Gatau kenapa di chapter ini berkali-kali saya ngetik nama Dongbin jadi Dongan :V apaan ini. Mungkin efek kangen /eh?
.
.
.
"Sini sini sini!"
Mata Seonho membesar ketika mendengar panggilan yang ditujukan kepada kelompoknya. Ia menyeimbangkan nampan di tangannya dan berjalan cepat ke sebuah meja yang sudah setengah penuh. Di sana ada Daehwi-yang barusan memanggilnya-Dongbin, Euiwoong dan tentu saja Guanlin. Justin membantunya menurunkan piring-piring ke atas meja sementara Samuel menarik kursi panjang ke belakang. Tak seorang pun mengedipkan mata melihat tumpukan makanan yang dibawanya. Mereka semua sudah terbiasa. Ia masih teringat betapa terkejutnya anak-anak kelas dua tersebut ketika pertama kali mereka menghabiskan waktu istirahat bersama. Pengecualiannya hanya Guanlin, yang malah tersenyum geli sambil membagi jajanannya dengan Seonho.
Tanpa terasa sudah tiga bulan berlalu sejak saat itu. Kini, setiap kali jam istirahat mereka berselingan, bisa dipastikan dua kelompok beda angkatan tersebut akan duduk bersama. Sungguh pemandangan yang amat indah bagi siswi-siswi di sekitaran.
"Nggak pada makan kak?" Seonho bertanya, membumbui dan mengaduk mi di mangkuknya.
"Udah selesai," jawab Guanlin. "Mau nontonin kamu makan aja," tambah Daehwi dengan dagu tertopang tangan.
Ia kurang paham dengan kakak-kakak kelasnya yang hobi memperhatikan saat ia makan. Katanya sih seperti sedang nonton acara mukbang live. Yah, baguslah kalau bisa menghibur, batinnya. Kemudian memfokuskan diri sepenuhnya kepada berkah duniawi di hadapannya.
"Berapa kalipun liat aku tetep heran. Lari kemana sih kalorinya? Apa Seonho cacingan jadi gizinya gak keserep gitu? Porsinya udah ngalahin abang-abang kuli bangunan masih aja tinggi langsing kayak tiang listrik."
"Kak Daehwi tau dari mana kalo orang makan banyak bisa jadi tambah pendek? Pengalaman ya?" Celetukan Justin membuat Daehwi mendesis sebal. Dongbin dan Samuel menahan tawa, sementara Euiwoong hanya diam. Meratapi tinggi badannya yang tak jauh beda dengan target ejekan. Tetap saja dia tidak lolos dari labrakan.
"Junior didikanmu tuh, ngeselin!" rengek Daehwi sambil mengguncang tubuh Euiwoong yang masih terbungkam.
Selagi mereka ribut sendiri, Seonho sudah menyikat bersih mangkuk pertamanya dan sekarang sedang dalam proses menghabisi nasi goreng kimchi.
"Enak?" Ia mengangguk menjawab pertanyaan Guanlin. Kakak kelasnya tersenyum miring lalu mengusap pinggiran bibirnya dengan sebuah tissue. "Kamu belepotan."
Seketika semuanya hening, memperhatikan interaksi antara mereka berdua.
"Ohiya? Hehehe makasih kak." Seonho lanjut menyuap sendok kedalam mulutnya, kali ini dengan lebih hati-hati. Guanlin mengacak rambutnya asal. Dia masih saja memandanginya, mendorong Seonho untuk menawarkan makanannya. "Kakak mau coba?"
Sodoran di depan wajahnya tidak memberikan Guanlin banyak pilihan. Dia membuka lebar mulutnya dan melahap suapan nasi yang menjulang dari Seonho.
"Enak kan?"
"Mm-hm," gumam Guanlin selagi mengunyah.
Mereka bertukar senyuman hangat, tak peka akan reaksi rekan-rekan semejanya.
"Barusan itu indirect kiss, indirect kiss!" bisik Daehwi heboh, handphone di tangan mendokumentasikan puluhan foto.
"Tak lain dan tak bukan," timpal Justin, merekam momen keduanya dengan wajah berseri-seri. Di saat-saat seperti ini memang duo berambut pirang itu biasanya langsung kompak.
Samuel mendecih, "Belom juga pacaran udah begitu kelakuannya."
"Bayangin kalo udah," lanjut Dongbin netral.
Euiwoong yang baru pecah dari ratapan membelokkan kepalanya. "Lha. Mereka belom jadian?"
"Ung kemana aja? Sehat?"
"Bukannya udah ya? Ngapain si Guanlin hampir tiap hari nganterin pulang, pake acara gandengan segala."
"Hah?" "What!?" "Sumpah?" "Kapan kejadiannya?"
"Lah, kalian malah gak tau?" Keempatnya menggeleng. Euiwoong menggaruk tengkuknya bingung. "Rumahku kan searah sama Seonho, jadi sering liat mereka pulang bareng. Biasanya sambil gandengan tangan."
Justin dan Daehwi saling menatap, berteriak tanpa suara, melonjak-lonjak di kursi sambil menggenggam erat satu sama lain.
"Jangan-jangan mereka udah jadian diem-diem? Trus gak bilang-bilang soalnya takut ditagih traktir?"
"Emangnya elu, pelit," lontar Daehwi kepada Dongbin. Yang disindir mangap terluka.
"Nggak mungkin, Seonho gak mungkin bohong." Samuel merengut melipat tangan. "Baru kemaren ada anak kelas yang nanyain apa dia pacarnya Guanlin, dia jawab bukan."
"Belom," koreksi Justin. "Kamu gak inget apa mukanya langsung merah malu-malu mau gitu. Tinggal tunggu waktu mah."
Perdebatan mereka terpotong singkat oleh lonceng yang berdering melingkupi seluruh sekolah. Euiwoong beranjak terlebih dulu, tak ingin terlambat masuk kelas. Satu-persatu murid kelas dua mengikutinya setelah melambaikan salam, meninggalkan trio sahabat yang tengah menyantap makan siang.
"Kalian daritadi belom kelar juga, gak laper ya? Sini aku habisin kalo nggak mau." Seonho menarik piring Justin saat melihat isinya baru berkurang separuh. Meski telah menuntaskan three course mealnya, ia masih punya ruangan extra untuk spaghetti temannya yang nampak menggiurkan.
Justin menampik tangannya. "Eeh enak aja! Beli sendiri kalo pengen."
Seonho cemberut. Tentu saja ia tidak tahu bahwa alasan makanan mereka terbengkalai adalah karena sibuk merumpikan dirinya. Terlalu sibuk menikmati burger ayam dan bercakap-cakap dengan Guanlin.
.
Di musim panas, ruangan ber-AC memang tempat yang paling nyaman. Terlebih lagi jika ruangan itu memiliki kasur empuk dan dipenuhi dengan camilan lezat. Surga dunia, lantik Seonho. Ia melempar sekeping kue kering ke dalam mulutnya, menjilat serpihan dari jemarinya kemudian mengambil kembali bolpen yang tergeletak di tengah buku. Ujian akhir semester semakin dekat, meningkatkan jumlah pekerjaan rumah yang ditugaskan para guru. Murid-murid mengeluhkan berkurangnya waktu senggang dan kesempatan bermain, namun ia sendiri tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Solusinya mudah. Tinggal menggabungkan waktu belajar dengan kunjungan ke rumah teman.
Seperti yang ia lakukan saat ini. Tangan kanan yang sibuk menulis tidak menghalangi Seonho untuk merogoh toples jajanan khas Taiwan di sampingnya menggunakan tangan kirinya. Ya, sudah dua minggu ini ia mampir ke rumah Guanlin setiap Rabu dan Jumat untuk belajar bersama. Seonho mengerjakan pr bahasa Inggris sementara Guanlin berkutat dengan tugas bahasa Korea, dan jika ada yang membutuhkan bantuan mereka akan berdiskusi bersama.
"Kak, ini ada yang salah nggak?" Ia memutar buku tulisnya agar bisa dibaca Guanlin. Posisi mereka duduk saling berhadapan, terpisahkan oleh meja lipat kayu yang cukup sempit.
Guanlin meneliti jawabannya dengan seksama, sesekali mengetukkan telunjuknya ke bibir dan menggumam pelan. "Hmm, udah betul sih. Cuma bagian ini, daripada give him strength kayanya lebih cocok cheer him up ato lift up his spirit deh. Lebih masuk," tuturnya sambil menuliskan kata-kata alternatif yang disebut. "Sisanya udah bagus kok. Pinter kamu." Dia mengembalikan buku Seonho dan mengacungkan jempolnya.
Seonho mengangguk senang, bangga mendengar pujian Guanlin. Ia berniat menghapus dan mengganti bagian yang telah digarisi oleh kakak kelasnya, namun sesuatu menangkap perhatiannya. Coretan pensil tersebut nampak sangat familiar. Di mana ia pernah melihatnya? Berulang-kali ia susuri tiga kata pendek yang menciptakan sensasi deja vu kuat di otaknya.
Cheer him up. Cheer him… Cheer… up? Cheer up… Cheer up!
Ia langsung menyentakkan kepalanya ke atas. Mulutnya menganga lebar, tak dapat membendung luapan kejutan yang dirasakannya sekarang.
"Kenapa?" Guanlin bertanya tanpa melirik, fokus tertujukan kepada lembaran tugasnya.
"Kak… kakak pernah… masukin boneka ke dalem lokerku?"
Jemari Guanlin seketika berhenti menulis. Perlahan dia menoleh ke atas, bertemu pandang dengan Seonho yang masih terlihat shock.
"Boneka anak ayam, empuk, bunder, segini kira-kira." Ia menggambarkan ukuran boneka dengan kedua tangannya dan menggoyang-goyangkan bulatan bayangan itu. Jikalau tidak sedang merasa terpojok, pastinya Guanlin akan mentertawakan tingkah lucunya, namun sekarang dia hanya bisa bungkam. "Iya bukan? Tulisan kakak mirip banget sama yang di kartu…"
Tak tahu harus berkata apa, Guanlin memalingkan wajahnya, menggerak-gerakkan penanya asal. Seonho terdiam sejenak melihat reaksinya. Apakah Guanlin benar-benar mencoba pura-pura tidak mendengarnya? Amat aneh. Baru pertama kali ini ia mentah-mentah diabaikan oleh sang kakak kelas. Namun Guanlin salah kira jika berpikir ia akan menyerah begitu saja.
Seonho membungkukkan kepala dan menyenderkannya ke atas meja, lalu memutarnya agar bisa menatap Guanlin dari bawah. Matanya dibulatkan demi mengintip wajah yang tertunduk. "Kak?" Bibir atas yang sedikit maju, ditambah tatapan polos yang ia pancarkan, sukses meluluhkan Guanlin dalam sekejap. Dia mencubit gemas pipi gembul Seonho sembari menahan cengiran yang melebarkan mulutnya. "Aduh jangan kekencengan kak, sakit," protesnya sambil menepuk tangan Guanlin.
Setelah remasan terakhir untuk melampiaskan kegemasannya, Guanlin melepaskan cubitannya, meninggalkan bekas pink. Dia mulai bergerak mundur tetapi Seonho menahannya, melingkarkan jari-jari di pergelangan tangannya. Alis Guanlin terangkat. Seonho masih menempel di meja, masih menatapnya dengan lugu.
"Kakak belom jawab." Ia menggesekkan pipinya ke permukaan tangan Guanlin, mengedipkan mata menikmati elusan di kulit yang iritasi. "Udah cubit keras begini gak adil kalo masih gak jawab."
Sepertinya ia tidak sadar bahwa apa yang dilakukannya amat buruk bagi jasmani Guanlin. Pria itu menemplokkan tangannya ke muka yang merah menengadah, mencoba mengumpulkan kembali rohnya yang melayang-layang setelah menerima bertubi-tubi serangan imut dari Seonho. Anak ayam ini sangat berbahaya. Kalau saja ia tahu seberapa fatal dirinya, seberapa lemah Guanlin terhadapnya.
Dadanya masih sesak, namun dengan susah payah Guanlin berhasil mengucap, "Kamu yang nggak adil. Gak boleh kayak gini, tau nggak?"
Dahi Seonho mengerut bingung. Ekspresinya sedikit takut, khawatir ia sudah bersikap terlalu memaksa. Ia baru akan meminta maaf ketika Guanlin melanjutkan omelannya.
"Kalo kebangetan cutenya ntar aku culik kamu."
Seketika Seonho tertawa cekikikan, menjedukkan keningnya di pinggir meja. "Ah Kak Guanlin apaan sih! Gimana mo culik, orang aku udah dirumah kakak juga. Ahh lucu lucu," endusnya lemas di akhir tawa, memegangi otot perutnya yang lelah bekerja keras.
Guanlin yang ikut tersenyum lanjut mengancamnya. "Nanti gak aku bolehin pulang. Hayo lho."
"Ya nggak papa. Tinggal males-malesan di kamar sambil ngabisin cemilan kakak," balasnya riang.
"Enak aja. Bisa bangkrut aku ngasih makan kamu tiap hari." Ia membiarkan Guanlin memencet hidungnya dan menyingkirkan kepalanya dari atas meja. "Dah jangan ngobrol terus. Tugasnya gak selesai-selesai nanti."
"Tapi kakak belom-"
Telunjuk jenjang ditempelkan ke bibirnya, efektif membungkamnya. "Shh. Selesain prmu dulu, baru aku jawab. Oke?"
Mau tak mau menerima syarat tersebut, Seonho mengangguk meskipun bibir bawahnya dimajukan sebagai unjuk rasa tanpa suara. Guanlin hanya menyeringai sebelum mengalihkan kembali perhatian kepada buku pelajarannya.
.
"Kok kakak bisa sih ngasih aku boneka? Seingetku waktu itu kita kan belom kenalan."
Seusai mereka menuntaskan tugas masing-masing, Guanlin bergegas mengajaknya pergi makan malam. Seonho menurut saja, setuju bahwa mengisi perut adalah hal yang harus diutamakan sebelum apapun. Mungkin Guanlin merasa butuh mengenyangkan diri sebelum siap menjawabnya. Siap ataupun tidak, usahanya mengalihkan issue tak bertahan lama setelah mereka selesai makan. Tepat ketika mereka menginjakkan kaki keluar restoran, ia melontarkan kalimat yang membuat Guanlin menelan kembali sendawanya.
"Sejak kapan jadi aku yang ngasih? Perasaan aku belom bilang ya atau nggak, kok kamu main yakin aja?" Guanlin mempercepat langkahnya agar bisa membelakangi Seonho. Kini tersenyum usil, Seonho berlari kecil menyusulnya.
"Ya iyalah. Kalo memang bukan dari Kak Guanlin pasti dari tadi udah dibantah. Justru karena kakak gamau jawab aku jadi tau pasti." Ia menabrakkan dirinya ke samping Guanlin dan meliriknya jahil. "Iya kan?"
Helaan napas Guanlin menandakan remaja itu sudah kehabisan akal. Dia membuang wajahnya dan mengeluh setengah berbisik, "Udah tau kok masih nanya terus…"
Akhirnya mendapatkan konfirmasi, Seonho melompat senang dan mengalungkan tangannya ke lengan Guanlin. Lebih dari tiga bulan saling mengenal, meluangkan waktu bersama hampir tiap harinya, membuatnya jauh lebih nyaman melakukan skinship dengan sang kakak kelas seperti yang ia lakukan dengan kawan-kawannya yang lain. Kecanggungan yang awalnya ia pendam karena perasaan yang melebihi teman mencair seiring dengan perkembangan hubungan mereka. "Kan aku penasaran! Kakak masih belom kasih tau kenapa."
Guanlin menoleh ke pucuk kepala Seonho yang sekarang bersender manja di pundaknya. Dilihat dari atas, bulu mata lentiknya nampak begitu panjang dan indah. "…Kamu inget nggak, sehari sebelom nemuin tuh boneka di loker. Kamu nangis di kamar mandi."
Seketika berhenti berjalan, Seonho menengok menatapnya bingung. Guanlin membiarkan detik-detik hening berlalu hingga ekspresinya perlahan berubah dalam kesadaran. "Kakak liat?" tanyanya kaget. Ia ingat sekarang, hari dimana kehidupan sosialnya mulai berputar. Ia juga ingat kekecewaan yang dirasakannya karena sama sekali tidak melihat Guanlin hari itu. Bagaimana bisa?
"Aku kira kamu sedih karena apa. Pikirku ngasih apa gitu, sesuatu yang lucu, biar bikin hibur. Boneka anak ayamnya mirip sama yang ada di sapu tanganmu, jadi yah aku beliin yang itu. Taunya cuma gara-gara copot soflens," kekeh Guanlin.
Setelah beberapa saat meresapi ucapan Guanlin, Seonho pun ikut terbahak-bahak. Misteri dibalik pesan dan hadiah yang ia terima hari itu akhirnya terungkap juga. Tak pernah ia sangka bahwa 'secret admirer'nya-sebutan yang berasal dari Samuel dan Justin-adalah seorang Lai Guanlin.
"Ya ampun, ternyata!" Ia mengusap air mata geli yang muncul dari tawanya. "Maaf ya penyebabnya gak sesuai perkiraan, tapi aku suka banget kok sama bonekanya. Kakak baek banget sih," elunya kagum kepada sang kakak kelas.
Yang dipuji cepat-cepat membantah. "Kamu nilai aku terlalu tinggi. Aku gak sebaik itu sama semua orang."
Ia terdiam. Apakah Guanlin sedang mengimplikasikan bahwa Seonho itu spesial?
Guanlin merogoh ke dalam kantongnya dan mengeluarkan kotak kecil berwarna biru. Cengiran yang tadinya menghiasi wajah tampan itu sekarang tergantikan oleh ekspresi nervous. "Tadinya aku berencana ngomong sesudah ujian kita selesai. Supaya nggak jadi beban pikiran kalo misalnya… yah, gitulah. Tapi kamu ngungkit lagi kejadian itu, dan aku rasa ini jadi momen yang pas. Aku juga jujur aja udah gasabar lagi nunggu, jadi…"
Saat Guanlin membuka tutup kotak dan mengangkat isinya, Seonho menahan napas. Lebih tepatnya, ia tidak bisa bernapas. Sepasang kalung perak bergoyang menari tertiup angin dihadapannya. Masing-masing bandulnya membentuk separuh hati, melengkapi satu sama lain saat bergabung.
"Yoo Seonho," panggil Guanlin dengan suara yang membuat tubuhnya bergidik. "Sejak pertama kali bertemu, aku suka padamu. Maukah kamu jadi pacarku?"
Seonho menghembuskan napas kencang. Dunianya seakan berputar dan pijakannya terasa oleng. Tangannya terangkat menutupi mulutnya yang terbuka. Ia memejamkan mata, dan saat membukanya kembali, Guanlin masih berdiri di sana, menatapnya penuh harapan. Ini benar-benar terjadi.
"Ya," isaknya pelan. Guanlin mengangkat alisnya, dan ia melepas tawa haru sambil menghantamnya dengan pelukan. "Aku mau. Mau mau mau maumaumaumaumau," ucapnya berulang kali dalam rengkuhan hangat seorang yang kini resmi menjadi kekasihnya. Guanlin tertawa renyah, mengeratkan genggamannya ke tubuh Seonho dan mengangkatnya ke atas. Dia berputar di tempat, mengunci pandangannya pada wajah yang manis berseri di balik tetesan air mata.
Mereka menetap dalam posisi itu untuk waktu yang cukup lama-tubuh bertautan, kening bersentuhan. Jarak yang hampir nihil membuat ujung hidung mereka sesekali bergesekan, merasakan hembusan napas satu sama lain. Menghirup udara yang sama.
Guanlin merengkuh wajah Seonho dan menghapus air matanya yang kian mengering. Tak rela melepas pelukan, dia menggunakan giginya untuk membuka kaitan kalung dan memasangkannya kepada Seonho dengan satu tangan.
Seonho menunduk, mengagumi tali perak tersebut untuk sejenak. Ia mengambil pasangan aksesori yang melingkar di lehernya dari pegangan Guanlin, lalu memakaikannya ke pria yang sudah mengambil hatinya sejak sentuhan pertama. Keduanya berbagi senyuman dengan sejuta arti.
Kisah mereka baru saja dimulai.
End
.
.
.
Hayo siapa yang ngiranya Seonho dilamar? Wkwkwkwkw jangan lah masih kecil /ditimpukin. Waktu nulis bagian confession sumpah saya teriak" geli sendiri brrrrrr huhuhuhuhu ini aja masih mau garuk" tangan rasanya wkwkwk cheesy banget, maaf bagi kalian yang juga geli" gimana gitu :V
Akhirnya fic ini selesai juga :') Terima kasih sedalam-dalamnya, sebesar-besarnya dan seluas-luasnya untuk kalian semua yang sudah mengikuti cerita ini dari awal sampai akhir. Sungguh bahagia rasanya udah bisa berbagi momen" dan perjalanan dua anak ini dari mereka masih trainee ingusan sampe yang satu debut di wanna one dan yang satunya debut di hati saya :')) Maaf abaikan baper :'V Tapi kabar baiknya, yang bikin saya jingkrak" kesenengan, Seonho bakal jadi salah satu trainee yang diundang Heyo TV untuk acara mereka tiap Kamis ;w; huhuhuhuhu seneng banget sumpah mana ada Hyunbin Kenta Donghan Gunhee Sanggyun juga hiks bahagia pokoknya.
Back to the topic, beneran ratusan ucapan gak cukup untuk menggambarkan besarnya rasa terimakasih saya kepada kalian para readers. Setiap review dari kalian sangat saya hargai, sering saya baca ulang buat nyemangatin diri sendiri waktu suntuk nulis dan baper haha. Beneran gak melebih"kan kalo bilang fic ini bisa diselesaikan karena bantuan kalian semua. Makasih banyak, selalu ^^
Kalo ditanya soal cerita baru, untuk sekarang saya belum ada ide maupun inspirasi. Kayanya sementara lebih milih jadi reader aja dulu, soalnya banyak fic baru guanho yang bermunculan, yang bagus", dan itu membuat saya amat sangat senang wkwkwkwk. Senang karena masih banyak yang mau nulis dan sail with this ship meskipun mereka gak debut bareng. Hehe.
Sekali lagi, thank you to each and everyone of you, yang sudah menghibur, menyemangati dan mendukung baik author gajenya maupun fic ini. Cintah kalian semua! MUACH MUACH HAHAHA BYE BYE! :) /lambai-lambai ke layar /kiss-byein reader satu-persatu