Previous…

.

.

.

Tak terasa lutut Sehun lemas. Berat badannya tak mampu lagi tertahan dengan baik hingga Sehun merosot jatuh.

Semua sarafnya mati rasa. Ia sudah mati sekarang. Terubuh oleh dinginnya air hujan dan penyesalan.

Oh Sehun menangis sejadi-jadinya. Meraung dan memukul dada yang sesak menghimpit.

Nafasnya hilang. Biarlah! Ia ingin mati dengan membawa semua rasa bersalah.

Hingga hujan mengguyur tubuhnya tak lagi terasa.

Mendongak keatas dan menemukan wajah malaikat sedang menatapnya dengan mimik muka datar. Tuhan! Secantik inikah malaikat yang membawaku melebur jadi satu berasama bara api neraka?.

"Apa yang kau lakukan ditengah hujan deras begini?. Terlihat menyedihkan Oh Sehun,"

"Luhan?"

.

.

.

.

. Chap 6!

-Secret Love-

.

.

.

Cast : Oh Sehun & Lu Han(GS)

M (Mature).

.

.

present

.

.

.

.

Don't like? Just go away.

.

.

.

.

.

.

Motel terkedat adalah tempat bagi Luhan dan Sehun menyelamatkan diri dari hujan ditengah malam yang sialnya kini menjadi badai disertai petir. –lebih tepatnya bagi Sehun yang basah kuyup dan menggil. Dasar oh Sehun idiot yang bodoh.

Katakanlah Luhan adalah ciptaan terindah tuhan yang tak jauh berbeda bodoh dari Sehun. Bagimana tidak? Pasalnya ia telah berjanji untuk tidak terlibat lagi dengan manusia bermarga Oh tersebut. Tapi lihatlah, mereka kini dalam satu ruang dan berbagi udara yang sama. Well jika begitu, apa bedanya kau dengan si keledai Sehun, Luhan?

Luhan duduk ditepi ranjang. Oh tuhan apa yang kulakukan sekarang?

Ketika aroma mint bercampur cendana menguar membelai hidung bagir Luhan, ia tau itu Sehun yang kiranya baru selesai mandi.

Sialan!

Luhan mengumpati dirinya beberapa kali. Bagaimana mungkin Sehun keluar topless dan hanya berbalut celana jeans setengah kering?.

"Kau tau bajuku basah. Jadi tak ada pilihan selain topless," gila! Apa Sehun bisa membaca pikiran Luhan? "Sebenarnya celanaku tak jauh berbeda. Tapi aku baik dengan ini,"

Diam-diam Luhan memandang Sehun yang nampak lebih kurus dari biasanya. Walaupun dengan kantung hitam pada matanya, tetap tak mengurangi nilai ketampanan seorang Oh Sehun yang mewarisi Dewa Zeus.

Lagi Luhan menunduk. Tak dapat berkata apapun dan tak mengerti kenapa ia tetap berada ditempat ini bersama Sehun untuk waktu ini.

Bohong jika hati kecilnya tidak merindukan Sehun. Tapi semua tertahan mengingat apa yang kini telah terjadi.

Membuat si rusa meninggikan egonya. Ia tidak merindukan Sehun. Luhan tidak membutuhkan Sehun. Ya! Luhan mendoktrin demikian.

"Luhan?" waktu yang berjalan cepat atau dirinya yang terlalu lambat menyadari jika kini Sehun telah duduk disampingnya. Dengan hanya berjarak centi.

Sehun diam-diam menahan nafas. Melihat wajah Luhan yang mulai berisi dengan pipi gembil membuatnya ingin membawa dan mengenalkan Luhan pada dunia bahwa gadis ini yang ia cinta sepenuh hati. Dan rela menukarkan apapun termasuk nyawanya sekalipun untuk sang pujaan hati.

Tapi Sehun memanglah hanya si pengecut yang tak berani mengangkat muka dan membawa Luhan disampingnya. Ia memang si payah yang menyedihkan.

Menlisik turun, iris mata elang Sehun mendapati perut Luhan yang mulai membuncit.

Demi apapun itu buah hati mereka.

Sehun rasa setelah ini ia harus menenggelamkan diri ke Sungai Han. Apalagi mengingat betapa berat Luhan bertahan sendirian.

Oh Sehun bodoh! harusnya kau bersama Luhan bajingan.

Bukan malah berkeliaran diluar dan menhamili wanita lain walaupun dalam fakta dia istrimu.

"Luhan–" kesekian kali Sehun tercekat. Semua argumen rasa bersalah dan kerinduan tertahan dikerongkongan. Membuatnya benar-benar seperti keledai idiot.

"–Luhan aku –"

"Sehun?"

"Iya sayang? Aku– maafkan aku. Kau tau, aku adalah si brengsek–"

"Bisa kau usap perutku? Kurasa dia membutuhkan usapan dari ayahnya,"

"Huh?" pernyataan tak terduga Luhan sukses membuat Sehun terdiam beberapa saat. Sempat terlintas dikepalanya pantaskah Sehun melakukan itu –walau hanya sekedar menugusap? Demi tuhan pantaskah ia disebut ayah mengingat apa yang telah ia lakukan pada Luhan sudah terlalu jauh.

Hingga sebuah tangan selembut permen kapas menariknya. Meletakkan diatas perut buncit Luhan.

Sensasi luar biasa ketika kulit kasar Sehun bertemu dengan perut berbalut fabric berwrana salem.

Membuat Sehun ingin lebih jauh. Mulai mengusap perut Luhan perlahan seolah takut menyakiti Luhan barang sehelai bulu sekalipun –well Sehun, kau sudah terlalu banyak menyakiti Luhan. Ingat?

"Bagaimana? Kau senang diusap ayahmu? Jadi jangan merajuk pada ibu lagi hm?" Sehun terhenyut sesaat. Melihat malaikatnya berbicara dengan calon malaikat kecil di perut Luhan. Oh tuhan! Kenapa ia harus ditakdirkan dalam garis hubungan sesulit ini. Ayolah Sehun! Kau tak sepantasnya menyalahkan tuhan atau takdir. Karena kau yang membuat keputusan di hidupmu. Dan kau yang memetik buahnya entah itu manis atau pahit sekalipun.

Kepala Sehun menunduk. Berhadapan dengan calon buah hati mereka. "Apa kabar malaikat kecil ayah,"

Luhan terdiam ketika suara Sehun yang sesejuk embun pagi menyapa buah hati mereka, "Kau baik kan disana?" Sehun mengusap perut Luhan penuh kelembutan dan kasih sayang yang sempat terhenti beberapa saat.

"Kau menjaga ibumu dengan baik kan? Anak ayah memang yang terbaik," Sehun terkekeh diunjung kalimatnya. Tapi sialnya seberkas air mata lagi-lagi keluar tak tau malu.

"Kau tidak boleh menertawakan ayahmu yang sedang menangis mengerti?" Sehun memperingatkan dengan nada jenaka. Tapi tetap saja debit air mata yang keluar tak dapat ia bendung.

"Maaf ayah baru menyapamu sekarang. Kau tidak marah kan?" Luhan melihat Sehun terlihat begitu menyedihkan, hanya dapat mengusap punggung lebar Sehun perlahan yang sarat akan kasih sayang.

"Hikss– ayahmu benar-benar bukan contoh yang baik. Hikss maaf ayah tidak tau kehadiranmu. Ayah sangat menyesal. Aku–"

"Sehun sudahlah. Dia baik-baik saja," Luhan menarik bahu Sehun. Kembali berhadapan dan melihat masih terdapat aliran sungai kecil disudut mata elang Sehun.

Kedua telapak tangan mungil Luhan menangkup wajah keras Sehun. Menghapus air mata peralahan. Apa kau menangis karena aku mengandung anak yang tidak kau harapkan Oh Sehun? –pikiran itu sempat singgah sesaat.

"Maafkan aku Lu"

"….."

"Aku menyesal. Dari dalam hatiku aku bersalah padamu sayang," Sehun menangkup tangan Luhan pada pipinya. Menggenggamnya lama.

Mereka bertatapan cukup lama. tatapan yang sarat akan kerinduan dan kehilangan yang cukup lama mereka rasakan. Sehun menyesal mengakhiri hubungan mereka. Tapi apakah mereka bisa bersama dengan keadaan Sehun yang akan menjadi ayah dari anak dalam kandungan orang lain?.

Walaupun harus menceraikan istrinya demi bersama Luhan Sehun akan lakukan sekarang juga. Masa bodoh dengan Joohyun yang sedang mengandung. Luhan juga sedang mengandung benihnya ingat?

"Kembalilah padaku sayang. Kau mau kan?"

"Sehun–"

"Kau tenang saja. Aku akan mengirim surat perceraian ku besok. Dan kita bisa menikah secepatnya. Kau satu-satunya Luhan," nada bicara Sehun bergetar cukup sudah ia kehilangan Luhan sekali. Demi tuhan ia akan megorbankan apapun termasuk rumah tangganya demi mendapatkan Luhan kembali dan selamanya. Apalagi dengan keadaan Luhan yang kini tengah mengandung benihnya.

"Tidak bisa Sehun,"

"Apa alasan untuk sebuah kata tidak Lu,?"

"Istrimu sedang mengandung anakmu Oh Sehun," Luhan mulai dengan nada tak terbantah dan terkesan keras kepala.

"DEMI TUHAN KAU JUGA SEDANG MENGANDUNG ANAKKU LUHAN!" Sehun berteriak frustasi. Ia mengacak rambutnya kesal. Tapi seketika mencair melihat emosi sesaat telah membuat Luhan ketakutan dan kini menangis.

Sehun hanyalah pria yang dibutakan dengan sejenis candu bernama cinta yang telah ia pupuk berdua bersama Luhan. Jadi ketika melihat cintanya menangis pertahanan dan egoisme Sehun yang sekeras baja retak dan runtuh sekali sentuh.

Sebuah pelukan adalah hal yang selalu ia berikan ketika Luhan merasa ketakutan atau khawatir. Harusnya bibir sialan Sehun tak berteriak sedemikian rupa yang membuat Luhan menangis pilu.

"Maaf membuatmu ketakutan," Luhan menyembunyikan wajah diantara dada Sehun. Menangis terisak hingga sesak.

Lalu sekarang apa Oh Sehun?

Kau ingin aku terlihat makin jahat dengan mengambil suami dari wanita yang tengah hamil?

Haruskah kau membuatku menjadi wanita jahat untuk kesekian kali?

"Kau akan menjadi ayah dari bayi dalam rahim wanita lain," Luhan berucap sendu. Tetap dalam posisi nyaman dalam dekapan Sehun yang terlalu lama tak ia jamah.

"Aku akan menjadi ayah dari anak kita,"

"Aapi kau tidak bisa!"

"kenapa aku tidak?"

"Karena Joohyun membutuhkanmu,"

"Lalu bagaimana denganmu? Tidakkah kau membutuhkanku?"

"Anak kita membutuhkan sosok ayah,"

"Lalu apa yang salah dengan menceraikan Joohyun?"

"Karena hanya anak kita membutuhkan sosok ayah–" Luhan menghela nafasnya sesaat. "–bukan berarti aku membutuhkan sosok suami,"

Sehun merasa pasokan oksigen dibendung yang membuatnya sesak di dada. Perkataan Luhan beberapa detik lalu membuatnya terdiam. Menelaah satu-persatu makna dibalik itu semua.

Bayi mereka memerlukan sosok ayah, bukan berarti Luhan memerlukan sosok suami untuk dirinya.

"Aku membutuhkan dirimu untuk anak kita," Luhan memperjelas untuk kedua kalinya. "Tapi bukan berarti membuatmu menceraikan Joohyun untuk menikah denganku,"

"Kukira kau ingin menikah denganku," Sehun berucap getir. Pelukannya meregang seiring Luhan yang perlahan menjauh dari dekapannya.

"Mungkin iya pada awalnya,"

"Lalu kini?"

"Apa yang kuharapkan dari merebut suami dari wanita yang tengah hamil?. Aku bukan wanita suci tapi setidaknya aku punya hati Oh Sehun,"

"Lu,"

"Kau tetap menjadi ayah dari anak kita," Luhan tersenyum tulus. Menenangkan Sehun yang mulai dengan wajah sendu dan bersalah.

"Hanya sampai Joohyun melahirkan,,"

"Huh?"

"Kami akan bercerai setelahnya,"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"KAU GILA!?" Pekikan pertama Baekhyun setelah Luhan bercerita pasal pertemuan selamam dengan Sehun. Lihatlah! Mata Baekhyun yang mulanya segaris memaksa membuka dengan bola mata hampir melompat dari tempatnya.

Luhan pun hanya memasang wajah polos dengan pipi dikembungkan. Oh! Ibu hamil menggemaskan.

"Habisnya anakku merindukan seorang ayah. Aku tak mungkin setega itu dengan darah dagingku sendiri kan?"

Sebuah sentilan pada dahi Luhan merupakan hadiah manis dari Baekhyun. "Kau yang merindukan Sehun bodoh. jangan membawa keponakanku sebagai tameng!"

"Hehehe" idiot! Lihatlah senyum bodoh itu.

"Jadi kalian sekarang sudah kembali?"

"Chanyeol?"

.

.

.

.

.

.

.

.

Ini bukan sidang ataupun penyelidikan perkara kejahatan kelas berat atau apapun. Tapi sungguh! Luhan merasa ia tengah dihadapkan oleh jaksa penuntut didepannya –Chanyeol.

"Kau tidak seharusnya melakukan hal tersebut Luhan!" terlihat kini Chanyeol mengusak rambut kasar. –terlihat seksi tapi sudahlah. Chanyeol sedang frustasi sekarang.

Bagaimana bisa Luhan kembali berhubungan dengan Sehun sementara dilain sisi Sehun sudah terlalu jauh menyakiti Luhan.

Luhan hanya mampu menunduk. Kenapa ia jadi begini?

Kemana Luhan yang pongah dan angkuh. Yang dengan keberaniannya menatap siapapun menghalangi keputusannya. Luhan yang tak terbantahkan telah tergantikan oleh Luhan si gembil yang patuh.

"Apa salah jika bayiku ingin bertemu ayahnya?"

"Jangan membuat bayi dalam kandunganmu sebagai alasan."

"Kenapa? apa yang salah dengan bayiku,"

"Bukan! Kesalahan disini ada padamu,"

Luhan tertawa jengah. "Wah jadi kau menyalahkanku sekarang? Kau fikir siapa kau bagiku?" menohok. Chanyeol merasa Luhan menghujam tepat diulu hati. Seketika tak sepatah katapun terproeses oleh otaknya hingga berargumen. Luhan mengalahkannya telak, "Berhenti bersikap seolah kau berarti bagiku."

Suasana berubah memanas. Luhan berada dalam tahap emosi labil efek kehamilannya. Dan Chanyeol menjadi egois yang tak ingin Luhan dimiliki oleh Sehun lagi.

Hening beberapa saat hingga suara Chanyeol berujar lirih dan putus asa, "Kenapa harus Sehun?". Tak banyak yang bisa Chanyeol lakukan. Srot mata pria itu melembut dan putus asa. "dari sekian banyak lelaki, kenapa kau mencintainya? Bahkan untuk kedua kali?"

Luhan menangis menunduk diantara helaian rambutnya. Memeluk perut buncit yang kini mulai menampakkan wujud, "Ini bukan sesuatu yang bisa dijelaskan dan dipaksa." Seiring dengan itu air mata Luhan kembali luruh. "Hikss aku hanya hiks mencintai Sehun, Chanyeol-ah," rusa malang itu menatap Chanyeol berlinangan. Luhan adalah korban cinta sesungguhnya.

"Dia menyakitiku. Aku tau itu. Tapi sialnya aku tak bisa berhenti mencintainya," Luhan berlari kepelukan Chanyeol. Memeluk pria itu erat. Menenggelamkan wajahnya kepelukan Chanyeol.

Chanyeol membeku. Tapi tetap membalas pelukan Luhan. Wanita didekapannya terlihat rapuh namun bersembunyi dibalik ketegaraan yang Chanyeol sendiri kagumi.

"Aku hanya ingin melindungimu. Maaf membuatku terlalu posesif." Rambut Luhan sangat halus ketika diusap Chanyeol. Aroma strawberry manis yang kekananan namun memberi candu tersendiri. "Aku tak ingin kau disakiti siapapun,"

"Aku akan sepenuhnya meninggalkan Sehun. Hanya beri aku waktu," penyataan Luhan mengudara. Membuat Chanyeol melepas perlahan pelukan Luhan. Menatap bertanya pada mata Luhan. Bukankah sesaat yang lalu Luhan mendeklarasikan cinta tak terbantah pada Sehun. Oh hell tapi kini?

"Luhan apa yang kau–?"

"Lima bulan."

"Huh?"

"Biarkan aku dan Sehun bersama selama lima bulan. Hanya sampai disitu kemudian–" Luhan terdiam untuk kalimat selanjutnya. Namun Chanyeol menunggu kalimat berikutnya dengan sabar.

Luhan menelan saliva yang tiba-tiba kering. Bibir semerah plum itu kaku, "–kemudian kita menikah. Dan bawa aku pergi jauh dari korea. Selamanya"

Kedua bola mata Chanyeol terbelalak. Inikah keputusan final Luhan?

.

.

.

.

Namun bodohnya, tanpa mereka sadari dari tadi ada sepasang telinga dan mata yang mendengar dengan baik percakapan mereka. Namun hanya terdiam bagai patung dan bereaksi apapun.

Namun pada menit kelima seberkas liquid bening meluncur bebas begitu saja dari pipi tirus Baekhyun. Ia mendengar semua dan poin Luhan akan menikah dengan Chanyeol adalah hal membuat air matanya terus luruh tanpa diminta.

Mencintai Chanyeol harusnya tak ia lakukan sejak awal. Karena mau bagimanapun, pria impiannya hanya akan melihat pada satu wanita. Luhan, sahabatnya sendiri.

Lagipula sudah waktunya Luhan bahagia dengan pria bertanggung jawab. Bukan dengan Sehun atau yang lain. Chanyeol merupakan pria itu. Yang mencintai Luhan namun sialnya Baekhyun cintai.

"Sial! Apa yang kau lakukan Byun Baekhyun? Menangis saat sahabatmu akan menikah dengan pria baik. Sungguh memalukan,"

.

.

.

.

.

"Kuharap aku tak menganggu waktumu. Sejujurnya aku menginginkan ini sejak semalam," Luhan. Si rusa hamil terlihat tengah memakan tteokboki pedas yang dibawakan pria tampan dengan setelan jas formal –Sehun.

"Kau tau Lu. bukan perkara mudah mencari penjual tteokboki di siang hari apalagi dengan suhu mencapai tigapuluh derajat seperti sekarang," Sehun menaggalkan jasnya dan membuka dua kancing teratas. "Mungkin alangkah lebih baiknya kau memintaku membeli benda itu semalam. Kurasa tak akan membuatku keliling Seoul seperti setengah jam yang lalu,"

Luhan terkekeh dengan mulut penuh potong tteokboki. Wajah manis Luhan tak menunjukkan rasa bersalah sedikitpun. Mungkin hormon endorphin benampak ke permukaan ketika ia makan tteokboki yang ia lahap.

Sehun hanya menggelengkan kepala gemas. Mana mungkin wajah mungil yang terlihat seperti siswi baru lulus sekolah tinggi seperti Luhan tengah mengangdung anaknya. Terlihat seperti Sehun adalah paman yang mencabuli anak dibawah dibawah umur hingga hamil. Walaupun faktanya usia Luhan akan menginjak duapuluh lima tiga bulan lagi,

Sehun menunduk. Berbicara tepat didepan perut Luhan, "Kau senang mengerjai ayahmu? Ck! Sangat mirip ibumu," sebuah cubitan gemas Sehun dapatkan dari induk rusa yang merasa namanya disinggung.

"kenapa jadi aku?"

"tentu saja kau Oh Luhan,"

"Ck! Ayah katakan aaa…" Luhan sudah bersiap dengan tteokboki penuh saus pedas yang terlihat menggiurkan. Tapi satu hal yang Luhan ketahui namun bersikap seolah ia lupa, Oh Sehun tidak suka pedas.

"Luhan ayolah! Kau tau sendiri kan aku tak menyukai pedas," lihatlah pria berahang tegas itu, ia memasang wajah memohon yang Luhan sendiri sampai hati terkekeh geli.

Namun Luhan tetap menggeleng, "Ayo ayah katakan aaa…" Luhan tak menyerah. Tak menyangka mengerjai Sehun menjadi hal semenyenangkan ini.

"Lu,"

"Sehuuunn~"

"Baiklah, tapi dari mulutmu"

Luhan meletakkan sisi ujung tteokboki pada bibirnya. Dan dalam aba-aba persekian detik Sehun langsung melahap bibir Luhan. Mengambil alih si kue beras pedas sekaligus mengivasi bongkahan bibir mungil Luhan yang terasa semanis permen kapas. Melumat lama dan dalam. Sehun ketagihan.

Bibir Luhan adalah satu-satunya yang selalu ingin ia kecap dan hisap. Hari in hingga selamanya.

Seiring dengan sikap dominan Sehun dalam melahap habis bibir Luhan, dengan mudah Luhan mengalungkan lengan rantingnya pada leher Sehun yang uratnya mulai menegang.

Tubuh Sehun menghimpit Luhan. Mau tak mau membuat si ibu hamil merasa tak nyaman karena perutnya mulai sesak dan pasokan oksigen yang menipis.

Kiranya Sehun tau Luhan mulai merasa sesak dan tak nyaman. Dengan perlahan Sehun melepas tauan bibir dari Luhan. Agak berat hati. Tapi tak apa, selagi bayi mereka baik-baik saja.

Sehun menyunggingkan senyum termanis, "Kau tau sayang. Kurasa aku mulai menyukai pedas, kau tau kenapa?"

Tak mampu menjawab, Luhan hanya menatap Sehun seolah mengatakan tidak, "Karena bibirmu adalah hidangan penutup ternanis,"

Shit!

Luhan merona tak tau malu. Bukan hal asing baginya selalu dicekoki mantra-mantra manis dari Sehun. Tapi anehnya Luhan masih saja tersipu dengan rayuan basi seperti itu.

"Berhenti merayuku didepan anakmu. Aku khawatir kelak menjadi 'si mulut manis' sepertimu!"

Sehun terkekeh, kemudian menyanggah, "Oh tidak sayang! Kau lah si mulut manis itu. Aku sudah mencicipinya berkali-kali,"

"Musnah kau oh Sehun!"

.

.

.

.

.

.

Usia kehamilan Luhan sudah berada pada bulan ketujuh. Luhan sudah merebahkan badannya yang lelah efek membawa satu nyawa yang tiap saat ia bawa kemanapun. Sehun menyusul dibelakang dengan tas serta paper bag berisi tas braned serta jangan lupakan perhiasan yang Luhan borong beberapa saat ketika mereka belanja pada salah satu pusat perbelanjaan di Seoul.

Sehun menghembuskan nafas panjang, wanitanya sangat gila dalam menguras isi kartu kredit. Sekali belanja saja Luhan berhasil mengesek sekitar duapuluh lima ribu dollar dari Sehun. –Luhan berkilah bahwa ia sedang mengidam dan meminta semua barang mahal pada etalase toko. Padahal Luhan lah yang haus barang mewah.

Sehun tak keberatan selama Luhan bahagia. Ratusan ribu dollar pun bukan perkara sulit untuk Sehun dapatkan. Mengingat satu tangan tangan yang Sehun bubuhkan pada kertas kontrak bernilai ratusan ribu dollar.

"Bagaimana nyonya? Sudah puas menguras kartu keridit kekasihmu?" Sehun menyindir. Melihat Luhan yang tanpa bersalahnya malah mengamati kalung berlian hasil rampokkan dari Sehun.

"Sebenarnya aku masih ingin membawa cincin berlian yang pelayan perlihatkan tadi. Tapi berhubung kakiku sangat pegal, kartu kreditmu terselamatkan." Terselamatkan kepalamu?

Sehun mendekat. Duduk di sisi Luhan kemudian melepas heels dari kaki Luhan, "Kan aku sudah memperingatkanmu jangan menunggakan heels. Salahkan kepalamu yang sekeras batu neraka,"

"Astaga. Itu bahkan hanya lima centi Sehun!"

"Lain kali gunakan selop saja. mengerti!"

Luhan menutup telinganya, "Aku tidak dengar!" Well Sehun! Kau harusnya belajar tentang seberapa besarnya heels dalam menunjang perempuan seperti Luhan. Tapi Sehun ada benarnya sih! Keadaan Luhan yang tengah berbadan dua dilarang memnggunakan heels karena membuat kerja kaki terlalu berat untuk menopang berat badan. Apalagi dengan perut besar buncit.

"Tidak mau mendengarkanku hah?" Sehun menindih Luhan renggang kemudian menggelitiki sepanjang tulang rusuk. Luhan menggeliat kegelian. Tertawa tanpa beban yang hanya bisa diberikan oleh Sehun.

Mungkin benar jika pria yang kau cintai adalah sumber kebahagian dan kesedihan dalam waktu bersamaan. Namun biarkan saat ini Sehun menjadi kebahagiannya. Entah nanti kedepannya seperti apa.

Untuk saat ini, Luhan hanya ingin Sehun.

Dan ketika Luhan meraih leher Sehun, wanita itu memberikan kecupan basah yang lama, "Terimakasih sayang. Aku mencintaimu. Sangat!" Sehun ditatap sedemikian merasa jiwanya menghangat.

Luhan mataharinya.

Namun sedetik kemudian Sehun berdecak sebal, "Ck! Apa-apaan! Kau hampir menguras habis uangku dan balasannya hanya kecupkan. Belajarlah balas budi dengan benar Oh Luhan!"

"Jadi sekarang kau mulai perhitungan denganku?" nada bicara Luhan seduktif. Jari lentiknya mulai bemarin disekitar kaitan kancing teratas Sehun.

Oh bagus Sehun! Modus mu lumayan juga untuk menarik kalian ke ranjang untuk mendesahkan nama satu sama lain.

Bibir bawah Sehun basahi sejenak. "mungkin foreplay oke untuk sore ini," Sehun menggerling. Merengkuh Luhan mendekat. Memeluk pinggang Luhan yang tak seramping dulu dengan seduktif.

"Kau yakin?"

Sehun berbisik sendu, "Aku takut bayi kita terganggu dengan percintaan. Kau tau sayang, aku bukan pria yang bisa mengontrol nafsuku untuk tetap pada satu tingkatan konstan,"

"Aku oke selama kau berhati-hati dengan bayi kita,"

.

.

.

.

Bibir panas Sehun mulai mengeksplor tiap inchi kulit Luhan. Terasa panas dan basah. Luhan pun tak kuasa menahan sebuah desahan meluncur begitu saja dari bibir mungil manis milik Luhan.

"Nghh~"

"Katakan jika kau merasa tidak nyaman," Sehun berbisik paru. Menahan gejolak gairahnya yang mulai naik ke level siaga. Demi tuhan! Sehun menahan diri agar tidak terburu dan menyakiti Luhan. Terutama calon malaikat kecil mereka.

Perlahan namun pasti Sehun mulai menanggalkan tiap helai fabric Luhan hingga tubuh polos dewi terpampang seindah surga.

Dengan perut buncit Sehun akui tak mengurangi pesona Luhan barang secuil pun. Sebaliknya, Luhan terlihat makin mempesona. Menyulut api gairah kian membara.

"Jangan menahan dirimu terlalu banyak Oh Sehun," Luhan kesal ketika Sehun nampak terlalu membatasi diri dalam menyentuh.

Sungguh! Sehun seolah akan bercinta dengan manekin kaca yang sarat pecah.

Dan Luhan yang merasa Sehun terlalu lambat mengubah posisi. Sehun terlentang dengan Luhan yang sangat menggoda duduk diantara kejantanan yang kian mengeras.

"Grrhh…Lu~" gesekan sepihak membuat Sehun mau tak mau merasa dipermainkan. Sialan! Bahkan Luhan binal memasang smirk nakal nan menggoda.

Ini pertama kali setelah masa tenggang hubungan mereka sekitar empat bulan lamanya mau tak mau membuat kedua insan ini mabuk.

Aneh nya mabuk ini bukan karena wine atau champagne. Melainkan sesuatu kebutuhan yang mendesak untuk terpebuhi. Lukisan gairah tak pernah padam.

Jemari Luhan meliputi kejantanan Sehun yang telah siap untuk menghentak. Melihat Luhan yang sangat menggoda dengan perut membesar membuat Sehun membatin "Seagresif inikah wanita hamil ketika bergairah,"

Dan ketika Sehun terlalu tenggelam dalam pesona gairah Luhan, wanitanya sudah mulai menghentakkan kejantanan siap tempur Sehun dengan milik Luhan yang lembab siap menerima penetrasi.

"mhhh~ / ahhh~"

"Jangan bergerak terlalu banyak Lu. shh~" Sehun mengakui keterampilan Luhan dalam bercinta mampu membuat Sehun keluar lebih cepat. Apalagi kedua payudara Luhan bergerak seiring pergerakan naik turun sungguh keindahan tersendiri yang tak akan pernah ia bagi dengan siapapun.

Gerakan naik turun Luhan perlahan namun pasti. Biarlah! Sehun akan menjadi submissive sesaat. Luhan yang memimpin permainan.

Tapi ketika melihat wajah Luhan yang terlihat agak resah dan intensitas gerakan menurun, Sehun tau Luhannya mulai kewalahan.

Dan sudah waktunya Sehun menjadi dominan. Perlahan, ia balikkan posisi. Luhan dibawah dengan kaki tersampir apik pada bahu kokoh Sehun.

Sebuah kecupan singkat penuh arti mendarat dipucuk kepala berpeluh Luhan "Ingatkan saat aku terlalu kasar,"

Punggung Luhan membusur lengkung. Kenikmatan tiap dektik menghentak sampai ubun-ubun. Menyentuh titik terpanas yang minta jamah lagi dan lagi. Dengan tak tau malu Luhan ingin meminta lebih manakala geraman Sehun seolah memancing semakin dalam.

"Sehunhh ahh more shh…"

Sialan. Kenikmatan apa lagi yang diharapkan? Bahkan menjamah tubuh Luhan sudah melebihi ekspetasi dari nikmat apapun di alam semesta.

Pipi bersemu kemerahan milik Luhan menjadi fokus Sehun memandang jelmaan Dewi Aphrodite yang tengah ia hentak dibawahnya.

Apalagi dengan kejantanan dipijat dalam lubang kenikmatan Luhan membuat Sehun lupa diri.

Lupa pasal benih kehidupan dalam diri Luhan yang harus ia perlakukan lembut agar tak terganggu.

Bunyi kontaksi alat kelamin keduanya seolah meleburkan apapun kenyataan didunia. Hanya mendamba kenikmatan hingga mendapatkan puncak orgasme bersama.

"Ahkk sakit," Luhan menringis dibawah. Merasakan kontaksi mendadak saat Sehun menghentak kuat. Membuat si dominan mendadak pucat.

Oh tidak! Ia menyakiti Luhan.

Buru-buru Sehun melihat dalam ke wanitanya. Wajah Luhan yang sarat akan gelenyar aneh menjalar tiap syaraf Sehun.

"Lu kau terluka?" panik bukan main. Kenikmatan yang hampir menyentuh finish terbendung dengan rasa sakit yang tiba-tiba si calon ibu rasakan. "Aku menyakitimu sayang? Maafkan aku–" "–Lu katakan sesuatu kumohon," ia usap dahi berkeringat Luhan takut-takut. Bodoh! mana patas orang seperti Sehun jadi ayah. Bahkan saat sebelum calon malaikat mereka lahir pun Sehun telah menyakiti buah hati mereka.

"Dia menendang," masih dengan wajah diam yang menyimpan sejuta tanda tanya, Luhan bereaksi kagum.

"Huh?"

Meremas kedua lengan Sehun, lagi lagi Luhan bereaksi dengan binar rusa manis menggemaskan, "Dia menendang Sehun. Anak kita baru saja mengajak komunikasi."

"Benarkah?" ganti Sehun memasang ekspresi kagum –yang lebih condong kearah bodoh.

"Umh.." mengangguk antusias, Luhan menarik telapak tangan Sehun, meletakkan pada permukaan perut berisi Luhan, "Coba rasakan."

Sebuah gelenyar menyapa telapak Sehun. Pergerakan yang aktif dan lincah. Menyapa untuk kedua kali dan si calon ayah masih termanggu dengan mulut mengangga. Melupakan satu fakta bahwa kejantanannya masih tertanam keras dilubang kenikmatan Luhan.

"Anak kita," Sehun bersuara pasca puasa bicara beberapa saat. Penuh kelembutan dan pancaran hangat sang surya. Menatap teduh pada bunga hatinya. Ibu yang dengan kesabaran menjaga calon buah hati mereka sejak usia hari sampai bulan seperti sekarang.

Suasana erotis beberapa saat yang lalu secara berkala terganti oleh kehangatan penuh kagum. Binaran cahaya pada iris keduanya bertatapan. Menghantar jutaan morfin kebahagian. Namun, hendaknya itu tak berlangsung lama, karena Luhan mulai beringsut.

Pergerakan mendadak membuat Sehun– "aahhh~" –mendesah kenikmatan.

Oh tidak! Sirine berbahaya Luhan menyala. Oke Luhan! Salahmu membangunkan singa jantan, kini bersiaplah menyiapkan inplus tenaga lebih.

"Sehun harusnya tidak– ahhh~" satu hentakan melambungkan Luhan. Kembali memaksa intim Luhan mengapit erat kejantanan Sehun pada lipatan becek nan basah tersebut.

"Ughhh Luhan, kurasa anak kita tidak keberatan ayah dan ibunya saling menghangatkan" serak suara Sehun terdengar merdu. Memancing gairah padam Luhan kembali 'on fire'

"Lakukan dengan cepat shhh…"

"Aku tidak janji. Tapi kupastikan kita mencapai puncak paling nikmat," kalimat seduktif Sehun bisikan. Dimbangi tubuh telanjang yang bergumul membangi kehangatan serta kenikmatan.

Ritme hentakan senada geraman nikmat Sehun serta rintihan minta dipuaskan lebih banyak oleh Luhan.

surga dunia milik mereka berdua.

.

.

.

.

.

.

Waktu menunjukan pukul dini hari waktu setempat. Tapi jangan sebut Seoul, pusat industri Korea Selatan jika jam segini sudah lenggang. Nyatanya walaupun sudah menunjukkan waktu bagi manusia tertidur pulas ditemani selimut tebal, seorang pria didalam mobil terparkir ditrotoar, terlihat tengah sibuk bercengkrama lewat ponsel keluaran brand Samsung tersebut.

Wajah keras namun tampan itu terlihat sedang menyunggingkan senyum tersembunyi, "begitukah sayang? Well, kurasa kita bisa membuktikannya. Apa kau tertarik?"

Entah mendapat jawaban apa dari mitra telpon nya, tapi pria itu justru terkekeh, "Hahaha kenapa? kau takut kebohonganmu terbongkar? Jangan membuatku tertawa Joohyun-ssi. Sepertinya obsesi pada suamimu sudah terlalu kronis,"

Untuk kedua kali pria bernama Lee Chansung terkekeh singkat, "Bodoh. kita lihat saja, apa cinta yang kau agungkan pada suamimu bertahan setelah fakta berbicara. Selamat malam Joohyun-ssi!"

Chansung menutup sambungan. Tertawa dengan aura hitam mengerikan. "Hahahaha bagaimana mungkin orang sepertimu percaya cinta?. Bahkan dari keparat Oh Sehun. Lihat saja, kau hanya akan membutuhkanku. Membutuhkan cintaku Bae Joohyun."

Menengok keluar jendela mobil, Chansung mendapati sepasang kekasih sedang berjalan beriringan. Terlihat si pria terus mengomel sementara si wanita berpura-pura tak perduli.

Mengenal dengan baik siapa kedua manusia yang terlihat dimabuk cinta. Sehun dan Luhan.

"Sayang kubilang juga apa? Harusnya pulang besok saja. lihatlah suhu Seoul terus turun. Pasti anak kita kedinginan," Sehun menjadi ayah super overprotektif kuadrat. Luhan, si korban keprotektif-an hanya bisa menghela nafas panjang.

"Baby ingin menemui seseorang yang menungguku pulang,"

"Chanyeol maksudmu?

"Oh Sehun! Aku tinggal dengan Baekhyun jika kau tidak lupa,"

Sehun melepas coat coklat miliknya. Membungkus tubuh Luhan kemudian. "Pakai ini biar makin hangat,"

Lihatlah! Luhan benar-benar menjadi induk babi sekarang. Demi apapun, Luhan telah memakai sweater longgar dilapisi parka tebal. Dan kini Sehun menambah sehelai coat tersampir dibahu.

Mau terharupun Luhan malah mencibir Sehun dan mengatai pria itu berlebihan.

"Sehun.!" Luhan merajuk. Menatap kekasihnya yang terlihat baik-baik saja walau hanya bebalut sehelai kaos.

Luhan yakin, si tampan didepannya kini merasa kedinginan. Walaupun tetap tersungging senyum hangat menyenangkan. "Aku tidak mau calon ibu dari anakku kena flu. Mengerti!"

Mau bagaimana lagi, Luhan akui ia terharu. Perlakuan manis Sehun membuat sepenuh hati terisi Sehun. Lalu bagaimana bisa ia meninggalkan Sehun menikah terhitung kurang dari dua bulan lagi?

Bagaimana meninggalkan Sehun tanpa menyakiti barang seujung rambutpun? Jawabannya tidak mungkin.

Mencintaimu terlalu mudah, tapi kenapa membayangkan berpisah denganmu aku tidak sanggup?

.

.

.

.

.

.

.

.

"Seperti yang terihat, kandungan nona Luhan sehat dan pertumbuhan janin normal," pria berjas putih dengan name tag Kim Jongin menjelaskan. Dihadapan kedua pasien dimana si ibu hamil –Luhan, ditemani Chanyeol untuk check kandungan rutin tiap bulan.

Sesungguhnya, Sehun sangat berharap bisa menemani Luhan check kandungan hari ini. Bagaimanapun juga, Sehun ikut menyumbang nyawa untuk calon manusia baru di kandungan Luhan ingat?

Tapi lagi-lagi Luhan menolak dengan alasan, "Mana mungkin kau menemaniku kalau dokter kandunganku dan Joohyun sama?"

"Benarkah? Lalu bolehkah aku tau apa jenis kelamin anakku?"

Jongin tersenyum tipis, menatap teduh pada calon ibu yang sedang harap-harap cemas dihadapannya. "Hasil USG menunjukkan kau akan mempunyai jagoan kecil yang tampan nona Lu,"

"Benarkah?" Luhan menutup mulut terharu. 'Sehun, anak kita akan menjadi lelaki tampan sepertimu,' kepala Luhan tentu saja berotasi pada Sehun yang sedang tak disini. Namun tak bisa dipungkiri rasa bahagia menyeruak bagai uap air pada teko mendidih. Hangat dan penuh.

Seorang bayi laki-laki terdengar sempurna, apalagi dengan Sehun disampingnya. Melihat bayi mereka tumbuh akan menjadi suatu manifesto waktu tak terbayar.

Namun ketika jemari Chanyeol menggenggamnya erat diselingi tatapan memperingatkan Luhan tersadar.

Bukan Sehun tapi cahnyeol.

Yang mendapingi, menjaga dan melihat pertumbuhan bayinya bukan Sehun yang notabene ayah bilogis. Melainkan Chanyeol calon suaminya.

.

.

.

.

.

Mobil Chanyeol berhenti pada parkir area sebuah butik gaun pernikahan yang mengusung konsep Eropa style.

Jadwal mereka hari ini adalah fitting gaun pengantin untuk pernikahan yang akan digelar sebulan lebih dua minggu lagi.

Itu berati mereka harus mempersiapkan segala persiapan dengan matang. Mulai dari gaun pernikahan, cincin, catering, dekorasi, bahkan undangan sekalipun. Tentu saja Luhan mempersiapkan segalanya dibelakang punggung Sehun. Ia belum siap mengucapkan perpisahan. Tidak akan pernah siap.

"Aku ragu ada gaun pernikahan yang sesuai bentuk tubuhku sekarang. Maksudku lihatlah yang kubawa," Luhan menunjuk ke perut. Jagoan kecilnya yang sudah mulai tumbuh di bulan kedelapan.

Chanyeol mengusap kepala calon isitrinya lembut, "Kau fikir apa guna seorang desianer jika membuat sepotong gaun pernikahan untuk ibu hamil saja mereka tidak bisa?"

Luhan tertawa kecil, "Benar juga." Mungkin jika candaan itu dari Sehun, Luhan akan memukul bahunya diserati cubitan gemas pada pinggang. Tapi didepannya bukan Sehun. Bukan pria yang ia cinta namun Luhan harap akan dicintainya.

"Terimakasih.."

.

.

.

.

.

.

Di lain tempat, wanita dengan perut buncit yang tidak lebih besar dari Luhan berjalan tergesa. Dengan memegangi perut buncit, Joohyun menapakkan tumit heels tujuh centinya berjalan garang. Hingga langkahnya berhenti disebuah bangunan kosong tak terpakai yang lebih mirip seperti gudang.

Menggebrak pintu tak sabar, "LEE CHANSUNG.!" Nafas wanita itu memburu. Menatap marah pada pria yang ia panggil Lee Chansung. Tengah duduk dengan perangkat laptop dihadapannya.

Mendongak kemudian tersenyum, "Wah kau datang sayang," perhatiannya beralih pada Joohyun, –wanita yang dipanggil sayang. "Kau datang tepat waktu."

"KUBILANG BERHENTI MELAKUKAN HAL BODOH!" Joohyun berjalan marah menghampiri Chansung. Namun si pria hanya santai dan berdiri menyambut wanita dengan asap imajiner disekelilingnya.

"Padahal aku baru akan mengirim bukti DNA anak kita pada suami bajinganmu itu," Chansung terkekeh sekilas. Membuat wanita hamil didepannya geram bukan main.

"Ini anakku dan Sehun asal kau tau saja. JANGAN LAKUKAN HAL YANG SIA-SIA!"

Chansung tertawa jengah, "Anak kalian?" "Kau fikir aku sebodoh itu untuk mengetahui hah?"

Plak!

Satu tamparan telak dihadiahkan Joohyun pada Chansung. Mata wanita itu memerah. Perduli setan dengan anak siapa pun dalam perutnya. Yang ia butuhkan hanya Sehun yang bertanggung jawab atas bayi dirahim wanita itu.

"Hey bersikaplah lebih lembut sayang," Chansung mencoba meraih pipi Joohyun. Well namun tepisan kasar merupakan respon tak sopan yang ia dapatkan. "Kurasa kau harus kuingatkan tentang bagaimana aku menikmatimu hingga tumbuh turunanku disini." Lagi-lagi Chansung mencoba skinship walaupun harapan kosong sebagai reaksi berarti.

Tak tahan dengan sikap jijik Joohyun padanya, Chansung melempar kursi kayu disampingnya hingga remuk menjadi ranting tak berarti. "Kau dan bayi diperutmu ha-nya mi-lik-ku." "Kalian milikku mengerti," Chansung memperingatkan. Ritme suara penuh penekanan yang sarat akan dikte tersirat. Pantang bantahan.

Joohyun merosot jatuh. Sikap keras kepala menguap entah kemana. Yang ada kini hanya wanita cengeng yang minta dikasihani. Menangis menyedihkan seraya memeremas perut buncitnya. Joohyun berkata disela isakan tangis, "Kumohon hikss aku hanya ingin bersama Sehun suamiku. Hikss aku mencintainya hikss." Chansung-ah kumohon eoh? Hikss"

Chansung memandang kelain arah. Menghindari kontak mata pada wanita yang ia cintai tengah menangis dibawahnya hanya untuk pia lain. Dan sial nya pria itu merupakan bajingan busuk seperti Oh Sehun.

Mungkin satu hal yang Joohyun harus tau, demi tuhan Chansung sama sekali tak ingin menyakiti Joohyun apalagi bayi mereka. Yang ia harapkan hanya satu. Melepaskan wanita dan calon bayi mereka dari ikatan hukum bernama pernikahan yang sialnya mengikat mereka.

"Kenapa bukan denganku kau merasakan cinta?" suara itu rendah. Namun Joohyun cukup bisa mendengar disela isak tangis.

"Itu aku-"

"Apa kau sesulit itu membedakan antara cinta dan obsesi?" Chansung bertanya skrasm. "Kau dan Sehun. Kalian hahh.. itu hanya obsesi mu,"

Joohyun menepis fakta yang dikemukakan Chansung. Joohyun merasa bukan obsesi semata, "Tidak. Ini bukan obsesi. Aku sungguh mencintai Sehun."

Untuk kesekian kalinya Chansung mengumpulkan kesabaran. Takut menyakiti wanita yang mengandung anaknya. Wanita yang dicintai.

"Baiklah jika kepala batumu terus beransumsi jika yang kau rasakan cinta." Chansung mencoba menahan diri. Hingga tak ada pilihan selain membuka kartu terakhir. Memberitahu segalanya.

"….." Joohyun terdiam. Tak bisa menangkap kemana arah pembicaraan Chansung.

"Oh Sehun. Suamimu yang kau cintai dengan otakmu, dia mencintai wanita lain."

"Tidak.!"

"Tidak hanya itu, Sehun bahkan akan menjadi ayah dari anak wanita lain."

.

.

.

.

.

.

.

To Be Continue….!

.

.

.

Sorry ini telat up banget dari target awal. Monmaap banget ya. Ibu aku masuk RS terus baru keluar beberapa hari lalu.

Jadi telat up deh. Doain aja ya gue rajin up wkwkwkwkk..

Well! Gue butuh pendapat kalian soal chap ini? Udah tau kan kalo joohyun bukan bunting anak sehun. Terus entah kenapa gue jadi kepikiran buat Chanyeol-Luhan married. Agree w/ me?

See youu~