Through of time

Harry Potter belong to JK ROWLING

Chapter 1

"Dasar bajingan!" gertak Hermione kesal. Dia kesal pada dirinya karena menangisi pemuda itu. Kenapa dia bisa jatuh cinta pada pria itu saja adalah sebuah keanehan!

Kalau saja mereka tidak mengulang tahun ke-delapan ini, mungkin Hermione tidak akan melihat sisi lain dari Draco Malfoy dan tidak akan tertipu olehnya. Bagaimana mungkin dia bisa menipunya seperti itu.

Padahal Hermione sudah mengatakan bahwa dia mencintai Draco, sesuatu yang tidak dia lakukan pada Ron dulu. Dan sekarang apa? dia patah hati yang lebih menyakitkan dari pada bersama Ron dulu.

Sudah dua jam dia berada di kamar mandi perempuan. Setelah semua drama di aula besar tadi, hermione tidak yakin bahwa dia bisa menghadapi Draco lagi, atau bahkan Harry dan Ron yang menentang hubungan mereka. Bagaimana Hermione sudah membela Draco mati-matian di depan teman-temannya. Tapi apa? Pria itu mengecewakannya, sangat mengecewakan.

Hermione hampir saja memaafkan Draco ketika dia memohon maaf padanya tadi, tapi itu semua Cuma pura-pura bukan? Semua orang mengetahuinya.

Isakkannya terhenti ketika mendengar pintu kamar mandi terbuka. Hermione berusaha untuk diam, meredakan isaknya, dia menunggu. Dia jelas tak ingin ketahuan sedang berada di kamar mandi menangis. Terutama setelah apa yang terjadi di aula besar tadi.

Hermione mendengar suara cekikikan, dia bisa menduga bahwa mungkin ada tiga orang yang memasuki kamar mandi.

"Aku masih tidak bisa menahan tawaku melihat drama tadi," kata suara pertama, Hermione mengenalnya sebagai si pug, Pansy Parkinson.

"Hell, Aku hampir saja percaya bahwa si nona-tahu-segala akan langsung memaafkan Draco. Kalau sampai itu terjadi, tamatlah kita," kata suara kedua, Hermione agak familiar, Tracey Davies.

"Ya. Kalau sampai tidak berhasil tamatlah kita. Cepat atau lambat mereka akan mengetahui bahwa itu adalah kerjaan kita dan Draco pasti akan membalas kita dengan keji," kata suara ketiga, Daphne Greengrass.

"Apa kira-kira mereka masih akan berusaha untuk berbaikan?" tanya Tracey.

"Ck ck, dia terlalu murahan kalau mau menerima Draco kembali," kata Pansy mencemoh.

"Tapi kan Draco tidak melakukannya. Kau juga tau kalau semua itu adalah bohong," kata Daphne.

"Tapi aku tidak berbohong bahwa aku pernah tidur dengan Draco!" kata Pansy panas.

"Ya. Tapi itu dulu sekali waktu di kelas lima. Setelah dengan si darah lumpur-"

"Setelah dengan si darah lumpur dia menjadi pria sok setia yang memuakkan," kata Pansy lebih panas dari sebelumnya.

"Kau hanya cemburu karena, hubunganmu dengan Draco tidak se-esklusif hubungannya dengan si darah lumpur," kata Tracey.

"Sebenarnya kau temanku atau bukan sih?" tanya Pansy kesal.

"Tentu saja kami membelamu. Kalau tidak bagaimana mungkin kami mengikuti rencanamu? Tapi kalau sampai Draco mengetahuinya... Jelas aku tidak ingin sendiri," kata Tracey.

"ck ck dasar, kalian menyebalkan," kata Pansy.

"Pansy, Kau tau bahwa Draco tidak akan kembali padamu lagi. Bahkan kalaupun dia putus dengan darah lumpur sekalipun. Kita tau dia punya obsesi yang aneh pada Granger dari dulu," kata Daphne malas.

"Ya. bahkan aku masih ingat kau bercerita bahwa Draco menyebut namanya ketika-"

"Diam Tracey!" kata Pansy panas. "Setidaknya mereka putus sekarang! Dan semua orang di Hogwarts mengetahui itu semua," kata Pansy meneruskan.

"Bagaimana kalau mereka berbaikan?" tanya Tracey.

"Kita akan mencari jalan lain untuk memisahkan mereka," kata Pansy.

Tidak lama mereka keluar dari kamar mandi.

Hermione kembali menangis. Dia merasa bersalah karena tidak mempercayai Draco.

"Hermione, please kau harus percaya padaku!" kata Draco memohon.

"Tapi ini buktinya!" kata Hermione melemparkan perkamen dengan foto Draco disana tertidur dengan seorang perempuan tidak mengenakan pakaian.

"Tapi ini.. aku tidak tau kenapa ada foto ini, aku tidak melakukannya!" kata Draco kesal mengacak rambutnya.

"kau tidak mengetahuinya? Ini foto sihir Draco. Bagaimana mungkin kau tidak melakukannya," kata Hermione lagi panas.

"Hermione please, ini-"

Hermione sangat merasa bersalah, bahkan tadi dia meninggalkan Draco begitu saja di depan aula. Padahal Draco sudah memohon meminta maaf padanya. Bahkan ketika Harry dan Ron sudah siap untuk menghajarnya, Draco dengan teguh memohon padanya. Kenapa dia tak bisa mempercayai Draco sedikit saja.

Hermione berjalan cepat hampir berlari menuruni tangga menuju lorong bawah tanah. Tapi semakin dia berjalan semakin terasa gelap lorong yang dia lalui. Hermione bahkan tidak pernah mengingat pernah melalui loronng itu. Berjalan semakin cepat dan kemudian berlari. Rasanya sudah terlalu lama dia berputar-putar dalam lorong yang tak berujung.

Tiba-tiba, hermione melihat cahaya hijau dari ujung lorong. Tangannya menutupi muka siap menerima serangan, tapi hampir semenit kemudian cahaya itu menghillang. Hermione tidak merasa sakit sama sekali, hanya lelah yang luar biasa. Bahkan dia kesulitan untuk menarik kakinya untuk berjalan.

Dari kejauhan dia mendengar suara yang dia yakin adalah murid-murid yang ingin masuk kelas. Berusaha, hermione melangkahkan kakinya lagi. dia kemudian membelok ke arah kanan, dia merasa lega mengenali lorong itu sebagai lorong menuju ruang kelas Snape yang lama. Walaupun Hermione yakin betul bahwa kelas itu tidak lagi di pakai Slughorn, tapi tidak membuatnya berhenti. Hermione menabrak satu-dua anak yang akan masuk ke kelas itu, tanpa berhenti meminta maaf sekilas saja.

Di depan dinding pintu masuk ruang rekreaksi Slytherin. Hermione terdiam terpaku, dia tidak tahu apa kata kunci untuk masuk. Hermione menunggu dengan resah, berharap sekarang jam pelajaran dan ada seseorang yang membukakan pintu.

Dan betapa leganya dia ketika pintu itu terbuka, dan menampilkan sosok pria yang dia cari dari tadi. Tanpa aba-aba, Hermione langsung memeluk sosok pria itu dengan erat. "I'm sorry Draco," bisiknya.

"what?" suara yang menjawabnya terdengar bingung.

"Scorp, siapa dia?" tanya suara dibelakang Draco.

"Aku tak-"

"Draco, aku minta maaf. Ak-" kata-katanya terputus ketika Hermione menarik diri dan melihat wajah di depannya. Matanya sama seperti Draco, abu-abu seperti awan mendung. Rambutnyapun sama dengan Draco pirang keperakan, tapi hidungnya tidak menunjuk seperti Draco-nya, dan bibirnya sedikit lebih tebal dan berwarna kemerahan.

Tiba-tiba hermione melepaskan diri dari pemuda yang ada di depannya itu, namun karena terlalu kuat, dia terhuyun hampir jatuh. Pemuda itu kemudian menangkapnya dan gelap menyelimutinya.

.

.

Kepala Hermione pusing sekali. Terasa berat dan sakit. "Tenanglah, dear... buka matamu perlahan. Jangan dipaksakan," kata suara lembut di kejauhan.

Hermione berusaha untuk membuka matanya. Lebih sabar dan perlahan.

Perlahan Hermione dapat membuka matanya. Tubuhnya masih terasa lelah seperti terakhir dia rasakan.

"Ms Granger," suara di sebelahnya.

Seorang wanita tua namun anggun, proffesor McGonagall.

"Proffesor, ap-?" suaranya serak tercekat.

"Apa kau baik-baik saja, ms Granger?" tanya McGonagall lembut.

Hermione mengangguk dan duduk di ranjangnya. Kemudian dia menyadari bahwa banyak yang berdiri di sebelah kanan dan kiri ranjangnya.

"Harry!" teriak Hermione senang melihat sahabatnya. Namun Harry malah menatapnya bingung padanya. Pemuda di sebelah Harry, yang tadi dia kira Draco, juga dilihatnya berkedap-kedip bingung. Pria yang ada di sebelah Harry menatapnya takjub namun tetap diam. Wajahnya menatap hangat, rambutnya hitam legam dan kulitnya tampak sedikit kecoklatan terkena matahari. Perawakannya sangat cocok menjadi ayah Harry.

Hermione memandang ke bagian ranjangnya yang lain. Pria itu tampak seumuran dengan pria yang mirip dengan Harry. Ada perasaan aneh ketika Hermione memandangnya. Ada perasaan hangat yang tidak bisa dia gambarkan. Mereka saling menatap, dan seakan-akan Hermione terengut ke dalam awan gelap.

"Ms Granger," kata Proffesor MgGonagall memecah kesunyian.

"Professor, Apa yang terjadi padaku?" tanya hermione bingung. "Harry, dimana Draco?" tanya Hermione pada Harry.

Harry malah berkedip-kedip bingung, menatap pada sekelilingnya. "Aku.. aku.."

"Bisakah kalian berdua keluar dulu?" tanya Profesor McGonagall lebih seperti perintah.

"Ya.. ya.. ayo!" Harry mengajak pemuda di sebelahnya untuk keluar.

"Tapi, Profesor," kata Hermione ingin bicara lebih dengan Harry.

"Profesor tolong ramuannya," kata McGonagall pada pria di sebelah Hermione. Pria itu mengambil ramuan di meja sebelah dan memberikannya pada Hermione.

Hermione menelitinya dan mengenali aromanya. Pria ini pasti adalah guru baru mereka, Hermione tidak mengingatnya dan bertanya-tanya sendiri apakah ada lowongan guru yang kosong. Professor McGonagall memberikan anggukan padanya. Hermione meminum ramuan itu dengan enggan. Dan kemudian pikirannya yang berkabut menjadi lebih jelas dan tidak terlalu sakit.

"Ms Granger, apa yang kau ingat terakhir kali?" tanya Profesor McGonagall.

"Apa? Apa aku terjatuh? Ak-"

"Hermione-" kata Pria di sebelahnya tidak sabar.

Hermione menatapnya lagi. Bingung bahwa pria itu memanggilnya Hermione. Entah kenapa dia merasa dekat dengan pria ini. Rambut pirangnya, hidungnya yang lurus, dagunya yang runcing. Walaupun pria ini menatapnya dingin namun dia merasa aman dan perasaan terjaga olehnya.

"Ms Granger. Bisakah kau jelaskan. Hal terakhir yang kau ingat?" Tanya McGonagall lebih lembut lagi.

Hermione mengerutkan dahi mengingat-ingat. Tampaknya hari sudah cukup gelap karena mereka menyalakan obor.

"Hem… Sehabis sarapan. Tidak, Tadi pagi setelah drama yang terjadi di aula besar. Aku pergi ke kamar mandi anak perempuan di lantai dua," kata Hermione pendek.

"Bisa kau jelaskan lebih baik, Ms Granger? Apa yang kau lakukan di sana?" Tanya McGonagall.

Hermione mengigit bibir. "Setelah pertengkaranku dengan Draco. Aku menangis di kamar mandi anak perempuan, Profesor. Lalu aku berlari ke arah ruang bawah tanah, asrama Slyterin. tapi kemudian aku malah bertemu Harry keluar dari asrama Slytherin dan pemuda pirang tadi. Siapa dia?" Tanya Hermione penasaran.

"Kenapa kau ingin ke Asrama Slytherin?" Tanya Pria, tidak Profesor baru itu. Hermione bisa merasakan bahwa suasana menjadi lebih hening.

"Maaf professor tapi itu masalah pribadi," kata Hermione agak ketus. "Profesor, apa aku boleh kembali ke asrama?" Tanya Hermione kepada professor McGonagall.

"Aku rasa tidak, Ms Granger. Kau harus beristirahat lebih dulu. Madam Pomfrey akan menjagamu. Kalau besok kau sudah membaik, kau bisa kembali ke asramamu," jawab Professor McGonagall.

Hermione mengangguk.

"Profesor, boleh aku meminjam burung hantu?" Tanya Hermione.

"Kalau aku boleh tau, untuk apa? Aku sudah mengabari sanak saudaramu," kata Profesor McGonagall.

Hermione merona. Dia tidak begitu nyaman, namun dia sudah merasa bahwa Mcgonagall adalah orang yang dia hormati hampir seperti orang tuanya.

"Apa kau mengabari Draco?" Tanya Hermione malu. Kedua pria yang berada di ruangan itu saling memandang. "Aku perlu bicara padanya. Aku perlu meminta maaf padanya. Dan ini mendesak, professor," kata Hermione memaksa.

"Kau tidak perlu mengabarinya!" kata Profesor McGonagall.

"Dia sudah tau?" Tanya Hermione sedih. Draco sudah mengetahui kalau dia di bawa ke rumah sakit, tapi dia tidak menemaninya. Apa Draco sangat membencinya sekarang?

"Hermione," kata Pria yang mirip Harry bicara lirih.

Hermione menengadah memandangnya. Dan kali ini dia melihat dengan jelas pria itu, matanya yang hijau terang, wajahnya yang memperlihatkan ke khawatiran dan bekas luka sambaran petir di dahinya. Dan tiba-tiba sesuatu yang besar seakan menabraknya dengan kuat sampai tak bisa lagi bernafas.

Hermione menengok kepada pria di sebelahnya. Pria dengan rambut pirang lurus keperakan. Matanya yang gelap bagai awan mendung menjanjikan badai. Dagunya yang runcing dan hidungnya yang panjang. Tiba-tiba air mata jatuh ke pipinya. Ini tidak mungkin terjadi bukan?

.

.

AN/ HAHAHA give me some word Babe….