Part-time Job Scandal
Kuroko no Basket isn't mine
But the story is mine
.
Warning : AT, shounen-ai, etc.
.
Summary : Ketika mencari lowongan pekerjaan sama susahnya dengan mengumpulkan tujuh Dragon Ball, seorang Kuroko Tetsuya dengan beruntungnya diterima bekerja di Restoran bintang lima yang mewah sebagai pelayan. Tapi kenapa ia tak pernah tahu kalau tempat itu milik mantan kekasihnya?/"Ya enggaklah! Aku sama kamu itu cuma cerita masa lalu!"/AkaKuro
.
{(Chapter 9)}
Siapa menyukai siapa?
Kuroko mengerjap bingung. Dia? Akashi bilang kalau dirinya lah yang disukai oleh Mayuzumi. Oh. April mop, kah? Bukan bukan. Sekarang Agustus.
"Eh?"
Helaan napas Akashi keluar lagi. Air mukanya terlihat kesal sekali. Entah bagaimana Kuroko jadi merasa bersalah. Manik langitnya masih menatap wajah Akashi lekat-lekat, meminta penjelasan yang lebih jelasnya.
"Kamu bercanda kan, Akashi-kun?" Alis Kuroko bertautan.
"Memangnya aku ini tipe orang yang suka menggodamu?" Akashi balas bertanya.
Mata Kuroko diputar jengah. Terserah ah. Dijawab 'tidak' fitnah, dijawab 'iya' nanti malah menjadi-jadi.
"Serius, Akashi-kun." Kuroko sedikit memajukan wajahnya.
"Cintaku padamu juga serius, Tetsuya."
"Yang benar. Jangan bercanda terus."
"Aku tidak bercanda. Jangan meragukan aku."
"Meski matahari terbit dari sebelah barat aku tetap ragu kalau kamunya main-main begitu."
"Kalau itu terjadi maka dunia akan kiamat, Tetsuya. Aku tidak akan punya waktu untuk main-main.
"Cukup main-mainnya. Jangan keluar dari topik yang sedang kita bahas atau aku akan pulang."
"Disini kan rumahmu."
"…"
Lagi-lagi Kuroko salah bicara. Ia lupa kalau Akashi yang sekarang sangat pandai berdebat. Ada saja kalimat yang sempat dibalasnya. Dasar tukang silat lidah.
"Atau kamu mau rumah yang lebih besar, Tetsuya? Aku bisa membelikanmu."
"Tidak ada yang meminta begitu!"
Kuroko menghela napas. Sementara tangan kanannya terus digenggam Akashi, tangan kirinya memegangi kening. "Kembali ke topik Akashi-kun. Apa maksudmu Mayuzumi-san menyukaiku? Tolong jelaskan."
Raut wajah Akashi kembali kesal setelah reda beberapa saat. "Yah, aku tidak begitu mengerti. Tapi ia selalu bicara 'takdir'. Takdir takdir takdir yang membuatku kesal. Aku tidak bisa memarahinya karena Ayah meminta kami untuk tidak bertengkar."
Kenapa? Kuroko tidak ingat dia pernah bertemu dengan Mayuzumi sebelumnya. Pertama kali ia bertemu adalah ketika ia memergoki Akashi yang pergi diam-diam lima tahun silam. Tunggu. Apa ia pernah bertemu dengan Mayuzumi secara tak sengaja?
Sepertinya tidak.
"Kalau ia mengajakmu bicara jangan dihiraukan. Abaikan saja. Tinggalkan. Kalau perlu hajar, tendang 'masa depan'-nya."
Tak bisa membalas, Kuroko hanya diam. Setelah mendengar perkataan Akashi ia sangat merasa tidak tenang. Semua yang terjadi bagaikan mimpi. Rasanya… tidak masuk akal.
Rasa sedih diikuti penyesalan menjalar ke seluruh tubuhnya.
Ponsel Akashi berdering, meruntuhkan segala suasana yang telah dibangun. Kuroko terbawa nostalgia. Sama seperti dahulu, selera Akashi terhadap nada sungguh rendahan. Tanpa disadari, Kuroko terkekeh kecil. Kenangan manisnya bersama Akashi terputar satu per satu.
Hati mungilnya sedikit luluh.
Kantung mata Kuroko menghitam. Baik tubuh juga batinnya sama-sama terbebani. Salahkan perbuatan Akashi-sama kemarin, dirinya sukses tak bisa tidur semalaman. Tidak semalaman juga sih. Kuroko terlelap jam 3.50 dan bangun 5.20.
"Kuro-chin, apa kau baik-baik saja?" tanya Murasakibara.
"Tentu saja sapi minum susu, Murasakibara-kun."
"..." Murasakibara menatap Kuroko bingung. "...Sapi minum air, Kuro-chin~"
Himuro yang melihatnya hanya bisa tertawa kecil.
.
Setelah memastikan dirinya baik-baik saja, Kuroko mulai bekerja. Seorang pelanggan membunyikan lonceng. Dengan segera Kuroko menghampirinya.
"Ada yang bisa saya bantu, tuan?" Kuroko tersenyum ramah.
"Bagaimana kalau saya pesan waktumu?"
Kuroko menatap sosok wajah yang barusan terhalang buku menu. Cih. Manusia yang selama ini ia hindari kini di hadapannya. Mayuzumi dengan senyumnya yang mendominasi menghancurkan mood Kuroko dalam sekejap.
"Mau apa kau disini?" tanya Kuroko malas.
"Biar begini aku ini pelanggan, lho." Mayuzumi menggoyangkan loncengnya pelan.
"Kalau pelanggannya kurang ajar sepertimu kurasa Tuhan juga mengizinkanku untuk memukulmu."
"Jahat sekali. Mau kuadukan kau ke owner Restoran?" Mayuzumi berpangku tangan. "Oh ya, sekalipun kuadukan kuyakin Akashi pasti akan membelamu. Jadi tidak ada gunanya."
Cibiran keluar dari mulut Kuroko. "Presiden tidak akan berbuat seceroboh itu. Kau pikir dia manusia murahan yang membela pelayannya hanya karena urusan seperti itu?"
"Oh, sekarang kau mulai membelanya."
Cibiran kedua keluar lagi.
"Aku sibuk." seru Kuroko. "Kalau tak ada keperluan, aku izin permisi."
"Kuroko-san." Mayuzumi merogoh saku jaketnya dan menyerahkan secarik kertas pada Kuroko. "Titipan dariku. Tolong dibaca kalau sempat."
"Katakan apa pesananmu dan aku akan membacanya."
"Aku pesan cintamu saja."
Tidak Akashi tidak Mayuzumi dua-duanya sama-sama tukang gombal. Dilihat dari segi ini ternyata mereka memang bersaudara. Kuroko menghela napas. Menguji kesabaran orang saja...
"Aku tidak punya cinta. Hatiku mati. Kalau kamu bercanda lagi aku benar-benar pergi."
Kekehan kecil keluar dari mulut Mayuzumi. "Menarik sekali, Kuroko."
Yang dipuji berdecih.
"Aku pesan menu rekomendasi darimu saja."
"Rekomendasi hari ini adalah sebaiknya kamu pergi dari Restoran ini sekarang."
Lagi-lagi Mayuzumi tertawa. Kuroko menyeringai puas, merasa menang.
"Aku mau stik kalau begitu." Mayuzumi menunjuk gambar yang ada di buku menu. "Jangan lama-lama atau aku akan kesepian."
Kuroko memicingkan mata. "Mati kesepian saja sana di ujung sumur."
Shift Kuroko selesai. Digenggamnya kertas pemberian dari Mayuzumi. Ia membukanya lalu membaca deretan kalimat yang tertulis rapi.
'Aku tahu kamu pasti tidak mengenaliku. Kalau kau datang ke apartemenku akan kubuat kau ingat.'
Rasa penasaran mulai tumbuh dalam diri Kuroko. Apa ia benar-benar pernah bertemu dengan Mayuzumi sebelumnya? Kuroko yakin ia tidak pernah. Membayangkan kalau ia pernah kenal dengan Mayuzumi pun Kuroko enggan.
Siapa juga yang sudi dekat dengan orang seperti itu, dasar pelakor.
Kuroko pribadi ingin mengetahui apa hubungannya dengan Mayuzumi. Tapi... Datang ke apartemen, ya? Kuroko yakin kedatangannya ke apartemen Mayuzumi hanya akan menimbulkan hal-hal tidak baik. Bisa jadi nanti mereka saling bunuh. Tidak ada yang tahu kemungkinan seperti apa yang nanti muncul. Kecoa yang merayap di lantai pun bisa jadi robot mata-mata dari FBI.
Sudah pasti Akashi tak mengizinkan Kuroko pergi ke apartemen Mayuzumi. Mungkin saja ia akan menghabisi Mayuzumi hanya dengan mengetahui isi surat yang dikirimkannya pada Kuroko. Kuroko memutuskan untuk menyembunyikan hal ini dari Akashi sampai waktunya tepat.
'Aku juga yakin kau pasti tahu apartemen keluarga Seijuurou. Aku ada di kamar 315. Datang kapan saja, aku ada setiap saat.'
Kuroko memutuskan untuk pergi akhir pekan nanti.
.
Segala macam nama binatang Kuroko ucapkan dalam hati. Bel terus-terusan ia tekan. Kadang dia menendang pintu apartemen. Masa bodoh ada security yang duduk 15 meter di samping kanannya. Apa-apaan? Katanya pelakor itu ada setiap saat. Dasar pembohong. Kenapa juga Kuroko semudah itu percaya?
Pintu dibuka. Dan Kuroko dibuat memicingkan mata sambil memasang ekspresi jijik. Mayuzumi menyambut tamunya hanya dengan celana boxer bergambar teddy bear kremnya. Handuk kecil menggantung di lehernya.
"Oh, kau." kata Mayuzumi. "Tak kusangka kau datang secepat ini."
Namanya orang kepo.
"Apa kau biasa menyambut tamu seperti ini?" tanya Kuroko.
"Tidak juga. Sebenarnya aku tahu kalau kamu yang datang."
Dasar laknat.
Kemudian Mayuzumi menarik tangan Kuroko masuk ke kamarnya. "Cepat masuk kalau tidak mau kekasihmu tahu."
"Ah, tung―"
.
Bersama dengan rekan kerjanya, Akashi berjalan menuju ruang meeting di lantai 3. Matanya melirik sosok yang bergerak di depan kamar saudaranya. Irisnya membulat.
"Tetsuya...?"
Thanks for the review and the support, see you next chapter~