu membayarkan semua perlakuannya."

0-0-0

"Obito, apakah hari ini kau akan ke Suna ?" tanya Naruto sambil menikmati sarapan buatan Obito.

"Sepertinya. Apa ada yang ingin kau cari?" balas Obito sambil mendudukan diri berhadapan dengan Naruto.

Naruto meraih tas sekolahnya dan mengeluarkan sebuah map, "Aku ingin kau menemui Temari. Ia anak kepolisian Suna."

Obito menerima map tersebut dengan penuh tanda tanya, "Lalu apa yang harus ku katakan?"

"Katakan bahwa aku menginginkan video bom yang menewaskan Uchiha Mikoto."

.

.

.

PARALYSIS

By. Reii Harumi

Disclaimer : Naruto milik Masashi-san desu

Pair : Sasufemnaru slight Nejifemnaru

Genre : Crime, Mistery, Romance, Hurt

Warn! GenderBender,Typo(s),DLDR Warn!

.

.

END / TBC ?

Hallo semuaaa! Ada yang kangen Rumi ga nih? Hihi maafkan aku ne, semua cerita untuk lanjutan fic lainnya terhapus huhu T.T

Sebagai gantinya, ini pengobat rasa sakit hatiku (dan mungkin kalian) aku membawakan fic ini~~ yg mau TBC boleh, end juga boleh ku hihi

Ditunggu ya responnya~ See U~~

Ohiya, bentar lagi Rumi akan masuk kuliah ne, doakan Rumi masuk pilihan pertama ya? Aamin!

Dan untuk semua yang sama seperti Rumi, Kudoakan sukses! Aamin!

Salam hangat,

Reii Harumi