Disclaimer: Katekyo Hitman Reborn adalah milik Amano Akira. Penulis tidak mengambil keuntungan material dalam penulisan fanfik ini

Warning: AU, Slash, OOC, OC, Character death, twin!fic, typo, etc

Rating: T

Pairing: 1827, past!AG

Genre: Romance, Adventure, Hurt/Comfort


TALE OF AN ANCIENT SKY

By

Sky


"Apa yang kau lakukan kemarin sungguh berbahaya, Sawada-san, berjalan-jalan sendirian padahal Dokter Futaba sudah memperingatkanmu untuk tidak melakukan kegiatan yang berat, dan kemudian bertemu dengan Hibari-san," Chisa-san, perawat yang menangani Tsunayoshi pun lagi-lagi mengucapkan hal itu untuk yang kesekian kalinya ketika ia mengunjungi Tsunayoshi di kamarnya. "Akan lebih baik kalau kau tidak bertemu dengan Hibari-san kalau kau tidak ingin digigit sampai mati olehnya."

Perempuan berpakaian perawat tersebut terlihat sedang sibuk dengan pekerjaannya untuk memeriksa keadaan pasiennya, dan karena ia terlalu fokus pada pekerjaannya tersebut ia tidak memperhatikan kalau Tsunayoshi hanya memberikan senyuman kecil sebelum ia memejamkan kedua matanya.

Harus Tsunayoshi akui kalau apa yang ia alami kemarin bisa dikatakan sangat berbahaya namun tidak terlalu berbahaya juga menurutnya. Dalam hati ia berucap kalau Dokter Futaba dan Perawat Chisa itu terlalu berlebihan, mereka seharusnya tahu kalau kondisi Tsunayoshi sudah lebih dari kata baik meski remaja yang bersangkutan harus menjalani terapi singkat sehingga ia bisa berjalan dan bergerak –otot-ototnya terasa begitu kaku setelah beberapa tahun tidak digunakan– sesuai keinginannya, namun secara keseluruhan Tsunayoshi itu sudah sehat. Ia tidak memerlukan kontrol dokter dan perawat yang begitu overprotektif terhadapanya, meski dalam lubuk hati yang terdalam Tsunayoshi tahu kalau itu adalah pekerjaan mereka.

Remaja bermata hazel kecoklatan tersebut merasa senang karena mereka tidak memberi tahu Nana akan apa yang terjadi, termasuk pertemuannya dengan Hibari di mana Tsunayoshi hampir saja digigit sampai mati –dan akan terjadi bila Tsunayoshi tidak bisa bergerak cepat untuk membela dirinya– oleh Hibari. Berbicara mengenai Hibari, Tsunayoshi tidak tahu harus berpikir apa mengenai pemuda itu. Paras dan sifat dari Hibari benar-benar mengingatkannya akan Alaude ketika ia masih muda, di mana pemuda yang dulu pernah menjadi kekasihnya tersebut terkenal akan haus darah serta menyukai perkelahian di mana pun dan kapan pun. Pernah Tsunayoshi bertanya pada dirinya sendiri apakah Hibari adalah keturunan dari Alaude seperti Tsunayoshi yang merupakan keturunan dari Giotto, ketika ia menanyakan hal itu kepada dirinya sendiri, anehnya intuisi super yang Tsunayoshi miliki memilih untuk diam dan tidak menjawab pertanyaannya tersebut, bahkan memberikan sebuah petunjuk pun tidak. Pada saat-saat seperti ini, terkadang intuisi super milik Tsunayoshi memang tidak bisa diandalkan, dan menurutnya hal itu malah sedikit lebih jenaka.

Mungkin Perawat Chisa mengatakan kalau Tsunayoshi akan lebih baik tidak bertemu dengan Hibari, namun dalam lubuh hati yang terdalam ia tidak sependapat akan hal itu. Baik hati serta intuisi supernya mengatakan kalau ia seharusnya mengenal lebih dekat siapa Hibari Kyoya tersebut. Bukan karena Hibari itu begitu mirip dengan Alaude yang membuat Tsunayoshi semakin rindu akan sosok pemuda itu, namun karena Hibari itu adalah orang yang menarik, dan Tsunayoshi juga berpikir kalau hari-harinya tinggal di rumah sakit tidak akan membosankan seperti ini kalau ia bisa bertemu sekali dengan Hibari.

Kedua mata hazel milik Tsunayoshi melirik ke arah perawat Chisa yang kini sudah menyelesaikan pekerjaannya dan kini keluar dari dalam kamar milik Tsunayoshi, meninggalkan remaja itu sendirian di dalam kamar. Sunyinya ruangan tersebut membuat Tsunayoshi merasa tidak tenang, ia mungkin menyukai ketenangan namun ia bukanlah orang yang hobi menyendiri, ia bukanlah Alaude yang suka menyendiri. Menatap ke arah kamar yang sepertinya dikunci dari luar –demi keselamatan Tsunayoshi serta agar ia tidak kabur lagi– oleh Perawat Chisa, Tsunayoshi pun mau tidak mau menghela napas berat. Ia pun menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh bagian bawahnya sebelum Tsunayoshi turun dari tempat tidurnya.

Remaja itu menghiraukan bagaimana rasa dingin dari lantai menusuk telapak kakinya yang tak beralaskan itu, ia terus berjalan dengan perlahan untuk menuju ke arah jendela yang ada di dalam kamarnya. Ia pun membuka kaca jendela lebar-lebar dan menatap pemandangan yang ada di luar. Dalam beberapa hari ini Tsunayoshi sudah bisa merasakan kalau dirinya sudah merasa baikan, bahkan berjalan pun ia sudah tidak membutuhkan bantuan apapun meski ia tak bisa bergerak dengan cepat, sehingga Tsunayoshi pun tidak bisa dikekang di dalam kamar seperti ini. Bagaimana pun juga Tsunayoshi adalah tipe anak yang mudah sekali bosannya.

Tsunayoshi menatap ke arah jendela yang terbuka lebar untuk sekali lagi, dalam hati ia pun berpikir apakah ia bisa menggunakan api langitnya untuk terbang dan keluar dari dalam penjara sementaranya tersebut. Hanya saja, secepat pemikiran itu datang maka cepat pula perginya. Mengendalikan api langitnya untuk terbang tanpa menggunakan I-Glove versi Vongola-nya itu memang bisa dilakukan, terlebih Tsunayoshi itu memiliki kendali kuat akan api langitnya. Namun, mengingat kondisinya yang sekarang ini Tsunayoshi berpikir kalau ia terlalu berlebihan menggunakan api kehidupannya maka yang ada ia akan cepat lelah, apalagi dalam tubuhnya yang sekarang ini Tsunayoshi belum memiliki stamina yang kuat. Tidak hanya itu saja, ada kemungkinan orang akan melihatnya terbang dari jendela rumah sakit, dan Tsunayoshi tidak ingin mendapatkan masalah karena orang biasa memergokinya menggunakan api langit untuk terbang. Dan Tsunayoshi tidak menginginkan masalah apapun untuk menempel pada dirinya –namun pada kenyataannya masalah sangat suka menempel pada dirinya– sampai kapan pun, untuk karena itu sang Remaja bermata hazel kecoklatan itu pun meninggalkan ide untuk menggunakan api langit.

Menoleh ke belakang ke arah gerendel pintu untuk beberapa saat lamanya, tiba-tiba Tsunayoshi memiliki sebuah ide yang ia rasa cukup brilian. Ketika Ia masih menjadi Giotto dan tinggal di jalanan, G yang merupakan sahabat karibnya itu sering mengajarinya untuk membobol sebuah gembok, dan ia rasa Tsunayoshi mampu melakukannya untuk keluar dari dalam kamar tersebut. Yang ia butuhkan adalah sebuah alat tajam, atau mungkin pin –jepitan– rambut pun sudah bisa ia jadikan sebagai senjata. Tsunayoshi pun mengedarkan pandangannya ke segala arah, bertujuan untuk mencari barang yang dimaksud sampai kedua matanya tertuju pada sebuah garpu yang ada di atas meja nakasnya, tepat di atas piring yang berisi potongan apel yang Nana suguhkan padanya tadi pagi ketika wanita itu datang menjenguk.

Bentuk garpu dan lubang kunci mungkin sedikit lebih besar, namun Tsunayoshi bisa menggunakan api langitnya untuk mengubah bentuk garpu tersebut menjadi sesuatu yang bisa ia gunakan sebagai kunci. Merasa ide yang ia miliki pun cukup bagus, Tsunayoshi pun beranjak dari tempat berdirinya di depat jendela kamar, ia berjalan menuju ke arah tempat tidurnya dan mengambil garpu yang ia maksud tadi. Kedua matanya mengamati benda yang terbuat dari sepuhan perak dan logam lainnya tersebut untuk beberapa saat lamanya. Bibirnya pun berkedut sedikit sebelum Tsunayoshi memejamkan kedua matanya dan membukanya lagi. Ketika remaja itu membuka kedua kelopak matanya, kedua warna matanya kini sudah berubah warna menjadi oranye seperti langit senja yang begitu indah, sementara api langit yang begitu murni pun muncul di atas keningnya.

Remaja itu pun berkonsentrasi, ia membiarkan tangan kanannya diselimuti oleh api langit dengan suhu yang sangat tinggi –yang tentunya tidak melukai Tsunayoshi barang sedikit pun– dan membiarkannya menyelimuti logam garpu yang ia pegang. Kendali api langit yang Tsunayoshi miliki tidak bisa dikatakan bagus, bahkan jauh dari kata bagus mengingat tubuhnya ini belum terbiasa dengan pengendalian api kehidupan yang aktif seperti saat ini, begitu berbeda dengan apa yang Tsunayoshi pikirkan beberapa saat yang lalu. Meski demikian, remaja itu tidak membiarkan hal itu mempengaruhi kendali dirinya, ia hanya perlu berkonsentrasi lebih keras lagi ketimbang biasanya sehingga ia akan mampu menggunakan api kehidupannya dengan baik. Dalam hati Tsunayoshi berjanji kalau ia sudah keluar dari rumah sakit, ia akan mulai berlatih keras seperti sebelumnya. Karena garpu tersebut tidak terbuat dari logam khusus, benda itu pun melumer sedikit dan Tsunayoshi pun mengelusnya sebentar, meruncingkannya dengan bantuan tangan kirinya sampai benda itu berubah menjadi benda tajam meski bentuknya bisa dikatakan kurang beraturan.

Puas akan apa yang ia lakukan. Tsunayoshi pun memadamkan apinya dan menatap benda tajam yang ia buat dari garpu tadi, dan tanpa membuang banyak waktu ia pun berjalan ke arah pintu sebelum memasukkan bagian tajam benda itu ke dalam lubang kunci. Tsunayoshi mengutak-atik benda yang ia masukkan ke dalam logam pintu dengan tangan kirinya memegang gerendel pintu, memutarnya perlahan sampai bunyi "klik" yang memuaskan pun terdengar, menandakan kalau kunci pintu terbuka.

Tersenyum singkat, Tsunayoshi membuka pintu itu sebelum menyelinap keluar dari dalam kamar setelah ia meletakkan sweater –Nana memberikan sweater itu padanya agar ia tidak kedinginan– yang ia ambil dari kursi di samping tempat tidurnya pada kedua bahunya.

"Kalau aku bertemu lagi dengan G, aku harus mengucapkan terima kasih kepadanya karena telah mengajarkanku membuka pintu seperti tadi," gumam Tsunayoshi kepada dirinya, tanpa pelajaran privat yang dulu pernah G berikan padanya maka belum tentu Tsunayoshi bisa kabur dari tempatnya tersebut.

Ia pun terus berjalan menyusuri koridor panjang rumah sakit. Beberapa orang berlalu lalang di tempat itu, namun melihat tidak ada yang mengenalinya maka Tsunayoshi pun bebas untuk pergi ke mana pun ia mau. Tidak akan ada yang melarangnya bila tidak ada yang tahu, begitulah prinsip Tsunayoshi. Ia memang pasien yang buruk, remaja itu mengakuinya dengan baik dan tanpa menggunakan penyangkalan, ia ini tidak pernah bisa tinggal diam pada sebuah tempat tanpa melakukan apapun. Rasanya ia seperti anak yang hyper, dan tentu saja Tsunayoshi tidak menyangkal fakta itu.

Lamunan remaja itu pun buyar ketika ia melihat sosok seorang gadis remaja berlari dengan sekuat tenaga ke arahnya. Kemungkinan besar ia adalah pasien rumah sakit ini melihat piyama yang gadis itu kenakan, dan Tsunayoshi akan menghiraukan sosok gadis itu bila bukan intuisi supernya memberinya petunjuk untuk bersembunyi, hal itulah yang Tsunayoshi lakukan saat ini di mana ia merapatkan bahunya pada dinding rumah sakit dan membiarkan gadis itu berlari cepat ke arah jendela. Gadis itu seperti membawa dua orang balita dan ia pun melempar kedua balita itu ke luar jendela, dan ketika gadis itu menutup kaca jendela dengan ekspresi yang penuh kelegaan, sebuah ledakan yang cukup keras pun terjadi, sepertinya berasal dari kedua balita yang gadis itu buang.

"Fiuh... untung aku masih sempat melempar mereka berdua ke luar rumah sakit. Kalau tidak, pasti Hibari-san akan terbangung dan reputasiku di matanya bisa hancur karena kejadian ini. Lagian, mengapa juga Ipin dan Lambo bisa di sini?" Tanya gadis itu pada dirinya sendiri, ia terlihat tengah mengomel karena kehadiran dua balita yang menurutnya menyebabkan masalah untuk dirinya. "Ah... aku harus melihat apakah Hibari-san terbangun apa tidak."

Tanpa mengucapkan apapun lagi, gadis itu pun segera berlari ke arah ruangan tempatnya tadi. Sepertinya gadis itu tidak menyadari kehadiran Tsunayoshi yang ada di tempat itu karena ia terlalu fokus pada satu hal.

Melihat punggung gadis itu untuk beberapa saat lamanya, tiba-tiba Tsunayoshi pun teringat akan sosok seorang gadis kecil yang dulu sering sekali meminta perhatiannya kapan pun dan di mana pun.

Sawada Natsumi, adik kembar dari Sawada Tsunayoshi, pikir Tsunayoshi pada dirinya sendiri. Hal itu pun semakin dikuatkan oleh intuisi super yang ia miliki, sangat yakin kalau gadis itu adalah Sawada Natsumi. Dalam artian lain adalah cucu buyutku juga.

Ada yang berbeda dari sosok Natsumi yang barusan Tsunayoshi lihat dengan sosok gadis kecil yang Tsunayoshi ingat. Natsumi yang Tsunayoshi ingat adalah sosok gadis kecil yang manis dan selalu terlihat lembut, ramah kepada siapa saja sehingga Tsunayoshi pun tidak tanggung-tanggung mendeklarasikan kalau Natsumi adalah adik terbaik yang pernah ia miliki. Aura manis yang Tsunayoshi ingat selalu bersemayam pada diri Natsumi pun entah kenapa berbeda dengan sosoknya yang Tsunayoshi lihat. Tsunayoshi tidak bisa menyentuhnya maupun menebaknya secara tepat, namun ia menghiraukannya untuk sementara ini karena ia penasaran ke mana Natsumi pergi sekarang ini. Ia pun mengikuti sosok Natsumi yang kini berdiri tepat di ambang sebuah pintu kamar yang terbuka, kalau tidak salah kamar itu adalah kamar di mana Hibari tengah di rawat. Dan Tsunayoshi pun semakin penasaran karena ia melihat sosok Natsumi bersemu merah di pipinya sebelum semu merah tersebut menghilang dan digantikan oleh pucat.

Sepertinya adikku membuat masalah dengan Hibari, pikir Tsunayoshi. Ia bergegas untuk menghampiri mereka secepat yang ia bisa –dan itu tidak terlalu cepat mengingat bagaimana kondisinya–, dan ia pun tepat waktu untuk sampai di sana. Tanpa berpikir panjang, Tsunayoshi pun melingkarkan lengan kanannya pada pinggang Natsumi dan menariknya keluar dari ambang kamar itu, bertepatan dengan sebuah tonfa yang disabetkan ke arahnya. Masih dengan lengan yang memeluk sosok Natsumi –yang mana gadis itu seperti kena hiperfelantif– pada pinggangnya, Tsunayoshi pun menyipitkan kedua matanya kala kedua hazel kecoklatannya bertemu dengan biru kelabu milik Hibari Kyoya, yang mana kedua tangannya tengah memegang dua buah tonfa.

"Kau, beraninya kau muncul di hadapanku lagi. Kurasa kau sudah bosan hidup rupanya," ujar Hibari dengan dingin, sepertinya ia tengah dalam mood yang buruk. Kemungkinan besar ia berada dalam mood itu karena Natsumi membangunkannya dari tidur siang dan dilanjut dengan Tsunayoshi yang tiba-tiba muncul di hadapannya sambil menyelamatkan Natsumi dari serangannya.

"Hibari-san, senang bisa bertemu denganmu lagi," ujar Tsunayoshi dengan kalem, ia pun melonggarkan pelukannya pada pinggang Natsumi tanpa memindahkan tatapannya dari sosok Hibari di hadapannya.

Meski Tsunayoshi mengatakan dirinya senang bertemu dengan Hibari seperti apa yang ia pikirkan sebelumnya, kelihatannya orang yang bersangkutan tidak memiliki pemikiran yang sama. Dengan cepat Tsunayoshi segera menghindari sabetan tonfa yang diarahkan Hibari padanya. Tsunayoshi sukses menghindari serangan yang Hibari berikan kepadanya, sayangnya tubuh Tsunayoshi tidak terlatih dengan baik sehingga ia pun kehilangan keseimbangan sampai bahunya menabrak dinding koridor rumah sakit dengan cukup keras. Anak itu meringis ketika rasa nyeri menghampiri bahunya untuk sementara waktu, ia mencoba bangkit untuk sekali lagi dan menundukkan kepala serta punggungnya saat intuisi supernya menyuruhnya untuk merunduk, karena tepat setelahnya Hibari menghantamkan tonfa kirinya ke arah Tsunayoshi dan benda itu mendarat tepat di mana kepala Tsunayoshi berada beberapa saat yang lalu sebelum ia merunduk dengan cepat. Andaikata Tsunayoshi tidak cepat dalam bertindak, sudah dipastikan kepalanya menjadi taruhan di sini, dan waktu Tsunayoshi untuk tinggal di dalam rumah sakit akan bertambah lagi.

Bibir Tsunayoshi sedikit melengkung ke atas, ia tidak suka dengan sikap kasar dan begitu temperamental yang Hibari lakukan sekarang ini. Ia mungkin tidak mengetahui bagaimana masa kanak-kanak Alaude mengingat keduanya bertemu ketika mereka berdua sudah dewasa, namun dari cerita yang Knuckle berikan kepada Tsunayoshi, ia bisa membayangkan kalau sifat Alaude di masa kanak-kanaknya begitu mirip dengan Hibari sekarang ini. Begitu kasar, ringan tangan, dan juga cepat marah meski ekspresinya tidak menunjukkan kemarahan tersebut. Tsunayoshi merasa lelah sendiri karena itu, namun ia tidak bisa menurunkan penjagaannya begitu saja karena apa yang tengah Tsunayoshi hadapi sekarang ini adalah tipe orang yang sangat volatil.

"Hibari-san, tenangkan dirimu. Ini rumah sakit!" Pinta Tsunayoshi dengan suara sedikit panik ketika Hibari lagi-lagi menyipitkan kedua matanya dan menekan Tsunayoshi dengan auranya yang mencekam tersebut.

"Aku tidak suka diperintah oleh siapapun, terutama oleh herbivore seperti dirimu," sahut Hibari sebelum dia maju ke depan setelah menyeimbangkan kedua tonfanya.

"Aku tahu aku ini herbivore seperti yang Hibari-san bilang," Tsunayoshi menghentikan kalimatnya ketika ia harus mengambil langkah cepat ke arah kanan untuk menghindari serangan yang Hibari lontarkan kepadanya, membuat sosok Tsunayoshi tanpa sadar masuk ke dalam ruangan tempat Hibari dirawat. "Tapi kau harus memperhatikan kalau kita tengah berada di rumah sakit. Ada banyak orang yang dirawat di tempat ini. Kalau kau terus-terusan menyerangku, bisa-bisa akan banyak orang sakit yang terganggu."

Tsunayoshi tahu dirinya mendapatkan perhatian dari Hibari sekarang ini, dan dalam hati ia pun berdoa agar Hibari mau mendengarkan kata-katanya dan tidak menyerangnya secara membabi buta seperti tadi. Tsunayoshi tengah berada dalam keadaan di mana ia tidak memungkinkan untuk bertarung, bahkan untuk berjalan saja ia masih memiliki kesulitan apalagi bertarung. Dan dari apa yang Tsunayoshi lihat mengenai sosok pemuda yang ada di hadapannya itu, Hibari Kyoya adalah orang yang kuat, seperti Alaude.

Dalam hati Tsunayoshi ingin sekali memukul dirinya sendiri, tidak seharusnya ia membandingkan Alaude dengan Hibari seperti apa yang ia lakukan barusan. Keduanya adalah dua individual yang berbeda meski ada kemiripan sifat dan juga paras, namun keduanya tetaplah dua entitas yang berbeda antara satu sama yang lainnya.

Anak itu bisa melihat bagaimana Hibari menghentikan serangannya, pemuda itu menatap sosok Tsunayoshi dengan tatapan penuh observasi, kelihatannya Hibari tengah mempertimbangkan akan apa yang Tsunayoshi katakan sebelumnya tentang mengganggu kenyamanan penghuni rumah sakit yang datang ke tempat ini untuk berobat. Hibari mungkin adalah orang yang melakukan apapun sesuka hatinya, namun ia bukanlah orang bodoh yang akan melakukan sesuatu tanpa memperhitungkan konsekuensinya. Dan tentu saja ia tidak suka mengganggu ketertiban tempat yang menjadi daerah kekuasaannya seperti rumah sakit umum Namimori, oleh karena itu Hibari pun menghentikan serangannya kepada Tsunayoshi. Ia akan menghajar anak itu ketika mereka tidak berada di rumah sakit lagi, setidaknya dengan begitu ia tidak akan mengganggu kenyamanan pasien yang dirawat di rumah sakit ini.

"Kali ini aku melepaskanmu, bukan karena aku mendengarkan perkataanmu melainkan aku tidak ingin membuat ketertiban yang ada di rumah sakit ini terganggu," ujar Hibari seraya menyimpan kedua tonfanya di tempat ia menyimpannya selama ini. Tidak mengindahkan sosok Tsunayoshi yang masih berdiri di hadapannya itu, Hibari pun menoleh ke arah sosok Natsumi yang masih membatu duduk di atas lantai karena melihat barusan yang terjadi di hadapannya. "Herbivore, pergi dari ruangan ini sebelum aku berubah pikiran dan menggigitmu sampai mati!"

Sawada Natsumi, yang masih merasa terkejut setengah mati karena dirinya hampir saja tewas di tangan Hibari langsung tersadar dari situasinya. Dengan cepat gadis itu pun menganggukkan kepalanya, ia akan mengunjungi Hibari nanti setelah mood pemuda itu menjadi baik, terlebih lagi Natsumi tidak ingin tewas di tangan Hibari sebelum ia bisa menjadi Decima maupun mengikat Hibari dengan dirinya.

"Ba-baik, Hibari-san," sahut Natsumi dengan cepat, ia pun langsung berdiri dari tempatnya duduk dan tanpa melihat ke arah Tsunayoshi yang masih ada di sana ia berlari untuk kembali ke ruangannya sendiri, meninggalkan Hibari dan Tsunayoshi sendiri.

Sang Penjaga langit yang melihat hal itu hanya bisa menghela napas singkat di dalam dirinya, ia merasa begitu bersyukur karena ucapan yang ia katakan kepada Hibari tadi cukup logis sehingga ia tidak akan melihat pertumpahan darah di hadapannya. Untuk saat ini Tsunayoshi merasa lega, tetapi tidak bisa dikatakan aman seratus persen karena ia masih berada di hadapan Hibari. Anak itu tiba-tiba mengingat kalau Hibari menyuruh para herbivora untuk keluar dari ruangan tersebut seperti Hibari berubah pikiran, Hibari memanggil Tsunayoshi sebagai Herbivora, sama seperti yang ia lakukan kepada adik Tsunayoshi. Hal ini berarti Tsunayoshi masuk ke dalam kategori herbivora yang Hibari suruh untuk keluar.

Paham akan logikanya sendiri, anak itu pun dengan tertatih-tadi segera beranjak untuk keluar dari dalam ruangan itu, meninggalkan Hibari sendirian. Sayangnya, belum sempat Tsunayoshi pergi dari hadapan Hibari dirinya menemukan sebuah tangan menangkap lengan kirinya, menahan Tsunayoshi untuk tidak pergi begitu saja. Ketika Tsunayoshi menoleh ke arah Hibari, ia menemukan napasnya tercekat begitu saja kala ia melihat bagaimana Hibari menatapnya dengan lekat dengan sebuah emosi yang tidak bisa Tsunayoshi artikan berdansa pada kedua mata kelabu tersebut.

Intuisi super Tsunayoshi berdenging hebat, memberitahukan sang Penjaga langit kalau sesuatu akan terjadi dan ia tidak boleh pergi begitu saja atau Tsunayoshi akan kehilangan sesuatu yang penting. Meski Tsunayoshi sebenarnya merasa lelah dan ingin segera pergi dari hadapan Hibari, ia menemukan dirinya mematuhi apa kata intuisi supernya, terlebih lagi tatapan yang Hibari berikan tersebut memberinya perintah untuk tetap tinggal di sana kalau dirinya tidak ingin digigit sampai mati, meski itu artinya Tsunayoshi harus bersabar dan menahan sakit ketika Hibari memegang lengannya dengan begitu kuat.

"Apa aku menyuruhmu untuk pergi mengikuti Herbivore tidak berguna itu?" Tanya Hibari. Nadanya tidak mengindikasikan kalau ia tengah bertanya, namun menyuarakan sesuatu agar Tsunayoshi mematuhi perintahnya.

"Ta–"

Belum sempat Tsunayoshi memberikan penjelasan, Hibari memotong kalimatnya dengan miliknya sendiri. "Kalau kau ingin pergi dari hadapanku, lupakan saja pemikiran bodoh itu. Aku tidak akan membiarkanmu pergi untuk yang kedua kalinya dari hadapanku, Giotto di Vongola. Kalau perlu, aku akan memborgolmu dan mengaitkan borgol itu dengan tanganku agar kau mengerti di mana posisimu saat ini."

Kedua mata hazel milik Tsunayoshi melebar ketika nama aslinya diucapkan dengan santai oleh Hibari. Tidak ada yang tahu nama itu kecuali dirinya sendiri, dan kata-kata itu...

"Beraninya kau kabur dariku meski kau tahu aku sudah mendeklarasikanmu sebagai milikku dan aku tidak akan pernah melepaskanmu. Kurasa aku perlu menahanmu untuk seumur hidupmu agar kau mengerti apa yang aku ucapkan itu, untuk yang kedua kalinya."

Tidak mungkin... kata-kata tersebut adalah milik orang itu. Semuanya berjalan dengan begitu cepat, membuat kepala Tsunayoshi merasa pening sebelum kedua matanya berputar, ia mengalami serangan panik berlebih sehingga tidak bisa mengontrol dirinya untuk sementara waktu. Dan hal terakhir yang ia lihat sebelum gelap menghampirinya adalah Hibari memberikan sebuah seringai kecil dan menangkap tubuh Tsunayoshi yang terjatuh, memeluk sosok kecil itu dengan penuh keposesifan.

Sepira... bagaimana mungkin kau melakukan ini semua padaku! Teriak Tsunayoshi dalam hati sebelum ia tidak sadarkan diri.


AN: Terima kasih sudah mampir dan membaca

Author: Sky