THE BEST OF ME
(EPILOGUE)
…
…
…
Mei yang bersiap mengambil tiket pulang. Mei yang lewat di depan distrik Uchiha, berhenti sesaat. Ia kembali tersenyum, mengetahui puteri semata wayangnya kemungkinan akan menjadi bagian dari klan ini. Selain karena menjadi kekasih, putrinya juga menjadi anak angkat dari golongan elite Uchiha.
Namun langkahnya terhenti ketika melihat sesosok yang begitu ia kenal. Maka tujuan awalnya untuk pulang, kembali ia tunda, ia lebih memilih menemui pria yang tadi dilihatnya.
"Sasuke" panggil Mei membuat sosok pria yang di panggil, berhenti. Pria yang ternyata memang Sasuke menoleh.
"Mei!?" agak heran juga. Kenapa ia bisa bertemu dengan eks Mizukage itu di depan distrik Uchiha.
Mei segera melangkah dan mendekati Sasuke yang sudah sangat lama tak pernah bertemu, pertemuan terakhir mereka adalah ketika perang besar pertama melawan Akatsuki. "Apa kabarmu" Mei mengulurkan tangan menjabat Sasuke penuh keakraban.
"Bagaimanan bisa kau ada disini?"
Mei hanya tersenyum, "Seperti biasa, kau tak pernah basa-basi. Aku kesini mengantar anakku"
"Anakmu? Apakah kau mengirimnya untuk berlatih di Akademi Konoha?"
"Tidak juga… aku ingin mengantarnya menemui kekasihnya yang baru kutahu kalau ternyata ia adalah ketua klan elite di Konoha,. Ketua para Uchiha" jawab Mei sambil menatap Sasuke.
Sasuke menatap kebingungan pada Mei yang ada di sampingnya. Ketua para Uchiha adalah puteranya. Dan yang ia tahu kalau kekasih putranya itu adalah Mai.
"Maksudmu, Mai itu putrimu"
"Menurutmu?" Mei tersenyum malahan mengerling pada Sasuke.
Saat dalam perjalanannya memburu Akatsuki, Sasuke memang sempat mencari orang-orang berbakat di Kiri. Tapi saat itu mereka pun tak sempat bertemu. Di saat Sasuke menemukan salah satu orang berbakat Kiri, yaitu Mai, Mei hanya melihat dari kejauhan sambil tersenyum. Melihat putrinya, Mai direkrut Sasuke. Mei hanya bisa tersenyum lega, karena putrinya itu bersama orang yang tepat sekaligus bisa membekali putrinya itu dengan pengalaman-pengalaman.
Sasuke tercenung sesaat.
"Kau menyandangkan nama Murasaki pada putrimu…"
Mei terumi malah tertawa sesaat dan perlahan, "Apakah jika aku memberi nama Mai Terumi, apakah kau masih mau membawanya di bawah bimbinganmu?"
"Iya… karena yang ku butuhkan adalah kemampuannya"
Mei Terumi kembali memperdengarkan tawanya, " Terumi hanya nama marga biasa, aku sengaja memberi nama 'Murasaki' mengikuti warna rambutnya"
"Ku pikir itu nama ayahnya"
"Pria itu…" suara Mei malah terasa ketus, "Aku benar-benar membencinya" bahkan terasa kalau ia menggeram.
Sasuke menatap kenalan lamanya itu lamat-lamat. Terlihatlah mei menggigit bibir bawahnya.
"Jujur, kehadiran Mai, sama sekali di luar dugaan. Kami hanya berhubungan sekali. Dan aku sangat membencinya setelahnya. Pelaku kriminal, dia juga memanfaatkanku. Dan baru kutahu kalau dia adalah penipu. Aku memang tidak pernah mencintainya. Selain karena alasan memenuhi keinginan tetua"
"Apa para Tetua di Kiri sudah tahu tentang perilaku suamimu?" Mai mengangguk.
"Aku sangat membenci pria itu, tapi, merasakan detak jantung anakku. Membuatku berjanji, akan mengerahkan seluruh perhatian pada anakku. Makanya, aku pun mengundurkan diri dari kursi Kage"
"Dan kau tak pernah memberitahukan Mai perihal ayahnya" lagi-lagi Mei mengangguk.
"Aku tak ingin ia terpukul setelah tahu siapa ayahnya. Sekeras apapun ia menanyakan soal ayahnya, aku tetap kukuh untuk tidak memberitahu Mai"
"Dan tahukah kau, kalau ia begitu kesepian tanpa seorang ayah" Mei pun mengangguk, "Oh ya, dimana ayah Mai sekarang?"
"Aku pernah mendengar dia tewas terbunuh di tangan orang yang di tipunya"
Sasuke tidak menanggapi, dengan sendirinya suasana menjadi hening sesaat.
"Oh ya, apa kau ada urusan sampai-sampai Tuan Puteri-mu tidak bersamamu" kali ini Mei sengaja mengalihkan topik, karena tak ingin tenggelam dengan cerita masa lalunya yang bisa di katakan kelam.
Sasuke menoleh sesaat kearah dari mana ia datang sebelumnya, sebenarnya ia memang bersama Sakura. Hanya saja, Sakura meminta izin karena suatu keperluan. Di saat itulah, Mei memanggilnya.
"Terima kasih Sasuke" ujar Mei perlahan. Sasuke menoleh, "Karena kau telah mengubah putriku"
"Maksudmu?"
"Mai sudah menceritakan semuanya padaku. Termasuk kehangatan kasih sayang seorang ayah yang kau berikan padanya. Kau sudah tahu sifat puteriku seperti apa. Dan sekarang ia berubah, karenamu" ujar mei menatap pria yang memang sampai sekarang, masih selalu menyimpan rasa untuk pria itu. Tapi Mei tahu, tak mungkin mendapatkan pria itu. "Ia menjadi lebih bisa di atur" Mei menatap Sasuke.
"Sifat yang kau dapati pada Mai sekarang, adalah sifat aslinya. Selama ini, dia hanya meluapkan rasa sepinya dengan berbuat urakan. Namun aslinya tidak. Malahan, dia mengingatkanku pada Sakura. Saat pertama kali kami bertemu" Kenang Sasuke.
"Dan karena ku pikir, cepat atau lambat, dia akan menjadi puteriku, menjadi bagian dari keluargaku" ujar Sasuke perlahan sambil menatap lurus ke depannya.
"Ku pikir, perhatian yang ku berikan padanya sudah cukup"
Sasuke menoleh, "sebesar apapun perhatian yang kau berikan. Tidak akan pernah cukup. Karena hanya satu orang tua. Dia butuh dua, karena dia iri dengan teman-temannya. Aku bisa berkata demikian, karena anak-anakku juga sama, menjadi memberontak karena kepergianku yang tak mereka ketahui kenapa" terasa masih ada nada penyesalan di balik ucapan Sasuke.
"Kenapa kau tidak mencoba untuk menikah lagi, yang bisa mengganti sosok ayahnya?" tanya Sasuke kemudian.
Terlihatlah Mei menarik nafas panjang, "Entahlah, setelah kau menolakku. Tak ada satu pun pria yang pernah membuatku tertarik" Mei berterus terang sambil melirik pada Sasuke sambil melempar senyum.
"Karena hanya Sakura…"
"Iya… aku tahu" Mei kembali tertawa. Tanpa sengaja ia menoleh kearah datangnya Sasuke tadi.
"Maaf. Aku pamit. Tuan Puterimu sudah datang. Aku takut jika ia marah padaku" Mei mengerling ke arah Sakura yang masih berjalan dari kejauhan.
Sasuke tidak menjawab melainkan tersenyum pada Sakura.
Mei pun melangkah membiarkan Sasuke sendirian menunggu Sakura tiba. Tapi langkah Mei kembali berhenti.
"Sasuke. Putramu dalam masalah jika ia menyakiti puteriku " imbuh Mei sambil tersenyum hangat pada Sasuke..
"Dia juga sudah menjadi putriku. Tak akan ku biarkan putra-putriku bertengkar, apa lagi saling menyakiti" balas Sasuke tersenyum pula.
Mei Terumi hanya mengangguk lalu meninggalkan Sasuke. "Terimakasih, Sasuke"
"Hn"
"Anata, wanita tadi itu, siapa?" tanya Sakura yang bahkan belum berada di dekat Sasuke.
Sasuke tersenyum sesaat. Ia menarik dan merangkul Sakura. Berikut ia mengecup pucuk kepala istrinya.
"Mei Terumi" Sakura menatap wajah suaminya tiba-tiba. Apakah ada lagi sesuatu, sampai-sampai eks Kage Kiri itu mendatanginya.
Perlahan Sasuke berkata, "Ibunya Mai"
"Eeh… kenapa tidak di ajak masuk?" maksudnya memasuki area distrik Uchiha.
"Ia kesini hanya sekedar mengantar Mai. Dia juga menolak karena ia tak ingin kamu salah paham" ujar Sasuke mengerling sambil tersenyum pada Sakura.
"Aku tidak akan salah paham jika di jelaskan di awal" sakura bersuara lirih sambil menatap ujung kakinya.
Sasuke tertawa perlahan, ia malah mengeratkan rangkulannya pada istrinya. Berikut ia menatap jauh keluar dari gerbang distrik Uchiha.
"Tidak kusangka, dulu aku mencintainya, sekarang malah sepertinya akan menjadi calon besan"
Duk!
"Ukh!"
Sasuke mengeluh tertahan, Sakura menyikut perutnya yang di anggap ngomong sembarangan itu
"Bercandamu jelek, Anata" ujar Sakura sambil meninggalkan suaminya yang kelihatan meringis. Sakura melangkah memasuki distrik Uchiha sambil mengomel.
Sasuke tersenyum melihat tingkah Sakura yang menjauhinya, "Syukurlah, kau sama sekali tidak berubah, Hime" gumamnya. Lalu ia menyusul Sakura, ada lagi pikiran iseng yang melintas dikepalanya..
Terdengarlah teriakan Sakura karena Sasuke sudah mengangkat tubuhnya. Mumpung suasana masih sepi untuk bermesaraan dan menggoda istrinya.
SSS
Akhir-akhir ini Akari makin sibuk. Ia terlalu sering melakukan pertemuan dengan Kage ataupun pemimpin Klan di Konoha.
Karena itulah, Akari pun jarang pulang kerumah. Sekarangpun ia kembali memiliki urusan dengan sang Kage, hanya saja ia ingin menyempatkan diri menemui keluarganya, walau hanya sekedar menyapa.
Ia melihat ke arah sosok yang tengah duduk di bangku taman belakang rumah mereka, sedang duduk termenung dan masih memakai seragam sekolahnya. Akari menarik sudut bibir, itu artinya tak ada yang menjemput si bungsu itu. Mai sedang tidak ada. Sarada? Tak bisa di harap, Sarada selalu ingin agar si bungsu bisa mandiri. Tapi jangan salah sangka, Akari tahu kalau kakaknya juga tak membiarkan adiknya begitu saja. Kalau bukan Sarada sendiri, pasti ia meminta pada rekannya di Anbu bawahan Itachi untuk mengawasi adik bungsu di kejauhan. Tentu saja ini bisa di lakukan mengingat Itachi adalah paman mereka. Papa dan mama mereka, sepertinya sudah lupa segalanya jika sudah berduaan.
"Haru… kenapa melamun?" tanya Akari sambil menatap sekeliling, seakan memastikan kalau adiknya itu benar-benar sendirian.
"Nii-chan makin sibuk. Mai-nee juga sering pergi bersama Sarada-nee. Haru kesepian Nii-chan?" keluh Haruno pada kakaknya.
"Bukankah masih ada mama"
"Huh… mama curang, mama selalu berduaan dengan papa" sebal Haruno.
Akari memperdengarkan tawa perlahan.
"Maafkan Nii-chan Haru" Akari memang sering meminta bantuan pada Sarada dan Mai dalam melakukan perburuan terhadap sisa-sisa Akatsuki.
"Nii-chan mau bertugas lagi?"
Akari langsung merangkul adiknya, "Maaf Haru… percayalah, papa sedang mengawasimu"
"Bukan itu, Nii-chan… aku.." suaranya benar-benar lirih. Nampak raut wajah kesepian ia tunjukkan pada Akari.
"Haru. Mulai sekarang, Nii-chan janji, sesibuk apapun Nii-chan mu ini, jika tidak dalam misi. Aku akan pulang"
"Tapi Mama, melarang Nii-chan tidur di kamar karena ada Mai-nee"
Akari tersenyum, "Aku akan tidur dimana saja, bisa di kamar tamu, atau bahkan di ruang tamu"
Haruno malah sedikit terdiam.
"Oh ya, Haru. Setelah menemui Paman Kage, aku akan segera pulang. Bukankah papa mengundang paman Itachi dan Paman Sishui beserta keluarga. Untuk makan malam"
"Jadi Nii-chan mau pergi lagi?" tanya Haruno melirih.
Akari menarik nafas panjang, melihat adiknya sambil tersenyum. Ia tahu, papa dan mama mereka sebenarnya sudah sering menghabiskan waktu menemani adiknya itu. Dasar Haruno-nya saja yang manja, maka ia ingin selalu bersama dengan keluarganya. Sementara itu, papa dan mama mereka juga terkadang lupa soal Haruno, jika mereka sudah terlanjur berduaan.
"Hanya sebentar. Setelah pertemuan dengan paman Kage, Nii-chan akan kembali kemari. Mai dan Sarada-nee juga sebentar lagi akan pulang"
Tanpa sengaja, ia melihat papa mereka sedang bersiap-siap meninggalkan rumah.
"Eh papa mau kemana" pertanyaannya pada Haruno.
Mata Haruno membuka lebih besar, "Menjemput Haru" jawabnya.
"Papa" teriak Haruno dan berlari pada Sasuke.
Sasuke yang di panggil Haruno menoleh. Ia melihat Haruno berlari kearahnya di susul Akari yang melangkah menyusul Haruno.
Haruno langsung melompat kedalam gendongan sang papa. Bagi Haruno, mumpung sang mama sedang tidak ada, jadi gilirannya yang bermanja pada sang papa.
"Maaf papa. Haru pulang sendiri, karena pelajarannya cepat selesai.
"Hn, tidak apa-apa" ujar Sasuke sambil satu tangan mengacak surai pink itu. Sementara satu tanganl ainnya menahan tubuh Haruno dalam gendongannya.
Akari cuma menarik sudut bibir melihat interaksi antara papa dan adiknya itu. Ia bisa menebak, bagaimana repotnya papa nya itu meladeni dua wanita yang mirip dan suka bermanja pada papanya itu.
"Kau yang menjemput adikmu" tanyanya pada Akari.
Akari menggeleng, "Tidak, Pa. Aku juga baru datang, sekedar mampir. Ada pertemuan dengan Paman Kage"
"Hmm" Sasuke menggumam mengerti.
"Aku berangkat papa, Haru. Mungkin paman sudah menunggu"
"Daah… Nii-chan" ujar Haruno melambaikan tangan. Akari hanya membalas dengan mengangkat tangan melambai.
"Ne, papa. Haru ingin keluar di temani papa" HAruno benar-benar memanfaatkan papanya untuk menemani karena mamanya tidak ada.
"Ganti pakaianmu"
"Tidak mau"
Sasuke pun hanya menarik nafas panjang melihat putri bungsunya, "Baiklah"
"Curang sekali, kalian ingin meninggalkanku?" suara lembut tiba-tiba menyela. Sasuke dan Haruno menoleh.
Melihat siapa yang menyapa, Haruno dan Sakura saling tatap sesaat. Berikut Haruno mengeratkan pelukannya di leher Sasuke. Seakan ingin mengatakan, kalau gilirannya sekarang yang bersama Sasuke.
Sasuke tak ingin kedua Puteri-nya itu perang syaraf. Sasuke menarik Sakura. Dan mengajaknya untuk menemani Haruno keluar jalan-jalan sesuai keinginannya.
SSS
Hari itu cukup cerah untuk Negara Konoha. Musim kali ini adalah musim semi yang telah ditunggu-tunggu oleh banyak orang.
Sasuke pun juga meminta agar semua libur dan berkumpul bersama. Ia pun memnta waktu sehari pada Akari, Sarada dan Haruno termasuk Mai untuk merelaksasikan diri—sebelum melakukan aktivitas kembali.
Kini Sasuke tengah menikmati hari libur bersama keluarga kecilnya. Istri dan ketiga anak-anaknya plus anak angkatnya.
Dihalaman rumah belakang memang terdapat padang kehijauan dengan bunga-bunga akan bermekaran. Hasil kreasi Sakura, sebagai kesibukan saat ia sendirian dan sebagai pelarian karena terlalu merindukan suaminya yang sedang pergi saat itu. Dan kini hasil jerihnya selama tujuh tahun itu, sudah di nikmati bersama-sama.
Seperti pemandangan sebelumnya di taman yang terbilang cukup luas itu, tampaklah putera-puteri pasangan SasuSaku sedang bercengkrama. Sesekali terlihat si bungsu seperti merengek pada Akari ataupun Mai. Bahkan pada Sarada.
Sesekali juga terlihat Sarada dan Mai berlatih tanding dan di tonton Akari.
Semua pemandangan itu tak lepas dari mata emerald nan teduh milik Sakura yang berada di atas balkon.
Sasuke pun muncul dari belakang dan langsung memeluk Sakura. Kepalanya di letakkan di bahu snag istri. Dan juga ikut-ikutan menatap putera-puteri mereka, yang kadang saling kejar, akibat ulah Akari yang menjahili Sarada. Dan jika sudah demikian, Haruno dan Mai harus ikut-ikutan mengejar untuk menghentikan Sarada yang mungkin akan melampiaskan kekesalan pada Akari.
Sasuke tersenyum menatap aktivitas putra-putrinya itu. Ah, tenangnya…
Wanita musim semi ini memainkan rambut suaminya dan terkikik geli menatap wajah damai laki-laki itu. Lalu mata hijau jernihnya menutup, kemudian ia tersenyum kecil menatap keempat anak-anaknya yang sangat gembira. Sungguh ia tak terpikirkan akan berkumpul kembali dengan anggota keluarga yang lengkap. Di tambah lagi dengan seorang gadis cantik, yang menjadi anak angkat mereka sekaligus kekasih anaknya.
Sekarang ia telah menjadi orangtua dan merasakan apa yang dirasakan orangtuanya dulu. Ternyata anak-anak dan pasangan adalah penenang yang manjur.
"Ah, mereka bersenang-senang! Aku mau ikut bersama mereka" ujar Sakura tanpa mengubah posisi. Ia tetap membiarkan suaminya itu memeluknya dengan hangat.
Sasuke ini sedikit mengerang dan membuka kelopak mata yang tadi di pejamkan, menampilkan sepasang iris kelam yang indah. "Biarkan mereka. Kita disini saja, Sakura."
Sakura kembali mencubit pipi suaminya yang tampan itu. "Ini acara keluarga. Bukankah ini permintaanmu" ujarnya masih sangat lembut.
"Eh kau ingat? Pikunmu sudah sembuh?"
"Iissh…" Sakura menjadi kesal. Lagi-lagi kata itu. Menyebalkan.
Sasuke tertawa perlahan, banyak hal yang ia sukai atau memang semua hal ia sukai pada Sakura. Bahkan saat Sakura sedang memberengut kesal seperti sekarang.
"Nii-chan, Coba lihat papa sedang apa?" sela Haruno sambil melihat melalui sudut matanya menuju arah balkon.
Ketiga kakak Haruno itu tak menoleh, karena mereka sudah tahu. Saat mereka memang berduaan, mereka seperti lupa umur, mereka tatap bertingkah seperti remaja kasmaran.
"Mereka lupa kalau kita ada di sini. Mama curang, lebih sering menghabiskan waktu dengan papa" keluh Haruno sambil duduk di salah satu pohon yang cukup rindang.
"Memangnya kenapa? Biarkan saja" Sarada bertanya sambil mengambil tempat duduk di samping Haruno.
"Karena perasaan mereka serta sikap mereka yang seperti itulah yang membuat kita tak pernah bersedih. Apalagi kau" ujar Akari sambil mencolek dagu adiknya itu.
"Kenapa?"
"Apakah kau pernah mendengar mereka bertengkar?" Haruno menggeleng.
"Karena itulah, mereka sepertinya tak mungkin untuk bertengkar. Sebenarnya pertengkaran itu hal lumrah. Meski begitu, apakah kau tidak sedih andai kau mendengar mereka bertengkar?" Haruno sekali lagi mengangguk.
Akari menatap ke atas langit yang masih terlihat cerah, "Itulah mereka" berikut Akari memperdengarkan tawa perlahan, selanjutnya ia merebahkan tubuhnya, dan menggunakan kedua telapak tangannya sebagai bantal"Tapi jika itu terjadi, sepertinya itu bukan Sasuke dan Sakura"
"Kurasa kau benar"imbuh Sarada membenarkan.
"Apa memang seperti itu rasa sayang papa pada mama" Mai malah penasaran tentang orang tua angkatnya itu.
"Kami tidak tahu, apakah memang terlalu sayang atau apa… tapi yang pasti, papa bahkan meninggikan suaranya pada mama pun, papa tak pernah lakukan. Apalagi sampai bertengkar"jawab Sarada. Karena biar bagaimanapun, dialah di antara tiga bersaudara itu yang lebih banyak mengenali kedua orang tua mereka.
"Andai terlahir kembali memang ada, aku memilih lahir lagi dari mereka bahkan andai jadi gembel sekalipun"
Sarada kembali melirik sedikit ke arah balkon, "Terkadang aku juga ingin tahu, bagaimana cara mereka kalau bertengkar"
Perbincangan tentang hubungan orang tua mereka terus berlanjut.
"Haru, kau tidak merasa haus?"
"Tentu saja, nii-chan. Bagaimana dengan kalian" Haruno balik bertanya sambil menatap kakak-kakanya satu persatu. Ketiganya mengangguk.
"Aku akan membuatkan jus. Tunggulah disini" Haruno langsung berdiri dari tempatnya dan berlari masuk kedalam rumah.
Awalnya Mai ingin menyusul Haruno menyiapkan minuman pelepas dahaga. Tapi ia batalkan, sepertinya masih ada keterangan yang ingin ia ketahui.
"Akari. Sarada-nee. Ada yang ingin ku tanyakan. Sepertinya Papa memiliki panggilan khusus untuk kalian. Boleh ku tahu alasannya?" tanya Mai masih penasaran dengan keluarga barunya itu.
Sarada dan Akari saling menatap sesaat.
"Soal panggilan 'Malaikat' pada Sarada-nee. Itu ada hubungannya dengan hubungan mereka di masa lalu. Intinya, papa menganggap, kalau Sarada-nee adalah yang selalu menjadi penghibur dan menemani mama di kala mama bersedih, pokoknya di segala kondisi. Seperti Malaikat penjaga yang selalu menemani" jelas Akari.
"Dan Akari sebagai laki-laki, ia di percaya untuk melindungi kami, seperti seorang Jagoan" Sarada tak mau ketinggalan.
"Lalu Haruno yang di panggil di panggil Puteri Kecil?"
Kali ini Akari dan Sarada terlebih dahulu tertawa. "Kau ingat panggilan sayang papa pada mama adalah Hime (Tuan Puteri). Yah! Alasannya sederhana, karena Haruno mirip mama"
Mai ikut-ikutan tersenyum sambil sedikit melirik kearah Sasuke dan Sakura yang masih di atas balkon yang belum berpindah dari tempatnya. Sedikit berlebihan memang, tapi sepertinya memang benar, kalau Sasuke, menjadi bukan 'Sasuke' jika itu menyangkut keluarganya. Tidaklah dingin. Bahkan selalu menunjukkan kehangatan dan senyuman.
Tak berapa lama, Haruno sudah datang membawa minuman. Akari malah terlihat meregangkan tubuh.
"Mungkin keberadaan kita disini malah menghalangi mereka untuk bermesraan, jangan ganggu papa dan mama!" Akari berdiri dari tempatnya
"Akari, kau mau Kemana?"
"Cari jajanan" jawab Akari tanpa menoleh.
"Aku ikut Nii-chan" Haruno meletakkan minuman yang di bawahnya tadi.
Sarada dan Mai saling tatap. Sarada mengangkat bahu, "mungkin sebaiknya kita juga ikut" Sarada berlalu dari samping Mai.
Mai hanya melihat ke arah Balkon tempat Sasuke dan Sakura tadi berada. Nampaknya kedua orang tua angkatnya itu sudah tidak ada di tempat.
Mai kembali tersenyum. Ia menatap pada ketiga saudara angkatnya yang sudah berjalan. Ia pun bisa menyaksikan bagaimana Akari mengandeng tangan Haruno.
Berada di tengah-tengah keluarga Sasuke membuat perasaan Mai selalu menghangat dan di liputi kebahagiaan.
Mai kembali menatap ke arah balkon tempat Sakura dan Sasuke tadi berdiri. Suara datar namun menyejukkan dari Sasuke. Suara lembut namun meneduhkan milik Sakura. Sarada, yang begitu perhatian. Akari sang kekasih yang memanjakan. Dan Haruno, yang manja. Sepertinya keluarga seperti apa yang di inginkan Mai, ada pada keluarga barunya itu. Ingin kasih sayang dan kehangatan seorang ayah, ada Sasuke. Ingin ibu yang tulus, lembut dan perhatian, ada Sakura. Saudara-saudara yang selalu menemani. Ada Sarada atau Haruno. Mai benar-benar merasakan keluarga yang utuh dan begitu indah. Ayah, ibu, kakak serta adik, bahkan kekasih.
Mai pun bergerak menyusul. Selanjutnya ia langsung menggenggam tangan Haruno yang masih bebas berayun.
Ketiganya berhenti sesaat sambil menatap Mai yang tiba-tiba saja menggenggam tangan Haruno.
Mai hanya tersenyum hangat.
Sarada yang mengerti situasi, ia malah merangkul bahu Mai, dan mengajak melanjutkan langkah, mungkin meninggalakn halaman rumah mereka. Mai kembali melangkah sementara Haruno yang di genggam tangannya pun mengikuti dengan senyum dari wajah yang berbinar.
Sebenarnya Sakura dan Sasuke meninggalkan balkon, sebenarnya mereka hendak bergabung dengan anak-anak mereka. Sayangnya, begitu berada di pintu belakang menuju taman. Anak-anaknya sudah meninggalkan pekarangan belakang itu. Semua kegiatan anak-anaknya yang saling menggenggam dengan penuh kehangatan itu, juga tak lepas dari pengamatan Sasuke dan Sakura.
Sasuke yang berdiri di belakang Sakura karena ia memang datang belakangan. Kembali memeluk Sakura sama seperti posisi mereka di atas balkon.
"Uchiha-ku benar-benar beda" bisik Sasuke di telinga Sakura.
Sakura hanya melingkarkan satu tangannya di tengkuk Sasuke, "Apa maksudmu, Anata"
"Seperti pelangi"
Sakura malah tertawa sesaat menanggapi ucapan Sasuke, "Karena kau butuh"
"Ya… dan kaulah yang membawa semua ini"
"Hm" sakura mengangguk.
"Sakura, anak-anak mu itu…"
"Anata, kenapa kau selalu menyebut mereka anakku" potong Sakura, "bukankah mereka anakmu juga, seharusnya kamu menyebut mereka 'anak kita'"
"Sakura" Sasuke belumlah mengubah posisi, "Aku sudah pernah bilang, kalau kaulah yang lebih banyak waktu untuk mereka. Sebelum kepergianku, aku juga sering menjalankan misi. Setelah itu aku pergi dan tak pernah memiliki lagi banyak waktu"
"Mungkin aku adalah papa yang buruk buat mereka. Dan juga mungkin suami yang tidak baik untukmu" suara Sasuke makin perlahan, matanya juga perlahan memejam.
Sakura mengubah posisi tubuhnya, ia memutar tubuh hingga posisinya berhadapan dengan suaminya. Tangannya pun segera melingkar di leher Sasuke sambil menatap dalam-dalam mata sang suami.
"Jangan pernah mengatakan itu lagi, Anata" Sakura mengecup bibir suaminya itu perlahan dan lembut, "aku tidak suka, juga mereka".
"Kaulah yang selalu menjadi panutan bagi mereka. Bagiku, kau adalah suami dan papa terhebat, melebihi siapapun. Aku juga pernah mengatakan, kaulah kebahagiaanku" ujar Sakura lembut lalu merapatkan kepalanya di dada bidang milik suaminya itu.
"Terima kasih Sakura. Aku mencintaimu" Sasuke memeluk Sakura dengan erat. Ia juga memberikan kecupan di pucuk kepala pink itu, merasai harumnya. Suara lembut itu memang selalu menghibur.
"Aku juga mencintaimu… Selamanya"
…
…
…
THE END
.
.
.
STAY MOVING DOWN!
…
..
.
Terima kasih yang sebesarnya buat sohib yang mendukung dengan menyempatkan diri dengan mereview : D Cherry, Riyanto707, Sitilafifah989, ohshyn76, Fujiwaraa, Ranindri, Mika, AmmaAyden, Safiera02, Lazzyffa, Radtyaink a.k.a 1morelight, Ayuniejung, Guess, Uchiha Nazura, Am I Hentai, tomattocherry, risnusaki, rin takeshi, NamikazeLee, Kuuhaku ….
Semua readers. Yang Foll & or Fav….
Special Thanks To:
DeShadyLady, karena udah bantuin memberikan deskripsi tentang Pair-nya Akari,
Semoga kamu baca ini. Once again, Thank You so Much.
See ya Guys.
Coming Soon
The Hit Man : Seven Brothers.
Summary :
Aturan pembunuh bayaran, jangan ada yang tersisa, termasuk saksi. Sasuke seorang pembunuh bayaran dari anggota Seven Brothers, justeru melindungi Sakura yang menjadi saksi atas pembunuhan yang di lakukan Sasuke. Dan membuat Sasuke harus berdiri sendiri, bertarung melawan anggota Seven Brothers lain dan juga kemungkinan melawan kepolisian/AU/NC-21/
…
…
…
Omake
.
.
Sasuke dan Sakura saling tatap sesaat saat Sarada meminta pamit ingin melakukan sesuatu.
Meski Sasuke sudah terang-terangan mengatakan kalau, ia ingin pokus di tengah keluarganya, bukan berarti ia berhenti sama sekali. Sesekali, Sasuke menemui Akari atau ke Naruto, hanya untuk membicarakan misi. Makanya Sasuke tahu semua kegiatan misi Sarada.
Keduanya kembali tersenyum pada putri sulung mereka itu. Karena setahu mereka, menurut Sasuke, putri sulungnya itu tidak mendapat misi.
"Kalau bisa segeralah pulang" ujar Sasuke sambil tersenyum, sementara Sakura juga tidak ketinggalan tersenyum.
Sarada merona melihat senyum kedua orang tuanya. Ia yakin ada maksud tersembunyi dari senyuman itu. Ataukah kedua orang tuanya itu sudah tahu apa yang ingin ia lakukan.
Makin meronalah Sarada.
"Jaga diri, ya sayang" ujar Sakura makin memberi kerlingan yang kelihatan malah terlihat iseng.
"Kami tidak akan melakukan yang berlebiha… eehh…" Sarada makin merona merah, tanpa berkata lagi, ia segera meninggalkan kedua orang tuannya.
Sakura tertawa mengiringi kepergian Sarada. Dan seperti biasa, suaminya malah tersenyum tipis.
"Mereka semakin dewasa, Anata" ujar Sakura merapatkan kepalanya di dada bidang Sasuke.
"Hn" balas Sasuke.
Sarada berjalan tenang, tampak langkahnya menuju kesuatu taman. Matanya merayap sekeliling dan mendapati seorang pria yang sedang duduk dengan posisi membelakanginya. Sarada sumringah, nampak sekali kalau pria itulah yang di cari. Pria itu menoleh, tampaklah seraut wajah tampan dengan rahang kokoh melambangkan ketegasan….. ia menatap Sarada sambil tersenyum hangat. Lalu mengangkat sebelah tangannya.
"Apa kau sibuk menjalani misi, sampai-sampai kau melupakanku, hm!" ia segera menarik Sarada ke dalam pelukannya. Nampak sekali kalau pria itu sangat merindukan gadis cantik yang sekarang berada dalam pelukannya.
"Maaf, senpai"
Pemuda itu melepaskan pelukannya. Selanjutnya ia memegangi kedua belah pipi Sarada, "Sudah ku bilang, jangan memanggilku dengan panggilan itu. Panggilan itu seperti memberi jarak antara kita" ujarnya sembari menatap kedua bola mata Sarada.
"Maaf!" Suara Sarada lirih, ia menundukkan kepala sehingga kepalanya merapat di dada bidang prmuda yang baru saja memeluknya, "Tapi aku terlanjur menyukai memanggilmu dengan panggilan itu"
Pemuda itu mengangkat dagu Sarada hingga kembali keduanya bertatapan, "Dasar bandel!" ujarnya sambil tersenyum. Sedetik kemudian, ia menundukkan kepala dan memberikan kecupan manis pada bibir Sarada.
Kontan saja seraut wajah Sarada makin memerah mendapat perlakuan mesra seperti itu.
"Sarada" panggil pria itu kemudian. Sarada mengangkat kepala mengabaikan wajahnya yang masih memerah. Ia lebih penasaran dengan maksud di baliki panggilan itu.
"Apa aku akan di izinkan atau mungkin diterima jika aku menemui keluargamu" tampak terasa oleh Sarada, adanya nada kekhawatiran akan di tolak di balik pertanyaan itu.
"Mengingat kau adalah elite Uchiha"
Sarada cuma mengangguk perlahan, "Keluargaku itu keluarga terbuka, mereka tidak menyukai mamandang dengan strata, terutama mama. Bagi papa dan mama, mereka memberi kebebasan kepada kami, untuk memilih pasangan. Meski mungkin akan sedikit di awasi" ujar Sarada.
"Benarkah" seraut wajah tampan yang telah menaklukkan iceberg Sarada itu tampak sumringah dan senang, "Tidak masalah jika memang hubungan kita di control. Bagiku itu adalah tindakan wajar dari orang tua" imbuhnya sambil tersenyum.
Pemuda itu menarik kembali Sarada ke dalam pelukannya. Detik berikutnya, keduanya kembali saling melumat, meluapkan rasa cinta mereka.