Terakhir kalinya Naruto melempar pandangan ke arah sebingkai gitar. Wajahnya sendu, tidak iklhas untuk meninggalkan benda kesayangannya di sebuah toko alat musik yang terdapat di pusat Kota Konoha. Gitar putih yang berada di atas meja ini merupakan benda kesayangannya. Benda yang telah ditandatangani oleh gitaris the beatles-band idola Naruto, dan menjadi suatu benda legendaris di seluruh dunia. Namun, untuk kesehatan ibunya, Naruto harus merelakan benda yang untuk mendapatkannya saja dia harus berpuasa dari zaman Sekolah Dasar hingga awal masuk kuliah. Tetapi apa boleh buat, ibunya adalah sosok yang paling penting di seluruh dunia.

"Naruto, kau serius?" Minato menatap lekat-lekat Naruto yang berdiri di sampingnya.

Naruto tersenyum hambar, menepis kegundahan. "Ayah, ini untuk ibu," balas Naruto. "Mungkin hanya sedikit saja, tetapi dengan menjual gitar ini, modal usaha kita tidak akan terbagi dengan pengobatan ibu," Naruto mengelus gitar di hadapannya. Sekali lagi saja dia ingin merasakan sensasi menyentuh gitar yang selama ini selalu diidam-idamkannya itu.

"Kau serius, Naruto?" sekali lagi Minato bertanya.

Kali ini Naruto tidak menjawab langsung pertanyaan ayahnya. Mau bagaimanapun, gitar tersebut adalah cita-citanya sejak kecil. "Aku akan masuk ke sekolah teknik saja, kebetulan di sekolah itu aku mendapatkan beasiswa," Naruto mendesah pelan, menetapkan diri.

Keputusan Naruto membuat Minato terkejut. Tidak disangka Naruto akan memilih untuk menekuni hobby-nya selama ini sebagai seorang musisi. Bersamaan dengan keadaan ibunya yang parah, dan keluarga Naruto yang sedang krisis keuangan, Naruto mengubur cita-citanya. Ia memilih untuk bersikap logis dan menerima kenyataan jika hidupnya tidaklah bisa menuntut keinginannya selama ini. Ia harus mendahulukan ibunya dan keluarga sebagai prioritas utama. Mau bagaimanapun, Naruto adalah anak pertama yang bertugas untuk membantu ayahnya jika di dalam kesulitan.

"Tapi ayah bisa mengusahakannya... ayah pasti bisa mengusahakannya...," Minato tidak ingin anaknya kehilangan cita-cita. Ia ingin anaknya hidup di dalam lingkungan yang anak itu inginkan. "Kau sangat berbakat untuk menjadi musisi, dan ayah yakin kau pasti bisa menggapai cita-citamu," lanjut Minato, berusaha menenangkan Naruto.

Naruto menggelengkan kepalanya. "Semua modal kita bisa fokuskan untuk bangkitnya usaha ayah, kesehatan ibu, dan masa depan adikku..," bisik Naruto. "Prioritas utama kita adalah hal tersebut ayah..," lanjutnya.

"Naruto...," mata Minato sedikit berkaca-kaca ketika melihat keteguhan anaknya.

Pemilik toko musik itu datang dengan wajah sangat sumringah. Siapa yang tidak akan senang jika gitar legendaris dijual ke tokonya dengan harga yang cukup dibilang terlalu murah, ketika mengingat sejarah gitar tersebut. Dengan secarik kertas kwitansi, dan kertas-kertas perjanjian jual-beli lainnya, pemilik toko itu mendatangi Naruto dan Minato. Ia mengulurkan kertas-kertas itu ke hadapan Naruto agar Naruto yang merupakan pemilik gitar itu bisa menandatanganinya.

Keraguan tersirat di wajah Naruto di saat Naruto menatap kertas di hadapannya. Hatinya seperti teriris dikala sedetik lagi ia akan kehilangan benda paling disayangnya di dunia ini. Namun, Naruto kembali menepis rasa itu. Ia tidak boleh egois, terutama ketika sedang di dalam keadaan seperti ini. Dengan berat hati, dan perasaan sedih, Naruto menandatangani surat-surat di hadapannya.

"Sudah selesai..," bisik Naruto dengan lemas.

Suara kemenangan terdengar di bibir pemilik toko itu.

Tidak tega melihat ekspresi Naruto, Minato menepuk punggung Naruto, hendak memerintah Naruto untuk segera keluar dari toko ini."Ayo..," ajak Minato, berusaha menghilangkan kesedihan di wajah Naruto.

Sama sekali tidak bergerak, Naruto hanya mematung di tempat yang sama. Kepalanya menunduk, kedua tangannya terkepal kuat, sedangkan tubuhnya bergetar. Rasanya seluruh tulangnya sangat sakit, hingga tidak sanggup bergerak untuk meninggalkan tempat ini. Naruto menggigit bibir bawahnya, berusaha mencegah tetesan cairan bening yang akan membasahi pelupuk matanya. Tetapi usahanya tidak berhasil. Meja di hadapan Naruto mulai basah karena air matanya. Naruto tidak sanggup meninggalkan benda yang selama ini selalu diidam-idamkannya itu.

"Naruto..," tangisan Naruto membuat Minato sangat terluka. "Kau masih bias berubah pikiran," Minato pun bingung ketika anaknya sangat bersikeras untuk membantu keluarga dikala Naruto sendiri tidak sanggup mengorbankan barang kesayangannya. Minato memegang kepala Naruto, memeluk Naruto yang terisak tangis seperti anak kecil dengan erat.

"Ayah harus berjanji..," tangisan Naruto pecah. "Ayah harus berjanji untuk menyayangi ibu dan adik-adikku..," lirih Naruto. "Ayah harus berjanji harus membahagiakan kita semua ketika usaha ayah kembali bangkit.."

"Ayah berjanji... ayah berjanji..," bisik Minato sembari mengelus kepala anaknya-Naruto yang selalu dibanggakannya. "Maafkan ayah, Naruto."

Manusia selalu di dalam pilihan,

Dan terkadang dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit,

Di saat itupula,

Manusia akan menyadari...

Siapa atau apakah hal yang paling dia sayang,

Untuk menjadi sebuah pilihan.

Di saat umur Naruto belum menginjak tujuh belas tahun, di saat itu Naruto sudah merasakan pilihan paling tersulit di dalam kehidupannya, dan tanpa daya merasa kehilangan karena harus menentukan pilihan tersebut. Tetapi, Naruto merasa tidak kecewa pada pilihannya, walaupun pada akhirnya, orang yang berjanji pada Naruto tidaklah menepati janjinya. Laki-laki yang selama ini selalu membuat Naruto kagum dan menjadi panutan Naruto, telah membuat Naruto sangat kecewa, hingga sulit memaafkan ayahnya sendiri.

Wow, Because You are Naughty, Naughty!

Disc: Masashi Kishimoto

Rat: M

Pairing: SasuNaru

Warn: Miss typo, OOC, AU, bahasa cukup kasar, dan masih banyak lagi hal-hal tidak baik yang bisa ditemukan di dalam.

Cerita ini hanyalah untuk kesenangan belaka, dan bukan untuk dikormesilkan, terlebih untuk menghina pengarang aslinya.

Chapter 3: Trouble Maker

Itachi-Naruto: 26 tahun

Sasuke: 22 tahun

Kyuubi: 18 tahun

Deidara: 16 tahun

Konan: 14 tahun

Nagato: 5 tahun

.

.

.

CKLEK!

Ruangan serba-guna pun tertutup dengan rapat.

"Ha-ah, akhirnya tugas kita selesai juga."

Selama seharian para pria dan wanita ini tinggal di dalam universitas Konoha untuk memastikan jika jawaban ujian calon mahasiswa baru ternilai dengan baik, tidak ada kesalahan sama sekali. Rasa lelah menerpa tubuh mereka, tetapi untung saja tahun sekarang tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Berkat adanya ujian secara online, mereka tidak perlu bergadang selama beberapa hari untuk memeriksa hasil ujian. Mereka hanya perlu memastikan semuanya berjalan dengan baik selama sehari penuh sebelum mereka meng-save hasil penilaian, dan menutup pintu-tempat komputer induk menyimpan data hasil kelulusan.

"Bagaimana jika untuk merayakan semua ini aku traktir kalian minum-minum?" tawar salah satu petugas penilai ujian itu.

"Ahhhhhh kau benar-benar tahu saja apa yang kita inginkan," jawab teman-temannya, serentak. Semua pun mulai beranjak pergi meninggalkan ruangan terkunci tersebut, dan mempercayakan semuanya kepada penjaga universitas yang setiap beberapa menit akan mengecek keadaan dalam gedung serba guna ini.

.

.

Setelah keadaan di sekitar gedung serba guna itu sepi, sesosok manusia dengan pakaian sangat tertutup mengendap-endap masuk menuju gedung itu, selagi para petugas pengamanan lengah-tidak melihat ke arah dirinya. Dengan perlengkapan menyusup, ia menanti di depan pintu untuk memastikan sesuatu. Dalam lima detik, kamera CCTV mati, da sosok tersebut mengangguk perlahan, seperti mengerti sesuatu. Dengan cekatan, pemuda itu mencungkil kunci pintu di hadapannya, dan mengeluarkan secarik kertas, lalu membaca kertas itu.

Setelah menyalakan komputer induk di ruangan itu. Sesuai dengan instruksi di dalam kertas, pemuda itupun mulai mengotak-atik salah satu program di dalam komputer tersebut. Dengan instruksi cukup mudah dipelajari bagi pemuda itu, akhirnya rencananya telah selesai. Sesuai dengan keinginannya, angka yang menunjukan nilai para peserta universitas pun telah berubah. Pemuda itu tersenyum senang, ketika melihat komputernya mulai merespon kode yang dia rubah pada program di dalam komputer itu. Tanda loading pun sebentar lagi akan selesai. Ia nyaris bersorak ketika pintu ruangan-tempat dirinya berada-terbuka.

"Hei, siapa itu?!" teriak penjaga yang kebetulan sedang berpatroli melewati ruangan itu, dan dia mendapati hal mencurigakan dari dalam ruangan tersebut ketika sorot lampu dari komputer keluar melewati celah-celah pintu. Kecurigaan itu membuat penjaga universitas memutuskan untuk memeriksa keadaan di dalam ruangan itu.

Akibat panik karena disoroti lampu senter, sosok misterius itupun segera berlari ke arah pintu keluar, melupakan komputer di hadapannya yang masih menyala, walau sudah selesai diproses. Ia mendorong satu petugas itu.

"HEI!" teriak segera bangkit dari atas lantai, ketika sempat terjungkal ke atas lantai karena dorongan penyusup itu. "Uhuk! Uhuk!" keadaannya yang sedang sakit namun tetap harus bertugas membuat penjaga itu kesulitan mengejar gerakan penyusup yang sangat cepat.

Penjaga akan mengejar penyusup tersebut, namun sang penyusup sudah terlebih dahulu menghilang dari balik lorong. Merasa kecolongan, petugas itu akan mengambil walky-talky di celananya, ketika penjaga itu melihat sebuah kartu yang terjatuh di atas lantai, depan ujung kaki. Petugas itu yakin jika kartu tersebut milik sosok penyusup tersebut. Iapun mengambil kartu tersebut, membacanya, sebelum matanya terbelalak-tidak percaya jika kartu tersebut menyantumkan identitas yang sangat mengejutkan, dan membuat penjaga itu mundur-tidak jadi memanggil rekan-rekannya.

.

.

.

Satu hari setelah kejadian tersebut...

Dengan memakai kimono tidur berwarna putih, Naruto keluar dari kamarnya. Ia menatap sejenak adik-adiknya dan Sasuke yang sedang duduk di ruang tengah, dan juga menatap dirinya. Tatapan Naruto fokus pada Sasuke. Naruto menunjuk kedua matanya sendiri dengan jari tengah dan telunjuk sebelum kedua jari itu menunjuk Sasuke. Simple, Naruto cuman inginberbicara'I watch you' pada Sasuke. Di tangan Naruto terdapat satu kantong plastik berisi tomat-sisa makan Sasuke yang terjatuh di kamarnya (kecelakaan di chapter 2). Ia Pergi ke dapur untuk membuang tomat itu, Naruto mengambil air minum dan menegluk segelas penuh air putih sebelum matanya menatap sebuah permen loli yang berada di meja dapur. Naruto mengambil loli itu, membolak-balikannya, dan membawa loli itu menuju ruang tengah.

Kedatangan Naruto membuat Kyuubi dan Sasuke gundah. Kyuubi beranjak dari atas sofa, hendak pergi ke

kamar. Untuk sekarang ini, dia tidak ingin bertemu dengan Naruto. Hasil ujian yang baru saja dia lihat beberapa menit lalu membuat dirinya shock. Sekarang, kenapa Naruto harus keluar dari kamar dan berkumpul dengan keluarganya? Kenapa kakaknya yang galak itu harus muncul di dalam keadaan yang sangat tidak tepat?

"KAU MAU KEMANA, KYUUBI?!" bentak Naruto dikala Kyuubi mulai melangkahkan kaki, menuju kamar. "DUDUK!" Naruto menunjuk sofa yang ditinggalkan Kyuubi. "Kau pikir ini rumahmu, hingga kau bisa bersikap seenaknya?" sinis Naruto. "Jaga sifatmu jika ada di sekitarku," lanjutnya, merasa tersinggung ketika dia datang, Kyuubi pergi begitu saja. Ia menatap adiknya dengan sangat tajam.

Nagato yang ketakutan ketika melihat tatapan Naruto menarik ujung baju Sasuke agar kembali duduk-tidak membuat nasib Sasuke sama seperti Kyuubi.

Kyuubi mendesah pelan, menahan diri. Ia kembali ke posisi duduk semula. "Tadi aku hanya ingin istirahat...," jawab Kyuubi.

Hanya dengan tatapan yang sangat menusuk, Naruto berhasil membuat Deidara dan Konan mematikan laptop di hadapannya. Konan dan Deidara duduk menghadap Naruto, siap mendengarkan perkataan Naruto. Seluruh anak Namikaze dan Sasuke saling tatap ketika Naruto hanya mendelikan mata, menatap satu-persatu mereka. Tatapan Naruto seperti seseorang yang siap menguliti siapapun yang dia mau. Nagato semakin merasa takut, hingga dia menyembunyikan dirinya dibalik tubuh Sasuke.

Setelah semua terfokus pada dirinya, Naruto tersenyum miring. Jantung Sasuke nyaris copot dari tempatnya ketika melihat ekspresi Naruto yang begitu sensual jika tidak mengingat betapa kejinya pemuda di hadapannya ini. "Kebetulan sekali semua berkumpul," katanya, dengan nada cukup antusias untuk orang yang baru aja teriak. "Sesuai dengan omonganku di beberapa hari lalu, aku akan membicarakan masalah aturan di rumah-KU. Dengarkanlah baik-baik karena aku tidak mengulang omonganku untuk kedua kalinya!" Naruto memberi penekanan pada setiap katanya.

Kyuubi mangaduk isi saku celananya. Ia mencari setangkai permen loli pop yang selalu dia makan, ketika dia sedang di dalam keadaan stress. Kyuubi hendak membuka permen itu, ketika ujung pakaiannya ditarik seseorang. Nagato yang duduk di samping Kyuubi menatap Kyuubi dengan mata bulat nanarnya. Ia seperti memohon agar Kyuubi memberikan permen itu pada Nagato. Ekspresi Nagato yang seperti ini selalu berhasil membuat siapapun luluh. Bahkan Kyuubi yang terkenal kasar tidak berpikir dua kali untuk menyerahkan permen di tangannya. Ia memberikan permen itu pada Nagato dan membuat Nagato tersenyum lebar.

Bungkusan permen di tangan Nagato membuat Naruto tertarik. Bungkusan itu mirip sekali dengan permen yang sekarang ini berada di dalam saku kimono tidurnya.

Fokus Naruto kembali pada aturan. Ia menopangkan kaki kanannya pada kaki kiri hingga kain yang tadinya menutupi kaki Naruto naik ke atas, dan memperlihatkan sedikit paha Naruto. Posisi Naruto sekarang ini membuat Sasuke bisa melihat jelas mulusnya kaki Naruto, dan paha Naruto yang tidak berdosa itu. Sejenak Sasuke menelan ludahnya. Ini memang benar-benar gila karena membayangkan hal tidak-tidak pada tubuh Naruto semenjak peristiwa di kamar itu. Sasuke membayangkan paha mulus itu akan akan berada di bawah jari-jarinya.

Shit!

Apa yang aku pikirkan?!

Sasuke menyayangkan pikiran termesumnya selama dia hidup di dunia ini.

"Aku harap kalian selalu menjaga kebersihan di rumahku setiap detiknya. Sedikit saja aku melihat kotoran yang menempel barang-barangku, lantai, tembok, atau apapun barang milikku di tempat ini maka aku tidak akan segan-segan untuk menyuruh kalian pergi secara tidak terhormat dari tempat ini! Bukan hanya orang yang bersalah, tetapi kalian semua!" Naruto mengucapkan setiap katanya dengan jelas. Selintas, Naruto menatap Sasuke yang telah membuang tomat di atas lantai kamarnya dengan sinis. "MENGERTI?!" seru Naruto, dengan suara lantang, hingga membuat Konan sedikit terlonjak kaget.

"Mengerti..," jawab anak-anak Namikaze, sedangkan Sasuke hanya sibuk menjernihkan otaknya.

"Lalu bagaimana dengan kau Sasuke?" tanya sinis Naruto.

Sasuke sedikit tersadar dari lamunannya kemudian menganggukan kepalanya perhalan. Ia tidak terlalu mendengar ucapan Naruto karena fokusnya yang sedikit berbeda dari orang-orang di sekitarnya.

Sikap anak-anak Namikaze yang penurut membuat Naruto menganggukan kepala, bangga.

Fokus Naruto kembali pada Nagato. Ia melihat jika anak terkecil di kediamannya sudah membuka bungkusan permen itu. Nagato mengemut permen itu dengan ekspresi senang sebelum matanya terbelalak, dan air mata keluar dari pelupuk matanya. Seluruh orang di dalam ruangan itu kontan menatap Nagato. Rupanya Nagato telah memakan permen Kyuubi yang menurut kabar burung, permen itu dibuat oleh Kyuubi sendiri, dan rasa permen itu hanya cocok untuk Namikaze sendiri.

"Na-Nagato," gumam Konan, khawatir dengan keadaan adiknya.

Isakkan tangis terdengar dari bibir Nagato. "La-lacanya kayak upil.. huweeeeee," tangisan Nagato pecah. Permen yang ada di tangan Nagato hampir terjatuh ke atas lantai jika Konan tidak segera menahannya. Bisa diamuk Naruto jika permen itu mengenai lantai. "U-upil," Nagato menangis, histeris. Tenggorokannya terasa asin dan sulit sekali rasa itu untuk dibuang. Tinggal diberi rasa kenyal, komplit sudah Nagato muntah.

E-eh?!

Naruto menatap horror permen di tangan Konan. Reflek ia mengaduk saku kimononya, dan menyembunyikan permen terbungkus itu di belakang punggungnya-sela-sela sofa, tanpa satu orang pun yang melihat karena semua terfokus pada Nagato.

"Ce-cepat bawa dia ke kamar!" tangisan Nagato membuat Naruto jengah dan gugup. Sedikitnya, dia takut dengan permen yang hampir dikonsumsinya itu.

Tangisan Nagato menjadi kesempatan Sasuke untuk pergi menghindari Naruto. "Aku saja!" Sasuke menawarkan diri.

Naruto menatap Sasuke sinis. "Kau, duduk!" Naruto menunjuk tempat duduk Sasuke yang sudah berdiri. "Masih ada yang harus aku katakan," lanjutnya. Sasuke pun dengan pasrah dan sedih kembali duduk. "Dan kau Konan!" Naruto menatap adiknya lekat-lekat nan tajam. "Bawa Nagato masuk kamar!" perintah Naruto. "Kyuubi dan Deidara akan menceritakan hasil diskusi ini padamu setelah selesai," lanjutnya.

Konan mengangguk pelan.

Tidak banyak berbicara, Konan beranjak dari atas sofa, menuntun adiknya untuk masuk kamar. Kelegaan tersirat di wajah Naruto ketika suara tangisan Nagato tidak lagi terdengar. Seluruh mata langsung tertuju ke arah Kyuubi, ketika pemuda itu hanya bergumam kata 'What?'

Naruto menatap orang yang tersisa di hadapannya. Setelah itu, fokusnya hanya tertuju pada Sasuke. "-Dan untuk Sasuke! Sebagai laki-laki paling besar di antara kalian, atau kau bisa sebut dirimu sebagai kakak pertama, kau harus mengomando mereka agar tetap menjaga kebersihan." Naruto berkata, "berbanggalah karena aku mengagumi skill bersih-bersihmu itu," katanya. Ia melipat kedua tangannya di depan dada, paham betul dengan semua yang dia katakan. "Dan kau diberi tanggung jawab besar olehku," lanjutnya. "Jarang sekali orang mendapatkan posisi seperti itu, bahkan tidak ada satupun yang bisa-tidak satupun...," Naruto tersenyum bangga. "HAHAHAHAHAHAHA...," tawa Naruto menggelegar, entah apa yang ia tawakan, ketika seluruh orang di hadapannya saling bertatapan.

Sasuke sama sekali tidak terfokus pada perkataan Naruto. Ia hanya terfokus pada ekspresi Naruto yang menarik ketika tertawa. Rupanya, di saat tertawa pun orang di hadapan Sasuke ini memang menarik hati. Sasuke tersenyum tipis sampai dia menyadari pikirannya sendiri. Pemuda itu menggelengkan kepala. Ia segera memfokuskan diri pada kenyataan. Sial! Dia ini adalah laki-laki, sekaligus adik dari Naruto Uzumaki. Kenapa dia harus bertingkah brengsek seperti ini?! Sasuke berusaha mengendalikan diri, ketika sesuatu mulai mendesak dari dalam tubuhnya, menuju mulut.

"Hick..hick...," Sasuke cekukkan. Ia menutup mulutnya, menghentikan tubuhnya yang semakin di luar kendali.

Naruto berhenti tertawa. Ia menatap Sasuke datar. "Kau terlalu cepat bangga. Hanya dengan pekerjaan seperti itu, kau sudah cegukan seperti ini," komentar Naruto, dingin.

"Hick... hick..," Sasuke tetap cegukan. Sulit mengomentari kata kasar Naruto.

Kyuubi dan Deidara saling menatap, tidak biasanya Sasuke cegukan seperti ini. Seumur hidup, mereka baru melihat jika Sasuke bertingkah aneh.

"...," Naruto mengangkat sebelah alisnya.

Untuk beberapa saat, suasana menjadi hening. Naruto tidak lagi membicarakan aturan, sedangkan Sasuke masih tetap cegukan.

Merasa masalah ini harus diselesaikan, Kyuubi dan Deidara menatap Naruto. "Lalu?" secara kompak mereka berdua berbicara.

Naruto hanya menatap kedua pemuda di depannya dengan tenang. "Lalu? Lalu apa?" seolah-olah amnesia, pemuda itu balik bertanya.

"Tidakkah ada aturan lainnya?" Kyuubi menimpali.

Naruto memutar kedua bola matanya. "Aturan lainnya? Aturan apa?" tanyanya sambil beranjak dari atas sofa. "Bukankah tadi aku sudah mengatakan aturannya pada kalian?" lanjutnya. Iapun meregangkan tangan, dan mulai melangkahkan kaki menuju kamar.

Kyuubi dan Deidara hanya saling tatap. "Jadi hanya seperti itu aturannya?" gumam mereka berdua, tidak percaya. Itu bukanlah aturan, tetapi lebih terdengar cara Naruto agar mendapatkan suasana bersih yang murah dan meriah.

Sasuke beranjak dari sofa untuk memanggil Naruto. "Na-Na hick... hick..!" suara Sasuke tercekik di tenggorokan sampai saatnya Naruto sudah masuk ke dalam kamar. Pemuda itupun menggeram kesal.

Tingkah Sasuke yang mulai keluar karakter membuat Kyuubi tersenyum usil. "Kak Cacu kayak ayam kena flu bulung... cekuk..cekuk..telus.. Kyuu kan jadi pingin ketawa..," mengikuti gaya Nagato, Kyuubi sukses membuat Deidara cekikikan.

Sasuke mendeathglare Kyuubi. Tetapi tatapan tajam Sasuke hanya dipandang lelucon oleh sang Namikaze."Ke-hick...ke-tawa-hick..," Sasuke menarik nafas dalam-dalam. "Sa-hick..ja-hick..hick..," katanya, berkata tidak jelas.

Senyuman usil Kyuubi melebar. "Ndak...," katanya, dengan nada menyebalkan a la Nagato. "Kyuu takut kualat," Kyuubi pun beranjak dari sofa dengan diiringi Deidara yang tertawa terbahak-bahak, meninggalkan Sasuke di dalam penderitaan.

.

Sabar ya, Sas!

Tazmaniadevil

Keesokan harinya...

"Kita harus membicarakan masalah aturan kemarin malam," di seberang sana Sasuke berkata dengan nada tinggi.

Tidak disangka oleh Naruto jika pembicaraan aturan itu masih berlanjut sampai Naruto sudah tiba di dalam kantornya untuk keesokan harinya. Sasuke yang kemarin malam hanya diam dan cegukan menelepon Naruto di saat-tepat-Naruto sudah tiba di tengah-tengah lantai kantornya. Naruto melangkahkan kaki menuju ruangannya dengan sesekali menegur karyawannya yang selalu bersikap aneh atau jorok. Ekspresi Naruto sangat tenang sampai saatnya dia melihat Kiba yang lagi-lagi tiduran di atas sofa dengan memakai sepatu.

"INUZUKA, HARUS AKU BILANG BERAPA KALI?!" dari balik masker Naruto berteriak. "TURUNKAN KAKIMU!" lanjutnya. Ia menyemprotkan cairan anti kuman dan virus ke sekitar Kiba. "CEPAT!" lanjutnya. Kiba pun menuruti perintah Naruto yang lebih temperamental dari biasanya.

Kiba merubah posisinya menjadi duduk. "Tunggu dulu ya, Bu!" Kiba bergumam pada orang yang sedang di teleponnya. "Boss-ku sedang...," Kiba merapatkan mulutnya pada ponsel. "PMS," lanjutnya, dengan suara sangat pelan, agar Naruto yang sedang melangkahkan kakinya tidak mendengar.

"Aku mendengarmu, Inuzuka!" teriak Naruto dari balik punggung, dan Kiba pun langsung pucat-pasi. Sial. Ia menjamin Naruto akan memberi tugas yang sangat menumpuk siang hari ini.

Di seberang sana Sasuke menjauhkan telepon dari telinganya karena teriakkan Naruto yang memekakan telinga. Naruto kembali berbicara. "Apa? Apakah jabatanmu dan tanggung jawabmu masih kurang memuaskan? Oh, bagaimana jika kau bertanggung jawab atas seluruh gedung apartemen itu? Bekerja di apartemen itu misalnya?" tawar Naruto dengan nada santai. "Kau tahu aku sangat membenci bagian lobby tempat itu karena akhir-akhir ini terlalu banyak orang-orang yang mengotori tem-

"Bukan! Bukan masalah bekerja, tanggung jawab atau apalah itu," Sasuke menyanggah perkataan Naruto yang terdengar tidak masuk akal di dalam otaknya."Aku hanya ingin kau memperjelas aturan untuk mereka, Naruto!" tanpa basa-basi, Sasuke mengucapkan tujuannya untuk menelepon Naruto.

Seketika Naruto berhenti melangkahkan kaki. Orang-orang di sekitarnya mulai merasa tidak nyaman ketika Naruto seperti mengeluarkan aura singa yang sedang mempertahankan wilayahnya. "Maksudmu?" tanya Naruto, tajam dan dalam. Seluruh karyawan yang ada di dekat Naruto menjauh dari Naruto sebanyak dua meter.

Desahan pelan terdengar dari seberang sana. "Berilah jam malam untuk mereka. Lalu, jadwal mereka bangun, atau setidaknya beri jadwal mereka menonton televisi dan waktu kapan mereka harus belajar...," kata Sasuke, mendikte Naruto.

Naruto mengangkat sebelah alisnya. "Untuk apa? Aku kaya, aku memiliki uang untuk membayar listrik. Lalu, apartemen ini buka selama 24 jam. Lalu untuk apa aku repot-repot memikirkan jadwal mereka, seperti aku ini tidak mampu saja membayar tagihan listrik?" katanya. Iapun kembali berjalan, dan anak buahnya bisa bernafas dengan lega dikala Naruto sudah menaiki tangga, hendak memasuki ruangan kerjanya.

"Kau harus mendisiplinkan mereka!" Sasuke sedikit berseru ketika Naruto tidak kunjung mengerti dan mendengar ucapannya. "Apakah kau tidak mengerti? Anak-anak itu harus dididik disiplin agar mereka bisa mengatur diri mereka sendiri di waktu kelak nanti!" lanjut Sasuke, menjelaskan lebih detail maksudnya.

Naruto yang baru saja menutup pintu ruangannya dan membuka masker-nya terdiam sejenak. Ruangan yang sepi karena ketidakberadaan Itachi membuat Naruto lebih leluasa untuk memancarkan energi negatif dari dalam tubuhnya. "Kau pikir kediamanku ini apa?! Asrama anak-anak?! Kos-kosan, atau KONTRAKAN?!" suara Naruto mulai meninggi. "KAU PIKIR APA, HAH?!" lanjutnya, hingga teriakkan Naruto bisa terdengar ke tempat karyawannya berada. "Mereka itu hanya menumpang, dan aku tidak pernah sedikitpun memikirkan ingin direpoti oleh anak-anak itu. Jadi, bukan urusanku mereka mau pulang kapan, belajar kapan, bahkan... mati kapanpun...," lanjutnya, bersungut-sungut. "Kau salah mengajak orang berbicara, jika hanya untuk membicarakan masalah aturan di rumahku sendiri..," Naruto berkata dengan nada sangat dingin. Bisa dirasakan jika Sasuke sedang memijat-mijat pelipisnya karena teriakan Naruto. "Bye!" kata-kata Naruto terakhir membuat Sasuke sadar jika Naruto akan memutus hubungan telepon mereka.

"Na-NARUTO TUNG-

Tuuuttt... tuuuttt...

Naruto benar-benar memutus hubungan teleponnya dengan Sasuke.

Naruto mendesah marah, tetapi suara dibalik pintu membuat Naruto berhenti berdecak kesal dan mondar-mandir mengelilingi ruang kerjanya. Ia menatap pintu di hadapannya, memegang knop pintu itu, dan dengan sekali tarikan, Naruto membuka pintu, membuat lima orang yang berdiri di balik pintu itu terjatuh ke atas lantai ruangannya. Wajah Naruto memerah ketika karyawannya yang notabene adalah teman-teman sekampusnya dulu atau senpainya menguping pembicarannya dengan Sasuke.

"Ka-kalian," geram Naruto. Serentak anak buah Naruto itupun berlarian-menjauhi ruangan Naruto. "SURUH SIAPA KALIAN MENGUPING?!" suara Naruto menggelegar, membuat kaca-kaca di sekitarnya bergetar. "TIDAKKAH ADA YANG BENAR DI HARI INI, HAH?!" emosi Naruto semakin meledak-ledak layaknya ranjau yang sekali injak langsung menghancurkan orang di sekitarnya.

.

.

.

"A-aku tidak menyangka boss sudah berumah tangga...," Kiba menatap ke arah ruangan Naruto dan karyawan-karyawan yang lari tunggang-langgang menuruni tangga, ketakutan akibat rasa penasaran mereka yang terlalu berlebihan. Kiba berkomentar demikian karena teriakkan Naruto di dalam telepon itu terdengar hingga bawah.

"-dan rumah tangganya sedang ada di dalam masalah," timpal wanita yang sedang diajak bicara oleh Kiba. Ia menyeruput kopi yang baru saja dibuatnya.

"ADAKAH YANG TAHU DIMANA ITACHI?!" teriakkan Naruto kembali terdengar, dan membuat Kiba nyaris memuncratkan minuman yang ada di dalam mulutnya. Sial sekali Kiba yang dititipkan sesuatu oleh Itachi agar dibicarakan pada Naruto, sehingga Kiba adalah satu-satunya orang yang harus berbicara dengan Naruto ketika Naruto sedang di dalam mood mengerikan seperti ini.

Suara dentuman dan benda-benda dilempar di dalam ruangan Naruto membuat wanita di samping Kiba memandang horror Kiba. "Ki-Kiba, cepat kau hampiri dirinya sebelum jendela di gedung ini pecah karena teriakan boss kita yang selalu PMS itu," perintah wanita itu. Kiba menggeleng-gelengkan kepalanya, tetapi apa daya, seluruh karyawan di tempat ini memerintah Kiba agar segera menjelaskan kepergian Itachi pada Naruto.

.

Kenapa harus Kiba terus yang kena sial?

Tazmaniadevil

Sasuke memasukan ponselnya ke dalam saku celana dengan ekspresi kesal, sama kesalnya dengan pemuda berambut pirang yang berjarak tujuh kilometer dari tempat Sasuke berada. Neji yang berdiri di samping Sasuke menatap Sasuke dengan heran. Walaupun ekspresi Sasuke tetap datar, tetapi Neji yang merupakan teman Sasuke sejak lama, tahu dengan pasti kapan Sasuke merasa kesal, marah atau senang. Pemuda Uchiha itu akan memperlihatkan ekspresi murkanya dalam sepersekian detik, dan hanya orang yang beruntung dan mengenal pasti Sasuke saja yang bisa mengartikan ekpsresi tersebut.

"Kau tampaknya sedang sangat kesal Sasuke," kata Neji, mengomentari tingkah Sasuke yang sejak tadi uring-uringan.

Sasuke tidak menjawab pertanyaan Neji. Ia lebih memilih untuk memasukkan buku-buku yang baru saja dia pilih ke dalam keranjang belanjaan. Yup, Neji dan Sasuke sedang berada di dalam toko buku terbesar di Konoha. Toko tersebut berada di dalam sebuah mall yang ada di tengah kota. Banyak sekali anak-anak remaja yang datang ke toko buku ini di hari ini karena menurut kabar seorang author akan mengadakan jumpa fans di toko ini. Padahal, jam sekolah sedang berlangsung. Sasuke dan Neji mengira jika anak-anak itu membolos sekolah hanya untuk menemui idola mereka. Sedangkan, Sasuke kebetulan saja datang ke tempat ini, ketika eventtersebut sedang berlangsung.

Sasuke mendelikkan matanya. "Tidak. Tidak akan ada yang bisa membuat aku kesal. Tidak ada satu orang pun," jawab Sasuke, lebih dingin dari biasanya, jelas sekali jika sang Uchiha membohongi dirinya sendiri. Ia melangkahkan kaki, menuju kasir. "Aku membeli ini semua!" serunya sambil menaruh keranjang belanjaan di atas meja kasir.

Wanita di depan Sasuke kontan langsung blushing ketika muncul kedua pemuda tampan di hadapannya. Sangat jarang kedua pria keren seperti Neji dan Sasuke masuk ke dalam toko seperti ini dan berdiri di hadapannya. Orang seperti Sasuke dan Neji lebih pantas berada di atas karpet merah ketimbang di dalam ruangan yang berjajar puluhan atau ratusan rak buku.

"Ba-baik," gumamnya. Ia menurunkan satu-persatu buku yang ada di dalam keranjang itu sebelum matanya terbelalak, dan menatap Sasuke dengan heran.

Ekspresi penjaga kasir membuat Neji heran. Neji melihat ke arah buku yang akan dibeli oleh Sasuke. Sama saja seperti penjaga kasir itu, Neji pun membulatkan matanya. "Kau tidak salah membeli buku?" gumam Neji dikala sebuah judul buku ' Cinta? Apa itu?' mencuri perhatiannya.

Tazmaniadevil

Konoha University...

"Naruto, aku memiliki masalah di universitas, oke? Kau bisa membantuku sekali lagi untuk kali ini! Ya, oke aku akui aku sering dibantu olehmu," Itachi mendesah lelah. Lagi-lagi Naruto mengomel karena Itachi tidak ada di tempat saat Naruto harus menggantikan posisi Itachi untuk meng-survey responden. Pemuda Uchiha itupun berhenti melangkahkan kaki. Ia menatap pintu di hadapannya. "Naruto, aku sudah sampai. Aku akan meneleponmu lagi nanti," cepat-cepat Itachi mematikan ponselnya sebelum Naruto kembali mendumel. Teriakkan di seberang sana terdengar sebelum nada putus terdengar.

Itachi megenggam ponselnya dengan erat. Iapun membuka pintu di hadapannya ketika teriakkan seseorang di dalam ruangan itu memekakan telinga, dan suasana di dalam ruangan itu sangat suram. "AKU YAKIN NILAIKU ITU 84! KENAPA BISA 86! INI PASTI ADA KESALAHAN! TIDAKKAH KALIAN BISA MEMBANTUKU UNTUK MENGECEK KUNCI JAWABAN?!" pemuda berambut merah menatap orang-orang di sekitarnya dengan tatapan membunuh. Ia benar-benar kesal karena keluhannya sama sekali tidak ditanggapi. "Aku sudah menulis semua jawabanku di lembar soal yang aku kumpulkan!" seru Kyuubi. "Kalian bisa mencari soal yang telah aku kumpulkan, kalian bisa memeriksanya," lanjutnya, ketika orang-orang yang berada di dalam ruangan itu hanya saling tatap. Aneh sekali jika ada yang mengeluh karena nilainya lebih besar dari seharusnya.

Secara berhati-hati Itachi melangkahkan kakinya mendekati Kyuubi. Ia menatap punggung Kyuubi dan mendengus pelan. "Ada apa ini?" tanyanya dengan nada heran. Tidak cukup mengacau di hari ujian, pemuda berambut merah inipun datang ke gedung rektorat untuk berteriak-teriak tidak jelas.

Kedatangan Itachi membuat seluruh orang di dalam gedung rektorat merasa lega. Salah satu dari mereka beranjak dari belakang meja kerja, dan menghampiri Itachi. "Uchiha-sensei, anak ini terus mendesak untuk melihat kunci jawabannya...," kata laki-laki paruh baya yang bertumbuh tambun, hingga lehernya menghilang dari balik tumpukan lemak yang menggelambir di dagu laki-laki itu. Sedangkan kancing bajunya hampir terlepas karena perutnya yang buncit. Sesekali, laki-laki itu membetulkan posisi celananya.

Itachi sedikit menyesal karena harus datang ke tempat ini untuk memeriksa design interaksi pendaftaran mahasiswa baru untuk terakhir kalinya, sehingga ia harus berurusan dengan pemuda arrogant itu lagi. Itachi menatap dingin pemuda berambut merah yang juga sedang menatap dirinya. "Tidak bisa," jawab Itachi, tegas. "Aturan sudah mengatakan selain pihak pemeriksa, penanggung jawab dilarang melihat kunci jawaban. Hasil sudah ditentukan. Keterima dan tidaknya kau sudah tertulis di website resmi universita K, bocah," sinis Itachi, tidak mau ambil pusing atas keinginan Kyuubi.

Sikap Itachi membuat urat marah Kyuubi muncul. Jika Kyuubi tidak pernah berjanji pada Sasuke untuk bersikap baik, Kyuubi tidak akan segan-segan menghancurkan seluruh benda-benda yang ada di dalam ruangan ini. Kyuubi menghampiri Itachi. Melihat tingkah orang-orang di sekitarnya, Kyuubi tahu siapa yang bisa dimintai pertanggung jawaban atas ketidakpuasan Kyuubi atas ujian kali ini.

"Cara tes ini tidak valid! Terdapat kesalahan di dalam tes ini! Aku menghafal setiap soalnya, dan aku yakin jika hanya menjawab benar 84!" kata Kyuubi, tepat di depan wajah Itachi. Ia memang sulit sekali respect pada orang yang baru saja ditemuinya.

Berbeda dengan orang-orang di sekitar Itachi yang sudah berkeringat-dingin ketika menghadapi pemuda bermata tajam seperti Kyuubi, Itachi sama sekali tidak gentar. "Keluarlah! Percuma kau mengacau di tempat ini!" Itachi hendak memukul mundur Kyuubi dengan aura yang mengintimidasi.

Orang-orang di sekitar Itachi dapat merasakan suasana di dalam ruangan ini yang tiba-tiba menjadi dingin, padahal cuaca di luar sana cukup cerah.

Kyuubi adalah salah satu orang yang bisa menatap mata onyx Itachi yang menajam. Sedangkan laki-laki tambun yang berada di tengah-tengah pertarungan ini hanya bisa mengusap wajahnya yang berkeringat dengan sapu tangan. "Sampai kau memperlihatkan jawabanku, jangan berharap aku beranjak dari tempat ini," Kyuubi bertolak pinggang. Ia mendongakan kepalanya, menatap pemuda yang jauh lebih jangkung darinya.

Gekstur tubuh Kyuubi dan ekspresi Kyuubi menandakan jika pemuda ini tidaklah akan pernah mundur kecuali dengan cara kekerasan atau diberikan hal yang dia inginkan. Tidak bisa melakukan tindakan kekerasan di lembaga berpendidikan, Itachi memilih menyelesaikan masalah ini dengan cara kekeluargaan. Apa boleh buat, sedikit melanggar aturan untuk mendamaikan suasana terkadang diperlukan, setidaknya itulah prinsip Itachi.

"Baiklah, jika itu maumu...," jeda Itachi. "Aku akan memperlihatkannya!" Itachi melangkahkan kaki, menuju tempat berkas-berkas soal ujian, serta komputer induk-tempat menyimpan jawaban seluruh peserta ujian disimpan.

Keputusan Itachi membuat seluruh orang di dalam ruang teknologi dan informasi Universitas Konoha terkejut. Tanpa seizin rektor, siapapun tidak boleh mengeluarkan jawaban dan soal itu ke depan umum. Jawaban dan soal itu adalah rahasia universitas. "Tetapi Tuan Uchiha," gumam laki-laki tambun di samping Itachi. "Anda bisa dimarahi ji-

Itachi mengangkat tangannya, memberi isyarat agar laki-laki itu berhenti berbicara. Tidak ada satupun yang akan memarahi dirinya. Termasuk rektor universitas ini yang merupakan rekan terbaik ayahnya selama ayahnya masih hidup. "Sudahlah. Ini hanya perkara kecil jika untuk menyingkirkan serangga dari hadapan kita," Itachi menatap tajam Kyuubi. "Kita lebih baik menuruti apa yang dia inginkan, dan membuktikan jika serangga itu hanyalah sedang bermimpi, melakukan tindakan omong kosong," Itachi melangkahkan kakinya.

Kyuubi menatap Itachi sinis di saat omongan Itachi begitu menusuk. "Kita akan lihat!" Kyuubi berhasil menghentikan langkah Itachi. "Siapa pecundang disini, sensei!" sindir Kyuubi.

"Cih!" decak Itachi sembari masih mencari jawaban sang Namikaze.

Tazmaniadevil

Deidara menatap Konan dari sudut matanya. Lagi-lagi gadis ini mengenakan pakaian yang seharusnya tidak dikenakan oleh seorang wanita jika ke sekolah. Konan yang manis dan satu-satunya gadis di Keluarga Namikaze akan lebih terlihat menyenangkan dan anggun jika menggunakan rok atau seragam wanita, sewajarnya. Tetapi, apa yang dihadapan Deidara jauh dari kenyataan. Konan yang sedang duduk di bangku taman belakang, samping Deidara hanyalah mengenakan celana panjang, dan kemeja sedikit longgar, padahal kemeja Deidara itu sudah dikencilkan oleh Konan.

"Apakah seragammu belum saja selesai?" Deidara angkat bicara.

Konan menggelengkan kepala. Memang pihak sekolah belum memerintah Konan mengambil seragam yang corak dan modelnya berbeda dari sekolah negeri umumnya. "Belum...," gumam Konan, tampak tidak keberatan jika dia harus mengenakan pakaian laki-laki seperti ini.

Deidara mendengus dengan tingkah cuek adiknya. "Coba suruh percepat dong!" seru Deidara, "apakah kau tidak malu atau iri pada anak-anak perempuan yang memakai seragam manis itu?" tanya Deidara, dengan nada kesal.

Konan menatap gadis-gadis yang melewati mereka berdua. Gadis-gadis itu berbisik-bisik sambil tersenyum tidak jelas dikala melihat Konan dan Deidara yang memiliki paras sangat memukau. "A-ah, tentu aku iri kakak...," Konan berkata dengan senyuman tipis yang terlihat bertolak belakang dengan ucapannya. "Ha-ah, padahal aku sudah tidak sabar ingin memperlihatkan aura cantikku pada mereka!" katanya, dan Deidara tahun dengan pasti jika Konan berbohong. Konan mendesah pelan. Beranjak dari atas kursi taman. "Sudahlah, Kak!" gadis itu meregangkan tangannya di atas kepala, membuat kemeja Konan yang diperkecil itu naik ke atas, memperlihatkan perutnya. Cepat-cepat Deidara menurunkan kemeja Konan. "Aku harus cepat-cepat ke kelas. Ada pekerjaan rumah yang belum aku isi!" katanya, dengan nada cuek. Segera pergi sebelum kakaknya kembali mendumel.

Deidara menghela nafas berat. "Anak itu..," gumamnya sebelum ikut beranjak pergi.

.

.

.

Seperti biasanya, di saat guru tidak masuk, Sasori yang merupakan ketua dari club gerabah akan menyebarkan selembaran untuk mengundang anak-anak SMA Konoha Gakuen datang ke tempat ekstrakulikulernya, dan seperti biasa juga seluruh orang yang melewati Sasori hanya akan menatap sekilas Sasori sebelum melewati pemuda itu. Siapa juga orang yang akan tertarik dengan kegiatan membosankan, dan terkesan kuno itu? Anak-anak zaman sekarang tidak akan mudah tertarik dengan kegiatan-kegiatan budaya di sekolah itu, jika tidak ada pemancingnya.

Dengan cuek Deidara melangkahkan kaki, melewati Sasori. Seolah-olah tidak saling kenal, Deidara pura-pura tidak melihat Sasori.

"Se-selamat pagi, Namikaze," sapa Sasori dengan nada gugup, membuat Deidara menghentikan langkah kakinya. Deidara memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.

Dengan tatapan yang dingin Deidara menatap Sasori dari ujung kaki hingga ujung kepala. Bukan hanya ekstrakulikuler yang dibuat Sasori saja yang bersikap kedaerahan, melainkan gaya Sasori. Dengan rambut klimis berwarna merah, dan berkaca mata, lalu seragam yang dibalut oleh yukata berwarna cokelat-tidak diikat, membuat penampilan pemuda itu terkesan sangat aneh dibandingkan orang-orang di sekitarnya. Bahkan, beberapa orang yang melewati Deidara, dan Sasori ada yang menatap Deidara penuh kekaguman, tetapi begitu melihat Sasori, wanita-wanita itu langsung hilang selera. Melihat ekspresi para wanita itu membuat Deidara sedikit tertawa.

Chk...chk..chk...

Orang ini benar-benar bisa menghilangkan pasaranku yang mengagumkan...

Dengan senyuman lebar, Deidara melihat kedua gadis yang melewati dirinya di belakang, dan berekpresi sama seperti sebelumnya.

"Kacau," komentar Deidara, baru menyadari betapa jauh gaya orang di hadapannya dengan kata moderen.

"Kacau?" gumam Sasori, tidak mengerti. "Apa yang kacau, Namikaze?"

Deidara hanya tertawa mencemooh, ketika menatap Sasori kembali. Iapun menggoyang-goyangkan tangan dari balik punggung, melambaikan tangan. Sedangkan pemuda berambut merah itu hanya mengerjapkan matanya, tidak mengerti dengan tingkah Deidara yang selalu berbicara di dalam pikirannya sendiri. Sasori mulai menyadari jika sikap mereka dan gaya mereka sangat bertolak belakang, dan pastinya akan sangat sulit untuk digabungkan dalam satu tempat. Namun... tidak ada cara lain. Deidara adalah partner satu-satunya di dalam kegiatan ekstrakulikuler, walaupun seperti tidak berniat sama sekali masuk ke kegiatan itu.

Tazmaniadevil

"Kami tunggu di kelas, ya, Konan!" ketiga gadis teman baru Konan melambaikan tangan. Mereka pun pergi ke kelas, ketika Konan berdiri di depan loker, hendak membuka lokernya.

Akibat kejadian kemarin, Konan menjadi lebih was-was untuk membuka lokernya. Surat kaleng itu cukup membuat Konan lebih berhati-hati bertindak di dalam sekolah ini, terlebih ketika waktu sendiri. Rasanya, setelah dia menghajar orang-orang itu secara satu-persatu mulai mendatangi dirinya. Apakah orang-orang itu yang melakukan ini semua? TetapI Konan tidak bisa menuduh sembarangan karena tidak ada bukti sama sekali. Oleh karena itu, selagi Konan belum menemukan orang yang memberinya surat kaleng, Konan harus tetap awas. Lagipula, siapa tahu surat kaleng itu salah sasaran!

Konan membuka pintu lokernya. Benar saja, secarik kertas berwarna putih terdapat di dalam lokernya. Secara cekatan, Konan membuka kertas itu. "Lihatlah ke belakang!" gumam Konan seraya membaca surat -cepat gadis itupun membalikan tubuhnya ketika sebuah benda berwarna hitam, panjang, melesat ke arah dirinya. Kontan secara reflek, Konan menggerakan kepalanya ke samping sebelum benda itu mengenai matanya. Mata Konan terkejut ketika serangan mendadak hampir membutakan matanya.

Pluk!

Benda berwarna hitam itu yang ternyata sebuah pena dengan ujung runcing terjatuh ke atas lantai dengan diiringi gulungan kertas.

Konan memungut dan membuka gulungan kertas itu yang ternyata terdapat tulisan lagi di dalamnya. "Cukup hebat?" mata Konan mengerjap, ketika membaca tulisan itu. Iapun melihat kiri-kanan, memastikan ada orang di sekitarnya. Namun nihil. Hanya dia yang belum mengambil buku pelajaran lah yang ada di dalam ruang loker ini.

Siapa orang ini?

Konan membatin kesal sambil meremas kertas di tangannya, dan membuangnya ke tong sampah terdekat dengan ekspresi ingin membunuh.

.

Siapapun tidak ada yang bisa mempermainkan Konan Namikaze!

Tazmaniadevil

Bersama teman-temannya, Nagato bermain di atas kotak pasir. Seluruh anak perempuan mengelilingi Nagato, seperti Nagato adalah seorang artis. Beberapa dari mereka bahkan ada yang mencubit pipi Nagato karena terlalu gemas. Sebenarnya, sudah banyak anak yang ingin berteman dengan Nagato semenjak Nagato muncul di TK Pelangi, tetapi temannya semakin bertambah dikala Naruto secara rutin menjemput Nagato di sekolah. Orang tua murid di sekolah seperti menyarankan agar anak-anak mereka berteman dengan Nagato, sebagai modus untuk mendekati Naruto yang di mata orang tua murid itu seperti pangeran berkuda putih atau lebih parahnya... malaikat? Setidaknya, dengan kemunculan Naruto, ibu-ibu itu bisa cuci mata, ketika di rumah mereka hanyalah ada laki-laki bertubuh kurus atau gendut yang berbaring malas sambil menonton televisi.

Mencari pemandangan baru, selain pasir, Nagato mencuri pandang ke seluruh arah di TK pelangi. Iapun asik menatap anak-anak yang sibuk bermain, dan ibu-ibu yang duduk di bangku kosong yang disediakan di setiap pinggir TK pelangi. Nagato menghela nafas sampai saatnya dia melihat obyek yang menarik. Ia melihat seorang anak yang hanya duduk di atas patung gajah berwarna merah muda tanpa ekspresi sama sekali. Anak itu tidak bergerak dan hanya diam, seperti patung. Melihat obyek yang menarik seperti itu, secara reflek Nagato menggerakan kakinya.

"Nagato, mau kemana?"salah satu teman Nagato menahan Nagato untuk melangkahkan kaki. Ia memegang lengan Nagato dengan erat.

"Ng?" Nagato menatap bingung orang di hadapannya. Namun, dia tersadar dengan apa yang dia lakukan. "Na-Nato mau kecana," jawab Nagato, sambil menunjuk ke arah anak kecil yang sedang duduk sendirian itu."Itu ciapa?" tanyanya dengan nada penasaran. Ia sedikit ingin memastikan jika anak itu bukanlah patung karena tingkahnya yang hanya diam tanpa bergerak sedikitpun.

Seluruh teman-teman Nagato menatap Nagato ketakutan. "Nagato jangan kesana," kata mereka-kompak. "Itu Gaara. Anaknya serem. Nggak ada di antara kita yang berani dekat-dekat sama dia," lanjut mereka. "Nagato, ayo main di sini lagi aja!"

Nagato pun tidak mengerti dengan anak-anak itu. Tetapi Nagato lebih memilih untuk mengikuti saran teman-temannya. Setelah melempar pandangan ke arah anak bernama Gaara itu, Nagato kembali berjongkok di atas pasir, dan membangun istana pasir bersama teman-temannya.

Gaala...

Nagato kembali melihat Gaara yang masih tetap diam dengan posisi dan tempat yang sama.

Tazmaniadevil

Neji menatap pemuda di hadapannya dari balik cangkir kopi.

Sasuke yang sejak tiba di kafe tidak kunjung berbicara. Selesai tibanya di kafe, pemuda itu langsung membuka plastik yang membungkus buku, dan membaca isi buku tersebut sambil mengunyah buah kesayangannya, tomat. Dengan serius Sasuke menatap isi bukunya, ketika Neji dianggap tidak ada sama sekali oleh pemuda itu. Tetapi, Neji yang sudah tahu tabiat Sasuke, sudah biasa dengan tingkah Sasuke yang lebih pendiam dari biasanya. Iapun merasa bersyukur punya sahabat seperti Sasuke karena sikapnya yang tidak pernah banyak bicara, tidak pernah meganggu Neji yang lebih menyukai ketenangan. Namun, kegusaran Sasuke membuat Neji gerah. Ia sedikit penasaran, apa yang membuat Sasuke membeli semua buku itu dan membacanya dengan serius, lalu pemuda yang biasanya menghabiskan lima tomat dalam lima belas menit ini hanya mendiamkan satu tomatnya dari jangka waktu Sasuke biasanya memakan tomat?

"Kau kenapa lagi Uchiha? Daritadi kau tampak aneh," Neji tidak tahan untuk diam dan tidak bertanya pada Sasuke. Iapun masih banyak urusan dan harus berbicara dengan Sasuke sebelum pergi ke kantor dan rapat.

Sasuke berhenti membaca. Ia menatap Neji dengan ekspresi datar. "..."

Neji menatap judul buku milik Sasuke yang ada di atas meja, lalu menatap Sasuke kembali. "Apakah ada yang membuat tomatmu terjatuh?" tanya Neji, menyimpulkan sendiri awal masalah dari tingkah aneh Sasuke.

Hanya dalam sedetik dahi Sasuke mengerut sebelum ekspresinya kembali tenang.

"Aku bercanda," Neji mencairkan suasana, ketika aura Sasuke mulai terlihat lebih suram. "Tetapi, serius. Aku benar-benar penasaran. Apakah ada orang yang berhasil menjatuhkan tomatmu?" gelagat Sasuke benar-benar membuat Neji sangat penasaran.

"Chk," Sasuke berdecak. Tidak mungkin dia mengatakan pada penggila wanita seperti Neji, bahwa dia telah menjatuhkan tomatnya karena melihat seorang laki-laki yang notabene adalah kakak kirinya bertelanjang dada, dan terlihat sangat... sexy?

Jarang sekali Neji antusias dengan kehidupan seseorang kecuali Sasuke. Sejak dahulu, Sasuke terkenal sebagai sosok pemuda yang sulit didekati, terutama oleh wanita, tidak ada satupun dari makhluk tersebut yang berhasil mendekati Sasuke, barang sejengkalpun. Di saat teman-teman sebaya Sasuke sudah bergonta-ganti pacar, Sasuke hanya sibuk dengan tumpukkan buku, mempersiapkan ujian untuk beberapa bulan ke depan. Selain itu, Sasuke pun orang yang sangat sulit diajak jalan. Tidak. Sasuke bukan orang kurang pergaulan karena berbicara apapun dengan Sasuke akan selalu terhubung. Tetapi, Sasuke benar-benar anti sosial, dan lebih suka jalan atau bermain sendiri. Temannya pun bisa dihitung dengan jari, kontras sekali dengan Neji yang walaupun pendiam dan kalem, tetapi di setiap perempatan jalan bisa saja ada orang yang menyapanya.

Diakibatkan kemisteriusan Sasuke inilah, Neji sangat tertarik untuk mengungkap segala hal yang ada di dalam diri Sasuke. Bahkan seluruh wanita di dunia inipun berpikir demikian. Sikap Sasuke yang misterius menjadi magnet bagi orang-orang untuk mendekatinya.

Neji tersenyum miring, ketika melihat Sasuke yang berkutat dengan pikirannya sendiri. "Apakah wanita itu cantik? Apakah dadanya besar? Pinggul besar?" Neji menirukan gekstur biola dengan tangannya. "Itu penting Sasuke karena wanita dengan pinggul besar itu akan mudah melahirkan anak-anakmu," Neji memperingati Sasuke, tetapi hanya dibalas dengusan oleh Sasuke.

"Apa yang kau bicarakan?" Sasuke merasa muak jika harus membicarakan tubuh orang lain. Baik itu wanita atau pria. Tetapi jika tubuh Naruto...

Apa yang aku pikirkan, damn it!

Sasuke marah-marah sendiri.

Neji mengamati wajah Sasuke yang sibuk kembali dengan buku di atas meja. Lalu, ia mulai paham dengan permasalahan Sasuke, ketika lembaran yang dibaca oleh Sasuke adalah lembaran-lembaran buku yang bagian itu saja. "Ha-ah, aku mengerti. Kau tidak paham dengan dirimu sendiri, 'kan?" Neji bersandar sambil mengamati isi buku tersebut. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Memahami diri sendiri, apakah suka dengan orang 'itu' adalah susah-susah gampang, terlebih jika orang itu terus berkeliaran di sekitarmu...," kata Neji.

"...," kali ini Sasuke mendongakan kepalanya untuk menatap Neji dengan serius. Sedikitnya, perkataan Neji mengenai sasaran.

"Tetapi, serahkan pada temanmu ini! Aku bisa membantumu lebih baik dari buku-buku itu," Neji mengacungkan jari jempolnya.

Sasuke memutar kedua bola matanya. Ia tidak percaya dengan perkataan Neji yang untuk membina rumah tangga barunya saja belum tentu benar. "Tidakkah kau terlalu banyak berbicara?"

"Dengarkan baik-baik, dan coba kau rasakan apakah kau memiliki rasa seperti ini jika berdekatan dengan dirinya atau tidak?" Neji tidak peduli dengan komentar Sasuke barusan. "Pertama-tama, kau harus memahami cinta dan nafsu itu berbeda tipis," Neji membuat Sasuke cukup fokus kali ini. "Nafsu adalah sebagian dari cinta, dan cinta belum tentu dikategorikan sebagai nafsu."

"Bisakah kau lebih cepat? Durasi adegan ini sangatlah terbatas," kata Sasuke, bosan.

Neji mendengus ketika melihat tingkah Sasuke yang sedikitpun tidak percaya padanya. "Serius Sasuke. Membedakan cinta, dan nafsu itu sangat sulit. Tetapi, sebagai orang yang berpengalaman, aku bisa membantumu...," lanjutnya.

"Hn," kata Sasuke yang untuk kali ini berarti 'aku tidak percaya.'Ia menggigit tomatnya kembali.

"Kali ini kau harus mendengarku, Tuan Irit Bicara," Neji menjadi tidak sabar, ketika melihat sikap Sasuke.

"Ya, ya, ya," Sasuke memutar kedua bola matanya. Pemuda satu ini lebih sibuk merasakan tomatnya daripada mendengarkan Neji-sahabatnya.

"Untuk memahami itu cinta atau bukan, sangatlah simple," Neji mulai menjelaskan kembali.

"Simple?" Sasuke mengangkat sebelas alisnya. "Katamu tadi tidak mudah," Sasuke mengoreksi perkataan Neji.

"Tidak mudah tapi simple jika kau sudah memahaminya," Neji menjabarkan maksudnya, dan Sasuke hanya ber-oh ria. "Begini..," senyuman tipis Neji kembali. "Di saat kau bertemu dengan orang yang kau sukai, dan kau jatuh cinta, maka-" Neji menatap serius Sasuke.

Sasuke memakan kembali tomatnya, Neji menghela nafas sejenak.

"Seluruh indera yang ada di dalam tubuhmu akan di luar hanya sebuah tatapan, tetapi tatapan tersebut sulit sekali dialih-

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" tiba-tiba Sasuke tersedak. Memori tentang tatapan Sasuke malam kemarin pada kakak tirinya membuat Sasuke tidak bisa berkonsentrasi makan.

"Sasuke?" Neji sedikit shock dengan respon Sasuke yang sibuk mengelap mulut dengan tisu.

Sasuke mengangkat tangannya, memberi isyarat jika dia baik-baik saja. "Lanjutkan!" menghilangkan rasa grogi, Sasuke memerintah Neji untuk terus berbicara.

"Baik," jawab Neji, kembali fokus pada penjelasannya. "Intinya, jika kau benar-benar jatuh cinta, dan mengalami cinta tragis, cinta bertepuk sebelah tangan, danpenyakit itu dibiarkan, kau akan menderita, seluruh indera perasa akan menolak logikamu, dan kau hanyalah akan menjadi seperti budak dari perasaanmu yang menepuk angin itu," Neji menatap Sasuke lekat-lekat, dan Sasuke hanya berpikir tidak perlu jatuh cintapun dia akan menjadi budak Naruto-pelayan di kediaman Uzumaki, "Indera peraba, penglihatan, penciuman, dan pengecap semakin lama akan selalu menginginkan dirimu untuk mendekati dirinya. Kau akan selalu ingin melindungi, dan secara reflek selalu berusaha membuat dia suka dengan dirimu bahkan jika harus merubah dirimu sendiri. Nah, itulah yang dinamakan cinta-cinta yang cukup mengerikan jika terfokus pada orang yang salah," tatapan Neji masih belum teralihkan. "-dan, jika kau sudah ada ditahap cemburu. Kau bisa uring-uringan, sampai-sampai siapapun tidak berhak mendekati dirinya, selain dirimu. Lebih parahnya lagi, jika kau gagal move on. Sudah. Selamat, kau akan menjadi perjaka tua.Kau berpikir tidak ada yang terindah selain dirinya, dan orang lain hanyalah menumpang bayar di dalam kehidupanmu," Neji terdengar sedang menulis syair lagu daripada menasehati Sasuke.

Sasuke mematung di tempat. Entah apa yang harus dia tanggapi atau pikirkan mengenai penjelasan Neji. Tampaknya jatuh cinta itu sangat mengerikan, dan Sasuke berpikir jika dia tidak sampai segitunya pada saat malam kemarin. Sekarang dia mengerti, pasti kemarin malam hanyalah nafsu semata karena dorongan kepuberitasan Sasuke yang menurut Sasuke sepertinya... telat?

Tidak mau peduli dengan omongan Neji yang dianggap Sasuke kurang penting dan tidak masuk akal, Sasuke pun mencari sesuatu yang lebih menarik. Ia melihat ke arah dalam restoran sampai pada saatnya seorang waiter keluar dari restoran, dan menempelkan sebuah kertas bertulisan 'Dicari Lowongan Pekerjaan' di depan kaca besar depan restoran, tempat Sasuke dan Neji berbincang-bincang. Sesaat, fokus Sasuke teralihkan pada kertas tersebut.

Tazmaniadevil

BRAK!

Naruto membuka pintu ruang kerjanya.

Di dalam ruangan itu sudah ada Itachi yang sejak tadi menanti dirinya. Wajah Itachi tampak tidak sebaik biasanya. Walaupun pemuda itu sedang memainkan komputernya, Itachi tampak tidak berkonsentrasi pada layar di hadapannya. Pemuda itu sesekali mendesah, minum kopi di atas mejanya, atau mengumpat tidak jelas. Melihat gelagat Itachi yang tidak beres, Naruto mengangkat sebelah alisnya. Pemuda Uzumaki melangkahkan kaki, masuk ke dalam ruangan dan bergerak ke tempat meja kerjanya sambil melepas jaket yang membungkus tubuhnya, masker, dan kupluk-pakaian perangnya, ketika akan bertemu responden.

Naruto menatap Itachi kesal. Ia berdiri di tengah ruangan. "Untuk apa kau memanggilku? Tidakkah kau tahu jika aku sedang sibuk mengurusi...MAKHLUK-MAKHLUK YANG MEMBAWA BAKTERI DI LUAR SANA?!" Naruto berteriak hingga wajahnya memerah. Ia menggosok-gosok tangannya, seperti dihinggapi kotoran. "Hiiiii... makhluk-makhluk itu membuatku menderita," Naruto bergidik seram. Demi Tuhan, dia tidak suka bertemu dengan orang-orang asing yang harus dia wawancarai.

"Kita punya masalah," dari balik layar komputer Itachi berbicara. Ia sudah biasa dengan tingkah Naruto yang seperti ini.

Melihat kopi yang ada di atas meja Itachi, Naruto mengerti. Sedikitnya, Naruto tahu jika Itachi sedang banyak pikiran, dia pasti meminum secangkir kopi untuk menenangkan diri. "Aku bisa melihatnya," kata Naruto sambil melangkah ke meja kerjanya.

"Tapi ini masalah yang sangat besar," lanjut Itachi dengan nada yang dibuat-buat, memastikan jika Naruto tidak bersikap cuek pada kasus mereka untuk kali ini.

Naruto tertawa mencemooh. Ia mengambil tisu basah dari dalam laci meja kerjanya, dan mengelap tangan dengan tisu tersebut. "Tidak mungkin Itachi Uchiha terlihat biasa ketika masalahnya kecil, bukan?" sindirnya. "Lalu?" Naruto memerintah Itachi untuk melanjutkan perkataannya.

Itachi mengambil pena di atas meja, dan memainkan pena itu dengan jari-jari lentiknya yang dipandang orang-orang sebagai jari dewa karena kecepatan mengetiknya yang di atas rata-rata manusia biasa, bahkan seorang sekertaris sekalipun. "Masalah sistem di Universitas K. Terjadi kesalahan pada penilaian, ketika hasil ujian telah diumumkan pada pihak luar," Itachi menjelaskan. Ia menggerakan kursi kerjanya untuk memutar menghadap tembok di belakang, memunggungi Naruto.

Naruto mengangkat kedua bahunya. Sudah diduga, pemuda ini selalu terlihat menyepelekan masalah. "Ya sudahlah. Lagi pula, karena kunci jawaban tidak diberikan, soal dan jawaban mereka dikumpulkan, peserta itu tidak akan ada yang sadar dan mengeluh karena mereka tidak tahu kesalahan dan kebenaran jawaban mereka, bu-"

"Ada yang menyadarinya. Salah satu peserta menyadari jika nilainya tidak sesuai dengan yang dia harapkan," Itachi memotong perkataan Naruto.

Naruto melempar tisu itu ke dalam keranjang sampah. "Apa maksudmu?" tanya Naruto, tidak mengerti.

Itachi kembali berhadapan dengan Naruto. "Dia tidak terima nilainya menjadi 86 dan masuk pilihan pertama, ketika dia menginginkan pilihan kedua yang biasanya keluar dengan passing grade minimal 84."

Naruto terkekeh menyebalkan, "Anak gila," komentar ringannya. Ia duduk di atas kursinya, dan menatap Itachi.

"-dan merepotkan,"timpal sang Uchiha. Itachi menghela napas sejenak. "Kau pasti akan lebih terkejut jika melihat aksinya pada saat detik-detik ujian berlangsung. Kau pasti akan mengingat kemiripan anak itu dengan seseorang," sindir Itachi sambil menatap Naruto sengit. Ia tidak akan pernah lupa seberapa gilanya orang yang duduk di depannya ini.

Naruto pura-pura tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Itachi. Iapun melihat jam tangannya. "Ya sudah kau urus. Aku masih banyak kerjaan," lanjut Naruto sambil beranjak dari atas kursi.

Ketidakpedulian Naruto membuat Itachi kesal. "Naruto, aku serius!" serunya. "Aku serius jika kita membiarkan masalah ini, maka harga diri perusahaan kita akan terinjak-injak...," penjelasan Itachi. "Dengan membiarkan sistem kita mudah untuk dibobol karena urusan yang sangat kecil, aku berpikir semakin lama orang akan mudah mengobrak-abrik sistem yang kita buat," lanjutnya. "Aku bersumpah, kali ini tidak bermain-main dan bisa saja menyangkut masa depan orang lain," Itachi meyakinkan Naruto agar pemuda itu ikut berpikir tentang masalah ini.

Naruto yang sudah mencapai tengah ruangan membalikkan badannya kembali untuk menatap Itachi. "Lalu, kau ingin apa setelah sistem kembali dibenarkan?" tanya Naruto dengan ekspresi datar. "Itachi, aku kira hal yang mengerikan itu jika sisitem kita tiba-tiba membuat jumlah anak yang lulus di universitas itu membeludak, tidak seperti biasanya. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi agar hal itu tidak terjadi, aplikasi itu memiliki sistem yang sangat melindungi bagian pemangkas otomatis ranking calon mahasiswa yang masuk, sehingga di logikaku sendiri, kejadian ini sebenarnya tidak separah ekspresi yang dibuat-buatolehmu itu, bukan?" lanjut Naruto dengan seringai tidak penuh arti yang dipandang Itachi menyebalkan karena sulit sekali menipu Naruto. "Bukankah, ke-1400 anak-anak itu sudah terjaring oleh komputer induk, dan memang merekalah yang harusnya terjaring, walau ada perubahan nilai? Jangan bermain-main denganku, Uchiha. Aku tahu tidak ada masalah sama sekali pada kelulusan karena memang ke-1400 calon mahasiswa yang sudah diumumkan adalah orang yang berhak masuk ke dalam universitas K, " tanya Naruto, memastikan Itachi tidak akan lupa akan sesuatu.

"Benar... aplikasi kita masih jalan seperti itu...," gumam Itachi dengan ekspresi stoic.

"Lalu?" Naruto mengangkat sebelah alisnya. Ia semakin tidak paham dengan perkataan Itachi. "Apakah cara bekerja aplikasi itu berubah? Itachi, apa yang kau pikirkan sekarang ini?" mata Naruto memincing tajam.

Di saat itu, roda-roda memori beberapa jam lalu mulai berputar dibenak Itachi, dan pemuda Uchiha satu inipun mulai bercerita tentang kejadian di sekolah beberapa jam lalu.

Flashback

Pemuda Uchiha telah mengambil langsung beberapa sampel dari komputer yang telah digunakan ujian beberapa hari lalu. Untung saja data yang berada di dalam komputer itu belum dirubah, sehingga masih tersimpan saved-an anak-anak di dalam komputer yang telah mereka gunakan, termasuk jawaban yang telah diisi oleh Kyuubi. Itachi pun memeriksa jawaban Kyuubi, dan beberapa anak lainnya. Rupanya memang benar, seluruh jawaban yang dimiliki oleh para peserta Universitas K telah naik dua poin, dan jika begitu... berarti dalam arti sebenarnya nilai berubah, namun posisi ranking kelulusan mereka tidak berubah sama sekali karena hal seperti ini hanyalah pengatrolan nilai, ketika poin tertinggi seharusnya diperoleh dengan angka 98 menjadi 100. Jadi, apa tujuannya orang yang merubah sistem ini?

"84...," gumam Itachi setelah selesai memeriksa jawaban Kyuubi secara manual. Orang lain di dalam ruangan itupun saling tatap, tidak percaya jika terjadi kesalahan sistem.

Kakashi yang dipanggil karena kejadian ini dan menjadi saksi pemeriksaan yang dilakukan oleh Itachi menatap Itachi dengan ekspresi khawatir. "Kau yakin telah memeriksanya dengan benar? Jika begini, sejauh mana kekacauan yang telah dihasilkan? Apakah ini memang murni kesalahan sistem, atau.. ada orang yang merubahnya?" Kakashi bertanya panjang lebar. Mau bagaimanapun, kasus ini bisa menjadi besar jika tidak ditindaklanjuti. Sebagai salah satu universitas bergengsi pasti banyak pihak yang ingin menyorot universitas ini, terutama ketika terdapat sistem ujian baru di dalam sekolah ini yang pastinya akan menjadi percontohan universitas atau sekolah lain jika berhasil.

Itachi menatap Kakashi, lalu menatap layar laptopnya kembali yang telah diisikan sampel-sampel jawaban calon mahasiswa. Jujurnya, ia sangat optimis pada sistem yang telah dibuat oleh perusahaannya karena sistem aplikasi tersebut sudah diuji berkali-kali oleh dirinya dan Naruto. Sistem tersebut telah menilai semua jawaban anak-anak secara benar secara otomatis dalam percobaan sebelum diluncurkan pada lapangan. Bahkan, nilai Kyuubi Namikaze pun masih 84 pada saat Itachi terakhir kali melihat. Jadi jawabannya, ada orang yang telah mengotak-atik sistem sekolah ini. Tetapi, bagaimana caranya orang itu mengendalikan aplikasi tersebut? Padahal Itachi mengingat jika dia selalu memberi peringatan pada semua orang yang terlibat dalam komputer induk, jika memasukkan data sembarangan pada komputer itu, dan selalu memastikan jika mengaktifkan komputer tersebut pada internet atau komputer lainnya, sesuai dengan izin dan intruksi yang diberikan oleh Itachi.

Kesimpulannya, Itachi menduga jika ada orang yang masuk ke dalam ruangan ini dan mengotak-atik komputer karena tidak mungkin komputer induk dikendalikan dari jarak jauh (online), mengingat sangat ketatnya pengamanan fisik maupun software komputer yang diberikan oleh perusahaan Next Innovation.

"Egomu terlalu besar untuk otak yang kosong, Sensei," Kyuubi yang sejak tadi menonton aksi Itachi berkata. Ia berdiri dari atas sofa, setelah tiduran di atas sofa itu selama tiga puluh menit sambil memakan loli pop, permen buatan kesukaannya. Kyuubi melangkahkan kakinya menuju Itachi. Ia menatap Itachi dari jarak sangat dekat. "Ha-ah, aku menunggu di luar saja, daripada aku tertular bodoh," katanya dengan nada arrogant. Seluruh orang di dalam ruangan itu terpukau dengan tingkah Kyuubi, pasalnya tidak ada satupun orang selama ini yang berani berbicara sekasar itu pada Itachi. Kyuubi membuka pintu di hadapannya sebelum berhenti bergerak. "Hei!" Kyuubi berseru, "waktu tidak pernah menunggu, jadi jangan lupa jika tiga hari lagi pendaftaran mahasiswa baru akan segera dibuka..," katanya. "Chk..chk..chk..," decak Kyuubi. "Ha-ah, aku sudah tidak sabar melihat namaku ada di jurusan yang aku inginkan daripada di pilihan satu yang isinya orang-orang bodoh," gumamnya, lebih pada dirinya sendiri. Pemuda itupun pergi meninggalkan ruangan.

Seluruh orang di dalam ruangan itu menatap Itachi ketika Kyuubi sudah pergi. "Jadi, apa yang kau lakukan, Sensei?" tanya mereka, kecuali Kakashi. "Apakah kau akan membuat kami semakin malu?"

"Itachi-sensei...," Kakashi meminta Itachi agar menurunkan tensi ketegangan di salah satu ruangan rektorat ini. Dari sorot mata Itachi, Kakashi tahu jika Itachi menyimpan banyak pikiran yang sulit di baca di dalam otaknya.

Pemuda Uchiha itupun hanya menyeringai ketika seluruh orang di hadapannya pucat-pasi. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan...," katanya Itachi. "Tidak ada yang perlu kita takutkan," lanjutnya, ketika kebingungan terjadi di dalam ruangan itu.

.

.

Sepertinya kepercayadirian Itachi benar-benar tinggi untuk sekarang ini!

End Flashback

"Hahahahaha... anak itu tahu dengan pasti untuk membuatmu pucat-pasi, Itachi," Naruto tertawa terpingkal-pingkal sambil memegang perutnya. Ia bisa membayangkan betapa dongkolnya Itachi ketika dicemooh oleh anak baru yang notabene kemungkinan besar akan menjadi anak didik sang Uchiha sendiri.

Itachi mendengus. "Anak gila. Aku tidak tahu orang tua seperti apa yang mengajarkan anak menyebalkan seperti itu,"katanya. "Well, dia sangat pintar tetapi terlalu polos dan pikirannya tertutupi oleh kesuperiorannya sendiri," Itachi tersenyum miring disaat membayangkan kesombongan anak itu.

Selintas Naruto melihat kilatan aneh dari sorot mata Itachi, tetapi pemuda Uzumaki langsung menepis pikiran negatifnya itu. Naruto menghela nafas berat."Sudahlah. Kau berjuang!" Naruto berjalan ke arah pintu. "Aku masih banyak urusan," kata Naruto, sedikit terburu-buru.

"Tidakkah kau bisa serius sekali saja, walau masalah ini tidaklah terlalu berat, tetapi tetap saja ini menyangkut nama baik kita," Itachi membuat langkah Naruto berhenti tepat di depan pintu. "Walau bagiku tidak akan ada masalah, tetap saja kita telah mengalami kebobolan dalam sistem," pemuda Uchiha menatap punggung Naruto.

Naruto menatap Itachi. "Aku tidak suka dinasehati demikian olehmu, Uchiha," kata Naruto sambil mendelik pada headset yang tersimpan di atas meja Uchiha sulung. "Aku benar-benar tidak suka jika orang yang menasehatiku bukanlah orang yang serius sepertiku juga," lanjutnya sambil membuka knop pintu.

"Kau mau kemana, Naruto?" Itachi mengalihkan pembicaraan, bermaksud menggoda Naruto. "Aku berkata, kau harus serius dan tetap diam, bekerja di tempat ini!" lanjutnya.

Naruto memutar kedua bola matanya. "Aku bisa menuruti perintahmu, tetapi tidak dengan juniorku!" Naruto menatap tengah selangkangannya yang sudah tidak tahan ingin pipis.

"Ya, ya, ya, setelah itu kau akan pergi, bukan?" Itachi menyindir Naruto yang hendak menutup pintu.

Dengan senyuman menyebalkan Naruto mengedipkan sebelah matanya. "Kau tahu saja," gumam Naruto sebelum menutup pintu.

.

Dasar menyebalkan!

Tazmaniadevil

Selagi berada di kampus, Kyuubi memilih untuk berjalan-jalan-mengamati-tempat dirinya akan memulai kehidupan baru. Iapun kembali ke rektorat untuk mencari tempat duduk yang teduh, nyaman, dan memiliki sinyal wifi yang besar. Kyuubi pun melewati loket informasi yang tersedia di dalam gedung rektorat lantai 4, ketika melihat seorang pemuda seumuran dirinya melewati Kyuubi dengan tergesa-gesa, dan memunculkan diri di depan loket. Kyuubi pun pada awalnya tidak peduli, dan duduk di bangku dekat loket tersebut sampai pemuda itu mulai membuka percakapan dengan petugas rektorat.

"Ruangan untuk mengajukan pendaftaran beasiswa di sebelah mana, ya?" pemuda berambut hitam dengan kedua mata biru bertanya. Ia bertanya dari balik loket, tempat biasanya orang bertanya informasi mengenai universitas.

Bagian loket itu tersenyum tipis, ketika melihat sosok di hadapannya. Orang di hadapannya adalah orang pertama yang mengajukan beasiswa untuk jurusan Teknik Informartika. Rupanya ini adalah anak yang mendapatkan poin sempurna pada ujian. "Oh, pendaftaran untuk beasiswa diundur karena telah terjadi masalah, dan kami akan menginformasikan kembali jadwal pendaftaran tersebut di website universitas...," dengan kecewa petugas tersebut memberitahukan. Ia menyampaikan informasi yang baru saja dikeluarkan oleh atasan.

Perbincangan orang di depan loket dan petugas loket kemahasiswaan tersebut membuat Kyuubi tertarik. Iapun semakin tertarik untuk mengamati pemuda itu, ketika pemuda itu dengan wajah kecewa mengucapkan terima kasih pada petugas loket, lalu beranjak pergi menuju lift. Kyuubi melihat pemuda yang berdiri di depan lift sedikit terkejut dikala beberapa sosok pemuda lainnya muncul dari dalam lift. Tidak seperti pemuda yang baru saja dari loket itu, ketiga pemuda yang baru saja keluar dari lift nampak antusias di saat melihat wajah teman mereka.

"Menma!" ketiga pemuda itu terkejut dikala melihat Menma yang berdiri di hadapan mereka. "Kau kenapa kemari? Aku kira kau berlibur ke luar negeri, seperti biasanya...," lanjut teman-teman Menma tersebut.

Menma tertawa canggung di saat mendapati pertanyaan teman-temannya. "Ah, hahahaha.. aku tidak jadi karena ada yang harus diselesaikan di tempat ini," lanjut Menma. Iapun mulai melangkah masuk ke dalam lift, ketika temannya mengikuti dirinya.

Lift pun tertutup, meninggalkan Kyuubi di dalam pemikiran dan kecurigaan yang besar.

Setelah memastikan sosok Menma dan teman-temannya menghilang masuk ke dalam lift, Kyuubi beranjak dari atas kursi dan segera melangkah menuju loket. Iapun tersenyum miring, dan terlihat sedikit menyebalkan, namun membuat wanita di hadapannya tersenyum grogi. "Permisi, boleh saya tahu apa saja yang harus diberikan untuk pengajuan beasiswa? Beasiswa yang sama seperti pemuda yang ke sini barusan," tanya Kyuubi, tidak lupa ia menurunkan intonasi suaranya yang biasa terdengar melantun dan arrogant.

Wanita di hadapan Kyuubi sedikit terpukau dengan wajah Kyuubi, tetapi ia segera berkonsentrasi dengan permintaan Kyuubi. "A-ah, iya," katanya, sambil mengambil sebuah kertas dari dalam gundukan kertas dari atas meja. Iapun menyerahkan selembar kertas itu melewati lubang yang ada di kaca loket.

"Terima kasih," Kyuubi mengambil kertas itu sambil berlalu-menjauhi loket.

Kyuubi menelitikertas di tangannya. Ia membaca isi kertas berkop 'Pengumuman Beasiswa Teknik Informatika' itu baik-baik. Semua aturan untuk mendapatkan beasiswa itu seperti biasa, tidak ada yang membuat Kyuubi tertarik. Tidak mendapatkan apapun dari kertas itu, Kyuubi mengerutkan keningnya. Firasatnya, ternyata memang salah. Kyuubi pun menghela nafas untuk berpikir sejenak sampai pemuda berambut merah itu kembali membaca kertas di tangannya dengan lebih teliti. Ia terus membaca isi di dalam lembar kertas itu sampai keningnya lebih berkerut, menemukan sesuatu yang mengganjil.

"Apa maksudnya ini?" gumam Kyuubi, dan dengan cepat iapun melangkahkan kakinya menuju lift.

.

.

.

Setelah mencari di sekitar rektorat, tidak sedikitpun sosok pemuda yang bernama Menma terlihat. Kyuubi mendesis kesal. Ia melihat ke arah kiri dan kanan, berusaha mencari Menma di antara puluhan mahasiswa yang berlalu-lalang di depan gedung rektorat itu. Kyuubi pun akan melangkahkan kaki kembali masuk ke dalam rektorat, ketika dia melihat Menma sedang berjalan tidak jauh dari hadapan Kyuubi dengan diiringi teman-temannya, menjauhi gedung rektorat. Dengan tergesa-gesa, Kyuubi akan mengikuti Menma sampai saatnya sosok yang lain ikut mencuri perhatian Kyuubi. Sosok tersebut membuat Kyuubi membelalakan mata, dan secara reflek Kyuubi melangkah menuju sosok tersebut, tidak peduli lagi dengan sosok yang dikejar-kejarnya-Menma.

"Di-dia?" gumam Kyuubi sambil melangkahkan kakinya.

.

.

.

Dengan langkah anggunnya, gadis yang memakai baju terusan selutut berwarna putih, yang dilapisi kardigan berwarna krem melangkahkan kakinya menuju mobil yang tersedia di lapangan parkir. Rambut kuning keemasannya yang panjang berkilau indah di bawah sinar matahari, membuat siapapun yang melihatnya akan terkagum-kagum. Dengan map di tangannya gadis itu melangkah cuek, tidak peduli tatapan seluruh laki-laki di sekitarnya. Bahkan, sesekali ada mahasiswa yang dilewati oleh gadis itu menoleh, dan hampir menabrak orang di jalan di depannya.

Gadis itu membuka tas jinjingnya untuk mengambil kunci mobil, ketika seseorang memegang pundak gadis itu dan membalikkan tubuh gadis itu. Seketika, kedua mata pun saling bertatapan, dan terbelalak, terkejut dengan pertemuan yang tidak diduga-duga ini.

"Shion...," gumam Kyuubi dengan nada yang serak, menyimpan rasa keterkejutannya dan jantungnya yang berdebar-debar. Gadis di hadapan Kyuubi salah tingkah. Iapun dengan cepat-cepat mencari kunci mobilnya, dan akan masuk ke dalam mobilnya sebelum Kyuubi memegang lengannya dengan erat dan membalikan badan Shion. "Shion...," Kyuubi berusaha membuat Shion menatap dirinya. Ia memegang kedua pundak Shion, menghadapkan Shion pada dirinya. "Kau rupanya berada di tempat ini?" Kyuubi tersenyum, tidak dapat menutupi ekspresinya yang penuh keterkejutan dan bahagia.

Mata Shion bergerak-gerak ketika melihat pemuda di hadapannya. Shion pun menggerakan pundaknya seraya memegang tangan Kyuubi. "Lepaskan!" Shion berhasil menyingkirkan tangan Kyuubi.

"Eh?" Kyuubi sedikit terkejut dengan sikap Shion. Iapun akan mengejar Shion, tetapi gadis itu sudah membuka mobil dan masuk ke dalam mobilnya itu.

Sejenak Kyuubi tidak dapat menggerakan kakinya atau bernapas dengan benar. Perasaannya bercampur-aduk. Ia ingin sekali mengejar Shion, tetapi kakinya sulit sekali untuk digerakkan. Ia sama sekali tidak bisa bernapas dengan benar, ketika jantungnya masih berdetak dengan kencang, dan perutnya terasa melilit. Perasaan ini. Perasaan yang selalu ada ketika berada di dekat Shion masih tetap ada, walaupun... mereka sudah lama tidak saling bertatap-muka, bahkan berhubungan dalam jangka waktu cukup lama. Kyuubi Namikaze pun rupanya masih menyimpan perasaan yang sama kepada gadis itu. Ia masih menyukai gadis itu seperti dahulu.

"Shion...," dengan seringai penuh kegembiraan Kyuubi mendesahkan nama orang yang dicintainya dengan lembut. Hanya dengan melihat wajah gadis itu membuat ribuan kupu-kupu hinggap di perut Kyuubi. Ibu jari Kyuubi mengelus bibirnya yang telah mendesahkan nama Shion dengan sempurna.

Tazmaniadevil

"UNTUK APA KAU MENUNGGUKU DI TEMPAT NAGATO?! KAU MEMBUAT MOBILKU TERCEMARI UDARA! TERCEMARI UDARA KAU TAHU?!"

Dengan diikuti Naruto, Sasuke melangkahkan kaki menuju kediaman Uzumaki. Sepanjang perjalanan-di mobil, dari TK Nagato, Naruto terus mendumel. Sebenarnya, bukan maksud Sasuke untuk datang ke tempat Nagato dan ikut naik ke dalam mobil Naruto atau lebih tepatnya menjadi sopir Naruto, Sasuke datang ke tempat Nagato karena ada hal yang harus dibuktikan dari dalam diri Naruto yang pastinya di saat itu Sasuke harus mendatangi sekolah Nagato jika ingin bertemu Naruto.

Setelah membaca buku dan mendengar perkataan Neji, Sasuke menjadi penasaran dengan respon aneh dirinya ketika berada di dekat Naruto. Tidak mungkin dia jatuh cinta pada laki-laki. Ia tidak mungkin menyukai Naruto. Oleh karena itu, Sasuke memberanikan diri untuk menghampiri Naruto, dan diam berdekatan dengan Naruto dalam jangka waktu lama, seperti di dalam mobil ini. Rupanya, tidak ada hal aneh yang terjadi pada tubuhnya seperti kemarin malam. Tidak ada keinginan Sasuke untuk melirik Naruto dengan tatapan bernafsu, tidak ada pikiran kotor Sasuke, dan yang terpenting... dia tidak cegukan karena mendengar suara atau melihat mata Naruto.

"BUKA!" teriak Naruto dengan suara yang bisa membuat gendang telingat Nagato dan Sasuke pecah.

Sasuke memutar kedua bola matanya, mengeluarkan card key dari dalam saku celananya, dan ia akan masuk ke dalam rumah ketika Deidara, Kyuubi, Konan sudah lebih dulu tiba dari mereka bertiga. Deidara, dan Konan mengucapkan salam pada kedatangan Nagato, Sasuke, Naruto, sedangkan Kyuubi hanya sibuk termenung sambil menatap televisi yang dibiarkan menyala begitu saja, memutar berita.

"Jadi, bagaimana Kyuubi?" Sasuke lah yang pertama kali membuka pembicaraan di saat dia baru saja tiba di dalam rumah. Sedangkan Naruto berlari kecil ke arah wastafel untuk mencuci tangan. Sasuke duduk di atas sofa, samping Kyuubi yang sedikit bergeser ketika melihat kemunculan Sasuke.

"-akan aku terus usahakan hingga aku bisa masuk," tanpa melihat ke arah Sasuke, Kyuubi berbicara. "Aku akan tetap mempertahankan nilai 84-ku, hingga bisa masuk ke jurusan yang aku inginkan di universitas K itu," lanjutnya.

Setelah mengeringkan tangan dengan hand dryer, Naruto datang ke tempat Sasuke dan anak-anak Namikaze berkumpul. Seperti biasa, Naruto mengambil sofa tunggal yang tidak satu orang pun diperbolehkan mendudukinya. Naruto menatap Kyuubi dengan mata memincing; Universitas K, dan nilai 84? Apakah dia yang dibicarakan oleh Itachi? Alis Naruto berkerut. Tidak disangka, adiknya lah yang melakukan tindakan gila tersebut.

Naruto menopangkan kaki kiri pada kaki kanannya. Iapun meletakkan kedua lengannya pada penyangga siku sofa itu. "Untuk apa? Apa untungnya kau terus memaksakan diri? Bukankah itu hanya akan membuatmu lelah, dan terlihat bodoh?" kata Naruto dengan ekspresi datar. "Orang mana yang mempertahankan nilai rendahnya agar tidak masuk ke dalam pilihan satu?" perkataan Naruto berhasil membuat Kyuubi bereaksi. "Konyol. Apakah kau i-

"ITU CITA-CITAKU!" suara Kyuubi meninggi. Ia memotong ucapan Naruto, dan menatap Naruto sengit. "Aku mempunyai impian, dan aku bukanlah tipe orang yang menyerah begitu saja, ketika impianku terenggut hanya karena masalah dua poin...," kata Kyuubi, bersungut-sungut.

Rupanya benar-benar anak ini, ya?

Naruto mendengus.

Naruto memutar kedua bola matanya. "Aku peringati sekali lagi. Kau bertindak konyol, Bocah!"

Kyuubi tidak menerima perkataan Naruto. Ia beranjak dari atas sofa berdiri di hadapan Naruto. Suhu di dalam ruangan tiba-tiba memanas. "Kau tahu teknologi itu apa?! Kau sendiri hanya mengetahui positif teknologi itu, kan?!" serunya, "Kau tidak pernah mengetahui jika teknologi menyebabkan banyak kerusakan di bumi ini...," Kyuubi mendengus. "Kau pikir berapa juta orang sekarang yang memainkan gadget-nya di meja makan, ruang keluarga, ketika jelas-jelas ada orang yang di sampingnya ingin diajak bicara atau mengharapkan jika pasangannya-anaknya-mengucapkan kata walau hanya tiga puluh menit? Kau pikir berapa bencana peperangan, dan kesenjangan social yang terjadi karena berawal dariperkembangan teknologi?!" suara Kyuubi lebih meninggi. "Aku tidak ingin masuk ke dalam orang-orang yang membuat kerusakan seperti itu, persetan dengan jurusan terbaik di sekolah itu!"

Dengan tenang, Naruto mentertawakan Kyuubi. Pemuda Uzumaki benar-benar menatap Kyuubi sebelah mata, meremehkan. "Kau jangan berbicara pintar, ketika kau sendiri menikmati perkembangan teknologi, Kyuubi," katanya, "Bercerminlah, apa yang kau miliki dan lakukan sekarang? Apa yang kau nikmati, dan kau tidak syukuri," Naruto ikut berdiri, berhadap-hadapan dengan Kyuubi. "Kau pikir kemudahan yang kau dapatkan berasal dari apa?" suasana sengit menyertai kediaman sang Uzumaki ini di saat Naruto berbisik tajam di depan wajah Kyuubi. "Berasal dari teknologi itu sendiri."

Kyuubi tidak ingin kalah dari Naruto. "Kau melihat sendiri, bukan, seberapa besar pemikiranku dengan orang-orang yang mencintai teknologi, dan seberapa besar konyolnya diriku?" balas Kyuubi, "JADI KAU TIDAK ADA HAK MEMAKSAKU DAN MEMASUKKAN KE DALAM DUNIA YANG AKU TIDAK SUKAI, DAN AKU SENDIRI TIDAK MENGERTI TENTANG JURUSAN ITU!" Kyuubi menekan setiap katanya. "Tidak ada satupun yang mempunyai hak untuk mengambil impianku, terkecuali aku sendirilah yang memutuskannya karena itu berarti aku sudah menyerah dan lelah mengejar impianku...," desis Kyuubi, dengan tatapan yang semakin nyalang.

"Kakak..," Konan berbisik pada Sasuke agar segera menghentikan kedua pemuda yang sedang bertengkar di hadapannya ini.

"Cepat hentikan, mereka!" perintah Deidara yang mulai merasa tidak nyaman.

"Ugh," Nagato pun ikut menatap Sasuke. "Kak Nalu kayak papa-papa yang cedang libut cama anaknya yang ababil," tanggapan Nagato, cukup dewasa untuk ukuran seumuran dirinya. Ia memainkan boneka kodok di tangannya.

Mendengar perkataan Nagato, Sasuke mendelik marah pada Konan dan Deidara. "Sudah aku katakan jangan ajak Nagato menonton acara film aneh-aneh," lanjutnya.

Konan dan Deidara memalingkan muka sambil bersiul-siul, pura-pura tidak mendengar perkataan Sasuke.

"Sumpah, kau konyol!" Naruto mulai terpancing untuk menghajar pemuda di hadapannya. "Jangan membuatku kesal, Kyuubi!" Naruto mendesis berbahaya. Sasuke dan Namikaze-minus Kyuubi-kembali fokus pada Naruto.

Kyuubi memutar kedua bola matanya. Ia beranjak pergi dari hadapan Naruto menuju pintu keluar apartemen.

Tingkah Kyuubi membuat Naruto ikut beranjak untuk mengejar pemuda itu. "HEI, KAU MAU KEMANA?! KITA BELUM SELESAI BERBI-

Sasuke berdiri, dan bergerak langsung untuk memegang pergelangan tangan Naruto, menghentikan gerakan Naruto. "Naruto, hentikan!" seru Sasuke dengan ekspresi tidak suka, ketika Naruto pasti akan menyerang Kyuubi jika dibiarkan pergi. "Untuk apa kau ikut marah seperti Kyuubi?" Sasuke menghela nafas. "Dia sedang pusing dan wajar jika sikapnya keras kepala. Bukankah seharusnya kau yang paling mengerti dengan sikap seorang... Namikaze?" Sasuke tidak gentar ketika mata Naruto menajam, terutama ketika melihat tangannya digenggam Sasuke. "Jadi, kau jangan dulu me-

"LEPAS!" Naruto menghempaskan tangan Sasuke. "SIALAN KAU BERANI-BERANINYA MEMEGANG TANGANKU!" Naruto mencak-mencak sambil melangkah menuju ke kamar. Jelas sekali dia pasti akan mencuci tangannya sampai membabi-buta karena disentuh orang lain. "Ish, menjijikan!" Naruto bergidik sebal.

Di saat pintu kamar Naruto tertutup, seluruh anak Namikaze yang tersisa di dalam ruangan itu menatap Sasuke.

"Hm?" gumam Sasuke dengan wajah tidak berdosanya.

"Hebat kakak! Kau sangat pandai mengalihkan perhatian orang lain," Deidara mengacungkan jari jempolnya ke hadapan Sasuke karena telah berhasil membuat Naruto lupa masalahnya dengan Kyuubi.

"Kak Cacu, hebat!" Nagato pun tertawa khas anak kecil sambil ikut berkomentar.

Tazmaniadevil

Tidak ada niat sama sekali bekerja, Itachi lebih memilih membaringkan tubuhnya terlentang di atas panggung-ruangan serba guna, dekat komputer induk. Pihak universitas sudah mengizinkan dirinya untuk bekerja di dalam ruangan ini, namun sendirian. Tetapi, Itachi sama sekali belum bergerak, apalagi menyentuh aplikasi di dalam komputer itu. Ia lebih memilih menatap langit-langit sambil berhayal. Ha-ah, ayolah, kapan moodbekerjanya datang?

Pemuda Uchiha itupun sibuk memikirkan makanan enak yang akan dia santap keesokan hari. Tampaknya besok Itachi akan pergi ke restoran yang terdapat banyak gadis cantik di dalamnya. Itachi pun tersenyum tipis sambil memejamkan matanya sebelum wajah pemuda berambut merah yang menyebalkan itu terlintas di pikirannya.

Dengan wajah kesal, Itachi membuka matanya. Sial! Diakibatkan anak itu, Itachi menjadi sedikit kesulitan. Padahal, masalah ini hanyalah masalah sepele. Hanya masalah perubahan angka saja, ketika orang yang lulus masih tetap yang sama. Mhm... sepertinya anak itu masih menyangka jika nilai 84 tidak akan lulus ke dalam jurusan Teknik Informatika. Membayangkan tingkah polos dan konyol anak itu, membuat Itachi tersenyum usil. Sepertinya anak itu berusaha keras agar nilainya tetap 84 karena dia belum menyadari jika nilai minimal kelulusan Teknik Informatika di tahun sekarang mengalami penurunan karena jelas soal di tahun sekarang tidak terlalu manusiawi, dan jelas lagi angka tertinggi diperoleh masuk Teknik Informatika adalah 98, ketika angka minimal kelulusan 84.

Tiba-tiba mood bekerja Itachi datang. Pemuda itupun merubah posisinya menjadi terduduk, dengan salah satu kaki yang dilipat, lalu dijadikan ganjal salah satu lengannya. Itachi menerawang ke depan. Sebuah pemikiran melintas di pikirannya, ketika pemuda ini membayangkan angka kelulusan anak-anak. Sepertinya, terdapat sedikit pencerahan di dalam kasus ini, dan Itachi bisa mencoba membuktikannya. Ya, angka 98 itu bisa menjadi sebuah angka yang menunjukan siapa orang yang sebenarnya harus bertanggung jawab atas kasus ini.

Tazmaniadevil

Cesssss...

Seseorang menempelkan sekaleng minuman dingin ke pipi Naruto.

Rasa dingin yang tiba-tiba menempel pada tubuhnya membuat Naruto terperanjak kaget dan membelalakan matanya, bangun dari tidur lelapnya. Ia menatap pemuda berambut hitam di hadapannya yang sedang tersenyum miring. Melihat kemunculan Sasuke, membuat Naruto histeris. "APA YANG KAU LAKUKAN DI KAMAR-

"Minumlah, ini bisa melepaskan rasa ngantukmu," Sasuke menaruh minuman itu ke samping laptop Naruto. Ia masih berdiri di samping Naruto.

Naruto kembali pada sikap cool-nya. "Aku tidak mengantuk...," katanya, ketus. Selintas Naruto menatap minuman teh hijau dingin yang pastinya pahit, tetapi cukup manjur untuk mendinginkan kepala dan menghentikan rasa ngantuk untuk sementara waktu.

"Setidaknya minum, biar kau segar...," anjuran Sasuke. "Terlalu lama menggunakan elektronik bisa menyebabkan daya tahan tubuh menurun, dan penglihatan sedikit mengabur," katanya, di saat Sasuke menatap mata Naruto yang sedikit meredup, kelalahan. Iapun menatap jam di atas meja kerja Naruto. Tidak disangka sudah jam dua dini hari.

Naruto menatap Sasuke dengan pandangan yang masih setengah mengantuk sebelum kembali menatap layar komputer di hadapannya yang masih menyala. Sejak kapan dia tertidur? Kenapa bisa Sasuke masuk ke dalam kamarnya? Naruto mereka ulang adegan dirinya sebelum tertidur. Ia mengingat setelah selesai mandi, dia membuka komputer, dan tiba-tiba hasratnya untuk bekerja timbul. Pemuda Uzumaki pun membuka program miliknya, dan mempelajari semua hal yang ada di dalam sistem yang menurut Itachi telah dirubah oleh seseorang. Sedikit demi sedikit, Naruto mencari hal yang dirubah oleh sang pelaku sampai tiba-tiba kesadarannya menghilang, tertidur dan dibangunkan oleh Sasuke.

"Mereka masih anak-anak, dan sepertinya kau tidak perlu terlalu keras berbicara dengan mereka," Sasuke mulai kembali membuka pembicaraan.

Naruto yang baru menyadari jika dia lupa mengunci pintunya sebelum mandi mendengus. "Aku tidak butuh pendapatmu," ucap Naruto.

Sasuke masih menyimpan senyuman di bibirnya."Aku hanya ingin bercerita saja," katanya sambil mengangkat kedua bahu, matanya fokus pada deretan simbol, angka, dan huruf di layar komputer Naruto yang merupakan isi program yang sedang di otak-atik oleh Naruto.

"Aku sedang tidak ingin mendengarkan dongeng," jawab Naruto sambil menggerakan mouse komputernya. Ia kembali berkonsentrasi pada kerjaan.

"Kyuubi adalah anak yang baik sebenarnya. Dia adalah anak yang gigih, terutama tentang perasaannya," Sasuke berjalan ke arah samping meja kerja Naruto. Ia menatap lukisan abstrak yang megantung di dinding kamar Naruto. "Apakah melihat sikap dia, selalu mengingatkan kau akan seseorang?" tanya Sasuke sambil menyelidik tanda tangan pelukis lukisan tersebut.

Buatan Naruto sendiri?

Sasuke tidak percaya jika lukisan abstrak yang aneh ini ternyata buatan kakak tirinya.

Perkataan Sasuke membuat Naruto berhenti bekerja, tetapi pemuda itu menepis semua pikiran yang tiba-tiba meganggu. "Dia adalah laki-laki, jadi dia tidak akan pernah terjebak dengan laki-laki bajingan. Setidaknya, seorang wanita akan luluh karena dirinya yang memiliki sifat seperti ibuku," jawab Naruto, terlihat tenang.

Sasuke mengalihkan perhatiannya ke arah Naruto kembali. Kedua tangan disimpang di belakang punggung. "Cita-citanya adalah menjadi seorang musisi. Apakah kau tahu itu?" tanya Sasuke.

"Aku tidak pernah berniat mengetahui urusan mereka," Naruto menjawab simple.

"Tetapi, aku yakin kau yang pintar ini tahu dengan pasti rasanya nyaris kehilangan impian," Sasuke mempermainkan senyumannya. Tidak disangka berbicara santai dengan Naruto, dan saling melempar kata cukup menyenangkan.

"Jika itu baik, kenapa tidak?" Naruto lagi-lagi membalas perkataan Sasuke dengan tenang.

Sasuke memberi jeda obrolan mereka untuk sesaat. "Aku harap kau dan mereka bisa saling membantu dan menyayangi karena... jika bukan kau yang menyayangi mereka, dan jika bukan mereka yang menyayangimu, siapa lagi yang akan saling menyayangi? Ikatan sahabat, kekasih dapat dengan mudah diputus, tetapi untuk saudara akan selalu ada darah yang mengalir di setiap nadimu," Sasuke berkata.

"...," Naruto terdiam untuk sesaat, tidak membalas ucapan Sasuke.

Ekspresi Naruto yang mulai mengeras membuat Sasuke sadar jika dia tidak bisa melanjutkan obrolan ini. "Kau tidak usah memikirkan semua perkataanku. Aku permi-

"Aku yang menyebabkan semua ini," Naruto tiba-tiba berkata di luar dugaan Sasuke.

"Apa maksudmu?" tanya Sasuke.

Naruto mengetuk-ngetuk meja kerjanya dengan jari telunjuk. "Perusahaanku adalah yang merubah cara pemeriksaan nilai ujian ini, dan aku adalah salah satu pemeran utama dalam perubahan ini," Naruto mulai menerangkan, ketika Sasuke menyimak semua ucapan Naruto dengan baik. "Tetapi aku tidak ingin disalahkan. Bukan sebagai seorang kakak. Bukan sebagai seorang yang mendengar celotehanmu. Aku melakukan semua ini karena aku adalah orang yang harus bertanggung jawab atas kesalahan yang aku perbuat. Oleh karena itu, aku akan memperbaiki semuanya agar membaik, dan setelah itu... baik Kyuubi, maupun nasib semua orang yang dirugikan oleh kasus ini tinggalah ditentukan oleh takdir kembali,"Naruto memberi jeda. "Setidaknya, walau tidak merubah keadaan, semua akan merasa puas."

"Lalu?" Sasuke tersenyum paham dengan perkataan Naruto. Tetapi ada satu hal yang dia ingin dengar dari bibir sang Uzumaki.

"Aku bukanlah bajingan seperti ayahku. Aku adalah Naruto Uzumaki-laki-laki yang akan bertanggung jawab pada apa yang telah aku perbuat, dan pada apa yang harus aku prioritaskan," dengan tegas Naruto mengucapkan setiap katanya.

Ucapan Naruto membuat Sasuke terkejut. Tidak disangka seorang pemuda yang keras seperti Naruto bisa berkata seperti ini. Iapun menghela nafas lega, dan menatap minuman di atas meja itu sebelum kembali menatap Naruto. "Jika butuh sesuatu, kau bisa memanggilku. Aku ada di luar kamarmu-menonton film," kata Sasuke, berpamitan. "Tidakkah kau keberatan aku menggunakan listrik-orang kaya?" sindir Sasuke, masih mengingat ucapan Naruto di telepon siang tadi.

Gurauan Sasuke yang dimengerti baik oleh Naruto membuat Naruto sendiri tersenyum, sedikit kesal. "Teme," respon Naruto atas ejekkan Sasuke.

Di saat melihat senyuman langka Naruto yang bisa meruntuhkan hati wanita dalam sekejap, tidak ada perasaan apapun di dalam diri Sasuke selain perasaan tenang. Sepertinya, jika dinilai dari perkataan Neji, perasaannya kemarin malam hanyalah perasaan nafsu saja. Mungkin karena Sasuke mengalami masalah dalam seksualitas atau hormon yang tidak terlepaskan selama ini, hingga sedikit melihat hal yang indah di hadapannya membuat Sasuke tertarik. Ya, rupanya perasaan cinta pada dirinya tidaklah ada, dan itu membuat Sasuke lega. Ha-ah, dengan kelegaan, Sasuke pun melangkahkan kaki menuju pintu, dan menutup pintu kamar Naruto.

Sekarang aku sudah menemukan jawabanku...

Benar,

Aku hanyalah mengalami kesalahpahaman,

Dan,

Mengira diriku tertarik pada Naruto karena perasaan...

Bukan seksualitas.

Pikir Sasuke, merasa beban yang dialaminya sejak kemarin menghilang.

Tazmaniadevil

Sepertinya, hanya Kyuubi satu-satunya pemuda yang masih berlalu-lalang di dalam waktu dini hari seperti ini, terlebih berlalu-lalang di depan kampus. Secara diam-diam, pemuda berambut merah ini terus mengamati setiap gerakan yang ada di dalam universitas, berharap menemukan sesuatu. Tetapi tidak ada satupun petunjuk yang dia lihat. Dia hanya melihat para penjaga yang dengan gigih meningkatkan keamanan, dan beberapa kali Kyuubi ditegur dan hampir diintrogasi jika tidak ada Kakashi yang pernah bertemu dengan dirinya di rektorat. Kyuubi pun melihat sensei menyebalkan itu yang setelah masuk ke dalam gedung serba guna tidak keluar barang sekalipun.

Menyerah akan sesuatu, Kyuubi memutuskan untuk pulang ketika melihat sosok pemuda yang dilihatnya di depan loket sedang sibuk berbincang-bincang dengan salah satu penjaga. Kedua sosok tersebut berbicara pelan dan tampak sangat mencurigakan karena mereka berdua berbicara di tempat yang sepi, tidak terdeteksi oleh penjaga lain.

"Untuk apa kau datang kemari lagi, Menma...," dengan panik penjaga itu memerintah Menma untuk pulang. Sedikit-sedikit dia terbatuk karena paru-parunya terasa sesak.

"Tapi Paman, kau sedang sakit. Aku hanya khawatir denganmu," kata Menma.

Paman?

Kyuubi mengangkat sebelah alisnya, tidak mengerti.

"Aku tahu kau yang melakukannya, jadi kau pergilah! Terlalu banyak orang yang bisa mencurigaimu jika malam-malam datang ke tempat ini," penjaga itu memegang tangan Menma dan menarik Menma untuk segera pergi dari sekitar universitas ini.

Menma tidak suka dengan tingkah pamannya. "Ta-tapi-

Dari tingkah kedua sosok itu, Kyuubi mulai semakin mengerti dengan apa yang dia curigai. Iapun hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil mendengus sinis. Pemuda itupun mengambil ponselnya, dan dengan senang hati merekam semua moment berharga yang ada di depan matanya. Tidak sebaik yang mereka kira, Kyuubi tidak akan segan-segan menghancurkan orang yang membuat dirinya kesal dan pusing tujuh keliling.

Tazmaniadevil

Waktu masih menunjukkan jam yang ayam saja masih belum layak berkokok. Di saat orang-orang masih bergelut dengan selimut mereka, Naruto dan Sasuke sudah berada di dalam sebuah komplek, depan rumah kecil, kediaman seseorang. Dengan wajah jijik karena suasana komplek sangat sederhana yang sebenarnya terlihat bersih bagi semua orang, kecuali Naruto, Pemuda Uzumaki itu berusaha agar tubuhnya tidak mengenai satu benda pun yang terdapat di setiap pinggir komplek. Sikap Naruto yang menggelikan ini hanya membuat Sasuke memutar kedua bola matanya. Terlebih ketika Sasuke melihat Naruto sibuk menerima telepon dengan pakaian yang tidak jauh berbeda dari orang yang sedang terkena penyakit... akut?

"Kau urusi saja bagian dalam, dan aku yang akan menemui orang itu," Naruto berbicara pada sahabatnya di telepon. "Ya, ya, ya aku mengerti. Akupun sudah menduga jika dia terlibat, dan kita hanya perlu membuatnya mengaku," lanjut Naruto. "Ah, sudahlah. Aku sedang malas untuk berdiskusi. Terlebih di depan rumah... kumuh seperti ini," Naruto mendelik jijik pada pintu rumah yang sebenarnya tidak kotor, tetapi masih ada debu yang tersisa di pintu itu.

"Na-Naruto?!" Itachi berteriak ketika Naruto hendak menutup teleponnya.

Tuuuttt... Tutttt...

Naruto memutus hubungan telepon itu dengan ekspresi tidak bersalah.

Sasuke mengangkat sebelah alisnya. "Apakah sudah menjadi tabiatmu memutus perbincangan di tengah-tengah obrolan?" sindir Sasuke yang baru mengetahui jika Naruto selalu memutus telepon dengan seenaknya.

"Aku tidak meminta komentarmu, dan aku sedang tidak ingin debat denganmu, SASUKE!" Naruto benar-benar tidak suka dengan sikap Sasuke yang selalu mengomentari segala tingkahnya. Iapun menatap pintu di hadapannya."Shit!" Naruto bergidik seram ketika melihat debu yang menempel di pintu itu. "Cepat ketuk!" perintah Naruto, ketika Sasuke hanya diam saja.

Sekarang Sasuke mengerti fungsinya, ketika Naruto memerintah Sasuke untuk ikut dengannya ke tempat ini. Dia hanya menjadi petugas pemegang benda-benda tidak steril di sekitar Naruto. Pemuda Uchiha pun memutar kedua bola matanya, kesal, sambil mendekat ke arah pintu. Sasuke benar-benar menyesal telah mengatakan jika Naruto bisa menghubungi dirinya, apabila membutuhkan sesuatu. Well, Naruto memang sangat pandai memanfaatkan orang untuk kebutuhan kebersihan?

Tok.. Tok.. Tok...

Sasuke berdiri di samping Naruto, dan mengetuk pintu di hadapannya.

Naruto mendelik ke arah tangan Sasuke yang telah menyentuh pintu itu. "Setelah ini kau tidak boleh menyentuh motorku. Sama sekali tidak boleh!" kata Naruto dengan tegas nan jelas, membuat Sasuke terperangah. "Cepat ketuk lagi!"

Sasuke hanya bisa mengelus dada dengan tingkah Naruto.

Tok... Tok... Tok...

Iapun kembali mengetuk pintu di hadapannya.

Kesabaran Naruto hampir habis ketika tidak ada jawaban sama sekali dari pemilik rumah di hadapannya. Naruto pun siap memerintah Sasuke untuk mendobrak pintu di hadapannya, tetapi untung saja pemilik rumah tersebut membuka pintu dan membuat Sasuke bernafas lega, dan Naruto mendelik sebal karena berpikir jika untuk membuka pintu kenapa harus memakan waktu lama? Seorang kakek-kakek yang sedang terbatuk-batuk dan masih memakai seragam penjaga berdiri di hadapan Naruto. Laki-laki itu tampak bingung karena kedatangan tamu di pagi hari buta seperti ini.. tepatnya jam 5.30 pagi.

"A-ada yang bisa saya bantu?" kata orang tua itu sambil terbatuk-batuk. Sasuke harus menahan tawa ketika melihat Naruto mundur beberapa langkah, ketakutan dengan penyakit kakek itu. Wajah Naruto pucat-pasi, seperti sangat menyesal datang ke tempat ini.

"Naruto, tidakkah kau segera memberitahu maksud dan tujuanmu kemari?" Sasuke menyadarkan Naruto dari ekspresi shock.

Pemuda yang sangat mudah bersikap cool itu kembali memasang wajah arrogant-nya. "Selamat pagi, saya berasal dari pihak universitas," kata Naruto. "Aku ingin berbincang-bincang sebentar dengan Anda, Tuan, " tanpa bersalaman, atau apapun, Naruto tidaklah bermaksud untuk memohon masuk ke dalam rumah kakek-kakek di hadapannya, melainkan memerintah kakek itu untuk mengizinkan dirinya masuk ke dalam rumah minimalis tersebut.

.

.

.

Bagi Sasuke, suasana di dalam rumah sederhana ini sangatlah nyaman dan bersih. Sasuke duduk di atas lantai kayu dengan meja di depannya. Di saat sang tuan rumah sedang sibuk mengambil minum untuk kedua tamu tanpa diundang ini, Sasuke sibuk melihat-lihat isi rumah di sekitarnya. Sasuke pun selintas melihat ke arah kamar yang terdapat di ruangan itu, dan rupanya pintu kamarnya terbuka. Selain itu, terdapat seseorang yang mengintip dari kamar tersebut. Namun, ketika Sasuke memergoki sang pengintip, orang tersebut langsung berhenti mengintip, menghindari adu pandangnya dengan Sasuke.

Selesai memperhatikan ruangan di sekitarnya, Sasuke baru sadar jika dia melupakan sesuatu. Pemuda satu inipun melihat ke arah Naruto yang sedang diam di tengah ruangan, dan Sasuke hampir kehilangan ekspresi stoic andalannya di saat melihat tingkah Naruto yang benar-benar di luar sikap manusia normal. Sasuke membuka-tutup mulutnya, tidak percaya jika Naruto berdiri di tengah ruangan dengan ekspresi tenang, sama sekali enggan menyentuh benda di sekitarnya, bahkan untuk duduk sekalipun.

"Duduk!" Sasuke berbisik, memerintah Naruto yang umurnya lebih tua untuk menjaga sikap.

Naruto menatap Sasuke sejenak, lalu kembali asyik menatap ke arah televisi kuno yang ada di dalam ruangan ini.

"Cepat!" Sasuke berusaha membuat Naruto duduk, ketika sang tuan rumah masih berkutat di dapur.

"Apa, sih?" Naruto berkata sinis, tidak mendengar sama sekali ucapan Sasuke.

Sasuke mencoba bersikap sesabar mungkin. "Kau. Duduk!" katanya, menekan setiap katanya.

Naruto menatap Sasuke lekat-lekat. "Aku?" Naruto menunjuk dirinya sendiri. "Duduk disitu?" Naruto menunjuk lantai. "Mimpi!" Naruto berkata dengan sombongnya.

Kali ini Sasuke hanya bisa mengutuk Tuhan karena telah menciptakan manusia seperti Naruto. Sikap Naruto benar-benar menyebalkan seperti ini. Pemuda Uchiha pun memijat-mijat pelipisnya, dan akan memerintah Naruto untuk duduk kembali, tetapi sang tuan rumah sudah datang dengan dua gelas yang tersimpan di atas nampan yang dibawa oleh kakek-kakek itu. Menutupi tingkah Naruto yang gila, Sasuke terpaksa melepas ekspresi kakunya, dan melempar senyuman memaksa, seolah-olah semua terlihat baik-baik saja. Kakek-kakek itupun mengerti dan maklum dengan sikap Naruto.

"Maaf hanya sekadarnya," kata kakek-kakek itu, meminta kedua tamunya untuk memaklumi. "Silahkan diminum!"

"Ah, inipun sangat merepotkan Anda, Tuan..," Sasuke berkata dengan sesopan mungkin, dan iapun mengambil minuman yang disediakan di hadapannya. Teh hijau yang hangat dan cukup enak dinikmati di pagi hari seperti ini. Sedangkan Naruto hanya memutar kedua bola matanya.

Sambil menikmati teh di tangannya, Sasuke menatap Naruto yang sekarang ini sedang diam, menatap kakek-kakek di hadapannya. Sedikitnya, dia ingin tahu apa yang akan Naruto lakukan pada kakek-kakek ini.

"Pada tengah malam, dua hari lalu, apakah kau menemukan sesuatu yang mengganjil di ruang serba guna, Kakek tua?" pertanyaan Naruto yang frontal nyaris membuat Sasuke tersedak oleh minumannya sendiri. "Aku tidak cukup sabar menunggu jawabanmu, Kakek tua," mata biru Naruto yang sangat tajam membuat kakek-kakek itu berkeringat-dingin dan salah tingkah.

"A-ah, bisakah Tuan duduk, dan kita berbicara baik-ba-

"Tidak," tolak Naruto, lebih agresif ketika dipersilahkan untuk duduk di atas lantai yang menurutnya tidak layak untuk diduduki. "Aku tidak suka bertele-tele. Kita langsung saja urus ini di meja hijau," lanjutnya, mulai mengancam, tanpa segan-segan.

Sasuke menatap Naruto seperti Naruto ini adalah orang dungu sedunia. "Apakah kau bodoh? Jika datang hanya untuk berakhir mengatakan, orang yang bersalah harus di penjara untuk apa kita berdua datang kemari?" Sasuke menggelengkan kepala. "Kenapa tidak kau menelepon polisi dan segera menangkap orang itu?" Sasuke mengeluarkan ponselnya, dan menaruh ponsel itu ke atas meja. "Jika ponselmu tidak bisa digunakan, gunakan ponsel ini untuk menelepon pihak yang berwajib, dan kita pergi dari sini," sikap Sasuke ternyata lebih tidak berperasaan dari Naruto walaupun sangat ramah, dan membuat orang tua di hadapannya semakin berkeringat-dingin. "Jangan menghabiskan waktuku yang harus menyiapkan anak-anak ke sekolah," Sasuke melihat jam tangannya dan bergumam 'mudah-mudahan anak-anak bisa bangun sendiri.'

"Aku hanya ingin puas melihat mukanya sebelum dia mendekam di penjara," jawab Naruto, santai. "Brengsek sekali orang ini telah membiarkan maling masuk dan membuat perusahaanku terlihat bodoh," tidak segan-segan Naruto menghina orang di hadapannya.

"Terserah, asalkan kau tidak membuat anak-anak terlambat sekolah," Sasuke yang cukup jengah, tampaknya mulai tidak peduli dengan tingkah tidak sopan Naruto.

"Ya, ya, ya," Naruto berkata cuek. Iapun mengeluarkan ponselnya untuk menelepon seseorang. "Mhm...," Naruto mengingat-ingat nomor polisi. "Sepagi ini pasti polisi tidak akan terlalu senang jika harus beker-

"A-aku... Aku yang sa-

"HENTIKAN!" pintu kamar yang tadi sedikit terbuka pun kini terbuka lebar. Seorang pemuda berambut hitam muncul dari balik pintu itu dengan ekspresi sangat marah. "Apakah kalian tidak tahu caranya bersikap di depan orang tua?!" pemuda yang lebih muda dari Naruto dan Sasuke tampak sangat marah ketika pamannya dihina di depan mata kepalanya sendiri. "Kalian melakukan tuduhan yang bisa aku gugat ke dalam pengadilan," lanjut anak tersebut. Wajahnya memerah karena menahan emosi.

"Me-Menma..," dengan terbatuk-batuk Paman Menma pun memerintah keponakannya untuk kembali kekamar dengan gerakan tangan.

"He-eh, ada apa ini?" seringai jahat tersirat di bibir Naruto. "Aku tidak menyangka Anda punya seseorang untuk membela Anda, Kakek Tua...," Naruto menatap Menma dengan kilatan mata sangat berbahaya. "Dan untuk kau!" Naruto mengambil beberapa lembar kertas dari dalam jaket orange-nya. Ia menunjukan kertas berisikan jadwal piket penjaga di Universitas Konoha ke hadapan Menma. "Apakah kau tidak tahu jika dimanapun petugas penjaga itu mempunyai sebuah standar atau waktu untuk beroperasi, dan di saat program tersebut merubah nilai anak-anak adalah di saat waktu pamanmu bekerja, Bocah!"

Kakek tua di samping Menma menatap Menma khawatir, tetapi ekspresi Menma masih mengisyaratkan ketenangan. "Bukti darimana jika pada jam seperti itu telah terjadi perubahan nilai tuan sok pintar? Tidak ada satupun hal yang bisa membuktikan jadwal perubahan, walau jadwal operasi petugas memang benar ditentukan oleh pihak universitas sendiri."

Naruto tertawa mencemooh. "Kau benar-benar akan menjadi mahasiswa Teknik Informatika?" tanya Naruto dengan nada menyindir. "Benarkah kau lupa jika sebuah pekerjaan di komputer harus di save agar data tersimpan dan bisa digunakan detik itu juga atau di waktu nanti?" mata Menma terbelalak, mulai bereaksi ketika mendengar perkataan Naruto. "Apakah kau tidak tahu mengotak-atik program di komputer (meng-saved data tersebut sebelum meng-run hasil pengotak-atikannya) tanggal, jam, menit, detik nya bisa dilihat oleh pemilik komputer itu, Menma. Bahkan waktu setelah hasil run-nya, lalu di saved kembali pun bisa dilihat waktunya olehku dengan cara mudah," Naruto menatap tajam Menma. "Itulah kenapa benda-benda gadget bisa menjadi bukti otentik karena... mereka selalu mempunyai history di dalamnya. Sebaiknya kau ingat itu semua, Sobat."

Sasuke kembali menyeruput teh paginya, membiarkan Naruto di dalam permainannya sendiri.

Ekspresi terkejut Menma kembali terlihat tenang. Tampaknya ia mempunya sesuatu untuk kembali berdalih. "Tetapi hal tersebut tetap saja tidak terlalu kuat untuk menyeret pamanku," kata Menma dengan nada sangat tajam. "Bisa saja pamanku tiba sesudah proses peretasan tersebut selesai atau...masih banyak lagi hal yang bisa membuat pamanku benar-benar tidak terbukti bersalah. Kau tidak mempunyai bukti otentik dan saksi untuk menyeret kakekku ke penjara karena tidak ada bukti yang bisa melakukan itu semua. Jadwal pekerjaan bukanlah suatu bukti. Seberat-beratnya pamanku dihukum, hanya akan mendapatkan penalty (diperintah membayar kompensasi) karena kelalaiannya dalam bertugas," Menma membalas tuduhan Naruto dengan baik, seperti sudah merencanakan semuanya dengan rapih.

Naruto tersenyum misterius. "Ya, bahkan tidak terlalu kuat, walau aku mengetahui jika dua poin itu berguna untukmu dalam mencari beasiswa untuk orang tidak mampu secara penuh Menma? Dengan nilai 98 tampaknya tidak mungkin mendapatkan beasiswa Teknik Informatika yang hanya menyediakan beasiswa full untuk calon mahasiswa yang mendapatkan nilai 100 dalam ujian masuk."

Menma pun tersenyum miring, ketika kemenangan hampir diraih olehnya.

"Oleh karena itu-" Sasuke berhenti menikmati teh di tangannya. Ia menaruh gelas ocha itu, dan mengambil ponselnya untuk membuka isi ponselnya. Senyuman Menma pudar seiring dengan gerakkan tangan Sasuke. "Pihak kami melakukan pencarian data otekntik agar semua bukti lebih akurat," Sasuke menyalakan mp3 dari dalam ponsel itu.

"Aku tahu kau yang melakukannya, jadi kau pergilah! Terlalu banyak orang yang bisa mencurigaimu jika malam-malam datang ke tempat ini," penjaga itu memegang tangan Menma dan menarik Menma untuk segera pergi dari sekitar universitas ini.

Menma tidak suka dengan tingkah pamannya. "Ta-tapi-tenang saja Paman...," suara Menma terdengar penuh percaya diri. "Tidak akan ada yang tahu aku yang melakukannya, ketika tidak ada satupun bukti yang tertuju padaku," Menma tertawa. "Maka dari itu, penjahat cyber lebih berbahaya dan lebih sulit untuk dideteksi karena... terlalu sulit mencari bukti otentik yang tertuju pada penjahat itu."

Sasuke mematikan alat perekam itu, ketika durasi rekaman alat tersebut masihlah panjang.

"Ke. Ju. Tan," Naruto tersenyum puas di saat melihat wajah pucat-pasi Menma. "Paman dan keponakan akan mendekam di penjara, saling menyayangi sampai mati," lanjut Naruto, benar-benar membuat Menma mengepalkan kedua tangannya, dan wajah pemuda itu sangat gusar. "Kalian pasti akan semakin terkejut jika melihat foto-foto kalian yang sedang berbincang-bincang itu, oh, beserta video!" Naruto tertawa puas. "Menma, dunia sudah terlalu canggih. Bahkan alat penyadap pun terlalu banyak diperjual-be-

Perkataan Naruto yang pedas membuat Menma kehilangan otak dinginnya. Ia segera berdiri dan langsung menerjang Naruto.

"MENMA!" teriak Paman Menma, berharap keponakkannya berhenti membuat masalah.

GRAP!

Tepat di depan wajah Naruto, kepalan tangan Menma berhenti. Sasuke mencengkam pergelangan tangan Menma dengan sangat erat.

"Jangan sentuh aniki-ku," secara cepat Sasuke pun sudah berdiri dan diam di antara Menma dan Naruto. Ia menatap Menma dengan sangat tajam, memberi Menma peringatan.

Lagi-lagi senyuman mencemooh tersirat di bibir Naruto. Pemuda itupun dengan tenang melangkah ke arah pintu keluar. "Oh, iya!" Naruto berhenti tepat di depan pintu. "Terserah kau ingin diselesaikan dimana, Menma; meja hijau atau tepat di depan wajahku. Aku mengundangmu untuk ke universitas siang ini. Siapa tahu kau ingin mencoba menebus dosa-dosamu?" Naruto pun terlalu semangat, hingga lupa menyentuh knop pintu, dan mematung di tempat.

Damn!

Naruto mengutuk kebodohannya. Tangan Naruto bergetar, dan secara psikologi, tubuhnya menjadi gatal-gatal seperti orang alergi.

Ini pasti karena tadi aku terus menghina si Menma karena melupakan teknik-teknik dasar penggunaan komputer...

Naruto membuka-tutup mulutnya, memunggungi ketiga orang di belakangnya.

Menma dan Paman Menma menatap keanehan yang ada di dalam diri Naruto.

"Ehem!" menjaga perilaku cool-nya Naruto membersihkan tenggorokkan, lalu iapun dengan berat hati membuka pintu dan cepat-cepat keluar rumah, meninggalkan Sasuke.

Sial! Sial! Sial!

Hiiii~

Naruto tidak berhenti mengumpat kebodohannya.

"APA INI DI TANGANKU?!" ketika sebuah debu menempel pada sela-sela jarinya. Naruto benar-benar freaking out.

.

.

Setelah Naruto menghilang dari hadapan Sasuke, pemuda Uchiha itupun menatap Menma kembali. Ia melepaskan pergelangan tangan Menma. "Sepertinya hanya aku yang tersadar jika cara meretasmu pasti telah diberitahu seseorang," senyuman Sasuke kali ini benar-benar mengerikan, bahkan tubuh Menma pun sampai merinding. "Menma, Menma, Menma," suara Sasuke sangat rendah hingga hanya Menma-lah yang bisa mendengar. "Orang yang bisa meretas program kuat seperti itu dalam jangka waktu cepat, pasti haruslah memiliki kemampuan dalam bidang IT sangat tinggi, bukan? Apakah ada seorang wanita yang membantumu, Menma? Hahaha...," Sasuke tertawa kecil. "Dibalik laki-laki hebat, apakah ada seorang wanita hebat juga?" sindir Sasuke. " Sasuke berhasil membuat Menma melangkah mundur dengan mata terbelalak, terjatuh di tempat karena aura Sasuke yang menusuk tulang. Lalu, senyuman lembut Sasuke pun kembali. Ia menatap laki-laki paruh baya yang bingung dengan kondisi keponakkannya. "Ah, maafkan saya dan kakak saya yang telah merepotkan sepagi ini, Kakek. Maafkan saya atas kata-kata yang menyinggung Kakek. Saya dan saudara saya mohon pamitnya. Kata-kata kasar saya hanyalah bermaksud untuk memancing kejujuran keponakkan Anda," Sasuke membungkuk hormat sebelum melangkah pergi menuju pintu keluar. Ia menutup pintu dengan sesopan mungkin.

Tazmaniadevil

Universitas Konoha...

Ruang rapat rektorat...

"Bagaimana Itachi-sensei?" seluruh orang di dalam ruangan rapat yang ada di dalam rektorat itu menatap Itachi dengan antusias. "Apakah kau sudah menemukan sesuatu?" tanya mereka, berharap Itachi telah menemukan orang yang harus bertanggung jawab atas masalah ini.

Itachi menaruh map berwarna cokelat ke atas meja melingkar di depannya. "Ini hasil ujian yang benar...," katanya, dengan mata setengah mengantuk karena dia belum tidur sama sekali.

Seluruh orang di dalam ruangan itu saling tatap. "Lalu?" tanya mereka, bersamaan.

"Ya, ini yang benar... dan kau bisa mengumumkan semuanya, jika terjadi...," Itachi memberi jeda, "Kesalahan sistem," lanjutnya. "Perusahaanku telah membetulkan semua sistem ini dengan membuat program lebih sederhana, dan dalam waktu semalam program ini telah selesai menilai hasil ujian semua anak," Itachi mengingat jika pada pagi hari Naruto telah menyelesaikan tugasnya untuk menganalisis kesalahan program itu, dan kembali menilai hasil ujian itu dengan upgrade-an yang dilakukan oleh Naruto. Sedangkan, tugas Itachi menganalisis masalah ini dan menemukan bukti-bukti untuk menangkap sang penjahat.

Sikap Itachi membuat beberapa orang di dalam ruangan itu tidak setuju. "Kau serius? Hal ini bisa menurunkan tidak kepercayaan orang-orang pada kita, terlebih kita adalah universitas terbaik di dalam jurusan informatika," kata mereka.

Perkataan orang-orang itu membuat Itachi memutar kedua bola matanya. "Terbaik, bukan berarti melakukan kesalahan, bukan?" tanya Itachi dengan nada dingin. Ia tidak terlalu berbaik hati ketika sedang mengantuk seperti ini. "Seseorang mengatakan, jika kita adalah lembaga pendidikan. Bukankah tugas kita adalah mendidik anak-anak menjadi lebih baik, selain mengisik otak mereka dengan ilmu-ilmu yang baik? Hanya untuk kepentingan diri kita sendiri, kita tidak boleh merubah sifat dasar mendidik itu sebenarnya," lanjut Itachi, meyakinkan seluruh orang di dalam ruangan itu.

Seluruh orang di dalam ruangan rapat itupun saling bertatapan, memikirkan perkataan Itachi. Lalu, mereka pun menganggukan kepala mereka-bersamaan.

"Terserah. Aku hanya ingin meluruskan semuanya. Jika ada orang yang lalai dan pantas disalahkan adalah diriku sendiri, dan karena itu... aku akan meluruskan ini semua pada orang-orang yang dirugikan karena masalah ini," lanjut Itachi. Iapun beranjak dari kursinya dan pergi keluar ruangan. Rasa ngantuk membuatnya berhasrat untuk mencari kopi.

.

.

Di saat Itachi membuka pintu, ia langsung dihadapkan pada sosok Kyuubi yang sedang menyandarkan tubuhnya di tembok, bersebrangan dengan pintu rapat. Melihat sosok Itachi, Kyuubi mendengus, dan tertawa menyebalkan. "Menyembunyikan kebenaran apakah yang disebut mendidik, Sensei?" sindir Kyuubi, seperti mengetahui apa yang Itachi ucapkan di depan orang-orang dalam sana. "Apakah menyembunyikan kesalahan orang lain adalah satu hal yang mendidik, Sensei?" lanjutnya. Tidak disangka anak yang pagi-pagi datang ke hadapannya untuk menyerahkan hasil rekaman pembicaraan Menma dan pamannya sangat menyebalkan. Tetapi, Itachi akui berkat anak ini, dia bisa memberikan hasil rekaman itu pada Top manager perusahaannya.

"Alangkah bijaksananya kau tidak terlalu banyak bicara karena mulutmu bisa menjadi bisa untuk dirimu sendiri," jawab Itachi dengan ekspresi stoic, "Kau terlalu banyak berbicara untuk ukuran bocah," Itachi pun melangkahkan kakinya. Tetapi, dia berhenti sejenak. "Oh, iya! Daripada kau diam di sini, bukankah lebih asyik jika kau melihat hasil ujian yang sebenarnya di papan kelulusan-depan kampus yang hampir saja terlupakan itu?" tanya Itachi dengan senyuman yang dipermainkan dan kilatan humor di matanya.

Perkataan Itachi membuat Kyuubi mengerutkan keningnya. Tidak disangka universitas pada akhirnya akan menggunakan cara tradisional untuk mengumumkan hasil ujian. Pemuda Namikaze inipun dengan segera dan antusias berjalan menuju ke tempat papan pengumuman itu berada, bersiap-siap berteriak girang karena masuk pilihannya, dan memfotonya.

Di saat itu Itachi pun hanya tersenyum penuh kebencian dan dendam karena sikap anak itu yang menyebalkan.

Tazmaniadevil

Pada pagi hari ini, Nagato kembali bermain di atas kotak pasir. Tetapi untuk hari ini hanya sedikit anak-anak yang bermain di dalam kotak pasir karena anak-anak itu lebih tertarik bermain permainan balok-balokkan yang baru saja dibeli oleh pihak TK Pelangi. Diakibatkan terlalu banyak orang yang bermain permainan itu, Nagato malas untuk berdesak-desakkan. Nagato pun asyik sendiri membuat terowongan pasir, ketika matanya menatap sosok anak yang sedang duduk di atas ayunan, sendirian.

Nagato memiringkan kepalanya, dan ia melihat ke kiri dan kanan sebelum berdiri, memastikan tidak ada satupun anak yang akan menghalangi dirinya untuk mendatangi Gaara. Dengan perlahan, Nagato berjalan ke arah anak yang diam di atas ayunan itu. Ia memastikan jika Gaara tidak akan menyerangnya atau melakukan tindakan menyeramkan.

Setelah tiba di hadapan Gaara, kedua mata Nagato pun saling bertatapan dengan anak di depannya. Nagato mengulurkan tangannya dengan perlahan, dan tidak ada rasa takut sedikitpun dari wajahnya, walau sikapnya seperti seorang anak yang berusaha menjinakkan anak kucing. "Mau belmain cama Nato?" tawar Nagato dengan senyuman menawan, tetapi anak itu hanya diam tidak membalas perkataan Nagato, layaknya patung. Nagato pun tetap mengulurkan tangannya sampai guru memanggil anak-anak kelas Nagato untuk kembali ke kelas dan belajar. " Tunggu Bu Gulu!" teriak Nagato ketika ibu guru terus memanggilnya. Anak inipun menatap sejenak Gaara, dan tersenyum tipis. "Nanti Nato ajak main lagi, ya!" kata Nagato, anak yang berbeda kelas dengan Gaara. "Da-dah," Nagato berlari, meninggalkan Gaara di dalam kesendirian dan kebingungan.

Tazmaniadevil

Seperti biasa, Deidara akan berada di lorong kelas ketika Sasori belum membuka ruang ekstrakulikuler. Deidara akan menatap ke daerah halaman sekolah, memandangi orang-orang yang berlalu-lalang di daerah tersebut. Lagi-lagi, Deidara melihat sosok Sasori yang masih sibuk membagi-bagikan kertas undangan kegiatan ekstrakulikuler itu. Deidara pun hanya bisa menggelengkan kepalanya, dan hendak kembali ke kelas sebelum pemuda Namikaze itu melihat jika beberapa pemuda berpenampilan lebih mencolok dari anak-anak SMA Konoha mendekati Sasori. Anak-anak itu seperti meledek Sasori sebelum kertas-kertas formulir ekstrakulikuler gerabah berterbangan, dilempar oleh anak-anak tersebut.

Melihat pemandangan aneh itu, mata Deidara memincing tajam. "Hmm...," gumamnya. Iapun melihat jika Sasori menunduk dan mengambil kertas-kertas tersebut, ketika orang-orang di sekitarnya berbisik-bisik, tidak ada satupun yang menolong. Pemuda Namikaze pun sibuk berpikir ketika teriakkan dari para gerombolan anak-anak gadis di dalam kelas terdengar. Anak-anak gadis itu berlarian keluar kelas dan menuruni tangga. Beberapa saat kemudian, Deidara bisa melihat jika kumpulan anak-anak yang meganggu Sasori adalah kumpulan anak laki-laki yang paling digandrungi di sekolah ini.

"Apakah... mereka anak host club itu?" Deidara mengira-ngira beberapa sosok laki-laki yang terlihat sangat memukau dibandingkan anak-anak lainnya. Seringai evil itupun terlihat di bibir Deidara.

Tazmaniadevil

Setelah tiba di sekolah, Konan langsung diperintahkan oleh guru piket untuk datang ke ruang guru. Konan pun mendatangi ruang guru, dan menuju ke tempat guru walinya. Di saat itu, sang guru wali-Anko, dengan senyuman sumringah mengambil sekantong plastik dari bawah meja. Anko menyerahkan kantong tersebut ke hadapan Konan, dan membuat Konan langsung berkeringat dingin, menelan ludahnya.

"Seragammu telah selesai. Sekarang, kau bisa menggunakan seragam manis khas sekolah kita, Konan," kilatan antusias tersirat dari sorot mata Anko. Tetapi orang yang diberikan baju baru itu hanya bisa menelan ludahnya. Ia sama sekali tidak berharap menggunakan baju wanita di saat keadaan seperti ini. Sama sekali tidak berniat.

Sial...

Jika memakai baju laki-laki saja aku di bully,

Bagaimana jika memakai baju wanita?

Batin Konan, ketakutan. Iapun hanya tersenyum kecut sambil menerima seragam dari guru walinya.

Tazmaniadevil

Konoha University..

Hampir seluruh anak Konoha University dikejutkan oleh sosok manusia aneh yang baru saja tiba. Sosok tersebut mengenakan sarung tangan, mantel, syal, kupluk, kaca mata, serta masker pada cuaca terik seperti ini. Di tangan sosok tersebut terdapat dua botol cairan; cairan anti kuman dan virus, serta cairan penyegar-penyejuk anti keringat. Tanpa malu atau peduli sosok tersebut melangkah naik tangga, tidak sudi menaiki lift yang sudah difasilitaskan Konoha University di rektorat karena untuk menghindari bersama dirinya dalam satu lift dengan manusia-manusia yang menurutnya pasti bau-bau keringat mahasiswa atau.. dosen?

Sosok tersebut pun menatap selintas dua mahasiswa wanita yang cekikikan ketika melihat pakaiannya yang aneh. Tetapi, dia hanya mendengus sebelum kembali menaiki anak tangga, dan tiba di lantai yang akan dia datangi. Sosok tersebut melihat ke arah luar jendela sejenak, dan ternyata di luar sana sedang berkerumun orang-orang. Segala ekpresi tersedia di wajah manusia-manusia itu, histeris, gembira, berteriak, bahkan ada yang menangis. Namun, dari sekian banyak orang yang ada di kerumunan, depan papan pengumuman kelulusan itu, hanya satu sosok yang membuat pemuda yang sedang mengintip di jendela ini tertarik. Iapun terdiam, tidak berhenti menatap sosok pemuda berambut merah yang berjalan lesu-menjauhi kerumunan di bawah sana.

Pria bermasker dengan rambut silver menatap selintas sosok berpakaian aneh itu sebelum kembali memundurkan langkahnya. "Ka-kau Naruto?" Kakashi terkejut ketika melihat adik angkatannya berada di tempat ini.

Naruto menatap Kakashi. "Oh, kamu," katanya dengan dingin dan cuek.

Kakashi mengulurkan tangan. "Astaga! Sudah lama aku tidak melihatmu," katanya dengan sangat antusias. "Aku akhir-akhir ini hanya melihat Itachi. Kemana saja dirimu?" tanya Kakashi. Ia bangga pada dirinya sendiri karena berhasil mengenali Naruto, walaupun Naruto memakai pakaian seperti ini.

Naruto hanya menatap uluran tangan Kakashi. Ia melihat jika segerombolan mahasiswa lagi-lagi datang, hendak melewati dirinya dan Kakashi.

Kakashi yang sangat mengerti tabiat Naruto menarik tangannya lagi. "A-ah, aku lupa jika kau... memiliki sedikit perbedaan pandangan tentang kebersihan dari manusia-manusia lainnya," Kakashi tersenyum di balik masker-nya. "Apakah kau datang kemari untuk bertemu dengan Itachi?" tanya Kakashi, mempersilahkan Naruto untuk ikut dengan dirinya. "Itachi tidak ada di gedung rektorat. Dia berada di aula kampus ini yang memungkinkan menerima ribuan manusia," Kakashi menatap Naruto, memberi isyarat tidak tersirat.

Naruto mengikuti Kakashi. "Seperti itulah," sedikit pengap membuat Naruto menurunkan masker-nya. Iapun berpapasan dengan gadis-gadis-yang mentertawakan dirinya-sebelum gadis-gadis itu melihat wajah Naruto, dan salah satu gadis itu hampir menabrak tong sampah di hadapan mereka, ketika yang lainnya menabrak punggung teman-temannya, terkesima dengan ketampanan tersembunyi dibalik pakaian aneh.

Tingkah gadis-gadis itu membuat Kakashi menggelengkan kepala. "Kau tetap memikat seperti biasanya, ya?" komentar Kakashi, dan Naruto hanya mengangkat kedua bahunya, tidak mengerti maksud Kakashi.

.

.

.

Kedatangan Kakashi dan Naruto membuat Itachi yang sedang berdiri di belakang panggung tersenyum miring. Tidak disangka, Naruto akan datang, sesuai permintaannya. Naruto pun berdiri di samping Itachi, menatap ke arah bangku penonton yang ada di depan panggung sana. Setelah itu, Naruto pun menatap Itachi. Sekarang, apa yang akan mereka lakukan? Seluruh peserta ujian sudah mulai berdatangan ke tempat ini, berdesak-desakkan, dan sampai ada yang tidak kebagian tempat duduk di aula ini.

"Sangat ramai," Naruto menutup tirai kembali. Rupanya pengumuman yang diberikan melewati email para calon mahasiswa telah berhasil mengundang nyaris seluruh peserta ujian mahasiswa baru universitas K ke tempat ini. "Kau benar-benar serius?" Naruto mengangkat sebelah alisnya dengan seringai jahat.

Itachi mendengus. "Akan lebih parah jika tidak ada kata sama sekali dariku," kata Itachi yang merasa bertanggung jawab atas semua kesalahan sistem ini karena mau bagaimanapun kelemahan sistemnya telah membuat nilai ujian mudah untuk diotak-atik.

Naruto hanya mengangguk-angguk tidak jelas.

Seseorang muncul dari balik tirai. Dia adalah orang suruhan Itachi untuk mengurus tempat diamnya anak-anak yang akan mendengar satu atau dua kata patah darinya. "Semua sudah siap. Apakah Itachi-sensei akan memulai semuanya sekarang?" tanya pria yang merupakan salah satu pekerja di universitas ini.

Naruto, Kakashi, dan Itachi saling bertatapan.

Itachi menghela nafas sejenak. "Oke, kita mulai," pemuda Uchiha pun akan melangkahkan kakinya keluar panggung sebelum mendengar suara teriakkan dari arah belakang.

"Tunggu!" Menma berteriak, memanggil Itachi. Nafasnya tersenggal-senggal, dan peluh yang membasahi keningnya seperti habis berlari berbelas-belas kilometer. Melihat penampilan Menma, Naruto bergidik ngeri. "Tunggu. Bisakah kita berbicara sebentar?" tanya Menma, di saat Naruto dan Itachi saling pandang, lalu sang Uchiha pun mengiyakan keinginan Menma. Sedangkan Kakashi dan Naruto hanya bisa saling tatap.

Tazmaniadevil

Dengan wajah memerah Kyuubi memukul pohon di hadapannya. Sial. Sial. Sial. Kyuubi terus mengutuk nilai yang diperolehnya. Tidak disangka ia telah dipermainkan oleh pihak universitas. Percuma saja dia mencoba untuk menyelesaikan masalah ini, rupanya tetap saja dia terjaring masuk pilihan satu, dan dia masih menyangka dengan nilai 84 akan terlempar dari pilihan satu itu?! Dengan ekspresi murka Kyuubi akan kembali memukul pohon di hadapannya sebelum matanya teralihkan pada sosok Shion yang sedang berlari-lari kecil menuju ke arah aula. Melupakan rasa kesalnya sesaat, Kyuubi pun berlari mengejar Shion secara spontan.

.

.

"Shion!" berhasil mengejar Shion, Kyuubi memegang pundak Shion dan membalikkan tubuh Shion.

Mata indigo Shion terbelalak ketika melihat Kyuubi. "Tidakkah kau berhenti megangguku?" tanya Shion, gugup. Iapun akan melangkahkan kakinya kembali ketika Kyuubi memegang pergelangan tangan Shion, menahan tubuh Shion.

"Kita harus berbicara," kata Kyuubi sambil menarik Shion, menuju ke tempat yang lebih tenang, ketika beberapa mahasiswa menonton drama di antara mereka berdua.

"Kyuubi lepaskan!" Shion berseru. "KYUUBI LEPASKAN!" Shion menepis tangan Shion, dan membuat langkah kaki Kyuubi berhenti, menatap Shion. "Aku tidak mau," kata Shion dengan ekspresi marah. Ia memalingkan wajah, tidak ingin menatap mata Kyuubi.

Kyuubi menatap Shion lekat-lekat, lalu seringai pun muncul di bibir Kyuubi yang membuat Shion merinding. "Kenapa?" tanya Kyuubi dengan nada dingin. "Apa lagi alasannya sekarang?" Kyuubi tertawa mencemooh. "Apakah masalah aku yang masih terlihat muda darimu?" Kyuubi melangkah-merapatkan diri dengan Shion, ketika Shion berjalan mundur ketakutan. "Apakah kau tidak lihat jika tinggi badanku saja sekarang sudah melebihi dirimu, dan tubuhku sudah lebih basar darimu," Kyuubi memeluk pinggang Shion dan menarik tubuh Shion agar mendekat ke arahnya.

"Ky-Kyuubi, apa-apaan kau? Kita ada di dalam area kampus," Shion berusaha melepaskan pelukkan Kyuubi.

"Seperti aku peduli saja," Kyuubi mendekatkan bibirnya pada telinga Shion. "Aku sudah dewasa sekarang, Shion, bahkan, akupun bisa menciummu sekarang," Kyuubi menjilat telinga Shion dan menggerakkan lidahnya menuju bibir Shion sebelum seseorang membersihkan tenggorokkannya. Pemuda Namikaze membalikkan badannya dan melihat jika salah satu dosen yang berkeliaran di dekatnya menatap Kyuubi dengan tajam.

"Maaf, jika ingin berpacaran, silahkan lakukan di tempat yang lebih layak," sindir dosen itu, membuat pelukkan Kyuubi pada Shion melonggar, dan hal itu menjadi kesempatan bagi Shion untuk melarikan diri.

"SHION!" Kyuubi pun akan mengejar Shion, tetapi gadis itu sudah menghilang dari pandangannya. Kyuubi pun tidak sengaja menatap tajam dosen yang merusak pertemuannya dengan Shion. "K-Kau!" ekspresi Kyuubi yang menyeramkan membuat dosen itu berkeringat-dingin, sadar jika yang dihadapinya adalah orang yang sangat menyeramkan. Dosen itupun langsung berjalan cepat, menghindari amukkan Kyuubi. Sedangkan Kyuubi pun menggeram marah sambil berjalan, memutuskan mencari Shion kembali. Tatapannya sangat awas, seperti seekor singa yang sedang mengincar buruan.

Tazmaniadevil

"-Karena beasiswa itu aku melakukan ini semua," Menma berdiri di tengah panggung dengan beribu-ribu penonton yang memandangnya. "Oleh karena itu, aku meminta maaf," Menma menundukkan tubuhnya sedalam-dalamnya. "Aku meminta maaf, dan sungguh menyesal telah merubah nilai itu hanya untuk kepentinganku sendiri, agar aku bisa mendapatkan beasiswa utuh di sekolah ini," lanjutnya, dan suasana masih tetap hening. Beberapa orang yang mengenal Menma saling tatap, dengan ekspresi heran dan merasa terbohongi selama ini.

Tidak ada respon dari orang di sekitarnya, membuat Itachi yang berdiri di samping Menma sambil melipat kedua tangannya di depan dada angkat bicara. "Setidaknya, dibandingkan dengan orang-orang dewasa di sekitar kalian, dia lebih jujur dan bisa dipercaya, walaupun kesalahannya bisa membuat orang-orang yang di sekitarnya kecewa," Itachi menggumam sendiri. Iapun melangkah pergi menuju belakang panggung, melewati Itachi yang tidak jauh dari tempatnya berada.

Salah satu sosok pemuda yang ada di bangku penonton berdiri. "Bagaimana kami bisa memaafkannya jika kesalahannya sangat besar? Dia telah membohongi kami selama bertahun-tahun," seluruh teman Menma menyangka jika Menma adalah orang yang berada, dan hal ini membuat mereka kecewa karena kebohongan Menma. "Tidakkah dia membuat kami sangat konyol?"

Naruto menatap satu-persatu teman Menma yang berdiri, menatap pemuda yang masih menunduk minta maaf itu. "Aku rasa, jika kalian memang ingin berteman dengan seseorang, kalian akan lebih memilih untuk mencoba memberi hukuman padanya dengan cara yang layak daripada menjauhi dia, dan membuat dia tidak sadar terus atas kesalahannya," Naruto angkat bicara, "setidaknya, dengan membantu teman kalian yang salah, kalian menunjukkan pada dirinya, jika kalian berteman bukan hanya sekadar Menma adalah orang berada, pintar, dan sempurna di mata kalian," lanjut Naruto sambil menatap Menma. "Aku berharap bibit-bibit universitas ternama ini tidaklah memiliki pikiran sepicik itu."

Perkataan Naruto membuat teman-teman Menma merenung, termasuk anak-anak lainnya. Semua seperti menimbang-nimbang perilaku Menma. Jika sudah seperti ini, siapa yang salah? Apakah mereka semua selama ini terlihat sangat memilih-milih teman, sehingga Menma merubah jati dirinya seperti ini, dan membohongi banyak orang? Atau, mereka tidak pernah peka terhadap keadaan, dan hanya memperhatikan teman dari luar saja? Sedikitnya, masalah ini menjadi pelajaran tersendiri untuk mereka. Benar. Perilaku menyimpang Menma bukanlah murni kesalahan Menma sendiri, tetapi keadaan lingkungan yang mendesaklah yang membuat Menma menjadi seperti ini.

Salah satu teman Menma berdiri, melewati banyak orang untuk pergi ke atas panggung. Pemuda bertubuh kekar dan sering mendapatkan julukkan Killer Bee menatap Menma yang masih saja menunduk. "Kau bodoh, Menma...," kata Killer Bee ketika di hadapan Menma, "seharusnya kau mengatakan hal itu dari awal," lanjutnya, dan mendapatkan anggukkan dari teman-teman Menma yang lain. "Kau membuat kami terlihat buruk di mata orang-orang."

"Aku minta maaf. Aku benar-benar menyesal," Menma berkata dengan sungguh-sungguh. Ia merasa bersalah pada teman-temannya, sekaligus pada peserta ujian yang lain karena tingkah egoisnya.

Sejenak suasana hening sampai saatnya Killer Bee menunjukkan kepalan tangannya. "Berjanjilah kau tidak akan membohongi kami lagi," tingkah Killer Bee membuat Menma membatu, tidak percaya jika teman baiknya akan memaafkan dirinya yang sudah melakukan kebohongan sebesar ini. "Cepatlah bangun! Atau kau memang berniat tidak ingin berteman dengan kami dan hanya ingin membohongi kami saja?"

Menma berhenti menundukkan kepalanya. Ia menatap Killer Bee dengan mata nanar. Lalu, pemuda itupun menatap Naruto dan Itachii yang tersenyum tipis ke arah dirinya. Setelah itu, Menma menatap Killer Bee kembali, lalu mengadukan kepalan tangannya pada kepalan tangannya killer Bee, sebagai tanda pertemanan mereka. Kompak, seluruh orang-orang di tempat ini bertepuk tangan, ketika melihat keberanian Menma dalam mengakui kesalahannya. Walau perilaku Menma sungguh menyebalkan, tetapi sikap Menma cukup membuat orang-orang di tempat ini mengerti arti kata keberanian yang sebenarnya.

Pemuda Uchiha menatap satu-persatu penonton di hadapannya. Ia sangat puas ketika melihat Menma masih diterima baik oleh teman-temannya, dan Menma menyadari jika temannya memang murni ingin berteman dengannya, tanpa memandang status. "Setidaknya, mereka masih murni ketika masuk ke tempat ini," Itachi mendengus. Ia pun bersyukur tidak harus menundukkan tubuhnya untuk meminta maaf karena Naruto telah berhasil menyeret Menma ke tempat ini.

Naruto menatap sinis Itachi. "Ya, setidaknya mereka tidak berotak picik sepertimu karena tidak ingin meminta maaf. Mau bagaimanapun kau memiliki kesalahan karena telah membuat sistem yang mudah dibobol seperti itu," Naruto memutar kedua bola matanya. "Otak picik sepertimu memang harus dibersihkan," lanjut Naruto.

Untuk pertama kalinya Itachi tersenyum lebar. "Hahahaha," tawa Itachi, tidak tahan untuk tetap cool, ketika komentar Naruto begitu menggelitik. "Jangan berkata seperti itu, jika kaupun ikut ambil andil dalam proyek ini," Itachi berhenti tertawa. Ia menghela nafas sejenak. "Setidaknya, aku harap mereka terus memelihara kemurnian sikap mereka itu, dan tidak memiliki pikiran jahat, seperti kita," mata Itachi berubah tajam.

Naruto menatap Itachi dari sudut matanya. "Alasan. Tetap aku berpikir kau hanya tidak ingin meminta maaf, dan merasa senang ketika Menma berhasil aku seret kemari, bukan?" senyuman menyebalkan Naruto muncul di bibir Naruto. "Masalah proyek ini, kau yang lebih banyak bertanggung jawab karena kau adalah direkturnya," Naruto menyeringai dan mulai melangkahkan kakinya untuk keluar dari panggung.

"He-eh, sekarang aku mengerti kenapa kau lebih memilihku untuk menjadi direkturnya," Itachi mengangguk-anggukkan kepalanya. "Otakmu yang picik itu tidak ingin bertanggung jawab pada saat keadaan seperti ini, bukan?" Itachi menyimpulkan perkataan Naruto.

"Whatever," jawab Naruto di saat Itachi ikut berjalan di sampingnya.

"Apakah kalian adalah dosen di tempat ini?" tiba-tiba Killer Bee bertanya, dan membuat Itachi, Naruto berhenti melangkahkan kakinya.

Naruto menatap ekspresi Killer Bee yang penuh harap. "Tidak denganku, tetapi dia," Naruto menunjuk Itachi dengan jari jempolnya. "Sudahlah. Aku tidak tahan dengan bau asam mahasiswa-mahasiswa seperti kalian," Naruto melambaikan tangan dari balik punggung. "Jaa~"

Ekspresi Killer berubah menjadi kecewa ketika mendapati jawaban Naruto. Pemuda ini berharap bisa mendapatkan dosen yang menarik seperti Naruto. Tetapi, sikap Naruto yang terlalu nyentrik pasti tidak mungkin mau berurusan dengan anak-anak mahasiswa. Orang seperti naruto lebih banyak mengerjakan pekerjaan menarik di luar sana ketimbang terkunci di sebuah tempat yang bernama universitas.

Wajah Killer Bee yang nampak kecewa membuat Menma mendengus lalu menepuk punggung Killer Bee. "Kau lebih baik jangan berharap dia jadi dosen kita, Bee. Jangan sekalipun berharap." Menma memperingati Killer Bee, walaupun sedikitnya dia yang hanya memiliki seorang paman di dalam kehidupannya berharap mempunyai kakak seperti Naruto atau bisa mengenal lebih jauh pemuda aneh dan menyebalkan itu.

Menma pun berhenti menatap punggung Naruto dan Itachi. Ia melihat ke arah bangku penonton sebelum perhatiannya terfokus pada sosok gadis berambut emas kekuningan yang sedang ada di bangku keong teratas. Gadis itu berdiri di depan pintu masuk penonton dengan ekspresi datar, dan kedua tangan terlipat di depan dada. Melihat gadis tersebut wajah Menma mengeras, dan matanya memincing tajam. Perlahan, bibir Menma bergerak mendesiskan kata 'Shion..'

Tazmaniadevil

Dengan sangat semangat anak-anak Namikaze dan Sasuke bersiap-siap untuk menyambut Kyuubi di dalam restoran bintang lima ini. Sedangkan Naruto hanya asyik mengamati guci-guci yang menjadi hiasan di dalam restoran ini. Entah kenapa dia bisa berada di tempat ini, tetapi saudaranya dan Sasuke telah berhasil menyeret dirinya untuk berpesta, merayakan kelulusan Kyuubi, sesuai janji mereka beberapa hari lalu. Naruto pun menghela nafas, ketika sang bintang utama belum tiba. Ia mengambil minuman di hadapannya, dan menikmati minuman tersebut sebelum kembali asyik dengan dirinya sendiri.

"Itu Kak Kyuubi!" seru Konan dengan semangat. Ia segera beranjak dari atas kursi, menyambut Kyuubi dengan antusias. Nagato dan Deidara pun tidak jauh sama sikapnya dari Konan ketika melihat kedatangan Kyuubi. "Selamat Kak KYUUBI!" Konan hendak memeluk Kyuubi yang sudah berdiri di samping meja, tetapi Kyuubi menghindari pelukan Konan. "Kak Kyuubi?" Konan heran dengan sikap Kyuubi yang tampak tidak senang. Ia menatap Sasuke dan saudara-saudaranya yang lain, meminta keterangan dari keluarganya yang lain atas sikap aneh Kyuubi.

Ekspresi Kyuubi sangat kontras dengan orang-orang di hadapannya; tidak ada ekpsresi bahagia, terkesan sama sekali dengan pesta kejutan ini. Dengan dingin, Kyuubi menatap satu-persatu anggota keluarganya. "Apa yang ingin kalian selamatkan dariku? Apakah merayakan ketidakberhasilanku sangatlah lucu?" sinis Kyuubi, membuat seluruh keluarga-minus Naruto dan Sasuke-terhenyak kaget.

"Kyuubi, sebaiknya kau duduk...," Sasuke memberi saran agar Kyuubi tenang dan melepas lelah terlebih dahulu.

Kyuubi mendengus, tidak peduli dengan ucapan Sasuke. "Kalian berpestalah sendi-

"DUDUK!" bentak Naruto ketika Kyuubi tidak kunjung bersikap sopan. Seluruh pengunjung restoran tersebut kontan langsung menatap meja-tempat anak-anak Namikaze berada. Naruto menatap dingin Kyuubi. "Sudah aku katakan, jika berada di hadapanku jaga sikapmu," kata Naruto, tidak segan-segan memarahi Kyuubi di depan umum.

"Tetapi sayangnya aku sedang tidak berada di dalam kediamanmu," kali ini Kyuubi tidak menuruti perintah Naruto. Ia terlalu muak dengan semuanya.

Tidak gentar sedikitpun atau tidak peduli tempat, Naruto pun tidak mau kalah galak dari adiknya. "Tidakkah kau malu dengan sikapmu ini MAHASISWA?!" bentak Naruto dengan memberi penekanan pada title baru Kyuubi.

Kyuubi mendengus diiringi tawa mencemooh. "Kau lebih memalukkan karena terus berteriak-teriak," lanjutnya. Suasana pun semakin memanas ketika kedua pemuda itu tidak kunjung ada yang mengalah. Sedangkan Sasuke hanya bisa memijat-mijat pelipisnya karena dua manusia di dekatnya ini tidak kunjung berhenti bertengkar.

"Oh, kebetulan sekali orang-orang senang dengan teriakkanku, jadi mereka tidak akan ada yang keberatan," dengan arrogant-nya, Naruto membalas perkataan Kyuubi. Pemuda Uzumaki itu menatap tajam seluruh pengunjung restoran yang melihat ke arah dirinya dengan bengis, dan kontan membuat pengunjung itu berhenti menatap Naruto, dan lebih memilih terlihat sibuk, seolah-olah tidak tertarik dengan drama pemuda-pemuda tampan di salah satu meja. "See? Mereka sangat mengagumiku diam-diam, dan berpura-pura tidak tertarik dengan urusanku," sindir Naruto, lebih menyindir pada para pengunjung di tempat itu.

Kyuubi memutar kedua bola matanya, ketika mendengar perkataan Naruto. "Setelah aku duduk kau mau apa?"

Naruto mengangkat kedua bahunya. Suaranya merendah ketika Kyuubi pun berperilaku cukup bersahabat. "Entahlah. Kau mungkin harus mendengarkan ucapan selamat dari mereka," katanya, sambil menunjuk anak-anak Namikaze yang lain dengan dagu.

Dalam waktu sepersekian detik, Kyuubi mengambil gelas Konan yang ada di atas meja. Lalu, tanpa segan-segan pemuda itupun menyiramkan isi di dalam gelas itu tepat ke wajah Naruto, membuat penampilan Naruto basah kuyup dan lengket karena macha green tea, dalam waktu seketika.

"KAK KYUU?!" anak-anak Namikaze lainnya histeris ketika melihat wajah Naruto yang basah kuyup. Tetapi, Kyuubi yang tidak mengenal takut hanya menatap Naruto dengan menantang. Sedangkan pengunjung lainnya hanya bisa meringis takut, ketika merasakan aura Naruto yang menggelap paska disiram oleh Kyuubi.

"Kyuubi, jaga sikapmu," kata Sasuke, memperingati. Ia ingin menghapus cairan yang ada di wajah Naruto, tetapi tangannya sedikit ragu untuk menyentuh Naruto karena sikap Naruto yang paling tidak suka ketika disentuh oleh orang lain.

Naruto menundukkan kepalanya, tidak dapat terbaca ekspresi. Seluruh anak-anak Namikaze-minus Kyuubi-mulai cemas, terutama ketika sedikitpun tidak terdengar suara Naruto. Entah apa yang ada di pikiran Naruto sekarang ini. Apakah dia sangat marah? Apa yang akan dilakukan oleh Naruto? Kekhawatiran mulai terasa di seluruh pengunjung restoran ini, dan anak-anak Namikaze.

"Selamat, kau telah tersiram olehku," Kyuubi angkat berbicara kembali, tidak cukup hanya dengan menyirami Naruto untuk melepas semua kekesalannya. "Apakah kau tahu beginilah perasaanku, ketika diucapkan selamat? Aku tidak berhasil mencapai keinginan dan kalian mengucapkan selamat padaku?" lanjutnya, dengan tatapan dingin, sama sekali tidak merasa bersalah. "Kaupun jangan berbicara pintar tentang takdir di saat kau masih bisa marah jika disiram seperti ini. Bukankah takdirmu adalah tersiram olehku, dan kau harus menerimanya?"

SREEETTT!

Gerakan yang sangat mengerikan dari Naruto membuat seluruh orang di dalam restoran itu terperangah, takut, horror, bahkan berteriak histeris. Secara cepat Naruto beranjak dari atas kursi, mengambil pisau steak di depannya, lalu tanpa segan-segan pemuda Uzumaki itu menyabetkan pisau tersebut ke arah wajah Kyuubi yang untungnya cukup lihai menghindari pisau itu. Tetapi, tetap saja kecepatan tangan Naruto yang lebih cepat dari gerakkan menghindar Kyuubi membuat wajah sang Namikaze terluka, terkena sedikit sabetan.

"KYAAAAAAAAAAAAAAAAAA!" teriak para pengunjung restoran wanita, histeris. Mereka lalu cepat-cepat menutup mulut mereka dengan telapak tangan. Beberapa pelayan mulai berdatangan untuk menghentikan aksi kekerasan di dalam restoran ini.

Pipi Kyuubi yang tergores pun mengeluarkan cairan merah kental, hingga cairan itu menetes pada kerah bajunya.

"Sebaiknya Kak Naru berhenti membaca komik-komik, terutama komik-komik yang memiliki karakter nyaris mirip seperti dirinya," gumam Deidara dengan pandangan sangat horror ketika melihat tingkah menyeramkan Naruto yang tidak segan-segan bertindak seperti Akashi, salah satu tokoh di komik itu.

"Aku berharap suatu saat Kak Naru tidak menjadi fans sejati Titan," Konan menimpali perkataan Deidara.

"Naruto, sebaiknya kaupun bersikap dewasa," Sasuke mulai berdiri, bersiap-siap menyeret Naruto jika pemuda Uzumaki itu ikut berbuat onar, dan tidak bisa menjernihkan kepalanya, layaknya Kyuubi. "Apakah kau tidak malu dengan sikapmu ini?" Sasuke berbisik di telinga Naruto.

Naruto melempar pisau di tangannya ke atas meja. Lalu dengan tenang ia kembali duduk, dan mengambil sapu tangan dari dalam saku celananya. "Daripada aku bersikap merajuk, aku lebih suka menghajar orang yang menyiramku tanpa mengotori tanganku. Setelah itu, aku akan duduk dan menghapus air di wajahku ini. Setidaknya dengan bersikap seperti ini, aku akan terlihat lebih baik dan membetulkan hal yang terlihat masalah bagiku daripada terus merajuk seperti orang bodoh...," Naruto berkata. Ia menghapus kotoran di wajahnya dengan menggunakan sapu tangan, santai. "Aku bukan hanya menerima takdir itu dengan baik, tetapi memperbaiki keadaan, dan...berusaha membalas agar merasa puas karena telah melakukan pembalasan," dengan ekspresi menantang, Naruto menatap Kyuubi.

Tidak dapat menahan diri lagi, Kyuubi memutuskan untuk pergi meninggalkan restoran. Ia dengan cepat melangkahkan kakinya, ketika Sasuke menyadari jika pemuda itu pergi dalam keadaan emosi. Sasuke pun segera beranjak dari atas tempat duduknya untuk mengejar Kyuubi. Sedangkan Namikaze lainnya hanya menatap punggung Kyuubi cemas, lalu menatap Naruto. Mereka semua mendesah pelan, mengutuk malam tidak menggembirakan ini.

.

.

Di depan hotel, tempat restoran itu berada, Kyuubi berdiri-mencari taxi. Ia ingin sekali membunuh kakaknya, tetapi ia masih berpikir logis untuk melakukan itu semua. Kyuubi pun terus menanti taxi sampai terdengar derap kaki dari arah belakang Kyuubi. Menyadari ada orang yang menghampirinya, membuat Kyuubi semakin tergesa-gesa untuk menyegat taxi yang selalu penuh, tidak ada satupun yang kosong karena jam segini banyak sekali orang yang membutuhkan taxi untuk pulang ke rumah dari aktivitas mereka sepanjang hari.

"KYUUBI!" Sasuke memegang pundak Kyuubi.

Kyuubi menepis tangan Sasuke. "Kaupun ingin marah padaku, 'kan?" kata Kyuubi dengan nada sangat sinis. Terlihat sekali jika ekspresi Kyuubi sangat gusar, terutama ketika di hari-hari ini Kyuubi selalu diliputi kecemasan.

Sasuke menggelengkan kepalanya. "Tidak..," jawab Sasuke. "Aku datang kemari ingin minta maaf...," Sasuke sangat menyesal. "Maaf aku tidak mengerti perasaanmu. Tetapi Kak Naru, dan adik-adikmu sebenarnya ingin menghiburmu," lanjutnya. "Mereka ingin kau tidak bersedih dan semangat mengikuti tahun ajaran baru...," Sasuke berusaha membuat Kyuubi mengerti.

Kyuubi mengangkat tangannya. "Sudahlah," iapun segera masuk ke dalam taxi kosong yang akhirnya bisa dia cegat. Di saat itu, Sasuke hanya bisa mendesah-cemas, tidak tahu harus melakukan apa, ketika aturan rumah tidak ada jam malam, dan dia bukanlah orang yang berhak untuk melarang Kyuubi yang sudah dewasa kemanapun pemuda itu akan pergi.

"Sial," kutuk Sasuke sambil memutar otaknya.

Apa yang harus aku lakukan untuk mendamaikan mereka semua?

Sasuke benar-benar cukup kehabisan ide untuk mengatasi tingkah para Namikaze dan Uzumaki yang selalu keras kepala.

Tazmaniadevil

Kerlap-kerlip cahaya lampu bola kristal menghiasi seluruh permukaan lantai diskotik, aroma alkohol, serta tembakau yang terbakar menyeruak memenuhi ruangan. Berpasangan bahkan segerombolan manusia asik minum, menari di atas lantai dansa, atau sekadar menonton hiruk-pikuk yang ada di dalam Club malam ini. Tidak ada satupun dari mereka yang menyadari dari dalam ruang VVIP-lantai dua-di tempat ini seorang pemuda bersurai hitam sedang menatap ke sepenjuru diskotik. Ia seperti memantau keadaan tempat itu, ketika di tangannya terdapat segelas minuman beralkohol yang baru saja diantarkan oleh pelayan.

"Berikan minuman biasanya pada wanita di bangku 6," sudah lumrah jika Uchiha, pemuda yang menjadi langganan tempat ini berkata demikian. Ia adalah seorang hunter untuk wanita-wanita muda setiap malamnya, dimana waktunya senggang.

"Baik, Tuan Uchiha," jawab pelayan yang selalu setia melayani Itachi sebelum beranjak pergi meninggalkan pelanggan nomor satunya ini.

Itachi menghempaskan tubuhnya kembali di atas sebuah sofa berwarna merah marun, matanya masih tetap mengawasi pemandangan di luar sana dari balik kaca yang tidak bisa terlihat jika dari arah luar. Ia mengamati setiap gerak-gerik manusia yang berada di luar ini ketika matanya menangkap sesosok pemuda berambut merah yang baru saja tiba di dalam club malam ini. Seperti mencari sesuatu, pemuda itu mengitari seluruh penjuru diskotik sebelum menghempaskan tubuhnya di depan meja bartender dengan wajah kesal. Di saat itulah Itachi yang sedang melihat gerak-gerik bartender menangkap sosok dengan rambut cukup mencolok itu. Untuk seorang Uchiha, hanya melihat fostur tubuh, potongan rambut, dan gaya manusia berjalan sudah menduga orang yang pernah dikenalnya.

Tiba-tiba rasa menggelitik menyelimuti tubuh Itachi. Dengan seringai tidak penuh arti, Itachi keluar dari sarangnya. Ia berjalan ke lantai bawah, melewati pasangan muda-mudi yang saling bercumbu di setiap sudut club malam ini. Tidak peduli tatapan memuja, atau desahan mengundang dari setiap wanita yang melihatnya, fokus Itachi hanyalah pada sosok pemuda yang sedang duduk di depan meja bartender untuk sekarang ini. Beberapa langkah lagi Itachi tiba di depan pemuda itu, Itachi melihat jika pemuda itu menegluk satu sloki minuman-orang yang di sampingnya-dan menaruh gelas itu di atas meja dengan sangat kasar. Umpatan demi umpatan terdengar dari mulut laki-laki yang duduk di samping pemuda itu, tetapi Itachi segera menggerakan tangannya untuk menghentikan laki-laki yang menghajar pemuda bermata merah itu. Itachi memerintah pelayan untuk mengganti minuman laki-laki itu, dan Itachi pun memerintah laki-laki itu untuk memberi ruang baginya agar bisa berhadap-hadapan dengan sosok yang dia dekati.

"Jika kau sudah menjadi mahasiswaku, kau bisa terkena detensi jika ketahuan diam di tempat seperti ini dengan keadaan mabuk," Itachi berkata tajam, "apakah kau lupa jika aturan di negara kita hanya memperbolehkan anak berumur 21 tahun untuk menegluk alkohol?" Itachi mengambil gelas yang isinya dihabiskan oleh Kyuubi. Ia mengendus gelas itu dan menggumamkan isi dari gelas itu. "Untung saja kadar alkoholnya sangat rendah, jadi tidak akan memabukkan," Itachi terus berbicara dikala Kyuubi menidurkan kepalanya di atas meja bartender dengan kedua tangannya sebagai bantalan kening.

Itachi menatap sejenak kursi kosong di samping Kyuubi yang telah disuguhkan pria di samping Itachi. Itachi duduk di atas kursi itu. "Hei, bangun!" Itachi menarik tubuh Kyuubi, dan hampir saja tubuh Kyuubi terjatuh ke atas lantai jika Itachi tidak segera memeluk pinggang Kyuubi, dan menahan tubuh Kyuubi agar tidak terjatuh. Wajah Itachi sedikit marah. Ia menatap laki-laki yang duduk di sampingnya. "Apa yang kau taruh di dalam minumannya?" Itachi bertanya dengan nada mengancam. Sebagai calon dosen pemuda di sampingnya, rasa professional dalam kerjaan tidak mengizinkan salah satu muridnya disentuh semena-mena oleh orang lain.

Ekspresi Itachi yang menyeramkan membuat laki-laki paruh baya itu ketakutan. "A-aku tidak menaruh apapun. Ia hanya datang dengan wajah kesal, memaki-maki ketidakberadaan seseorang yang bernama Shion di tempat ini, lalu meminum minumanku tanpa izin," jawabnya.

Itachi menatap bartender, dan bartender itu menganggukan kepalanya, mengiyakan kata-kata laki-laki di sampingnya. Lalu, mata Itachi kembali fokus pada Kyuubi. "Kau benar-benar tidak kuat minum dan kau minum alkohol, lalu mabuk dengan seenaknya?!" dengus Itachi. "Hei, sadar bocah!" Itachi menepuk-nepuk pipi Kyuubi.

"Nggg...," erang Kyuubi, menyingkirkan tangan Itachi dari pipinya. Perlahan mata Kyuubi terbuka, menampilkan sepasang mata indah berwarna merah kehijauan yang kini berkabut. Mata Kyuubi mengerjap dan ia terkekeh tidak jelas selagi menatap wajah Itachi. Pipinya merona, ketika hidungnya sedikit memerah. "Shion...," gumam Kyuubi. Ia menyondongkan tubuhnya hingga tubuhnya sedikit nungging-menghadap Itachi. Kyuubi memeluk pinggang Itachi, dan membenamkan kepalanya di dada Itachi. Terpaksa sang Uchiha harus memegang kedua lengan Kyuubi agar pemuda itu tidak terjungkal dari bangku tinggi ini.

"Ish, kau merepotkan," Itachi mulai menyesal karena telah menghampiri pemuda mabuk ini. "Ming-

"Hiks... hiks... hiks...," isakkan tangis tiba-tiba terdengar dari bibir pemuda di hadapan Itachi, dan membuat Itachi terdiam seketika. "Maafkan aku...shion..," Kyuubi bergumam, menyamankan kepalanya di dada Itachi. "Aku bingung Shion... Aku bingung karena aku tidak bisa melakukan apapun," desahan terdengar dari bibir Kyuubi dengan diiringi isakkan tangis yang semakin keras. "Untuk mengurusi diriku sendiri saja...aku..aku..tidak bisa...," Kyuubi sedikit cekukan karena efek alkohol. "Sebagai seorang kakak... sebagai seorang kekasih... sebagai seorang Kyuubi... Aku tidaklah berguna...aku adalah manusia tidak layak hidup," tiba-tiba Kyuubi menaiki paha Itachi dan melingkarkan kedua tangannya di leher Itachi. "Kau...tinggi..sekarang, ya? Tinggi dalam sehari, kau wanita hebat. Pantas aku mencintaimu seperti ini hehehe. Shion... aku sudah dewasa... harusnya aku lebih tinggi..."

Seluruh orang di sekitar Itachi menatap Itachi horror. Pria di samping Itachi sedikit menggeser, menyangka jika sang Uchiha adalah gay. Tetapi, Itachi tidak peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Ia ingin tahu apa yang akan diracaukan bocah yang duduk di atas pahanya ini.

Kyuubi menyandarkan kepalanya pada pundak Itachi. "Shion... aku manja, ya?" Kyuubi terkekeh pelan, dan menyeringai tidak biasanya. "Tetapi.. Shion...," jeda Kyuubi. Ia mendongakan kepalanya. "Aku tahu kau pasti senang... senang kan berdekatan denganku walaupun aku..seperti ini," Kyuubi menjilat selintas bibir Itachi, dan membuat sang Uchiha membelalakan mata. "Ayo, Shion... aku..," Kyuubi menunjuk dirinya sendiri. "Kamu..," Kyuubi menunjuk dada Itachi. "Sudah dewasa...," Kyuubi masih bisa tersenyum sensual walaupun keadaannya sudah tidak karuan seperti ini. "Kita bisa berciuman kalau... hehehe.. sekarang," Kyuubi mengeluskan lidahnya pada bibir Itachi, lebih agresif dari beberapa detik lalu.

Secara reflek Itachi menanggapi ransangan Kyuubi pada bibirnya. Sebagai seorang pemburu, ciuman adalah hal yang sangat lumrah, namun baru kali ini Itachi merasakan ciuman dari seorang laki-laki. Tidak disangka bibir pemuda arrogant ini lembut, dan pahit-sisa dari alkohol-menyebabkan addicted. Cumbuan Itachi pada bibir Kyuubi berubah menjadi lumatan-lumatan keras. Ia memeluk pinggang dan kepala Kyuubi dengan erat. Itachi melumat bibir Kyuubi; mengulum, menarik, dan menggigit bibir Kyuubi, hingga sang Uchiha yakin bibir Kyuubi akan membengkak dikala ciuman ini usai.

"Ciuman pertama kita, Shion..," Kyuubi berbisik lembut, tampak senang di tengah-tengah ciumannya yang semakin memanas.

Pertama, ahn?

Mendengar perkataan Kyuubi, Itachi hanya bisa mendengus. Itachi pun lebih memperkeras ciumannya pada Kyuubi, menikmati setiap sudut di bibir Kyuubi, dan membuat Kyuubi mendesah nikmat. Itachi mulai memejamkan matanya, entah kenapa sangat menikmati ciumannya dengan seorang laki-laki.

Kau sangat beruntung karena untuk pertama kali berciuman,

Dengan seorang good kisser seperti diriku,

Batin Itachi, berbangga hati.

"Puurrr...," suara lembut yang aneh terdengar dari bibir Kyuubi, membuat Itachi heran.

Ciuman panas Kyuubi dan Itachi usai setelah Kyuubi tidak lagi membalas ciuman mereka. Itachi yang menahan belakang kepala Kyuubi, menjauhkan wajahnya dari wajah Kyuubi, hendak menatap pemuda di atas pahanya ini. Namun, kepala Kyuubi langsung terbenam di pundak Itachi. Nafas Kyuubi yang lembut berhembus meniup leher Itachi, dan dengkuran kecil seperti seekor kucing kecil terdengar dari bibir Kyuubi. Setelah melakukan agresi di mulut Itachi, dengan seenaknya Kyuubi tertidur nyenyak di pangkuan Itachi.

"Puuurrrr...," dengkuran seperti kucing itu kembali terdengar dari bibir Kyuubi.

Tangan Itachi bergerak, usil mengelus cuping Kyuubi. Ia menelusuri daun telinga Kyuubi dengan punggung jarinya sebelum jarinya berpindah pada belakang telinga Kyuubi. Dengan sedikit sentuhan di belakang telinga, tidur Kyuubi semakin nyenyak, dan dengkuran rasa suka seperti seekor kucing terdengar lebih keras. Seringai pun tersirat di bibir Itachi. Layaknya seekor kucing, Kyuubi menjilat-jilat kecil leher Itachi di dalam tidurnya, dan menggosok-gosok wajahnya dengan tangan, selagi jilatan Kyuubi terasa membasahi leher Itachi dan tangan Kyuubi sendiri.

"Little kitten," Itachi tersenyum tipis sambil mengelus dagu Kyuubi, tetapi senyuman itu menghilang dikala otaknya mengingat tingkah Kyuubi yang selama ini hampir saja menghancurkan karirnya sebagai seorang dosen muda. Aura Itachi berubah gelap, dan membuat seluruh orang yang melihatnya merinding ketakutan. "Kau ingin mendengar dongeng malam yang menyenangkan, kucing kecil?" dengan suara lembut dan berbahaya, Itachi berkata. Ia mengelus kepala Kyuubi-masih memakai punggung jarinya. Sedangkan sebelah tangannya lagi bersandar pada meja bartender, menyamkankan posisinya dikala Kyuubi memeluk dirinya dengan erat. Itachi menopang pipinya dengan kepalan tangan yang bersandar pada meja itu. "Malam ini, aku Uchiha Itachi bertemu dengan binatang yang aneh," Itachi mulai bercerita. "Di siang hari dia sangat galak, dan menyebalkan melebihi iblis, hingga aku katakan saja dia seperti siluman rubah licik...," Itachi memulai permainannya, "namun, pada malam hari dia sangat manis, seperti kucing kecil kehilangan induknya; manja dan berlagak minta dikasihani," Itachi memegang dagu Kyuubi dan mendongakan kepala Kyuubi, hingga sang Uchiha bisa melihat wajah Kyuubi.

"...," dengan erat Kyuubi memejamkan matanya, kehilangan kesadaran.

"Tapi, kau tahu apa yang Uchiha pikirkan dan ingin dia lakukan?" Itachi mendesis. "Dia-Uchiha Itachi, tidaklah pernah mudah terbujuk dengan rayuan hewan seperti kucing kecil, ataupun hewan apapun. Dia tidak menyukai hewan, cenderung membenci binatang pembohong itu," lanjutnya. Ia melepas dagu Kyuubi dengan kasar, hingga Kyuubi kembali tertidur di pundaknya. "Melihat binatang manja seperti itu Itachi tidaklah iba, melainkan membuat sang Uchiha... ingin memasukannya ke dalam neraka terdalam," seringai iblis tersirat di bibir Itachi. "Mendengarkan binatang itu meronta kesakitan sebagai bentuk balas dendam..," Itachi mengelus pipi Kyuubi. "Balas dendam Uchiha Itachi yang sangat manis," lanjutnya, menjanjikan Kyuubi sesuatu yang mematikan. "-Karena tidak ada satupun orang yang bisa lolos dari Itachi, setelah orang itu mempermalukan dirinya," sorot mata Itachi pun berkilat penuh kemarahan dan rasa kesal.

Itachi tidak akan pernah melupakan dendamnya,

Walau hanya sedikit kesalahan yang dilakukan orang tersebut,

Tidak akan pernah.

.

Dasar orang pendendam!

Tazmaniadevil

"Kami pergi ke supermarket dulu, Kakak!"

Nagato, Deidara, Konan berpamitan, meninggalkan Sasuke dan Naruto di depan lift. Mereka bertiga berlari-lari kecil menuju supermarket yang ada di lobby gedung apartemen ini. Seperti anak-anak kebanyakan, ketika adik Naruto hendak membeli makanan ringan, sedangkan Konan membeli persediaan pembalut yang habis.

Pintu lift terbuka membuat tatapan Naruto pada ketiga punggung adiknya berhenti. Ia masuk ke dalam lift dengan diiringi Sasuke. Saling bersebrangan, dan menyudut di ujung lift dilakukan oleh Sasuke setelah menekan tombol lift. Suasana hening pun tercipta di dalam benda ini ketika tidak ada satupun di antara Naruto dan Sasuke yang angkat bicara. Sasuke menatap Naruto dari sudut matanya. Ia meneliti wajah Naruto yang tampak sedang di dalam mood tidak baik. Tetapi, ada beberapa hal yang harus Sasuke katakan, dan dia tidak dapat mengatakan hal tersebut jika di depan adik-adik Naruto.

"Sebaiknya, kau bersikap lebih lembut pada adik-adikmu, Naruto!" Sasuke membuka pembicaraan.

Naruto menatap Sasuke dengan ekspresi dingin. Seperti biasa, pasti Sasuke akan mulai berceramah. "Hal apa yang mendasarimu agar bisa mengaturku?" tanya Naruto dengan sinis. "Kau tidak mempunyai hak sama sekali untuk mengoreksiku," Naruto melipat kedua tangannya di depan dada. Lebih menyamankan punggung dan samping tubuhnya pada dinding lift. "Tidak. Sedikitpun. Kau. Mempunyai. Hak. Mengaturku. Ingat itu Sasuke!" Naruto menekan setiap katanya. "Sudah berapa kali aku katakan?"

"Siapa yang mengajarimu kasar seperti itu? Seingatku, ayah tidak pernah mengajarkan anak-anaknya bersikap seperti itu," Sasuke memilih bersikap acuh pada perkataan Naruto yang tajam.

"Jangan sebut kata 'ayah' di depan wajahku. Kau membuatku semakin muak. Jika kau ingin, kau bisa membawa Namikaze-Namikaze itu pergi karena aku tidak butuh mereka," Naruto memutar kedua bola matanya, bosan. "Sedikitpun aku tidak pernah mengharapkan kehadiran mereka."

"Tidak butuh. Tidak butuh. Tidak butuh. Kenapa kau selalu mengatakan hal demikian?" Sasuke mendesis berbahaya. "Tidakkah kau menyadari jika sifatmu itu sangat patut dikasihani? Kau seperti seseorang yang kekurangan perasaan kasih sayang, dan memilih untuk menenggelamkan diri di dunia gelap entah-berantah sana," Sasuke tertawa mencemooh, menatap Naruto dari ujung kaki hingga ujung rambut. "Lihatlah, kau sangat menggelikan!"

Naruto mulai bereaksi dengan perkataan Sasuke. "Oke, aku sudah muak denganmu!" seru Naruto sambil mendekat ke arah Sasuke dengan tatapan yang sangat nyalang. "Kau pergilah dari kediamanku! Pergi sana! Aku benar-benar muak denganmu, dan aku berharap tidak akan melihatmu kembali. Jika kau masih ada di dalam rumahku, aku akan-aku akan-" Naruto menimbang-nimbang hal yang cocok untuk mengancam atau benar-benar membuat Sasuke takut.

"Kau akan apa, jika aku tidak akan pernah pergi meninggalkan dirimu?" Sasuke menjawab tenang. Tetapi sedetik kemudian mata Sasuke membulat, ia menutup mulutnya rapat-rapat, sadar dengan apa yang dia ucapkan.

Perkataan Sasuke membuat mata Naruto terbelalak, tidak mengerti. "A-apa maksudmu kau tidak akan meninggalkan diriku? A-apakah-" Naruto bertanya menyelidik. "Jangan katakan...," mulut Naruto membuka-tutup. "Jangan katakan... SUATU SAAT DENGAN ALASAN TIDAK INGIN MENINGGALKANKU, KAU AKAN MEMBAWA KELUARGAMU, ANAKMU, ENTAHLAH APALAGI KE DALAM KEHIDUPANKU?! KAU BERLAGAK BAIK UNTUK MEMANFAATKAN SELURUH FASILITASKU?! KAU PICIK, KAU GILA.. Ka-kau INLANDER, TIRAN!" Naruto merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.

Tuduhan Naruto membuat Sasuke terhenyak kaget. Tetapi, dia sedikit bersyukur, Naruto tidak menyadari secara jelas makna dibalik ucapan Sasuke barusan. Mau bagaimanapun, dituduh sebagai orang berkasta rendah oleh Naruto, lebih baik daripada terdakwa sebagai seseorang yang brengsek, kurang ajar, dan berani-beraninya mencintai seorang anak dari orang yang telah menjadi pahlawan bagi Sasuke sendiri. Well, inlander terdengar lebih baik, dan setidaknya dia tidak akan dicap sebagai seorang gay, brengsek, plus tidak tahu diri.

"Hentikan pikiran gilamu, Naruto! Aku tidak mungkin serendah itu," jawab Sasuke, sinis. "Aku tidak mungkin membawa keluargaku ke hadapanmu di waktu kelak nanti untuk menggunakan fasilitasmu," Sasuke memutar kedua bola matanya.

Mata Naruto memincing tajam, tetapi tidak ada suara yang keluar dari dalam mulutnya. Ekspresinya pun berubah menjadi tenang kembali. Naruto memalingkan wajahnya. "Apa yang bisa menjamin perkataan manusia zaman sekarang. Seorang pria pun bisa mencampakkan istrinya yang selalu menunggunya hingga maut menjemputnya-melanggar janjinya sebagai seorang suami yang menyayangi keluarga," selintas dari pantulan dinding lift yang menyembunyikan ekspresi Naruto, Sasuke melihat tatapan Naruto yang berubah sendu sebelum kembali menajam.

Sikap Naruto, dan tatapan Naruto selintas tadi membuat darah berdesir di tubuh Sasuke. Ia bisa merasakan rasa pahit di dalam mulut Naruto, dan cekikan di tenggorokan Naruto, ketika ingatan masa lalu merasuk ke dalam pikiran pemuda berambut pirang itu. Sasuke lebih memilih untuk melihat Naruto berteriak-teriak, atau memaki seperti biasanya, daripada bersikap dingin dan berusaha memendam rasa sakitnya seperti ini. Ada apa dengan dirinya, dan kenapa pertahanan di dalam tubuh Sasuke seperti runtuh? Tidak dapat mencegah dirinya sendiri, Sasuke menggerakan tangannya untuk menyentuh pundak Naruto, menenangkan kekalutan yang ada di dalam diri Naruto.

"Naru..," Sasuke hendak menyentuh pundak Naruto, ketika lampu lift berkelap-kerlip. Sasuke menarik tangannya kembali, menepis pikiran gilanya untuk sementara waktu.

GREEEKKKK..

Bunyi mengerikan terdengar dari atas lift, membuat Naruto dan Sasuke secara bersamaan melihat langit-langit.

"Ada apa lagi?" gumam Naruto dengan nada yang masih terdengar tenang untuk ukuran orang yang sebentar lagi akan mengalami nasib yang mengerikan.

Lampu lift berkelap-kelip sebelum mati total. Guncangan pun terjadi di dalam lift. Naruto yang sedikit maju dari dinding lift hampir terjatuh sebelum Sasuke secara reflek merasakan gerakan Naruto, dan segera menahan tubuh Naruto agar tidak terjatuh ke atas lantai. Lampu pun kembali menyala seiring berhentinya goncangan. Rupanya gempa cukup besar telah membuat gedung ini sedikit terganggu. Dengan keadaan masih terkejut, Sasuke melihat ke arah langit-langit. Ia mengamati semuanya, memastikan jika semuanya baik-baik saja.

Lalu, semua pun kembali dalam kondisi normal.

"Sudah tidak ada apa-apa lagi," bisik Naruto yang juga masih terkejut atas kejadian barusan.

Hembusan angin di wajah Sasuke membuat sang Uchiha tersadar dengan posisinya sekarang. Perlahan, Sasuke melihat posisi dirinya sendiri. Tidak disangka, salah satu tangannya melingkar di pinggang Naruto, ketika satu tangannya lagi menahan kepala Naruto di bagian belakang agar tidak terbentur dinding lift. Tas jinjing Sasuke pun terlupakan begitu saja di atas lantai lift. Sedangkan Naruto memegang jas Sasuke dengan erat. Wajah dan tubuh mereka sangatlah dekat, nyaris rapat, terlebih ketika Naruto mendongakan kepala, dan mereka saling bertatapan. Sasuke yang berposisi lebih tinggi dari Naruto bisa merasakan hembusan nafas Naruto yang sangat wangi, ketika pemuda berambut pirang itu mendongakan kepalanya.

Deg! Deg! Deg!

Jantung Sasuke berpacu cepat.

"Hick.. hick..," Sasuke mulai cegukan, tidak bisa mengendalikan dirinya.

"Baik," jawab Neji, kembali fokus pada penjelasannya. "Intinya, jika kau benar-benar jatuh cinta, atau cinta tragis, dan jika bertepuk sebelah tangan, terus penyakit itu dibiarkan, kau akan menderita, seluruh indera perasa akan menolak logikamu, dan kau hanyalah akan menjadi seperti budak dari perasaanmu yang menepuk angin itu," Neji menatap Sasuke lekat-lekat, dan Sasuke hanya berpikir tidak perlu jatuh cintapun dia akan menjadi budak Naruto-pelayan di kediaman Uzumaki, "Indera peraba, penglihatan, penciuman, dan pengecap semakin lama akan selalu menginginkan dirimu untuk mendekati dirinya. Kau akan selalu ingin melindungi, dan secara reflek selalu berusaha membuat dia tenang, itulah yang dinamakan cinta-cinta yang cukup mengerikan jika terfokus pada orang yang salah," tatapan Neji masih belum teralihkan.

Mata Naruto terbelalak, ketika menyadari Sasuke telah menyentuh tubuhnya yang suci dan selalu bebas dari kuman dan virus ini. "Ka-kau MENYENTUHKU?! APA YANG KAU LAKUKAN?!" teriak Naruto, tepat di depan wajah Sasuke, hingga bau mint yang menyejukkan dan menyiksa membuat Sasuke melayang, nyaris lepas kendali. Naruto hendak mendorong Sasuke. "LEPASKAN TANGANMU DARI TUBUH-

Astaga!

Sasuke tersadar dengan apa yang dia lakukan. Dia hampir mengendus rambut Naruto.

Dorong.

Pemuda Uchiha itu lebih dahulu menjaga jarak dirinya dengan Naruto. Ia mendorong Naruto, dan membuat belakang kepala Naruto terbentur ke dinding lift, dan seketika kepala Naruto terasa berkunang-kunang di saat Sasuke mendorongnya cukup keras.

"Issshhh," Naruto meringis sakit sambil mengelus kepalanya.

Ting!

Pintu lift terbuka, dan dengan secepat kilat Sasuke mengambil tasnya, lalu menekan tombol lift agar menuju lantai lebih atas sebelum pintu lift tertutup, meninggalkan Naruto di dalam sana.

Sadar dengan kebrengsekan Sasuke, Naruto langsung beraksi. "TEME!" Naruto berusaha bangkit untuk mengejar Sasuke, tetapi pintu lift sudah tertutup, dan Naruto hanya bisa mengumpat tidak jelas sambil menekan-nekan tombol open yang tidak kunjung membukakan pintu lift itu. "TEMEEEEEEEEEEEEEEEEE!" Naruto berteriak frustasi karena Sasuke benar-benar tidak dapat dikejar dan dia hajar.

.

.

"Hick.. Hick..," cegukan Sasuke tidak kunjung berhenti.

Dengan wajah pucat-pasi dan kaki lemas Sasuke melangkahkan kakinya, menjauhi pintu lift. Tatapannya menerawang, masih belum sadar dari peristiwa beberapa detik yang baru saja terjadi. Tidak sanggup lagi melangkah, Sasuke menyandarkan punggungnya pada tembok di samping pintu lift. Pemuda itu menjatuhkan tasnya di atas lantai, menurunkan tubuhnya dengan lemas, duduk di atas lantai. Ia memegang dadanya. Rasa berdebar-debar masih ada, dan aroma tubuh Naruto yang khas (terkesan lembut dan maskulin, seperti aroma kayu manis, mint bercampur dengan strawberry) masih tersimpan di dalam memori otak Sasuke. Bahkan, setiap lekukkan wajah Naruto masih bisa Sasuke gambarkan dalam sebuah kanvas imajinasi. Sasuke menggeram pelan sambil menggertakan giginya. Tidak mungkin. Tidak mungkin dia memiliki ketertarikan pada Naruto. Tidak mungkin dia jatuh cinta... bukan?

"Tidak mungkin hahahaha-," Sasuke melipat kedua kakinya dan tertawa-mentertawakan dirinya."Tidak mungkin karena dia adalah seorang laki-laki, dan kakakku," gumam Sasuke. Ia menerawang mencoba mencari celah sisi Naruto yang bisa membuat Sasuke membenci pemuda itu dalam waktu seketika.

Naruto itu...

Wangi sekali.

Tampan.

Berkelas.

Bawel.

Tapi Keren.

Kasar.

Tapi Tampan.

Menyebalkan.

Tapi penuh kejutan.

Seperti setan

Tapi...

Banyak tapinya!

"BRENGSEK!" Sasuke memukul tembok di belakangnya, ketika cekukkannya semakin keras. "Si-HICK-al. Sial. HICK! Si-HICK! HICK! SI-HICK-al! Banyak Ta-hick-HICK-Pinya," Sasuke mengutuk perasaannya anehnya pada Naruto. Ia menepuk-nepuk dadanya, berharap cegukannya menghilang, "SIAL, BRENG-HICK-SEK! Aku tidak tahu cara membuat dia hilang dari pikiranku," Sasuke kembali meremas rambutnya, dengan tubuhnya yang terus Cegukan. "HENTIKAN CE-HICK-HICK-GUKAN INIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII!" Sasuke kembali memukul tembok di belakangnya, dan berteriak-membuat kerusuhan di dalam gedung apartemen itu.

Bersambung...