PRODUK LOKAL 101; storyline by prkjmins 2017
[ WARNING: indonesia!au; lil'bit ooc; genderswitch for some character; bahasa santai alias non-baku; etc. ]
|| bab I : Antara Pak Kim & Bu Jung ||
.
.
Akhir-akhir ini, ada satu topik yang sedang banyak diperbincangkan oleh warga desa. Bukan tentang saluran got yang tersumbat, atau tentang takjil Masjid yang langsung ludes dalam lima menit karena diembat Seonho, bukan juga tentang Pak Youngmin yang baru saja dikirimi seekor Alpaca oleh saudaranya—oke yang ini bisa dibilang pengecualian—.
Dari semua peristiwa ajaib di desa ini, semua mata sedang tertuju pada RT 02—lebih tepatnya pada ketua RT-nya, yaitu Pak Kim Jaehwan beserta istri yang barusan dipinangnya sebulan sebelum Ramadhan, Jung Sewoon.
Langsung pada topik saja.
Kata pepatah, jodoh itu adalah cerminan dari diri sendiri, sebagian besar orang pun mengamininya. Namun sepertinya hal tersebut tidak mempan terhadap Pak Jaehwan dan Bu Sewoon. Mengapa? Why? Waeyo? Weishenme?
Singkat saja, Bu Sewoon itu baik hatinya asli, tapi kalau Pak Jaehwan baiknya masih sintetis. Ini bukan berarti Pak Jaehwan sebenarnya itu orang jahat ya. Pak Jaehwan itu sebenarnya baik, cuma ada sedikit bumbu-bumbu kurang mengenakkan saja.
Contohnya, waktu pengambilan suara kelompok ronda malam. Kebetulan tugas Pak Jaehwan di kantor tidak begitu banyak, jadi beliau bisa memimpin musyawarah yang biasanya digantikan oleh wakilnya. Mendengar kabar Pak Jaehwan bakal hadir di musyawarah kali ini, para bapak yang hobinya bolos dengan alasan ini-itu langsung siap jam tujuh bersih-bersih ruang musyarawah.
"Jadi siapa yang bersedia ikut ronda besok?" tanya Pak Jaehwan. Muka bapak-bapak yang duduk menghadap Pak Jaehwan langsung mengeras.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Tidak ada sahutan, tidak ada pula lengan yang terangkat. Pak Jaehwan geleng-geleng kepala, jadi hanya segini saja ya keaktifan warganya? Kalau boleh jujur, beliau sedikit kecewa.
"Kalau tidak ada yang mengajukan diri, saya bakal pilih sendiri. Pak Seungwoon, Pak Donghyun, Pak Donghan, dan Pak Seungwoo, anda sekalian saya tunjuk sebagai petugas ronda."
"Loh, Pak!"
Suara pekikan tak terduga terngiang di tengah ruangan tersebut. Semua mata tertuju pada Pak Seungwoo, pria yang tadi menyorakkan 'ketidak puasannya' secara tidak sengaja.
"Ada apa, Pak Seungwoo?"
"Um—begini, saya tidak bisa ikut ronda besok." Pak Seungwoo menelan ludah, berusaha sekeras mungkin untuk tidak terlihat sedang berbohong. Tapi ketahuilah bahwa Pak Ong Seungwoo itu manusia nista yang tidak pandai berbohong.
"Wah, kenapa, Pak?" tanya Pak Jaehwan.
"Anak saya sakit, sedangkan istri saya lagi di rumah ibunya. Nanti Woojin kasihan, Pak, ditinggal sendirian, dia masih polos nggak tau apa-apa." Pak Hyunbin yang berada di sebelah Pak Seungwoo diam-diam tertawa cekikikan di balik sarungnya.
"Lho? Woojin lagi sakit, Pak?"
"Iya."
Pak Seungwoo mengedipkan matanya, ini Pak Jaehwan lagi kemakan omongannya atau sedang pura-pura alim?
"Ya udah, besok saya panggilkan baby sitter buat Woojin, biar Bapak bisa ikut ronda."
Tuh, kan. Padahal Pak Jaehwan bermaksud baik, tapi jatuhnya malah memojokkan Pak Seungwoo:(
Lain lagi sama Bu Sewoon.
Aduh, bicara tentang Ibu Jung Sewoon ini ya, emang pada dasarnya dia berasal dari keluarga yang damai sentosa. Jadi disaat berbicara mau pun diam, bawaannya selalu adem ayem—makanya Pak Jaehwan cinta setengah mati sama Bu Sewoon.
"Assalamualaikum."
Waktu itu hari masih pagi, Pak Dongho kebetulan lagi ngelewatin RT 02. Udah lama tuh Pak Dongho nggak mampir, jadi para ibu yang biasanya langganan sayur—sebut saja Bu Minhyun, Bu Eunki, dan tambahan Jihoon si mahasiswi jomblo—langsung mengerubungi gerobak sayur Pak Dongho.
"Eh, Bu Sewoon, Waalaikumssalam! Mau belanja apa, Bu?" tanya Bu Minhyun, salamnya nggak kalah kalem—pantes aja masih ada yang naksir meskipun sudah bersuami. Bu Sewoon senyum sekilas, matanya mulai nyari bahan yang dibutuhkannya di gerobak sayur Pak Dongho.
"Mau beli jagung sama asam jawa buat sayur asem, Bu. Apa masih ada, Pak?"
"Oh, ada. Bentar saya carikan dulu, Bu."
"Pak Dongho, saya boleh bayar dulu? Ini belanjaan saya sudah lengkap," ujar Bu Minhyun sebelum Pak Dongho bergerak. Pak Dongho pun melihat sayuran yang diambil Bu Minhyun sambil menjumlah harganya di luar kepala.
"Bawang putihnya dua puluh ribu, jagungnya dua belas ribu, sama bayamnya tiga puluh ribu. Totalnya enam puluh dua ribu, Bu."
"Astagfirullah, Pak. Bapak untung banget, ya—"
"Hush, jangan bilang kaya gitu, Yang. Nggak enak sama Pak Dongho."
Kebetulan Pak Hyunbin lagi nemenin Bu Minhyun belanja, jadi begitu Pak Dongho nyebutin harga totalnya, Pak Hyunbin nggak terima soalnya menurutnya harga itu kemahalan untuk ukuran beli sayur.
"Lima puluh ribu, boleh nggak, Pak? Istri saya kan juga sudah langganan Bapak lama banget, masa nggak dikasih diskon." Pak Dongho senyum kecil, matanya yang sudah sipit jadi tambah nggak kelihatan:(
"Maaf. Pak. Itu harganya sudah pas, nanti saya kasih makan anak saya pake apa."
"Ya, pake sayurannya Bapak lah—"
Bu Minhyun buru-buru bekap mulut suaminya. Astaga, puasa-puasa gini mulutnya Pak Hyunbin bukannya tobat malah semakin tajam.
"Kamu kenapa sih, biasanya juga nggak pelit duit kok sekarang giliran beli sayur doang bawel," omel Bu Minhyun. Pak Hyunbin langsung kicep, dia nggak berani nyahut, takut ngebatalin puasa istrinya.
Bu Minhyun kemudian mengambil dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang pas untuk Pak Dongho. Setelah dia memberikan uangnya dan mengambil belanjaan sayur tadi, Bu Minhyun ngegandeng tangan suaminya lalu pergi ke rumah mereka. Bu Minhyun cepet-cepet, takut Pak Hyunbin makin ilfeel sama Pak Dongho yang nyatanya nggak salah apa-apa.
"Ini, Bu, jagung sama asam jawanya," kata Pak Dongho sambil mengeluarkan sayuran yang disebutnya tadi. Bu Sewoon merhatiin sebentar jagung dan asam jawanya, masih segar dan bagus. Pak Dongho memang juara.
"Saya beli jagungnya satu kilo, sama asam jawanya empat buah aja."
"Tiga puluh lima ribu, Bu."
"Astagfirullah, Tante," panggil Jihoon dengan nada pelan. Bu Sewoon kemudian noleh.
"Kenapa, Jihoon?"
"Itu mending Tante tawar deh, soalnya seingatku jagung cuma empat ribu per kilo. Kalau asam jawa enam ribu satu," bisik Jihoon. Sebenarnya Jihoon juga agak nggak enak bisik-bisik di depan Pak Dongho, tuh apalagi alisnya Pak Dongho mulai naik. Hi, ngeri.
Bu Sewoon cuma diam saja, dia merogoh tasnya dan mengambil dompetnya. Kagetnya lagi, Bu Sewoon langsung bayar tanpa tawar dulu seperti kata Jihoon. Si mahasiswi cantik itu pun kaget.
"Lho, Tante? Kok nggak ditawar?" tanya Jihoon.
Bu Sewoon menyunggingkan senyumnya, dunia berasa sejuk seketika.
"Nggak deh, Hoon. Ini bulan puasa, Tante nggak mau ngurangin rejeki orang."
Aduh, Jihoon jadi pengen nangis, merasa bersalah setelah dia ngomong kaya gitu tadi. Sedangkan Pak Dongho, pengen peluk cium Bu Sewoon tapi tidak bisa karena dia istri orang:"
.
.
"Assalamualaikum, Abi."
"Waalaikumssalam. Habis darimana, Bun?"
"Belanja sayur. Aku mau masak kesukaan kamu buat buka." Pak Jaehwan seketika menjatuhkan koran yang sedang dibacanya, beliau menatap istrinya bak melihat pemandangan menakjubkan(?).
"Kenapa kamu? Kok tumben? Katanya buka pake kurma terus—"
"Hari ini kan hari terakhir puasa, jadi aku pengen lihat kamu seneng pas buka."
"Lho, emang kapan aku nggak seneng pas buka?"
"Pas kamu lihat kurma, muka kamu langsung sepet." Pak Jaehwan menelan ludahnya. Langsung to the point sekali ya Bu Sewoon.
Memang sih, sejak pertama kali istrinya bilang kalau dia mau berbuka pakai teh dan kurma doang, Pak Jaehwan agak nggak setuju. Dari jaman beliau masih tinggal sama orang tua sampai sekarang, kurma adalah musuhnya Pak Jaehwan. Ya walaupun kurma itu makanan yang dianjurkan Rasulullah untuk berbuka, Pak Jaehwan tetap nggak suka. Bukan karena apa, mungkin lidahnya kurang cocok dengan rasa manis khas kurma. Tapi, demi membahagiakan Bu Sewoon, Pak Jaehwan akhirnya mau tak mau mengiyakan permintaan istrinya. Maklum, masih pengantin baru—masih anget, hehe.
"Kamu nggak ada jadwal ke kantor kan hari ini?" tanya Bu Sewoon disela menyiapkan bahan di dapur. Pak Jaehwan berdiri dari tempat duduknya lalu menghampiri Bu Sewoon sambil senyum-senyum sendiri.
"Kalau misalnya aku ada jadwal memangnya kenapa?"
Duh, Pak Jaehwan mulai kumat.
"Ya nggak papa, sih. Cuma tanya doang."
"Masa, sih. Bukan takut aku tinggalin terus nggak ada yang nemenin?" Bu Sewoon refleks menolehkan kepalanya, kayanya ada yang nggak beres nih.
"Apaan, sih kamu—eh."
Bu Sewoon kaget waktu Pak Jaehwan narik badannya terus dipeluk. Senyum Pak Jaehwan tambah lebar, semoga saja otot pipinya nggak sakit habis gini:)
"Tenang aja, Abi selalu di samping Bunda, kok. Nanti malam Abi usahain, biar Bunda nggak sendirian lagi kalo Abi tinggal—wadaw!"
Pak Jaehwan teriak kesakitan, pantatnya habis kena cubit sama Bu Sewoon;)
"Mending kamu ngamplopin uang buat THR besok daripada nyetanin aku. Bisa kan, Pak RT?"
Ya Allah, Pak Jaehwan mah sabar dibilang setan sama istri sendiri:")
.
.
Hari kemenangan yang ditunggu-tunggu pun tiba.
Setelah mengikuti sholat berjamaah di Masjid pagi tadi, Pak Jaehwan dan Bu Sewoon standby di rumah. Rumah mereka sengaja dibuka, biar anak-anak dan tetangga yang ingin bertamu bisa langsung masuk tanpa ketuk pintu dulu.
Pak Jaehwan nggak bisa berhenti senyum, hari ini beliau senang sekali melihat istrinya. Bu Sewoon kelihatan sangat cantik dengan gamis kuning pucatnya. Pak Jaehwan bawaannya jadi pengen cium mulu lihat istri—padahal tadi lima kali cium ada.
"Assalamualaikum, Pak Jaehwan!"
"Eh, tamunya udah dateng tuh, Bi. Kamu samperin dulu, aku masih nyiapin makanan."
"Oke."
Begitu Pak Jaehwan melangkah menuju pintu masuk rumahnya, sudah berantrian anak-anak kampung yang lucu di balik baju lebaran mereka, tentu saja didampingi dengan orang tuanya. Pak Jaehwan senyum kebapakan, aduh jadi nggak sabar punya momongan.
"Pak Jaehwan, minal'aidin wal-faizin!" ini yang bilang vacuum cleaner-nya takjil Masjid, Yoo Seonho.
"Minal'aidin wal-faizin, Pak! Ini Hyunmin yang pernah bantu Bapak bawa kursi, nanti THR-nya dobelin ya Pak, hehehe."
"Pak, tadi Muel ikut sholat berjamaah lho!"
Pak Jaehwan cuma manggut-manggut ngeladenin anak-anak yang mulai ngode minta THR-nya dibanyakin. Beliau kemudian menyuruh anak-anak tadi berbaris untuk memudahkannya membagikan amplop berisikan uang THR, sedangkan orang tua mereka beliau persilakan masuk terlebih dahulu.
"Makasih, Pak Jaehwan! Alhamdullilah, rejeki anak sholeh!"
"Sama-sama, Seonho. Puasa tahun depan ibadahnya semoga lebih baik lagi, ya—"
"—sama takjil Masjid jangan kamu habisin sendiri, kasihan yang belum buka nggak kebagian."
Seonho garuk-garuk kepala sambil ketawa kecil. Walaupun dia terkenal sebagai anak yang nggak punya malu, tapi sekarang di depan Pak Jaehwan, dia malu banget.
"Pak Jaehwan! Minal'aidin wal-faizin, ya, Pak! Maaf kalau Woojin sering narik-narik sarung Bapak, habis sarungnya Bapak imut kaya punya Papa," ujar Woojin di antrian selanjutnya. Dia pasang senyum polos, nggak kelihatan nakal-nakalnya. Nih anak memang mirip banget sama bapaknya, Pak Seungwoo—pinter nyembunyiin sifat asli.
"Iya, nggak papa. Habis gini, kalau kamu mau narik sarung orang, kamu tarik sarung Papa kamu sendiri, ya."
"Oke, siap, Pak!"
Seketika, di ruang tengah, terdengar suara bersin Pak Ong Seungwoo.
.
"Duh, ngagetin aja kamu, Yang."
"Maaf, hidung aku tiba-tiba gatel."
.
.
[ bonus ]
"Yang, maafin aku, ya."
Sekarang giliran Bu Sewoon yang senyum-senyum sendiri. Ngelihat Pak Jaehwan yang megang tangannya bikin jantungnya dag-dig-dug-ser.
"Emang kamu salah apa sama aku?"
"Maaf soalnya aku udah terlalu cinta sama kamu, hehehe."
AH, SA AE PAK JAEHWAN.
.
.
.
.
.
"Kalau misalnya aku nggak mau maafin kamu, gimana?"
Pak Jaehwan membelalakan matanya, kaget sama respon istrinya yang nggak seperti biasanya. Keduanya kemudian tertawa bersamaan, Pak Jaehwan yang sudah gemas sama Bu Sewoon langsung meluk seakan hidup cuma hari ini. Dicubitnya pelan hidung istrinya.
"Kalau kamu nggak mau maafin, hati-hati aja. Ntar aku tambah cinta sama kamu."
end of the chapter.
pojokers:
HQQQ GAQUQU AKU SAMA GOMBALANMU PAK JAEHWAN YANG TERHORMAT:"
gatau dapet ilham darimana bisa jadi fanfic seperti ini, terserah kalian mau bilang apa mwehehe. sempet gemes juga sih pak jaehwan sama bu sewoon panggilannya abi-bunda disaat lainnya cuma manggil sayang sama suami/istrinya hngg
btw ini series, jadi kalian bisa request couple yang kalian mau aku tulisin ceritanya di chapter selanjutnya. tapi jangan salahin aku kalau nanti jadinya molor, pfft .gk (aku usahain cepat, janjii)
p.s: semua masih sehat walafiat kan setelah individual cam keluar?
p.s.s: aku galo denger kabar hyunbin sama minki keeliminasi hngg;-;
p.s.s.s: ada yang berharap juga nggak sih kalau pd101 mending ber-35 daripada ikut eliminasi lagi?:"")
oke, sekian. jangan lupa tinggalkan jejak:)