Kalian ingat jika Siwon pernah mengajakku untuk bertemu dengan rekan bisnisnya yang berasal dari Korea?

Ya, ia menepati janjinya setelah kami melakukan kencan akhir pekan kemarin di Haarlem.

Tidak ada yang istimewa dalam kencan kami. Kami hanya berkencan biasa, tidak ada ciuman bahkan seks.

Ya, hidup di negara barat tidak ikut merubah gaya berpacaran kami.

Ingat bukan aku tidak menyukai seks bebas? Siwon pun juga tidak menyukainya.

Soal kami tidak melakukan ciuman, apakah aku harus mengatakan alasannya?

Baiklah, akan kukatakan.

Bagiku ciuman memiliki makna tersendiri untukku. Ciuman itu sangatlah luar biasa. Melalui ciuman kita bisa menyalurkan perasaan apa yang sedang kita alami.

Intinya dalah, ciuman adalah sebuah cara spesial untuk menunjukkan perasaan cinta, kasih sayang dan gairah.

Ingat bukan jika aku hanya menganggap Siwon sebagai kakaku?

Aku tidak mau berciuman dengannya, aku hanya mau melakukannya dengan orang yang aku cintai.

Seperti dengan Kyuhyun mungkin?

Siwon sering kali ingin menciumku, di bagian bibirku. Aku selalu menghindar jika ia akan melakukannya, dan pada akhirnya ia hanya menciumku di bagian pipi ataupun kening.

Aku sudah mengatakan alasan kami tidak melakukan kissing , sekarang aku akan menceritakan sedikit bagaimana kencan kami.

Kami hanya berjalan-jalan, berfoto bersama dan mencicipi makanan khas kota yang berada di selatan Belanda itu.

Membosankan?

Tidak.

Itu menyenangkan.

Kami bisa berjalan-jalan disana dan menikmati pemandangan sampai sore hari.

Setelah itu kami memutuskan untuk pulang karena besok adalah hari senin, hari yang cukup keramat bagiku karena pada hari senin aku selalu malas melakukan aktifitas.

Tapi tidak untuk senin kali ini.

Aku akan menemani Siwon menemui relasi bisnisnya yang berasal dari Korea.

Entahlah, aku sangat bersemangat sekali pagi ini.

Membayangkan bertemu orang Korea selain Siwon di sini membuat perasaanku menjadi lebih baik daripada senin-senin biasa yang ku lalui.

Apalagi relasi bisnis kali ini sangatlah penting bagi Siwon, jadi aku harus menemaninya dan menyemangatinya.

Aku harus menjadi pacar yang baik.

Kami berdua saat ini berada di Cafe yang terletak tidak jauh dari perusahaan Siwon.

Cafe ini sangat strategis karena tidak jauh juga dari pusat Belanda.

Kurasa, klien kami tidak akan kebingungan mencari keberadaan Cafe ini.

"Kau gugup?"

Siwon menoleh kearahku dan ia tersenyum sedikit. Aku tau ia gugup, bahkan sangat.

Mengenalnya beberapa tahun membuatku mengetahui apa yang ada pada dirinya, termasuk kebiasaannya.

"Tidak apa-apa. Kau pasti bisa melakukannya."

"Apa aku terlihat buruk?"

Aku membenarkan letak dasi merahnya kemudian mendongak menatapnya.

"Kau terlihat tampan."

Aku berkata jujur ia memang tampan.

Ia hanya tersenyum kemudian mengacak-ngacak rambutku.

"Aku tidak menyesal mengajakmu untuk menemaniku. Kau sedikit menenangkanku."

Aku menatapnya tidak suka.

"Sedikit? Wah kau menyakiti perasaanku."

Aku melipat kedua tangaku didada dan menatapnya tajam berharap ia akan takut padaku dan menarik ucapannya.

Namun ia hanya tertawa kemudian menarikku tanganku dan mengecupnya.

"Aku tidak ingin kau menjadi besar kepala jika aku mengatakan yang sesungguhnya."

"Katakan yang sesungguhnya." Ujarku cepat.

Kulihat ia sedang memikirkan sesuatu kemudian ia menarik hidungku dengan gemas.

Sial ini sangat sakit!

"Bagaimana jika kukatakan kau sangat sangat membantuku disini—maksudku kau sangat berarti, kau membuatku tenang dan—

"Cukup."

Aku menyelanya karena aku tidak tahan mendengarkannya yang membuat kedua pipiku merona malu.

"Kenapa? Bukankah kau ingin mendengarkannya tadi?"

Ia tersenyum menggodaku.

"Setelah ini kau harus mentraktirku es krim ukuran besar. Aku tidak mau tau dan tidak ada penolakan!"

"Baiklah Mrs. Choi kau akan mendapatkannya."

Mrs. Choi?

Ah.

Aku mengalihkan pandanganku dan tersenyum miris mendengar ia memanggilku Mrs. Choi.

Ini bukan pertama kalinya ia memanggilku seperti itu.

Aku tahu maksudnya, aku memahaminya sebagaimana ia memahamiku.

Hanya bagaimana mengatakannya ini sangat sulit untukku.

Aku bahkan tidak yakin apakah aku akan menikah dengan Siwon dan menjadi Mrs. Choi seperti yang ia harapkan.

Aku berharap aku bisa membuat harapannya menjadi nyata walau itu sangat sulit untukku.

Berusaha mencintainya tidak semudah saat aku jatuh cinta untuk pertama kalinya.

Tapi aku tidak akan menyerah untuk belajar mencintainya walau itu terdengar mustahil tidak masalah, yang penting aku akan terus berusaha tidak peduli bagaimana akhirnya.

"Permisi."

Kami berdua mendongak menatap kearah asal sumber suara tersebut dan reflek kami berdiri.

Ah, ini pasti rekan bisnis Siwon.

Aku memperhatikan wajahnya yang menurutku tampan namun kekanakan. Ia memakai jas berwarna hitam yang didalamnya terdapat kemeja berwarna putih.

Sangat pas untuk ukuran tubuhnya yang tegap namun pendek.

Bukan bermaksud menghina atau apa, ia memang pendek.

Tidak setinggi Siwon dan Kyuhyunku.

Aku tidak tahu hanya perasaanku saja atau tidak, tapi aku merasa orang asing ini terkejut saat melihatku.

"Mr. Marcus?" tanya Siwon memastikan.

"Ah, perkenalkan saya adalah Lee Donghae, orang kepercayaan tuan Marcus."

Ia mengulurkan tangannya.

"Choi Siwon."

"Lee Sungmin."

Ia tersenyum dengan canggung dan menatapku aneh.

Entahlah, entah aku yang aneh atau memang orang ini yang aneh.

"Maafkan saya harus mengatakan ini. Tapi tuan Marcus tidak bisa menghadiri ini karena sedikit ada masalah."

"Apa yang terjadi? Apa ia membatalkannya?" tanya Siwon cepat dan was-was.

Aku membelai lengannya mencoba menenangkannya. Aku tau ia sangat cemas dan khawatir jika proyeknya kali ini akan gagal.

Bagaimanapun juga proyek ini sangat berarti.

Pria itu, yang bernama Lee Donghae nampak memperhatikanku saat aku membelai lengan Siwon.

Aku bisa merasakannya bagaimana ia tidak suka ketika aku melakukannya, namun aku tidak peduli.

Memang dia siapa? Aku bahkan tidak mengenalnya.

"Tidak. Tuan Marcus mendadak tidak enak badan setelah melakukan perjalanan jauh."

Oh benarkah?

Aku tersenyum sinis, aku tidak percaya begitu saja ketika orang kepercayaan pria bernama Marcus ini mengatakan bahwa Marcus sedang tidak enak badan.

Oh ayolah, aku bahkan mendengar dari Siwon bahwa Marcus ini, ia menaiki jet pribadinya, dan sering melakukan perjalanan jauh yang bahkan aku yakin ia pernah melakukan perjalanan jauh melebihi Korea-Belanda.

Apa ia mengalami mabuk perjalanan?

Tidak mungkin sekali.

Aku mendengus kesal.

Dan sepertinya pria suruhan Marcus ini menyadarinya.

Aku tidak peduli jika pria bermarga Lee ini mengetahuinya.

Aku kesal, oke?

Kesal kepada pria bernama Marcus itu yang sudah membuatku dan Siwon menunggu lama namun ia malah tidak datang dengan alasan tidak enak badan.

Menunggu itu tidak enak.

Apalagi jika yang kau tunggu ternyata tidak datang.

Hanya membuang-buang waktu saja.

Dasar orang kaya, semua saja.

Selalu bertingkah seenaknya!

"Baiklah. Kuharap Tuan Marcus cepat sembuh dan tolong sampaikan salamku padanya."

"Ya. Jika Tuan Marcus sudah membaik saya akan segera menghubungi anda dan mengatur pertemuan selanjutnya. Sekali lagi maafkan saya."

Siwon mengangguk maklum kemudian tak lama kemudian pria itu mengundurkan diri dari hadapan kami.

"Kurasa rekan bisnismu kali ini akan sangat menyebalkan."

Aku meraih tasku yang kuletakkan tadi kemudian menatap Siwon.

"Ini membuang-buang waktu."

"Setidaknya kita bisa membeli es krim."

"Satu cup es krim ukuran besar saja tidak akan bisa mengembalikan moodku."

"Lalu?"

"Aku mau dua. Dua cup."

Aku menatapnya kesal.

Kebiasaanku jika mood ku sedang buruk maka akan kulampiaskan emosiku kepada siapa saja walau orang tersebut bukan yang membuat moodku menjadi buruk.

"Ayo pergi sekarang."

"Ya, mari kita lakukan."

.

.

Aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku, ku lihat jam sudah menujukkan pukul setengah delapan malam.

Hari ini sangat melelahkan.

Setelah menunggu lama rekan bisnis Siwon namun ternyata ia malah tidak datang benar-benar membuat moodku buruk.

Setelah itu kami memutuskan untuk mampir ke kedai es krim favorit kami dan menghabiskan beberapa cup es krim.

Setelah itu Siwon mengantarku ke kantorku, aku harus kembali bekerja karena aku hanya ijin pada bosku aku akan masuk setelah jam makan siang.

Siwon juga, ia harus kembali bekerja menyelesaikan pekerjaan kantornya.

Senin memang buruk untukku.

Setiba di kantor aku harus menyelesaikan essay dan laporan-laporan yang harus kuberikan pada bosku yang membuatku harus bekerja sampai malam.

Walaupun tidak selarut biasanya, tetap saja ini melebihi jam kantor yang seharusnya karyawan pulang pada pukul empat sore.

Setelah selesai dengan pekerjaanku aku segera pulang.

Siwon tidak bisa menjemputku karena pekerjaannya belum selesai, jadi aku memutuskan untuk menaiki kendaraan umum saja seperti bis.

Tidak masalah, aku sudah biasa mengendarai kendaraan umum karena aku memang tidak memiliki mobil.

Bukan aku tidak mampu membelinya, tapi karena aku trauma dalam hal menyetir, sehingga untuk apa juga jika aku harus memiliki sebuah mobil.

Tidak ada gunanya.

Aku benci hal-hal yang tidak ada gunanya.

Tapi masalah mulai datang ketika aku menyadari bahwa sudah dua puluh menit aku berdiri disini namun tidak ada satu bis pun yang lewat.

Sial, bagaimana aku bisa lupa jika setelah jam tujuh malam bis jarang sekali muncul?

Aku mengumpat dalam hati.

Ini pertama kalinya kualami dalam hidupku berada dalam situasi seperti ini.

Aku pernah pulang lebih dari jam tujuh. Namun itu semua aman-aman saja karena ada Siwon yang akan mengantarku ke apartemenku.

Tapi kali ini aku tidak berharap banyak akan ada bis yang lewat, kecil kemungkinannya.

Sempat terlintas dipikiranku untuk berjalan kaki saja. Namun itu semua lagi-lagi tidak mungkin.

Asal kalian tau saja, jarak apartemenku dari sini cukup jauh.

Menaiki kendaraan saja bisa memakan waktu dua puluh menit menuju apartemenku, apalagi jika aku harus berjalan kaki.

Ingin berinisiatif menaiki taksi saja, namun faktanya tidak ada satupun taksi yang melintas satupun sejak tadi.

Aku memutuskan untuk menghubungi temanku saja agar ia mau berbaik hati meluangkan waktunya untuk menjemputku.

Namun keadaan semakin memburuk saat aku menyadari bahwa ponselku telah mati karena baterainya habis.

Astaga.

Apalagi ini?

Aku tidak tau mengapa, namun aku merasa ini senin tersial yang pernah ku alami dalam hidupku.

Kalian sudah kuberitahu bukan bahwa senin itu buruk, namun bukan berarti aku membenci hari senin.

Tapi aku akan memutuskan bahwa mulai saat ini aku membenci hari senin, sialan!

Aku ingin menangis saja rasanya.

Tubuhku benar-benar lelah, aku membutuhkan istirahat. Namun yang terjadi aku justru terjebak di halte ini sejak tadi.

Aku mengusap wajahku kasar.

Tidak tau apa yang harus aku lakukan.

Aku memandang jalanan cukup lama.

Sempat berfikir agar aku mencari tumpangan saja pada mobil yang lewat.

Seperti melambaikan tangan ke arah jalan agar ada kendaraan yang berhenti lalu memohon untuk memberi tumpangan.

Itu ide yang bagus.

Tapi bagian terburuknya adalah bagaimana jika yang berhenti merupakan mobil orang jahat?

Maksudku, orang itu berniat buruk padaku.

Tidak.

Aku tidak mau mengambil resiko.

Aku berdecak pelan.

Sampai kapan aku harus terjebak dalam situasi menyebalkan seperti ini?

Kualihkan pandanganku ke seberang jalan saat tidak sengaja mataku menatap pada seseorang yang berdiri diseberang jalan tepat dimana aku berdiri.

Ia memandang lurus jalanan, tapi aku merasa bahwa ia sedang menatapku tajam.

Astaga, apakah itu orang jahatnya yang akan merampokku atau bahkan melakukan hal yang lebih kejam dari itu?

Aku merasa takut jujur saja.

Ingin rasanya lari dan pergi dari sini namun kakiku terasa lemas.

Ingin aku berteriak pada orang-orang yang berlalu lalang disekitar, namun lagi-lagi aku tidak bisa mengeluarkan suaraku sedikitpun.

Ia berjalan menuju arahku dan tidak sedetikpun pandangannya terlepas dariku dan ini semakin membuatku gila.

'Selamatkan aku Tuhan, aku berjanji jika kau menyelamatkanku aku akan menjadi hambamu yang baik.'

Aku memejamkan mata dan berdoa didalam hati.

Ketika aku sedikit membuka mata untuk melihat apakah orang itu sudah pergi aku justru terperanjat kaget.

Bukan, bukan karena ia mengacungkan senjata tajamnya kearahku.

Hal yang membuatku kaget adalah semakin dia berjalan mendekatiku aku semakin tahu jelas seperti apa bentuknya—coret—semakin tahu jelas bagaimana paras orang itu.

Dan orang itu.. aku seperti mengenalinya.

Aku menjatuhkan tasku di atas trotoar.

Begitu terkejut saat orang itu sudah berdiri persis didepanku.

Aku harus mendongakkan wajahku untuk bisa menatap wajahnya karena dia lebih tinggi dariku.

Mata tajam itu.

Bibir tebal itu.

Rahang tegas itu.

Dan wajahnya yang arogan.

Aku mengenalinya.

Ya, sangat mengenalinya.

"Akhirnya aku menemukanmu."

.

.

to be continued