Title: 95 TWINS LIFE AND LOVE

Cast: Taehyung, Jimin, Jungkook (figuran: Yoongi, Hoseok, Namjoon, Jin, beberapa idol lainnya) - #VMin (as twinnie) #VKook #JiKook FF

Lenght: Drabble Collection

Rating: 15+

Author: Tae-V [Line KTH_V95, Twitter KTH_V95]


Ini adalah cerita kumpulan drabble 95 Twins dimana Taehyung dan Jimin adalah seme yang kekanakan, sementara Jungkook adalah uke yang manly :)

.

STORY 7 - LAST STORY

Sebulan sudah berlalu sejak kecelakaan yang menimpa Taehyung itu terjadi.

Dan setelah kejadian itu, Jimin jadi sering berkomunikasi lagi dengan ayah kandungnya walaupun ia harus bertengkar hebat dengan Taehyung setiap Taehyung memergoki Jimin berkomunikasi dengan Tuan Kim.

Pagi itu, ketika Taehyung baru saja keluar dari dalam kamar mandi, ia mendengar suara Jimin sedang berbicara dengan seseorang.

Jimin sedang menelepon seseorang sambil berbaring di atas kasurnya.

"Iya, appa. Aku sudah bangun." sahut Jimin. "Appa, bagaimana keadaanmu pagi ini? Kau sehat-sehat saja kan?"

"Cih... Kurcaci gila itu menghubungi appa lagi! Dasar gila!" gerutu Taehyung sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk yang tergantung di lehernya.

Taehyung membuka lemarinya dan memilih baju yang akan dikenakannya untuk kuliah hari itu.

"Oke, appa. Aku juga harus siap-siap, sebentar lagi kelasku akan dimulai. Appa jangan lupa sarapan ya..." sahut Jimin, lalu panggilan itupun terputus.

Setelah Jimin meletakkan handphonenya di atas bantalnya dan ia bangun untuk merapikan rambutnya, Taehyung membalikkan tubuhnya dan menatap Jimin.

"Yaaaaaa, kurcaci gila! Untuk apa kau sering menghubungi appa? Ia bukan appamu lagi, imma!" sahut Taehyung.

"Kau lupa apa ucapan appa waktu itu, alien sialan? Walaupun aku sudah punya ayah tiri, tapi aku tetap anak appa! Yaishhh..." gerutu Jimin.

"Cih!" gerutu Taehyung. "Padahal kau begitu membenci appa dulu, mengapa tiba-tiba kau jadi begitu menempel pada appa? Dasar kurcaci tidak berpendirian!"

Jimin menatap tajam ke arah Taehyung. "Dulu aku tidak tahu karena kupikir appa membuangku, imma! Setelah appa menjelaskan semuanya, aku baru sadar bahwa appa bukanlah orang jahat seperti yang ku pikirkan selama ini!"

"Berarti kau mengakui bahwa ibumu yang egois itu lah ternyata orang jahatnya?" sahut Taehyung dengan nada sarkastis.

"Yaaaaaaaa! Kim Taehyung! Sadarlah, imma! Ia juga ibumu! Kau berada sembilan bulan dalam perutnya! Bagaimana bisa kau menjelek-jelekan eomma seperti itu? Dasar alien durhaka!" Jimin mulai naik darah ketika nama ibunya dijelek-jelekan oleh Taehyung. "Kurasa ibu tirimu sudah mencuci otakmu!"

Jimin dan Taehyung sama-sama melangkah maju dan kini berdiri saling berhadapan di tengah kamar.

"Jangan pernah menjelek-jelekan ibu tiriku kalau kau bertemu dengannya saja tidak pernah, imma! Ia wanita yang sangat baik dan mengurusku dengan sangat baik! Tidak seperti wanita sialan yang menelantarkanku itu!" sahut Taehyung sambil mencengkram kerah baju Jimin.

Jimin ikut mencengkram kerah baju Taehyung. "Apa kau bilang? Wanita sialan? Cih! Yaaaa, alien jahanam! Kurasa kau memang sama sekali tidak bisa berpikir dengan normal! Otakmu sudah diracuni oleh ibu tirimu itu!"

BUK!

Kepalan Taehyung mendarat di pipi Jimin, membuat Jimin mundur beberapa langkah ke belakang.

"Jaga ucapanmu, kurcaci sialan!" sahut Taehyung dengan penuh amarah.

Jimin tidak terima diperlakukan seperti itu oleh Taehyung.

Jimin pun membalas Taehyung dengan memukul pipi Taehyung dengan cukup keras.

BUK!

"Siapa yang harus menjaga ucapan? Kau, imma! Kau yang harus menjaga ucapanmu, alien idiot!" teriak Jimin.

"Yaishhh! Jangan bernai-beraninya menyentuh wajahku dengan tangan kotormu, kurcaci keparat!" bentak Taehyung sambil kembali memukul wajah Jimin dengan kepalan tangannya.

Dan perkelahian yang cukup intens itu pun terjadi di kamar itu.

Untung saja Sungjae dan Minwoo bisa mendengar perkelahian itu dari dalam kamar mereka.

Mereka segera menghubungi Jin dan Changwook-kyosu untuk melaporkan perkelahian kedua anak kembar yang tidak pernah akur itu.

Ketika baku hantam masih terjadi di dalam kamar itu, Changwook-kyosu mendobrak pintu kamar mereka.

"Yaishhhh, dua anak kembar pembuat onar! Cepat buku pintu kamar kalian kalau kalian tidak mau di DO!" bentak Changwook-kyosu dari luar sana.

Taehyung dan Jimin spontan menghentikan perkelahian mereka.

"Sungjae dan Minwoo sialan!" gerutu Taehyung.

"Mereka pasti yang melapor, cih!" gerutu Jimin.

"Cepat sana kau buka pintunya, alien!" sahut Jimin.

"Mengapa harus aku? Kau kan punya tangan dan kaki, kurcaci!" gerutu Taehyung.

"Cepat kalian buka atau kudobrak pintu ini dengan tendanganku!" teriak Changwook-kyosu.

Taehyung segera berjalan ke arah pintu dan membuka kuncinya.

Pintu terbuka.

Changwook-kyosu dan Jin berjalan masuk ke dalam kamar itu.

Dengan sangat jelas, Changwook-kyosu dan Jin bisa melihat betapa intensnya perkelahian kedua anak kembar yang sama sekali tidak ada miripnya itu.

Bibir Jimin sedikit berdarah akibat pukulan Taehyung, dan pipi Taehyung memar biru keunguan akibat pukulan Jimin. Dan rambut keduanya sangat berantakan.

"Aigoo... Lihat wajah kalian.. Kalian terlihat sangat berantakan, aigoo..." sahut Jin sambil menggelengkan kepalanya.

"Apa kalian preman? Kalian preman jalanan? Dasar bocah-bocah tidak berotak!" Nada bicara Changwook-kyosu meninggi akibat kesal melihat pertengkaran kedua saudara kembar yang tidak pernah ada habisnya itu.

Taehyung dan Jimin hanya bisa menundukkan kepala mereka.

"Ikut aku ke ruanganku!" sahut Changwook-kyosu dengan nada ketus. "Akan kupastikan kalian mendapat hukuman yang setimpal!"

Jin menepuk bahu Jimin dan Taehyung. "Ayo ikut kami ke ruangan.."

"Ini semua gara-gara kau, kurcaci sialan!" gerutu Taehyung dengan nada berbisik.

"Kau yang memulai duluan, alien idiot!" gerutu Jimin dengan nada berbisik juga.

"Kalau kalian tidak juga mau diam, akan kuhajar kalian berdua! Tutup mulut kalian!" bentak Changwook-kyosu yang ternyata bisa mendengar gerutuan kedua bocah kembar itu.

"Cih..." gumam Jimin dan Taehyung berbarengan.

.

.

.

"Taehyung dan Jimin akan terlambat masuk kelas kurasa.." sahut Sungjae ketika kelas akan segera dimulai lima menit lagi.

"Mereka bertengkar lagi tadi pagi?" tanya Changhyun.

Minwoo menganggukan kepalanya. "Baku hantam.. Aku bisa mendengar suara teriakan dan pukulan dari dalam kamar mereka, makanya aku langsung menghubungi Changwook-kyosu.."

"Aigoo... Kapan mereka bisa akur ya?" tanya Youngmin.

"Seperti kita? Hehehe.." sahut Kwangmin sambil menatap saudara kembarnya itu.

"Majjayo... Untung saja kita sangat jarang bertengkar ya! Hehehe.." sahut Youngmin.

Tak lama kemudian sang dosen berjalan masuk dan perkuliahanpun dimulai.

.

.

.

Taehyung dan Jimin berdiri terdiam membeku di dalam ruangan Changwook-kyosu.

Changwook-kyosu menatap tajam ke arah kedua bocah kembar itu.

"Kalian ini sama sekali tidak ada kapok-kapoknya, huh?" tanya Changwook-kyosu dengan nada tinggi.

Kedua bocah itu terdiam.

Jin ikut terdiam. Jin juga masih takut setiap melihat Changwook-kyosu sedang marah-marah seperti itu.

"Aku lelah harus mengurus kalian hampir setiap hari seperti ini, imma!" bentak Changwook-kyosu. "Apa kalian pikir penghuni dorm ini hanya kalian berdua?"

Taehyung dan Jimin masih terdiam.

"Kali ini, kalian kuberikan hukuman untuk membersihkan lapangan basket indoor dan lapangan bulu tangkis indoor setelah kelas kalian berakhir! Dan harus selesai dengan bersih sebelum jam sembilan malam, araseo?" sahut Changwook-kyosu dengan nada tinggi.

"Araseo, kyosunim..." sahut Jimin dan Taehyung berbarengan.

"Sebelum masuk ke kelas, kalian ke UKM dulu ya... Obati dulu luka-luka kalian.." sahut Jin.

Kedua bocah itu menganggukan kepala mereka. "Araseo, Jin hyeong.."

Mereka berdua pun berjalan keluar dari ruangan itu.

"Awas kalau kudengar kalian bertengkar lagi di luar sana! Akan langsung ku DO kalian berdua kalau aku mendengar ada laporan bahwa kalian bertengkar lagi!" teriak Changwook-kyosu dari dalam ruangannya.

"Cih! Ini semua karena sifat pemarahmu itu, alien gila!" gerutu Jimin dengan pelan sambil berjalan menuju UKM untuk mengobati lukanya.

"Cobalah berkaca! Siapa yang pemarah? Aku atau kau, kurcaci brengsek!" gerutu Taehyung dengan nada berbisik juga sambil mengikuti Jimin berjalan ke UKM.

.

.

.

"Jimin sunbae dan Taehyung sunbae mendapat teguran keras pagi ini. Mereka baku hantam hingga wajah mereka terluka tadi pagi.." sahut Bambam.

"Aigoo... Jeon Jungkook.." sahut Yugyeom sambil menatap Jungkook. "Hanya gara-gara memperebutkanmu, kedua sunbae itu sampai baku hantam.. Aku salut padamu!"

"Kapan aku diperebutkan oleh dua pria tampan seperti mereka ya..." sahut Eunwoo sambil menatap iri ke arah Jungkook.

"Aku benar-benar merasa tidak enak pada mereka berdua.." sahut Jungkook sambil menundukkan kepalanya.

"Bukan salahmu, pabo ya... Mereka kan memang sudah dari awal masuk kuliah selalu bertengkar katanya. Bahkan sebelum mereka memperebutkanmu, mereka memang selalu adu mulut..." sahut Bambam.

"Mengapa mereka saling menyakiti seperti itu ya? Padahal mereka kan saudara kembar. Apa karena wajah mereka tidak mirip makanya mereka tidak bisa akur?" tanya Eunwoo.

"Mungkin saja karena mereka terlalu lama hidup terpisah.. Makanya ketika mereka bersama lagi, kecanggungan itu terkajdi, dan perselisihan pun dimulai.." sahut Yugyeom.

"Akan kupastikan kepada orang tuaku, jangan sampai mereka bercerai! Aku tidak ingin bertengkar dengan saudara-saudara kandungku.." sahut Bambam.

Tiba-tiba saja Jungkook berkata dengan agak pelan, "Padahal... Aku mulai menyukai seseorang diantara mereka..."

"Jinjja?" Yugyeom terbelalak, begitu juga dengan Eunwoo dan Bambam.

Jungkook menganggukan kepalanya.

"Nugu?" tanya Bambam.

"Geu saram..." sahut Jungkook. "Aku jadi sering memikirkannya akhir-akhir ini.. Aneh kan?"

"Geu saram eun nuguya?" tanya Yugyeom.

"Bimil~ Hehehe..." sahut Jungkook sambil tersenyum.

"Yaissshhh! Kau main rahasia-rahasiaan sekarang?" Lengan Yugyeom langsung melingkar di leher Jungkook, berpura-pura seolah hendak mencekiknya.

"Ceritakan pada kami siapa dia, palli!" sahut Bambam sambil mulai mengelitiki pinggang Jungkook.

.

.

.

Jin ikut berada disana, mengawasi kedua bocah itu melaksanakan hukuman mereka.

"Jangan bertengkar. Dan bersihkan dengan sebersih mungkin." sahut Jin.

"Ne, hyeong..." sahut Jimin dan Taehyung berbarengan.

"Sudah kubilang, jangan mengikutiku!" sahut Jimin.

"Cih! Siapa yang mengikutimu?" gerutu Taehyung.

Jimin membentuk ekspresi kesal di wajahnya.

Taehyung menatap Jimin, lalu berkata, "Mana mungkin Jungkook bisa menyukai pria berwajah jelek sepertimu, cih!"

Jimin melirik tajam ke arah Taehyung. "Apa kau pikir wajah tampanmu itu bisa menarik perhatian Jungkook, huh? Jangan terlalu sombong, alien gila! Walau wajahmu tampan, tapi hatimu busuk!"

"Cih! Lihat siapa yang bicara? Hatimu jauh lebih busuk dariku, kurcaci kerdil!" gerutu Taehyung.

"Ehem!" Jin berdeham. "Kalau kuadukan ini pada Changwook hyeong, maka nasib kalian akan tamat..."

Taehyung dan Jimin terdiam seketika.

Jin menatap kedua bocah itu.

"Padahal, baru sebulan berlalu.." sahut Jin. "Aku masih ingat betul betapa paniknya Taehyung ketika melihat alergi Jimin kumat. Aku masih ingat betul bagaimana Jimin menangis ketika Taehyung kecelakaan.."

Taehyung dan Jimin saling melirik dengan tatapan kesal.

"Aku tidak memintanya mencemaskanku." sahut Jimin.

"Aku juga tidak memintamu menangis, kurcaci cengeng!" gerutu Taehyung.

"Apa kau lupa, Taehyung? Darah Jimin kini mengalir di tubuhmu.. Ia yang menyelamatkanmu dengan mendonorkan darahnya..." sahut Jin.

"Aku tidak pernah meminta darahnya. Aku jadi merasa kotor karena darahnya ada di tubuhku ini!" gerutu Taehyung.

BRUK!

Kain pel itu dibanting Jimin ke atas lantai.

Taehyung dan Jin terkejut.

Taehyung menatap Jimin, dan ia sangat terkejut ketika melihat Jimin tengah menatap tajam ke arahnya namun kedua bola mata Jimin dibasahi air mata.

"Apa darahku sekotor itu dimatamu, imma?" sahut Jimin.

TES~

Air mata itu mulai menetes di kedua pipi Jimin.

Jin terdiam, begitu juga dengan Taehyung.

"Selama sebulan ini, setiap kali kita adu mulut, selalu kata-kata itu yang terucap dari mulutmu! Kau selalu mengatakan merasa kotor karena ada darahku di tubuhmu! Kau selalu berkata wajahmu jadi semakin jelek karena ada darahku di tubuhmu! Kau selalu berkata tubuhmu tidak bisa lagi bertambah tinggi karena ada darahku dalam tubuhmu!" sahut Jimin dengan meneteskan air mata. Kedua matanya yang mulai memerah itu menatap tajam ke arah Taehyung.

Taehyung masih terdiam, lidahnya seolah kelu dan tidak bisa menjawab ucapan Jimin.

"Apa dimatamu, aku sekotor itu, Kim Taehyung?" Kini nada bicara Jimin meninggi dan air mata itu semakin banyak mengalir keluar dari kedua bola matanya.

Jin dan Taehyung tetap hanya bisa terdiam.

"APA DIMATAMU... AKU... SAUDARA KEMBARMU INI... SEKOTOR ITU, KIM TAEHYUNG?" Jimin berteriak sambil menangis, meluapkan semua sisa amarah dan kesedihan yang selama ini berusaha dipendamnya.

Teriakan Jimin menggema, memenuhi seisi lapangan basket indoor itu.

Dan itu pertama kalinya bagi Taehyung, ia melihat Jimin mengamuk seperti itu.

Bukan seperti Jimin yang biasanya. Kali itu, Taehyung bisa merasakan semua perasaan Jimin yang sebenarnya.

Dan bagi Taehyung, itulah pertama kalinya setelah mereka berpisah, Jimin mengakui Taehyung sebagai saudara kembarnya.

Jin ikut tercengang, tak menyangka ternyata Jimin bisa meluapkan perasaannya seperti itu.

Jimin langsung berjalan keluar dari ruangan itu.

Dan tepat ketika Jimin membuka pintu ruangan itu, Jungkook tengah berdiri sambil membeku di depan sana.

Jungkook, yang secara tidak sengaja hendak mengambil handuknya yang tertinggal di ruangan basket indoor itu, mendengar teriakan Jimin barusan. Dan Jungkook langsung terkejut hingga tidak bisa bergerak ketika mendengar teriakan Jimin.

Jimin sangat terkejut ketika melihat Jungkook ada dihadapannya.

Jimin, yang wajahnya basah dipenuhi air mata itu, langsung berlari, menjauh dari lapangan basket indoor itu. Menjauh dari Jungkook.

Jimin tidak ingin, sangat tidak ingin Jungkook melihatnya dalam kondisinya yang seperti itu.

Jimin segera berlari ke atap gedung dorm, dan menangis sepuasnya di atas sana.

Sejujurnya, selama ini, setiap ia bertengkar dengan Taehyung, hatinya sedih. Hatinya terluka.

Karena Jimin sebenarnya sangat ingin memeluk saudara kembarnya itu.

Jimin sebenarnya sangat ingin bisa tertawa bersama dengan saudara kembar yang sangat dirindukannya itu.

"Mengapa takdir harus kembali mempertemukan kami dalam keadaan seperti ini?" teriak Jimin dari atas gedung.

Saat itu, langit sudah gelap karena sang matahari sudah terbenam sejak tadi dan sang bulan sudah bersinar menerangi kegelapan malam di atas sana.

Jimin terus menangis sesenggukan seorang diri di atas sana.

.

.

.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10.12 PM, namun sosok Jimin belum juga terlihat kembali ke dalam kamar.

Tidak seperti malam-malam sebelumnya, dimana Taehyung tidak perduli apa Jimin sudah tidur atau belum, malam itu Taehyung sama sekali tidak bisa tertidur.

Taehyung menunggu Jimin kembali.

Setelah melihat Jimin mengamuk tadi, entah mengapa Taehyung mulai merasa bersalah.

"Kurasa, kata-kataku memang terlalu kejam..." gumam Taehyung sambil menundukkan kepalanya.

Sebenarnya, Taehyung diam-diam merasa sangat bersyukur karena Jimin mau mendonorkan darah untuknya.

Sejujurnya, Taehyung sangat ingin memeluk Jimin dan berterima kasih karena telah menolongnya.

Taehyung sangat bersyukur Jimin bersedia memberikan darah yang berharga itu untuknya.

Taehyung sangat bersyukur darah Jimin, saudara kembarnya itu, mengalir di dalam tubuhnya.

Tapi, egonya berkata lain. Mulutnya selalu saja mengucapkan hal-hal yang sangat bertolak belakang dengan isi hatinya.

"Mianhae, Jimin ah..." gumam Taehyung sambil meneteskan air matanya. "Cepatlah kembali ke kamar... Agar aku bisa meminta maaf padamu..."

Tiba-tiba saja ketukan terdengar di pintu kamar Taehyung.

TOK TOK TOK.

Taehyung membuka pintu kamar. Ia tahu betul itu pasti bukan Jimin karena Jimin tidak akan mengetuk pintu jika ia hendak masuk.

Dan Taehyung terbelalak ketika melihat siapa yang berdiri di depan kamarnya itu.

Jeon Jungkook.

"Sunbae... Apa Jimin sunbae ada di kamar?" tanya Jungkook.

"Ia belum kembali ke kamar... Ada apa?" tanya Taehyung.

"Apa kau ada waktu? Ada yang ingin kubicarakan denganmu, sunbae..." sahut Jungkook.

"Masuklah..." sahut Taehyung.

.

.

.

Tepat ketika Jimin hendak kembali ke kamarnya, dari ujung lorong, Jimin melihat Jungkook berjalan keluar dari kamarnya.

"Jeon Jungkook? Mengapa ia keluar dari dalam sana?" gumam Jimin.

Tiga detik kemudian, Taehyung ikut terlihat berjalan keluar dari kamar itu.

"Gumawo, hyeong.." sahut Jungkook sambil tersenyum.

"Araseo, imma.." sahut Taehyung sambil tersenyum dan mengacak pelan poni Jungkook. "Kembalilah ke kamarmu, ini sudah larut malam..."

DEG!

"Jungkook... Dan Taehyung? Mereka habis melakukan apa di dalam sana? Mengapa mereka bertatapan sambil saling tersenyum seperti itu? Mengapa Jungkook memanggilnya hyeong?" gumam batin Jimin.

Seketika itu juga, dada Jimin kembali terasa sesak.

Setelah Jungkook berjalan menjauh dari kamar itu, Jimin perlahan berjalan menuju kamarnya.

Ketika Jimin membuka pintu dan berjalan masuk ke dalam kamar, Taehyung tiba-tiba saja berkata, "Akhirnya kau kembali juga ke kamar, Jimin ah.."

Jimin terbelalak. Ini pertama kali dalam hidupnya setelah ia dan Taehyung berpisah waktu kecil dulu, Taehyung mengucapkan sesuatu selembut itu kepadanya.

Taehyung langsung memeluk erat tubuh Jimin. Membuat Jimin terbelalak sangat lebar.

"Waeyo?" sahut Jimin. "Kau kenapa, alien gila?"

Bukannya membalas ucapan Jimin dan memulai perkelahian seperti biasanya, kali itu Taehyung justru semakin mempererat pelukannya di tubuh Jimin.

"Mianhae, Jimin ah.. Jinjja mianhae... Aku tidak sadar.. Kalau selama ini kata-katamu begitu melukaimu... Maafkan aku, Jimin ah.." sahut Taehyung.

TES~

Tiba-tiba saja tetesan air yang hangat dirasakan Jimin menetes membasahi kaos di area bahunya.

"Mwoya? Kau menangis?" tanya Jimin, masih terbelalak.

"Maafkan aku... Aku benar-benar minta maaf padamu karena selama ini aku terlalu keras padamu... Sejujurnya, aku sangat berterima kasih karena kau bersedia mendonorkan darahmu untukku. Sebenarnya, aku sangat senang karena darahmu ini mengalir dalam darahku, dan membuatku kembali tersadar bahwa kita bersaudara. Bahwa kau adalah satu-satunya saudara kembarku..." sahut Taehyung sambil terisak.

Tiba-tiba saja, air mata Jimin ikut menetes setelah mendengar ucapan Taehyung.

"Jadi.. Kau bersyukur karena darahku mengalir di dalam tubuhmu, imma?" tanya Jimin sambil meneteskan air mata.

Taehyung menganggukan kepalanya dalam posisi masih memeluk erat tubuh Jimin. "Sangat sangat bersyukur..."

"Dahengiya..." sahut Jimin sambil menangis.

Mereka berpelukan untuk waktu yang cukup lama.

Sementara Jin dan Changwook-kyosu yang sedang berpatroli dan melihat adegan itu dari luar kamar, karena pintu kamar mereka saat itu ternyata masih setengah etrbuka, tersenyum.

"Akhirnya... Kedamaian akan segera tiba..." sahut Changwook-kyosu sambil tersenyum.

"Majjayo, hyeong.." sahut Jin sambil ikut tersenyum.

"Untung saja Jimin mengeluarkan semua isi hatinya tadi, jadi kini kesalahpahaman diantara mereka berakhir..." sahut Jin lagi.

"Majjayo..." sahut Changwook-kyosu.

.

.

.

Setelah selesai saling menangis meminya maaf dan mengutarakan isi hati masing-masing, bukannya tertidur, kedua bocah itu justru memilih membuka jendela kamar mereka dan duduk di beranda, menikmati angin malam sambil menatap ribuan bintang di langit malam itu.

"Udaranya sangat segar.." sahut Jimin.

"Dan aku baru hari ini menyadarinya." sahut Taehyung. "Bahwa udara disini sangat segar."

"Nado.." sahut Jimin.

Tiba-tiba saja Jimin teringat dengan Jungkook.

Jimin spontan menatap Taehyung. "Ya, imma! Tadi aku melihat Jungkook berjalan keluar dari kamar! Kalian habis melakukan apa di dalam sini? Mengapa ia bisa ada di kamar kita?"

Taehyung terbelalak. "Kau melihatnya?"

"Tepat ketika aku hendak kembali ke kamar, aku melihat Jungkook keluar dari kamar ini dan kalian saling bertatapan sambil tersenyum. Apa yang terjadi diantara kalian? Walau aku sudah memaafkanmu, tapi aku tetap tidak akan menyerah akan perasaanku kepada Jungkook!" sahut Jimin.

Taehyung menatap Jimin. "Kau... Sangat mencintai Jungkook?"

Jimin menganggukan kepalanya. "Tentu saja! Sangat sangat mencintainya!"

Taehyung tersenyum.

Tiba-tiba sebuah pikiran terlintas di benak Jimin.

"Yaaaa! Tunggu sebentar!" Jimin menatap curiga ke arah Taehyung. "Jangan bilang kalau kalian kini berpacaran, makanya moodmu menjadi sangat baik saat ini sampai kau terlebih dulu meminta maaf padaku?"

Seketika itu juga, dada Jimin terasa sangat sakit.

Air mata itu kembali menggenang di kedua bola mata Jimin.

"Apa aku... Sudah kalah darimu?" tanya Jimin sambil menatap Taehyung.

"Kau... Sangat mencintainya? Sampai kau menangis karena berpikir aku berpacaran dengan Jungkook?" tanya Taehyung.

"Berpikir? Jadi maksudmu, kalian tidak berpacaran? Lalu mengapa ia berjalan keluar dari kamar ini dan kalian saling bertukar senyuman?" tanya Jimin.

"Dengarkan ceritaku baik-baik, kurcaci bodoh..." sahut Taehyung, dengan nada yang lembut, tidak keras seperti biasanya.

Jimin pun mendengarkan penjelasan Taehyung secara serius.

.

.

.

Jungkook masuk ke dalam kamar itu dan duduk di kursi yang berada di meja belajar Taehyung, sementara Taehyung duduk di atas kasurnya.

"Apa yang ingin kau katakan padaku?" tanya Taehyung.

"Sunbae... Itu.. Uhmmm..." Jungkook agak bingung harus bagaimana memulai pembicaraan itu.

"Ucapkan saja apa yang ingin kau ucapkan..." sahut Taehyung. "Kau masih tidak nyaman saat bersamaku?"

"Aniya.. Bukan tidak nyaman... Aku hanya bingung harus memulai darimana..." sahut Jungkook.

"Mulailah dari mana kau ingin memulainya.." sahut Taehyung.

Melihat reaksi Taehyung santai seperti itu, Jungkook akhirnya berani mengatakan apa yang ingin dikatakannya.

"Sunbae... Kudengar berita yang tersebar.. Katanya.. Kau menyukaiku.. Apa itu... Benar, sunbae?" tanya Jungkook.

Taehyung menatap Jungkook dalm-dalam, tepat di kedua bola matanya.

"Jangan menatapku begitu.. Aku jadi bingung harus berbuat apa, sunbae.." sahut Jungkook sambil menundukkan kepalanya.

"Majjayo." sahut Taehyung. Singkat, jelas, padat.

Jungkook kembali menatap Taehyung. "Itu benar, sunbae?"

Taehyung menganggukan kepalanya. "Majjayo. Waeyo?

Jungkook terdiam sambil menundukkan kepalanya.

"Waeyo? Jangan-jangan... Kau juga menyukaiku?" Taehyung terbelalak. Ada secercah harapan timbul dalam hatinya.

Namun, jawaban Jungkook seketika itu juga meruntuhkan tembok harapan yang belum ada lima detik lamanya terbentuk dalam hati Taehyung.

"Aniya... Aku... Menyukai Jimin hyeong..." sahut Jungkook.

Taehyung langsung terdiam. Membeku. Tanpa suara.

Ada sesuatu yang seperti sedang memukuli dadanya. Ada perasaan sakit yang seketika itu juga dirasakan hatinya.

"Aku... Entah sejak kapan.. Jadi sering memikirkan Jimin hyeong.." sahut Jungkook, memberanikan dirinya mengutarakan perasaannya di hadapan Taehyung. "Tanpa sadar, senyumannya seringkali melintas dalam benakku. Membuatku tersenyum ketika membayangkan senyumannya..."

"Jadi... Aku sudah kalah dalam persaingan ini?" tanya Taehyung.

"Karena itu.. Aku sangat ingin mengucapkan kata-kata ini secara langsung padamu, sunbae.." sahut Jungkook.

"Apa?" tanya Taehyung.

"Aku.. Sangat berterima kasih karena kau sudah menyukaiku.. Aku senang bisa disukai pria setampan dirimu, sunbae.. Jinjja... Tapi... Aku juga ingin meminta maaf padamu.." sahut Jungkook sambil menatap Taehyung. "Maaf.. Karena aku tidak bisa membalas perasaanmu..."

"Araseo..." sahut Taehyung sambil menundukkan kepalanya. Merasakan sebuah rasa sakit di dadanya. "Toh.. Aku juga tidak bisa memaksakan perasaanku kan?"

"Mianhae, jeongmal..." sahut Jungkook.

"Gwenchana..." sahut Taehyung.

"Dan ada satu lagi permintaanku padamu, sunbae..." sahut Jungkook.

Taehyung menatap Jungkook sambil menahan rasa sakit di dadanya itu akibat penolakan yang diberikan Jungkook untuknya. "Apa itu?"

"Bisakah... Kau berhenti bertengkar dengan Jimin hyeong?" tanya Jungkook. "Aku... Benar-benar merasa sangat terbeban melihat kalian selalu bertengkar di hadapanku.. Aku jadi tidak berani menunjukkan perasaanku kepada Jimin hyeong karena aku takut pertengkaran kalian semakin sengit jika aku mengatakan padanya bahwa aku menyukainya."

Taehyung terus menatap Jungkook.

"Aku... Ingin bisa berkencan dengan nyaman bersama Jimin hyeong.. Aku.. Ingin Jimin hyeong bisa bahagia bersamaku..." sahut Jungkook. "Aku takut, jika aku tidak membahas ini secara langsung denganmu, kau akan terus menyakiti Jimin hyeong karena ia bersamaku..."

"Karena ia mendapatkanmu, maka kau berpikir aku akan terus mengganggu hubungan kalian?" tanya Taehyung.

"Aku... Juga tidak ingin lagi melihat Jimin hyeong terluka.. Aku tidak sengaja mendengar teriakannya tadi di ruang basket indoor..." sahut Jungkook.

"Kau mendengarnya?" tanya Taehyung.

"Aku tidak sengaja lewat di sana dan mendengarnya.. Aku lihat dari ekspresi wajahnya saat berjalan keluar dari ruangan itu.. Wajahnya... Terlihat sangat terluka, sunbae..." sahut Jungkook. "Bisakah kalian berdamai dan kau tidak menyakitinya lagi, sunbae?"

Taehyung terdiam.

"Jebal, Taehyung sunbae... Bukankah Jimin hyeong adalah saudara kembarmu? Mengapa kalian harus saling melukai satu sama lain?" pinta Jungkook.

Taehyung menatap Jungkook sambil berkata, "Aku... Juga merasa bersalah setelah melihatnya berteriak tadi... Selama ini... Ternyata aku sudah sangat keterlaluan terhadapnya... Dan aku tidak sadar itu. Egoku mengatakan, aku tidak boleh kalah darinya. Makanya, tanpa sadar aku selalu melukainya... Aku tidak tahu, perasaan selama ini ternyata sangat terluka..."

"Dan kau tanpa sadar juga sudah melukai perasaanmu sendiri, ya kan?" tanya Jungkook.

Taehyung menganggukan kepalanya. "Majjayo..."

"Aku berjanji, aku akan menjadi dongsaeng yang baik untukmu, sunbae. Aku akan memanggilmu Taehyung hyeong dan memperlakukanmu dengan baik.. Asalkan kau berhenti menggangu Jimin hyeong.. Dan kau bisa merestui hubungan kami.." sahut Jungkook. "Walau aku belum yakin, apa Jimin sunbae benar menyukaiku atau aku hanya kepedean saja dan salah mengartikan perhatiannya untukku selama ini."

"Aniya.. Kau tidak salah... Ia benar-benar menyukaimu. Untuk hal itu, aku berani jamin.." sahut Taehyung.

"Kalau memang benar, apa kau bisa berjanji untuk berhenti bertengkar dengannya dan merestui hubunganku dengan Jimin sunbae?" tanya Jungkook dengan tatapan memelas.

"Araseo..." sahut Taehyung. Toh, ia harus mengiklaskan Jungkook kan? Jungkook sendiri yang sudah membuat keputusan untuk menolaknya dan memilih Jimin. "Kalau begitu, mulai sekarang jangan bersikap canggung saat bersamaku. Panggil aku hyeong dan aku jadilah dongsaeng yang baik untukku, araseo?"

"Ne, Taehyung hyeong. Aku janji.. Gumawo, jinjja..." sahut Jungkook sambil tersenyum.

.

.

.

Jungkook tercengang ketika hendak masuk ke dalam kelasnya.

Keramaian terjadi di depan ruang kelasnya pagi itu.

"Mwoya? Ada apa?" tanya Jungkook.

"Molla... Ada apa ramai-ramai begini?" tanya Yugyeom yang sedang berjalan bersama Jungkook menuju kelas mereka.

"Itu Jungkook datang!" sahut Bambam dari antara keramaian itu.

Seketika itu juga, kerumunan orang-orang itu melipir ke samping kanan dan kiri.

Dan Jungkook terkejut melihat siapa yang tengah berdiri di tengah sana, tepat tak jauh di hadapannya.

Park Jimin.

Dengan sebuah buket bunga yang sangat indah di tangannya.

Tengah tersenyum sambil menatap ke arah Jungkook.

"Jimin... Hyeong?" Jungkook terbelalak.

"Apa ini?" Yugyeom ikut terbelalak.

Jimin berjalan perlahan.

Selangkah.

Dua langkah.

Tiga langkah.

Mendekat ke arah Jungkook berdiri.

Empat langkah.

Lima langkah.

Enam langkah.

Tujuh langkah.

Kini, Jimin berdiri tepat dihadapan Jungkook.

"Jeon Jungkook... Maukah kau berkencan denganku? Jadilah kekasihku, Jeon Jungkook..." sahut Jimin sambil berlutut dan menyodorkan buket bunga itu ke arah Jungkook.

Jungkook terbelalak, begitu juga dengan yugyeom.

Keramaian serentak terdengar.

"Terima! Terima!"

"Jungkook ah, terimalah pernyataan cinta Jimin sunbae!" teriak Bambam di tengah keramaian itu.

"Terima saja, Jungkook ah!" teriak Eunwoo.

Tepat tak jauh di belakang Jimin, Taehyung berdiri sambil menatap Jungkook dan tersenyum ke arah Jungkook.

Taehyung menganggukan kepalanya. Memberikan tanda pada Jungkook bahwa ia akan menepati janjinya dan merestui hubungan mereka.

TES~

Air mata menetes dari kedua bola mata Jungkook.

"Aku... Bersedia menjadi kekasihmu, Jimin hyeong.." sahut Jungkook sambil mengambil buket bunga itu dari tangan Jimin.

Jimin berdiri dan menatap Jungkook. "Mengapa kau menangis?"

"Terharu.. Karena kau melakukan ini untukku.. Gumawo, hyeong... Jinjja gumawo.." sahut Jungkook.

Jimin tersenyum. "Aku juga sangat berterima kasih karena kau mau menerima ketulusan hatiku ini... Walau aku tidak setampan dan setinggi Taehyung, gumawo karena sudah memilihku.."

Jungkook tersenyum.

Jimin menghapus air mata Jungkook dengan jarinya, lalu memiringkan kepalanya, sedikit berjinjit, dan mengecup lembut bibir Jungkook.

Kehebohan spontan terjadi di depan kelas itu.

"Chukkae!"

"Whoaaaa! Chukkae!"

Setelah selesai berciuman, Jimin mengusap pelan kepala Jungkook. "Saranghae, Jeon Jungkook..."

"Nado..." sahut Jungkook sambil tersenyum.

"Lalu... Taehyung sunbae akan benar-benar mengalah? Kudengar, katanya kalian sudah berbaikan...Kau dan Taehyung sunbae.." sahut Yugyeom sambil menatap Jimin.

"Kau tahu darimana?" Jimin terkejut.

"Changwook-kyosu menceritakannya pada Sungjae sunbae semalam kalau ia melihat kalian berpelukan di dalam kamar... Dan Sungjae sunbae memberitahuku. Kami kan lumayan dekat, sunbae..." sahut Yugyeom.

"Ia melihat kami? Yaishhhh... Itu sangat memalukan..." sahut Jimin.

"Berarti kalian sudah berdamai?" tanya Jungkook sambil menatap Jimin.

Jimin menganggukan kepalanya. "Untuk saat ini iya. Entah kedepannya. Asal ia tidak berulah lagi, kurasa semua akan baik-baik saja..."

"Jadi, kau sudah menyerah, sunbae?" tanya Bambam sambil menatap Taehyung.

"Siapa bilang aku menyerah?" sahut Taehyung.

Taehyung berjalan menghampiri Jungkook dan Jimin, lalu berdiri tepat disamping Jimin.

"Kau lupa, Jungkook ah? Aku ini saudara kembar Jimin. Jadi, kekasih Jimin adalah kekasihku juga. Bukankah sebagai saudara kembar, kami sudah seharusnya saling berbagi?" sahut Taehyung sambil tersenyum menatap Jungkook.

Jungkook tercengang mendengar ucapan Taehyung.

"Ya kan, Park Jimin?" sahut Taehyung sambil menatap Jimin dengan senyuman nakal di wajahnya. "Aku sangat cerdas kan?"

"Yaishhhhhh... Dasar alien gila!" sahut Jimin ketika mendengar ucapan Taehyung.

"Kau saja yang bodoh, kurcaci kerdil. Masa hal sesimple ini saja kau tidak paham? Mana mungkin aku semudah itu mengiklaskan Jungkook untukmu? Karena kita adalah saudara kembar, kita harus berbagi, ya kan?" sahut Taehyung sambil tertawa.

Jungkook hanya bisa menundukkan kepalanya. Pasrah dengan masa depannnya yang akan terus terjebak diantara kedua saudara kembar yang tak ada mirip-miripnya sama sekali itu.

.

-END-


Note: END. Akhirnya END.

END ini bener-bener END ya gaes wkwkw XD

Terima kasih buat semua yang udah nyempetin baca kumpulan drabble ini dari chapter awal sampe akhir.

Btw, chapter Last Story ini kayaknya kepanjangan ya kalo disebut drabble? wkwkw XD

Sekali lagi, terima kasih atas semua dukungan dan masukannya.

Saranghae, all /deep bows/


reply for review:

sweetsugaaswag : swaggie annyeonggggggg {} miss u much {} ini endingnya wkwkw semoga suka ya :)

SparkyuELF137 : wkwkw akhirnya ada vkook ya kemaren XD tuh ada vkook juga tp kaga jadi/? XD iya keren ya duo vmin, ibut mulu padahal mah saling sayang XD

Habibahjeon : END tuh hab, end akhirnya end juga/? XD

Cho KyuNa : salam kenal kyuna :) kayaknya baru pertama kali review ff saya ya? :) salam kenal and thanks udah nyempetin baca ff ini ya :) iya kayak tom jerry ya XD

Vn RM09 : ciye namkook shipper nih :)

taniaarmy19 : ah tania selalu aja bisa nangkep semua pesen yg pingin saya sampein di setiap ff saya :*:*:* lupyu tan {} nih ending yg bener2 endingnya ya :)