WARNING: CERITA INI BUKAN MILIKKU, CERITA INI SEPENUHNYA MILIK: SUNFLOWERPOTS- www asianfanfics com/ story / view /1209988 / blue-angst- seventeen- meanie

Terima kasih karena telah mengijinkan aku mentranslatenya.
.

.

.


.

.

.

Wonwoo tidak pernah menyukai empat dinding putih dingin itu, kursi yang tertata rapih membentuk lingkaran ditengahnya maupun tirai abu-abu yang menutupi jendela kaca. Jumlahnya ada enam jendela seingatnya. Dia juga bahkan menghitung setiap lantai marmer putih yang bersinar tersebut. Benar-benar memuakkan berada di ruangan tersebut berbanding tebalik dengan orang-orang yang selalu duduk disana satu kali setiap tiga hari. Ironis sekali, pikir Wonwoo.

Di lain hari tetapi tetap diruangan yang sama, orang-orang yang sama, kursi yang sama dan orang yang sama yang berdiri di tengah, Wen Junhui. Sering, Wonwoo berharap pria itu menyerah saja dengan apa yang dilakukannya dan memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya di China. Pria itu tidak pernah berhenti berbicara dan selalu mengontrol mereka, apa yang harus mereka perbuat dan tidak perbuat— ya, setidaknya itu yang Wonwoo namakan untuk Wen Junhui.

"Jadi, jika kalian masing ingat, di pertemuan terakhir kita, kita membicarakan tentang bagaimana kita menghadapi kegelisahan yang kita hadapi. Kita telah mencoba dengan figet cubes, bubble wrap clickers dan sejenisnya, kita juga telah menulis kelebihan dan kekurangan dari benda tersebut. Tidak banyak yang menulis kekurangannya tetapi sebagian orang lebih nyaman menggunakan kotak rubik seperti yang sudah mereka tulis di catatan tambahan."

Jun mulai berbicara kembali "Satu orang anggota menulis bahwa membaca buku bisa menenangkan kegelisahannya." Setelah Jun mengatakan hal tersebut, semua mata tertuju pada Wonwoo, menebak-nebak.

Terdengar suara sindiran dari satu kursi sebelah kanan Wonwoo dan sebelum orang terebut mulai berbicara, Wonwoo memutar bola matanya.

"Benarkah? Jadi ketika tanganmu mulai berkeringat dan tubuhmu mulai gemetar tak terkendali kau mengambil sembarang buku dan membaca halamannya secara acak? Bagaimana jika pada saat itu karakternya mati, apakah itu membuatmu lebih tenang?" Woozi mengucapkannya tidak percaya.

Telinga Wonwoo memerah, Ia bersiap untuk menyerang ucapan Woozi kembali tetapi sebelum Ia sempat melakukannya Jun menyilangkan lengannya untuk menyela percakapan yang mengarah pada perseteruan tersebut.

"Program ini membawa kita bersama dalam sebuah ruangan, duduk dalam sebuah lingkaran agar kalian tahu apa arti kata 'adil' tidak ada siapa yang lebih kaya dari siapa atau siapa yang lebih tinggi dari siapa. Kita mendukung opini pribadi dalam program ini, memberi opini seperti itu tidak menyebabkan bahaya ataupun perdebatan diantara kalian atau anggota lain." Dia menyatakan fakta tersebut dan berbalik menghadap Wonwoo dengan alis yang terangkat.

"Benarkan, Jeon?"

"Benar-benar penjilat-" sindiran lain terdengar dari Woozi dan semua orang mengarah kepadanya. "-adil dan siapa tidak lebih tinggi dari siapa tetapi bagaimana kau bisa berdiri ditengah membual bagaimana kau bisa mengatasi depresimu terlebih dahulu dan lebih cepat daripada kita semua? Membuatku berpikir bahwa diadakannya program ini hanya untuk menjauhkan kita dari orang-orang untuk beberapa bulan."

Jun tidak bisa berkata apa-apa dan sama seperti yang lain. Apa yang dikatakan Woozi benar, bahkan beberapa orangpun berpikir seperti itu. Siapa yang mau tinggal dengan remaja depresi dirumah mereka? Lebih baik kirimkan saja ke rehabilitasi jadi mereka tidak akan merepotkan dan kemungkinan juga setelah keluar dari sana mereka akan kembali 'normal'. Kira-kira seperti itulah tentang apa yang orang-prang pikirkan tentang mereka.

Wonwoo tidak ingin mengakuinya tapi dia setuju dengan apa yang dikatakan lelaki berambut pink tersebut. Dia melihat senyum lebar Jun, tetapi dia juga melihat kesedihan didalamnya.

"Seseorang harus membantu kalian mengeluarkan masalah kalian, kan? Jun membalas lelaki paling kecil di grup tersebut, dia mengabaikan fakta dimana Woozi menyebutkan Jun pernah masuk dalam program ini dan dengan gampangnya keluar lalu dia ditugaskan untuk memperlakukan mereka seperti anak kecil.

"Jadi, kita telah banyak membahas 'random topik' mari kita lanjutkan ke segmen bercerita kita sekarang. Semua orang pasti punya sesuatu untuk dibagi dan disini adalah zona 'dilarang menghakimi' jadi aku ingin kalian bekerja sama sebagaimana program ini jika kita nyaman, kita akan lebih mudah mengeluarkan tentang apa yang mengganggu pikiran kita" Dia berkata dan tersenyum kembali. Senyum palsu dan memuakkan seperti sebelum-sebelumnya.

Ini adalah program yang paling Wonwoo benci dan dia berharap untuk dapat dibebaskan dari program ini walaupun seperti yang Jun katakan, program ini dapat membantu jika kita dapat membicarakan tentang hal yang mengganggu kita. Wonwoo tidak bisa menyebutkan sepatah kata pun tentang masalahnya walaupun dia masih dengan jelas mengingatnya seperti kejadian itu baru terjadi kemarin. Mata cokelat itu yang menatap balik ke matanya, sepasang gigi taring yang menghiasinya ketika dia menyeringai- dia dapat mengingat itu semua.

Satu persatu orang-orang telah menceritakan potongan-potongan masa lalu mereka; bahkan Woozi juga menceritakannya sekalipun pahit untuk diceritakan, Jun sedikit bangga kepadanya setidaknya dia menceritakan apa yang pernah terjadi kepadanya; mengapa dia mengakuinya dalam program tersebut. Selanjutnya yang dia tahu adalah sepasang mata itu fokus pada wajah pucatnya dan Jun kembali berjalan ke hadapannya dengan tatapan penuh pengaharapan.

"Pass" dia berbicara tidak peduli; suaranya monoton.

"Wonwoo ini sudah ke lima belas kalinya kau melewatinya." Jun membalas.

"Sudah dua bulan. Tidakkah setidaknya kau ingin mengucapkan paling tidak satu kalimat?"

"Aku belum siap." Jun mengerutkan bibirnya dan ia pindah ke orang sebelah Wonwoo yang mana adalah korban bullying, Minghao. Dia juga berkebangsaan China seperti Jun dan mungkin itulah yang membuat Jun terkadang memberi perhatian lebih pada Minghao. Minghao datang beberapa hari yang lalu dan Wonwoo berani bertaruh bahwa lebih mudah megatasi masalah Minghao karena dia mudah menceritakan masalahnya, tidak seperti Wonwoo dan yang lainnya.

Totalnya ada enam buah kursi dan si rambut hitam Wonwoo sedikit banyak tahu tentang mereka karena hari-hari yang telah mereka lalui; bukan dalam level kedekatan, hanya sekedar tahu. Dia hanya tahu latar belakang mereka karena segmen kedua dari program mereka yang harus menceritakan sesuatu tentang diri mereka; program yang masih Wonwoo belum mau menjawabnya meskipun ia sudah lama di sana.

Urutannya dari kiri ke kanan Wonwoo.

Ada Soonyoung yang Tendon Achillesnya baru saja terluka oleh kontestan lain ketika dia mengikuti kompetisi dan mempunyai kesempatan besar untuk menang- menyebabkan ia tidak dapat berkompetisi lagi dan harus melakukan operasi untuk menyembuhkan tendonnya yang mana ia tidak dapat menari lagi. Dokter telah memberitahunya bahwa penyembuhannya akan memakan waktu dua sampai enam bulan tetapi dokter tidak menyarankannya untuk menari lagi. Wonwoo kadang bisa merasakannya bagaimana Soonyoung menyerah mengejar mimpinya menjadi penari terbaik dunia.

Setelah itu Hansol yang tidak begitu baik dalam menerima kritik negatif dan mempunyai masalah dalam hal berbicara karena dia sesekali tergagap. Dia pernah sekali dipermalukan di sekolahnya dan seharusnya itu adalah bukan candaan yang serius tetapi dia tidak dapat menerimanya dan perkataan teman-temannya terlalu ia masukkan dalam hati jadi menyebabkan ia down dan keadaanya memburuk ketika ia pertama masuk tempat ini. Dia menjadi lebih baik sekarang dan sebentar lagi ia akan keluar dari program ini, lebih cepat dari Minghao.

Ada Jeonghan yang semua orang pasti telah mengenalnya karena ia adalah selebriti yang sekarang sedang menjalani masa hiatusnya agar lebih baik. Mereka belum menemukan apa namanya untuk gejala yang diderita Jeonghan tetapi sepertinya penyakit selebritinya dimulai ketika ia mulai merusak barang-barangnya dan menjadi sebuah kebiasaan sejak ia mengetahui bahwa ia dicurangi pada acara grand award sebelumnya dan ia tidak memenangkan penghargaan apapun. Seseorang dari perusahaan lamanya tidak membiarkannya menerima buah dari hasil kerja kerasnya. Setelah itu ia sangat tertekan dan sebagai buktinya adalah ekspresi seperti orang tidak bernyawa di wajahnya.

Terlepas dari anggota grup lain mengapa mereka ada di program itu, Woozi adalah yang jarang terdengar. Lelaki pendek berambut pink tersebut sebenarnya lemah lembut, ramah dan sering tertawa saat baru datang di tempat itu dan Wonwoo adalah satu dari beberapa orang yang melihat sisi tersebut. Dia sangat ceria dan ingin mengenal semua orang disana tidak termasuk Wonwoo karena Wonwoo tidak ingin didekati oleh Woozi. Semua keceriaannya menghilang ketika dia tahu bahwa dia adalah siswa homeschool yang pendiam waktu dia masih kecil tetapi semuanya berubah ketika dia masuk sekolah pribadi yang membuat dia menjadi orang yang sangat aktif. Orangtua perfeksionisnya jelas tidak suka dengan perubahan tersebut dan memutuskan untuk 'membuang' nya di tempat rehabilitasi. Orang tuanya juga memohon kepada para staff disana untuk mengembalikan anak 'asli' mereka. Woozi mempunyai jadwal rutin setiap harinya; waktu tidur, waktu bangun, waktu untuk sarapan, waktu untuk mandi, waktu untuk bermain piano- dan semuanya. Dan tempat rehabilitasi adalah tempat 'pengeruk' uang yang lebih baik merusak laki-laki itu daripada menyembuhkannya karena jumlah uang yang diberikan orang tua Woozi kepada tempat rehabilitasi tersebut.

Hanya sampai ia lebih membaik, katanya- tetapi mereka membayarnya untuk setahun penuh.

"Wonwoo?" suara Jun mengembalikannya dari lamunannya, ia mengedipkan matanya karena tangan Jun yang tiba-tiba ada di depan wajahnya.

"Programnya telah selesai, semua orang telah kembali ke kamar mereka." Wonwoo melihat ke sekitarnya, semua kursi telah kosong.

Wonwoo bangun dan menepuk-nepuk debu yang tidak ada pada celananya. "Aku juga akan kembali ke kamarku." Katanya. Dan ketika ia akan berjalan dia merasakan berat pada bahunya.

"Kau tahu, kau harus mengeluarkan apa yang mengganggu pikiranmu jika kau ingin keluar dari program ini dengan mudah." Jun memulai "Yang kutahu kau sangat ingin keluar dari program ini."

"Aku diberi tahu bahwa mereka tidak akan memaksa orang jika orang tersebut tidak mau berbicara dan ketika waktunya tepat, itu akan memudahkan orang tersebut untuk berbicara." Nada bicara lelaki berambut hitam itu tajam, dan dia ingin menghempaskan tangan Jun yang ada di pundaknya.

"Aku tidak memaksamu." Jun menawabnya dengan sedikit pembelaan.

"Sudah berbulan-bulan, Won dan kau tidak mengatakan apapun selain fakta bahwa kau adalah anak tunggal. Aku bahkan harus melihat berkasmu untuk mengetahui namamu dan umurmu. Tolong aku untuk menolongmu, Wonwoo."

Tangan Jun di pundaknya mulai terasa berat karena panas yang disalurkannya dan Wonwoo dapat merasakan keringat di dahinya. Pengelihatannya mulai kabur dan dia mencoba untuk tidak gemetar. Wonwoo menelan air liurnya, beruntung ia masih bisa menghempaskan tangan Jun dan berjalan meninggalkannya.

"Tidak sekarang, Jun. Pass."

1:21 dini hari. Wonwoo menyingkirkan selimutnya, sepertinya ia tidak dapat mendapatkan posisi yang nyaman untuk tidur. Lampu duduk di atas nakasnya telah mati dan hanya suara jangkrik yang dapat terdengar dari luar dan mungkin tetes-tetes embun yang juga ia dengar. Orang-orang mungkin mendengarnya sebagai musik yang menenangkan tetapi untuk Wonwoo, adalah kebalikanya.

Keheningan membuatnya memikirkan banyak hal. Berpikir, berpikir dan terus berpikir. Keheningan itu menciptakan banyak ruang untuk melatih otaknya mengingat sesuatu, kilasan kejadian saat ia menutup matanya. Membuat tubuhnya mengenang sentuhan, ciuman, dan telinganya yang mendengar nafas yang tak beraturan dari dirinya. Membuat Wonwoo menggila dan takut.

Membuatnya mengingat mengapa ia bisa ada di tempat ini.

Membuatnya mengingat wajahnya, rambutnya, matanya, hidungnya, bibirnya, rahanya, kulitnya, senyumnya, suaranya, tawanya, tangannya, genggamannya, pelukannya, sentuhannya dan semua tentang nya. Mingyu. Dia dapat mengingat semuanya secara detail dan dapat menjelaskannya dengan kata-katanya tetapi dia tidak dapat menemukan suaranya dan keberanian untuk berbicara seperti; bagaimana ia terbangun, bagaimana ia dipeluk, bagaimana ia di kecup, bagaimana ia disentuh, bagaimana ia dicintai

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

…. bagaimana ia di tinggalkan.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Dia ingin melupakan segalanya. Dia ingin melupakan semuanya tetapi saat seperti ini ingatan itu menghantuinya lagi dan lagi seperti kaset rusak. Merubah suasana hatinya dan kegembiraannya dan ia bersumpah dia bahkan tidak bisa berdiri dengan kedua kakinya sendiri. Tetapi ia harus.

Ia harus tidur untuk menyambut hari baru. Ia harus menyingkirkan lingkaran hitam dibawah matanya dan dia harus membaik.

Tetapi setalah ia menutup matanya, dia melihat langit-langit biru cerah dan ia merasa seseorang berada di sebelahnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Sayang, bangun~"