Kiss and Hug

.

.

Kim Namjoon x Kim Seokjin

With their cutie pie, Kookie

Boys Love / Romance / Family / DLDR

Originally bubblegirl420's

.

.

.

Layar TV di ruang tengah rumah keluarga kecil Namjoon manampilkan pororo beserta teman-temannya yang sedang bernyanyi dan menari. Acara khusus TV kabel favorit si kecil Jungkook. Volumenya lumayan kencang hingga menembus ruang kerja Namjoon dan sedikit mengganggu pekerjaan hari liburnya. Ya, hari ini Sabtu, weekend, dan Namjoon harus menyelesaikan beberapa berkas untuk cuti yang akan ia ambil selama seminggu pada akhir bulan. Jadi, Namjoon bisa apa selain berusaha tetap fokus dan segera menyelesaikan pekerjaannya karena dia juga ingin melihat si kecil menari-nari -melompat bahkan berlari mengelilingi ruang tengah- mengikuti apa yang ditampilkan di hadapannya. Bayangannya saja sudah menggemaskan, apalagi melihat secara langsung.

Persis seperti bayangan Namjoon, Jungkook sedang mengikuti segala gerakan yang ditampilkan layar besar di depannya. Bibir mungilnya tak luput menyenandungkan kalimat-kalimat bernada sesuai dengan yang sedang dinyanyikan pororo. Jungkook boleh saja baru berusia tiga tahun, tapi hampir seluruh lagu anak-anak sudah dikuasainya. Bakat jenius ayahnya. Buah tak jatuh jauh dari pohonnya itu benar.

Sang ibu sedang sibuk dengan ponselnya di atas sofa panjang di belakang sang putra. Tidak, bukan karena sedang bertukar pesan atau apapun. Dia sedang sibuk dengan ponselnya untuk mengabadikan momen menggemaskan di depannya. Bukan sekali dua kali Seokjin mengabadikan momen putranya, bahkan hampir setiap saat ponselnya siap sedia merekam momen apapun itu yang dilakukan Jungkook. Jadi, tidak heran jika dia meminta Namjoon membelikannya ponsel dengan ruang penyimpanan paling besar. Beberapa foto dan video juga sudah dipindahkan ke dalam laptop, tapi rasanya ruang simpan ponsel miliknya selalu saja kurang. Karena Seokjin tidak pernah mau menghapus semua foto dan video menggemaskan Jungkook dari si kecil baru berumur beberapa minggu.

Sebentar lagi jam sudah menunjukkan jam makan siang. Itu artinya hampir satu jam Jungkook menari dan menyanyi. Tentu saja ia mulai merasakan lelah. Si kecil berhenti menari, kemudian berlari menerjang kaki Seokjin, mengabaikan lagu dan video yang masih terputar. Seokjin cepat-cepat menekan tombol stop untuk memusatkan seluruh perhatian pada putranya.

"Mama, haus."

Seokjin mengangkat tubuh Jungkook untuk ia dudukan di atas pangkuan dan mengusap keringat di dahinya. Menyibak rambut basah di dahi si kecil ke belakang, kemudian ia beri kecupan di atasnya, turun ke pipi kanan, lalu pipi kiri, lalu menghujani seluruh wajah berkeringat putranya. Jungkook terkikik kegelian.

"Mamaaa, stooop. Hauus." Suaranya merajuk, dengan tawa yang belum berhenti.

"Siapa suruh menggemaskan sekali, hm?" Seokjin mencubit main-main pipi kanan Jungkook.

"Menggemaskan itu apa?" Mata sebening galaksinya berbinar penasaran.

"Menggemaskan itu setiap kali Mama melihat Kookie, Mama ingin mencium Kookie sampai pipi Kookie habis."

Jungkook langsung menutup kedua pipi gembulnya dengan tangan mungilnya.

"Kookie tidak mau jadi menggemaskan." Bibirnya mengerucut lucu.

Seokjin terpingkal hingga kepalanya ia benturkan pada sandaran kursi di belakangnya.

"Mama, Kookie tidak mau jadi menggemaskan. Nanti pipi Kookie habis. Tidak maaauuu." Kepalaya menggeleng keras dengan tangan masih berapa di pipi. Bibirnya mengerucut lucu.

Seokjin menghentikan tawanya sebelum melanjutkan, "Tidak, Sayang. Menggemaskan itu saat Mama melihat Kookie, Mama ingin mencium Kookie, tapi tidak sampai habis pipinya." Seokjin tersenyum geli saat Jungkook mulai menurunkan tangannya. "Mama juga ingin selalu memeluk Kookie, mencubit pipi tembam Kookie. Itu namanya menggemaskan." Lanjutnya.

"Mama juga menggemaskan."

"Eh?"

"Kookie juga ingin mencium dan memeluk Mama sering-sering." Ah, Seokjin mana bisa menahan dirinya untuk tidak memeluk gemas putranya ini.

"Papa menggemaskan juga, tidak?" Suara sang ayah tiba-tiba muncul mengagetkan Seokjin dan Jungkook.

"Iya." Jungkook menjawabnya dengan semangat. Ia turun dari pangkuan ibunya, berlari di atas kaki kecilnya dan kedua lengan Namjoon sudah siap menerima terjangan si kelinci menggemaskan Kim Jungkook. Mengangkat tinggi tubuh kecil Jungkook beberapa kali dan mendapat hadiah ciuman di pipi dari putranya. Namjoon mendudukan diri di sebelah Seokjin. Kali ini Jungkook ada di pangkuannya.

"Kookie, Papa juga menggemaskan, kan?"

Seokjin hampir meledakkan tawa di sisinya. Karena, menggemaskan bukanlah kata yang tepat jika disandingkan dengan Namjoon. Tapi, otak kecil Jungkook mengartikan menggemaskan sebagai seseorang yang ingin dia cium dan peluk. Jadi, biarkan demikian hingga si kecil mengerti arti kata menggemaskan yang sebenarnya.

Anggukan kepala semangat dari Jungkook membuat senyum lebar terlukis di wajah sang ayah. Kemudian Jungkook memeluk erat Namjoon dengan pengan yang hanya sampai pinggang ayahnya.

"Aaah, Mama juga mau ikut peluk-peluk." Seokjin melingkarkan lengannya mengelilingi tubuh putra dan suaminya sekaligus.

"Mama." Kookie menginterupsi momen hangat ketiganya.

"Ya, Sayang?" Memundurkan wajah tanpa melepas pelukan untuk menatap Jungkook.

"Haus."

"Astaga. Mama lupa. Maaf ya, Sayang. Tunggu sebentar."

Seokjin bernajak menuju dapur untuk mengambil segelas air putih dan sebotol yogurt mangga.

Jungkook melepas pelukannya. Memandang wajah ayahnya beberapa saat dan tiba-tiba sebelah tangannya sudah berapa di pipi kiri Namjoon. Mata sipit Namjoon membola kaget sekaligus bingung. Kemudian jari-jari mungil Jungkook mulai mencubit-cubit pelan pipi Namjoon. Rasanya tidak puas, jadi tangan satunya ikut terangkat untuk mencubit-cubit pipi Namjoon yang lain. Dan si kelinci menggemaskan mulai tertawa karena aksinya sendiri. Namjoon masih membiarkannya.

"Papa menggemaskan." Tawanya masih berlanjut.

"Kookie lebih menggemaskan." Namjoon mulai menggelitik pinggang Jungkook, membuatnya menggeliat-geliat karena geli.

"Stop. Stoooop, Papa. Hahaha. Geliiii." Tubuhnya masih bergerak tak tentu arah, tidak menyadari Seokjin datang dan kejadian tak terduga terjadi secepat kedipan mata.

Gelas air putih di tangan Seokjin bergoyang, menumpahkan sebagian isinya ke atas sofa karena lengannya tersenggol siku Namjoon yang semangat menjahili putra mereka.

Ketiganya membeku di tempat. Jungkook yang pertama kali tersadar, turun dari pangkuan Namjoon dan berlari ke arah ruang penyimpanan di sisi dapur untuk mengambil vacuum cleaner. Beruntung ruangan itu menggunakan pintu geser jadi Jungkook tidak perlu susah payah merain gagang pintu. Tapi Jungkook sedikit kesusahan karena ukuran vacuum yang -tentu saja- lebih besar dari tubuh kecilnya. Namjoon lekas bangkit membantu sang putra, sadar ikut andil dalam kecelakan kecil itu. Beruntung sofanya terbuat dari bahan water resistance.

Seokjin duduk tenang di tempatnya, tersenyum bangga akan kecekatan putranya.

Setiap hari Jungkook selalu melihat Seokjin membersihkan rumah. Setiap pagi setelah membantunya sarapan, Jungkook duduk tenang di depan TV menyaksikan Seokjin mondar-mandir membersihkan lantai dengan vacuum yang saat ini sedang ia gunakan untuk menghisap air di atas sofa. Pernah juga Jungkook tidak sengaja melihat mama merapikan mainan miliknya saat ia baru bangun tidur siang. Ia ingat pagi tadi mama juga merapikan dan membersihkan rumah, memandikan dan menyuapinya sarapan, bermain dengannya sebelum ia tertidur. Otak dalam kepala mungil Jungkook tahu jika mama pasti lelah, karena saat Jungkook berlari atau bermain-main keliling rumah juga melelahkan. Kepekaan Jungkook terhadap lingkungan adalah bakat alami yang diturunkan Seokjin.

"Maaf, Mama." Dari suara yang dikeluarkan si kelinci menggemaskan, Seokjin tahu ia benar-benar merasa bersalah.

"Tidak apa-apa. Kookie hebat karena mau bertanggung jawab. Mama bangga." Jungkook tersenyum senang. Jika mama sudah mengucapkan kata "bangga", itu artinya dirinya telah melakukan pekerjaan hebat.

"Tapi tidak boleh diulangi lagi, oke?"

"Eung!" Jungkook mengangguk semangat sekali.

"Biar Mama ambilkan lagi minumnya."

Seokjin kembali dengan gelas penuh air putih. Jungkook tidak pernah suka minum dari botol dengan sedotan di dalamnya maupun dengan dot seperti yang biasa digunakan anak-anak. Katanya tidak keren. Jungkook kecil selalu melihat ayahnya terlihat keren saat minum dengan gelas. Karena itu Jungkook tidak pernah mau menggunakan botol meskipun Seokjin sudah membelinya untuk jaga-jaga seandainya Jungkook berubah pikiran.

Jungkook menghabiskan segelas utuh tanpa sisa.

"Mama juga minta maaf karena tidak hati-hati." Seokjin mengelap dagu dan leher Jungkook yang basah karena terlalu semangat minum -terlalu haus. Kemudian wajah Seokjin sudah maju untuk mencium buah hatinya, tapi pergerakan sang ayah lebih cepat memutar kepala Seokjin menghapanya dan mencium bibirnya sekilas.

"Papa." Jungkook berteriak. Mengambil alih perhatian kedua orang tuanya karena terkejut.

"Cium-cium Mama kan Mama mau cium Kookie." Alisnya menukik marah. Jungkook merangkak naik kembali ke pangkuan Seokjin. Memeluk posesif ibunya dengan dahi yang masih berkerut. Justru membuat Namjoon semakin bersemangat menjahilinya karena reaksi yang diberikan Jungkook.

"Kenapa? Papa kan juga mau cium-cium Mama. Memangnya Kookie saja yang boleh?" Namjoon mencium pipi Seokjin kali ini. Tangan kecilnya mencoba mendorong badan sang ayah karena tidak mau melepaskan ciuman di pipi sang ibu. Tidak berhasil mendorong Namjoon menjauh, Jungkook mulai memukul-mukul dadanya.

"Papaaaa. Iiih, sudaaaaaah."

Namjoon melepaskan ciumannya pada pipi Seokjin. Kookie cepat-cepat mengangkat lengannya untuk meraih wajah mama, menariknya turun dan mencium pipi mama yang dicium ayahnya tadi. Si kecil Jungkook juga menciumnya lama. Bahkan bibir tebal Seokjin jadi mengerucut karena ditekan telapak tangan dan bibir Jungkook.

"Sudah, Kookie. Giliran Papa."

"Tidak mau." Suaranya tidak jelas karena tertahan pipi mama, kepalanya menggeleng tanpa melepas ciuman.

Namjoon memisahkan secara halus cuiuman Jungkook agar tidak menyakiti Jungkook. Setelahnya berganti dahi Seokjin sebagai sasaran.

Seokjin sendiri hanya pasrah pada apa yang dilakukan putra dan suaminya. Sejujurnya dia juga menyukai reaksi menggemaskan yang diberikan Jungkook. Dan juga Seokjin jadi merasa teramat dicintai oleh dua orang berharga dalam hidupnya ini.

Jungkook kembali mecoba mendorong ayahnya menjauh, agar ciuamannya terlepas. Tapi kali ini Namjoon sengaja menahan diri. Ingin semakin menggoda si kecil.

Bibir Jungkook mulai melengkung ke bawah. Peringatan pertama.

Namjoon masih bertahan.

Kali ini matanya mulai berkaca-kaca sebagai dukungan bibirnya. Peringatan kedua.

Sudah lama Namjoon tidak dengar Kookie menangis, jadi sekalian saja -pikirnya.

Dan benar, setelah peringatan kedua yang tidak diindahkan sang ayah, tangis Jungkook pecah dengan suara keras. Akhirnya Namjoon melepas ciumannya, mendapat pukulan cukup keras di dadanya dari Seokjin. Seokjin sendiri langsung memeluk tubuh Jungkook dan menenangkannya.

"Tidak, Sayang. Papa hanya bercanda." Seokjin menepuk-nepuk punggung Jungkook.

"Papa ciumnya lama-lama, nanti pipi Mama habis." Ucapnya disela tangisan.

Seokjin dan Namjoon menahan diri untuk tidak tertawa.

"Kookie juga lama menciumnya." Namjoon masih ingin menggoda putranya. Berhasil karena tangisan Jungkook semakin kencang. Mendapat hadiah cubitan di perut dari Seokjin sebagai imbalan.

Hampir lima menit Jungkook menangis, tapi tangisnya belum juga mereda. Jam menunjukkan waktu makan siang si kecil dan juga waktu tidur siangnya. Karena itu dia jadi lebih sensitif.

Seokjin berdiri untuk menimang Jungkook dalam gendongan. Kepalanya terkulai di bahu Seokjin. Suara tangisnya mulai mereda. Beberapa saat kemudian matanya sudah terlelap. Seokjin menghadapkan bahunya tempat Jungkook bersandar ke arah Namjoon.

"Sudah tidur?" Katanya tanpa suara pada Namjoon.

Namjoon mengangguk sebagai jawaban. Berjalan mendekati istri dan putranya. Mengusap sisa air mata di pipi si kecil. Memperhatikan bulu mata lentik Jungkook yang basah, mencium pipinya dan meminta maaf.

Seokjin masih bertahan menimang Jungkook agar tidurnya lebih lelap baru ia akan menidurkannya.

"Sayang, tolong ambilkan bantal." Seokjin berbisik pada suaminya.

"Tidak di kamar saja?" Namjoon balas berbisik. Seokjin menggeleng sebagai balasan.

Namjoon meletakkan bantal di atas sofa seperti perintah Seokjin. Kemudian Seokjin duduk di dekat kaki Jungkook, disusul Namjoon yang duduk di dekat kepala.

Namjoon menunduk untuk mencium kening putranya. Mengelusnya agar Jungkook semakin nyenyak tidur.

Awan menggantung gelap di langit. Seolah ikut merasakan kekesalan Jungkook yang meledak dalam tangis.

"Sudah selesai semua?" Seokjin memulai perbincangan.

"Hanya tinggal laporan akhir bulan yang akan diteliti Pak Lee. Aku bisa menandatanganinya sepulang liburan."

"Benar tidak apa-apa meninggalkan kantor selama seminggu?"

"Iya. Lagi pula sudah lama sekali sejak terakhir kali kita berlibur. Waktu itu Jungkook masih satu tahun, sekarang sudah tiga tahun." Seokjin mengangguk membenarkan.

"Aku belum masak makan siang."

"Tidak apa. Aku belum lapar."

"Belum lapar bagaimana? Kau hanya minum kopi dan makan selembar roti saat sarapan tadi. Tsk. Pesan antar saja, ya? Persediaan sayur juga sudah habis."

"Aku mau jajjangmyeon. Menu lainnya terserah."

"Tidak lapar apanya." Seokjin mencibir.

Seokjin menekan nomor restauran langganan keluarganya. Menyebutkan pesanannya dan membenarkan saat pelayan mengulanginya.

"Tidak apa-apa. Terima kasih." Seokjin mengakhiri panggilan.

"Mereka bilang harus menunggu satu jam. Sedang ramai katanya." Seokjin melapor. Kemudian bangkit untuk mengambil salad buah dari kulkas.

"Makan ini dulu sambil menunggu." Seokjin menyerahkan mangkuk salad dan sebuah sendok pada Namjoon

"Terima kasih, Sayang."

Seokjin kembali mendudukan dirinya seperti posisi semula. Mengelus-elus punggung tangan Jungkook sayang.

"Aku bertemu dengan Miran kemarin malam di kedai kopi." Namjoon kembali memulai percakapan setelah satu suapan apel.

"Miran?" Namjoon mengangguk mengiyakan. Seokjin berusaha mengingat-ingat nama yang disebutkan Namjoon.

"Shin Miran? Mantan kekasihmu, kan?" Namjoon masih mengangguk, sibuk dengan salad buahnya.

"Gadis incaran semua lelaki saat sekolah menengah dulu, kan?" Kali ini Namjoon menggeleng, mulutnya sibuk mengunyah. Seokjin mengernyitkan dahi sebagai balasan. Membuka mulut saat sepotong kiwi disodorkan ke hadapannya oleh Namjoon.

"Aku tidak mengincarnya. Dan kupastikan kau juga tidak mengincarnya." Mulut Seokjin membentuk huruf O sebagai tanda ia mengerti.

"Sepertinya dia melihatku turun dari mobil. Dan sepertinya dia tidak tahu aku sudah menikah karena gelagatnya seperti sedang mencoba menggodaku. Padahal pertama kali bertemu setelah bertahun-tahun. Menjijikan."

"Mulutmu." Seokjin memukul pelan mulut suaminya. "Untung Kookie sedang tidur."

"Maaf," Namjoon meringis, sebelum melanjutkan, "Tapi serius, Sayang, memangnya aku tidak kelihatan sudah beranak satu?"

"Sama sekali. Karena itu aku kadang merasa was-was jika kau pergi keluar rumah seorang diri. Sudah berapa banyak klien yang mencoba menjodohkan putri atau putra mereka denganmu, tidak ingat?"

Seokjin selalu melimpahkan seluruh kepercayaannya pada Namjoon. Tidak pernah sekalipun terbesit dalam pikirannya Namjoon akan bermain di belakangnya. Dia yang paling tahu seberapa besar cinta dan sayang yang Namjoon miliki untuknya dan juga Jungkook. Dan Seokjin tak pernah berhenti berharap dan berdoa agar kepercayaan, rasa cinta, dan rasa sayang dalam keluarga kecilnya akan berlangsung selamanya tanpa luntur sedikitpun.

Namjoon meraih tangan istrinya yang ada di atas sandaran sofa. Mencium punggung tangannya penuh sayang.

"Kau tahu kau bisa mempercayakan hatimu padaku selamanya, kan?" Matanya menatap Seokjin penuh keseriusan saat mengatakannya. Seokjin tidak meragukannya, jadi dia mengangguk dan tersenyum manis.

Namjoon menarik tangan Seokjin yang masih ada dalam genggamannya, menuntunnya untuk duduk di atas pangkuan setelah Namjoon sedikit menggeser tubuhnya agar tidak mengganggu tidur Jungkook. Seokjin hanya melotot menyadarkan Namjoon akan keberadaan si kecil di sisi keduanya yang bisa bangun sewaktu-waktu. Tapi membiarkan juga tangan Namjoon yang mulai melingkari pinggangnya.

"Jadi? Apa yang Miran lakukan padamu kemarin?" Seokjin bertanya, tangannya bermain-main dengan rambut suaminya.

"Rencananya aku akan take away segelas americano dan cheese cake untukmu dan Kookie. Tapi wanita itu tiba-tiba saja menghadangku di pintu masuk kedai. Memaksaku duduk dan basa basi mengikuti obrolanya. Aku ingat sekali caranya duduk. Itu benar-benar membuatku mual." Seokjin tertawa kecil mendengarkan keluhan Namjoon. Dia juga tahu gadis seperti apa Shin Miran dulu.

Miran sadar dirinya idola sekolah, karena itu dia memanfaatkannya untuk mendekati siswa kaya atau siswa pintar di sekolahnya. Seokjin pintar, tidak diragukan, tapi jelas dirinya buka lelaki ideal yang diincar Miran. Namjoon sempat menjadi kekasih Miran tidak lebih dari dua bulan. Miran mengincarnya karena taruhan. Awalnya, Miran mau berpacaran dengan Namjoon karena dia ingin terlihat keren dapat menaklukan preman sekolah sekaligus memenangkan taruhan yang ia buat bersama teman-temannya. Jika dia berhasil mengencani Namjoon lebih dari tiga bulan, dia akan mendapatkan sebuah arloji merek kenamaan yang harganya selangit. Namun setelah hubungan keduanya berjalan beberapa hari, Miran mulai penasaran seperti apa keluarga Namjoon jadi dia mencoba mencari latar belakang keluarga Namjoon. Jika Namjoon kaya dan dia bisa bertahan lama dengannya, pasti Namjoon akan dengan suka hati membuang-buang uang untuknya. Itu adalah pemikiran naif Miran, dan semua gadis atau lelaki manis yang mencoba mengencani Namjoon.

Namjoon terkenal sering berganti-ganti kekasih dulu. Tentu saja semua siswa juga mengetahuinya. Namjoon selalu menerima ajakan kencan dari semua mantan kekasihnya hanya untuk bersenang-senang. Mereka pikir setelah mereka menyerahkan perasaan dan segala perhatiannya pada Namjoon, Namjoon akan melakukan hal yang sama sebagai balasan. Tapi tentu saja tak pernah sekalipun Namjoon menganggap serius setiap perasaan dan perhatian yang tercurah untuknya.

Hubungannya paling lama adalah bersama Miran. Ya, tidak lebih dari dua bulan. Mata-mata Namjoon ada dimana-mana, jadi Namjoon mendengar rencana busuk Miran dan sengaja menerima ajakan kencan gadis itu, untuk kemudian dia tinggalkan seperti sampah. Berani-beraninya mempermainkan bernadalan sekolah, pikir Mino dan Zico saat itu.

"Aku bersyukur dia mendapat telepon yang membuatnya terpaksa meninggalkan kedai." Namjoon melanjutkan, tangannya mengelus pelan punggung Seokjin.

"Ini bagian paling membuatku menahan diri tidak muntah di hadapan ja-," Seokjin cepat-cepat menutup mulut Namjoon saat ia tahu kata apa yang akan diucapkan Namjoon untuk mantannya yang genit itu. Sebelah lengannya ia tarik dari pinggang Seokjin, memegang pergelangan tangan istrinya yang masih menutup mulutnya, dam memberikan kecupan-kecupan pada telapak tangannya.

"Di hadapan wanita itu." Namjoon membenarkan dan Seokjin mengangguk puas.

"Dia meninggalkan sebuah kartu nama dan dia bilang 'Hubungi aku kapanpun kau butuh seseorang.'." Namjoon mengucapkannya dengan bibir mencibir dan menirukan dengan nada suara seperti wanita jadi-jadian. Seokjin tidak dapat menahan tawanya. Cepat-cepat menutup mulut mengingat si kecil Jungkook masih tertidur. Menghembuskan napas lega bersamaan dengan Namjoon. Seokjin memukul bahu Namjoon dan tertawa bersamanya tanpa suara.

"Tidak tahu saja dia, ada seseorang yang lebih menggoda dan menggairahkan selalu menungguku pulang." Sebelah alis Namjoon terangkat naik menggoda. Seokjin dipangkuannya merona hebat karena perkataan nakal Namjoon.

"Pervert." Seokjin berusaha bangkit dari pangkuan Namjoon, tetapi lelaki tampan itu menahannya, masih ingin menikmati wajah sang istri yang merona.

"Cantik sekali, sih?" Senyum Namjoon mengembang tak tertahan.

"Kenapa makanannya belum sampai juga." Seokjin mengabaikannya, berpura-pura mencari jam dinding agar pandangan matanya tidak tertuju pada Namjoon yang masih setia memandanginya, sedang berusaha menghapus rona pada pipinya.

"Jinseok?" Namjoon memanggil dengan nada lembut yang serius, senyumnya belum sirna dari wajah tampannya. Seokjin mau tak mau menoleh mendengar panggilan yang selalu membuatnya merasa istimewa jika Namjoon menyebut namanya demikian.

"I love you." Tersirat makna mendalam dari tiga kata yang baru saja Namjoon ucapkan. Senyum di bibir Seokjin secara tidak sadar terbentuk.

"I love you too as big as your love for me."

Namjoon meraih wajah Seokjin, mengecup bibir tebal istrinya beberapa kali sebelum berakhir melumatnya cukup lama. Seokjin mengikuti irama permainan bibir Namjoon, lengannya menggantung manja di bahu sang suami, hingga tiba-tiba bel rumah mereka terdengar. Namjoon melepas bibir Seokjin dengan gigitan sensual di akhir.

Seokjin sedikit berlari ke arah pintu depan sambil sedikit merapikan penampilannya. Jungkook ternyata terbangun karena suara bel yang dibunyikan pengantar pesanan. Namjoon yang menyadarinya langsung mendekati Jungkook.

"Kookie pasti lapar." Diciumnya pipi si kecil.

Pandangan matanya masih kosong, sedang berusaha mengumpulkan kesadaran. Mengangguk setelah terdiam beberapa menit dari pertanyaan Namjoon. Sang ayah tersenyum gemas dan mencium pipi gembul Jungkook lagi. Jungkook mengangkat lengannya sebagai pertanda ingin dibangunkan. Namjoon membawa Jungkook dalam gendongan dan membawanya ke dapur untuk minum.

"Oh, Kookie sudah bangun?" Seokjin masuk dengan dua bungkus plastik di tangan kanan. Jungkook mengangguk setelah selesai minum.

Namjoon mendudukan Jungkook pada kursi bayi di ujung meja makan dan mendudukan dirinya di sisi kanan meja dan Seokjin duduk di hadapan Namjoon. Keluarga kecil Namjoon makan dengan tenang. Jungkook makan banyak karena tenaganya terkuras habis untuk menari, menyanyi, dan menangis tadi. Rintik hujan mulai mengetuk atap rumah di tengah acara makan siang. Menjadi sangat deras beberapa saat kemudian. Jangan tanya apa yang akan dilakukan Namjoon dan dua orang tercintanya jika hari libur dan hujan deras mengguyur. Tentu saja bergelung di bawah selimut bersama.

.

.

.

.

.

End

.

.

.

Gemes bat liat postingan Jungkook joget-joget kek bayi gituuu, pen karungin bawa pulang tapi gak mungkin. Mana tiap kali denger lagu bad boy ingetnya dia muluk hueeee kan gemes. Ya udah bikin cerita aja. Eh kebetulan video Jimin uyel-uyel pipi Namjoon pas konser lewatlah di timeline twitter, ya sudah masukin sekalian ehe.

Semoga kalian menikmatiii ^^