Chapter One: Bad Feeling
.
.
.
Asahikawa Medical College Hospital. Siapa sih yang tidak tahu rumah sakit itu? Salah satu rumah sakit terbaik di Jepang, bahkan di Asia ini sangat terkenal dengan pelayanan yang diberikan dan kemampuan dokter-dokternya yang tidak dapat diragukan lagi. Banyak juga dokter terkenal yang berasal dari rumah sakit ini, salah satunya adalah Haruno Sakura. Ah, lebih tepatnya dr. Haruno Sakura, Sp. BS. Yup, Sakura adalah salah satu dokter spesialis bedah saraf termuda dan terbaik di Jepang, ah, mungkin juga didunia. Sakura bahkan diakui sebagai seorang jenius muda yang sangat diunggulkan oleh rumah sakit ini. Bagaimana tidak? Gelar spesialis diperolehnya di usia 26 tahun! Well, memang kedengarannya tidak mungkin. Tapi berkat otak cerdasnya ia berhasil menempuh program akselerasi sebanyak tiga kali selama ia duduk dibangku sekolah.
Selain kepintarannya, Sakura juga terkenal dengan tampilannya yang dapat membuat semua pria langsung jatuh cinta begitu melihatnya. Rmabut merah muda alaminya yang panjang, wajah imutnya yang bertolak belakang dengan tinggi tubuhnya yang mencapai 178 cm, kulitnya yang putih bersih seperti salju, mata hijaunya yang bening, dan bibirnya yang kecil tapi berisi. Ah, tubuhnya juga memiliki lekuk dan bentuk yang pas serta berisi. Sempurna. Mungkin itu adalah kata yang pas untuk seorang Haruno Sakura. Tapi, seperti semua manusia didunia ini tentu saja ia memiliki kekurangan. Haruno Sakura tidak tertarik dengan pria, ah, lebih tepatnya belum. Tidak, Sakura bukannya penyuka sesama jenis. Ia masih sangat tertarik pada pria. Hanya saja ia masih belum mau berkencan dengan pria manapun. Berkencan itu merepotkan katanya. Padahal banyak rekannya yang bahkan lebih muda darinya yang sudah memikirkan masa depan kehidupan cinta mereka. Banyak teman-teman seumuran Sakura, yang notabene sudah berusia 28 tahun, yang sudah menikah dan memiliki anak. Pikiran Sakura hanya diisi dengan pekerjaan saja.
"Hei, forehead. Hari sabtu besok kau liburkan? Temani aku kencan dengan Sai, ya! Katanya ada temannya yang ingin dikenalkan padamu! Aku dengar dia ada seorang pebisnis muda dari Amerika. Ditambah lagi ia sangat tampan!". Yamana Ino, seorang dokter spesialis anak yang juga adalah sahabat Sakura.
"Hm, another blind date, huh? Gak tertarik. Kau kalau mau kencan dengan tunanganmu, ya kencan saja. Tidak usah bawa-bawa aku. Lagipula sudah ku bilang kan, aku belum mau berkencan dulu. Fokus kerja!", sahut Sakura dengan nada tawa yang ditahan.
"Sakura, come on! Wanita seusia kita seharusnya sudah menikah. Berhentilah memikirkan pekerjaan terus. Sudah saatnya kau mulai mencari pasanganmu. Jodoh memang ada ditangan Tuhan, tapi kalau kita gak berusaha mencarinya ya sia-sia aja, dong!".
"Ya, ya, ya. Baiklah. Tapi aku tidak mau ikut blind date lagi. Aku akan melakukannya dengan caraku sendiri, okay?".
"Yakin dengan caramu? Yang ada kau jadi perawan tua selamanya! Hey, Sakura. Pria itu hanya tertarik padamu saat usiamu masih muda. Kalau kau sudah tua bakalan susah dapat pasangan. Apalagi kalau kau sudah menikah dan ingin punya anak. Kau juga haru memikirkan masa depan pasanganmu."
Deg! Kata-kata Ino membuat Sakura terdiam. Benar juga apa yang dikatakannya. Sakura tidak bisa selamanya egois seperti ini. Sama seperti orang lain, Sakura juga tidak bisa hidup sendiri. Sudah beberapa kali Sakura berpikir untuk mulai mencari pasangan bagi dirinya. Tapi niatnya itu ia urungkan mengingat saat ini ia sedang berada dipuncak karirnya. Bagi Sakura ia harus memilih antara karir dan kehidupan asmaranya dan ia tidak bisa menjalani keduanya disaat seperti ini.
Drrrt! Drrrt! Drrrt!
Getaran dari HP Sakura berhasil membuyarkan lamunannya. Dilihat sekilas layar hp-nya sebelum mengangkat panggilan itu.
"Ah, mama. Ada apa meneleponku?".
"Oh, oh, oh. Jadi aku tidak boleh menelepon anakku sendiri. Sakura, mama tahu kau selarang tinggal sendiri. Cobalah untuk pulang tiap akhir pekan, toh, kan kita masih tinggal di kota yang sama. Kami kangen padamu tahu!", terdengar suara wanita yang ternyata adalah ibu Sakura.
"Iyaaa, iyaaaa. Akan aku usahakan. Mama tahu lah pekerjaan seorang dokter seperti apa.".
"Ei, kau saja yang gila kerja. Ya sudah kalau begitu. Di mana kau sekarang? Mampir ke rumah dulu, ya. Kita makan malam bersama. Mumpung ayahmu barusan pulang dari perjalanan bisnisnya.".
"Oh, papa sudah datang. Baiklah, aku dalam perjalanan pulang. Aku akan mampir ke rumah. Bye.". Segera Sakura memutar balik mobilnya ke arah rumah orang tuanya. Tapi, entah mengapa selama perjalanan ke sana perasaan Sakura tidak enak. Rasanya ada sesuatu yang mengejutkan yang akan terjadi.
07.35 pm, rumah orang tua Sakura
Terdengar suara tawa yang tak ada habisnya dari dalam ruang makan keluarga Haruno. Sakura beserta ayah dan ibunya sedang menikmati makan malam sambil berbagi cerita tentang hari yang mereka jalani. Keadaan rumah yang begitu hidup tentu saja akan membuat setiap keluarga ingin merasakan kehangatan seperti keluarga ini. Banyak sekali hal-hal yang mereka bicarakan selama makan malam.
"Dessert time!", ujar Sakura sambil membawa tiga potong chocolate pudding dan sebotol red wine.
"Wine, sir?", tawar Sakura dengan postur seorang waitress kepada ayahnya. Dengan tawa terbahak-bahak, ayah Sakura menyodorkan gelasnya kepada Sakura. Mereka bertiga pun menikmati wine dan pudding yang tersaji di atas meja makan.
"Ah, Sakura. Kau ingat tidak dengan keluarga Uchiha?", tanya ayahnya secara tiba-tiba.
"Uchiha? Rasanya aku familiar dengan nama itu. Keluarga mereka yang punya perusahaan kontraktor di Tokyo dan Seoul, kan? Kalo tidak salah keluarga mereka dekat dengan keluarga kita kan? Ah, aku pernah bertemu dengan anak mereka waktu aku di Amerika. Itachi atau siapalah itu. Memangnya kenapa, pa?", jawab Sakura panjang lebar sambil sesekali meneguk wine miliknya.
"Jadi begini. Papa dan Fugaku, ayah Itachi, susah berteman dari dulu sekali. Tepatnya dari saat kami masih duduk dibangku sekolah. Papa sangat dekat dengannya, bahkan papa ini sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga Uchiha. Dulu saat kami kuliah, kami pernah membuat sebuah janji konyol bersama dengan teman-teman papa yang lain. Setelah bertahun-tahun lamanya, papa kira Fugaku sudah lupa dengan janji itu karena papa sendiri juga lupa. Kau taulah, umur segini pasti banyak lupanya. Papa saja baru ingat karena diingatkan olehnya beberapa minggu yang lalu waktu kami tidak sengaja bertemu.".
"Memangnya papa janji apaan sih? Kok kayaknya serius banget sampai harus diingatkan.", tanya Sakura sambil menghabiskan wine digelasnya dalam sekali teguk.
"Well, jika nanti kami punya anak laki-laki atau perempuan, kami harus menikahkan mereka untuk tetap menjaga persahabatan kami. Ternyata, Fugaku memiliki anak laki-laki dan papa memiliki anak perempuan. Wahahahahahaha...".
Sakura terdiam. Pikirannya bagaikan tersambar petir berkali-kali. Wine yang tadi diteguknya pun tidak dapat ditelannya. Semua terasa berputar dalam pikirannya. Tiba-tiba muncul bayangan dipikirannya saat ia menikahi seorang pria yang bahkan tidak dikenalnya. Dunia terasa jatuh menimpa Sakura sekarang.
"Sayang, kau tidak apa-apa? Mukamu tiba-riba pucat begitu." ujar ibu Sakura setelah menyadari perubahan mendadak pada wajah putrinya.
"Ah, aku? Aku baik-baik saja kok, ma. Hanya saja aku kaget mendengar kata-kata papa. Eyy, pa! Papa bercanda kan? Ah gak seru kalau candaannya kayak gitu. Gak lucu, ah!", sahut Sakura dengan nada yang canggung.
"Eyyy, sejak kapan papa bercanda! Papa ini serius, Sakura. Bahkan tanggal pernikahanmu sudah ditentukan oleh kami. Papa juga sudah menyampaikannya ke mama-mu. Mama-mu juga setuju-setuju aja kok. Lagian dengan umurmu sekarang, kau juga sudah seharusnya siap untuk menikah! Hahahaha.."
Blarr! Pikiran Sakura tambah tidak karuan. Bagaikan di anime saat sang tokoh terkejut dan mucul petir yang menyambar-nyambar sebagai latar belakangnya. Sakura shock setengah mati sampai-sampai ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya sedikit saja. Pandangannya menjadi kabur dan semua yang dilihatnya menjadi abu-abu. Sakura tidak bisa membayangkan dirinya yang akan menjadi istri orang nantinya. Jangankan menikah, berkencan saja tidak pernah tercatat dalam kamus kehidupannya.
Ah, sekarang aku tahu alasan mengapa perasaanku tadi tidak enak. Sialan!
.
.
.
Hai, readers! Ini adalah fanfic pertama yang pernab aku tulis. Hohoho~~
Sebagai pemula, tentu saja aku tidak tahu apa yang harus aku perbaiki dalam ceritaku.
So, mind to review?
-Xoxo
2nd.