Believe In Love

Cast : Jongin, Sehun, etc

No edit n typo bertebaran.

KaiHun Lovea

.

.

.

.

.

"Apa kau yakin kalau apa yang kau lakukan sekarang itu adalah tindakan yang benar?"

Sehun mengalihkan perhatiannya dari baju yang sedang ia lipat di dalam kopernya ke Jungwoo yang berdiri di pintu kamar. Penampilan Jungwoo tetap kasual seperti biasa, hanya saja kelelahan terlihat jelas di wajahnya, dan lingkaran hitam di sekitar matanya membuat Sehun yakin kalau pria itu tidak bisa tidur dengan nyenyak akhir-akhir ini, sama seperti dirinya. Ini sudah setengah bulan sejak peristiwa itu terjadi dan Sehun sudah merasa cukup sehat untuk pergi dari tempat ini secepatnya.

Selama setengah bulan ini ia sama sekali tidak merasa tenang, Jongin menghilang begitu saja. Ia tidak pernah menjenguk Sehun. Hanya Jungwoo dan Jaemin serta orang tua pria itu lah yang bergantian menjenguknya. Dari keterangan yang Sehun dapat dari Jaemin yang tampaknya sudah semakin akrab dengan keluarga Kim, Sehun mengetahui kalau Jongin pergi keluar negeri. Entah untuk tujuan apa, tak ada satupun keluarga pria itu yang tahu apa tujuan kepergian Jongin.

Hanya Sehun yang mungkin mengetahuinya, pria itu pergi untuk menghindarinya. Inilah akhir dari hubungan mereka, meski mereka masih terhubung dengan adanya bayi ini, tapi keduanya sudah tidak bisa disatukan lagi.

"Ku kira tidak," jawab Sehun pelan.

Jungwoo maju satu langkah memasuki kamar yang ditempati Sehun. "Kau harus lebih mengerti tentang sifatnya, jika kau ingin menjadi pasangan hidupnya. Kakakku memang keras kepala Sehun. Tapi ia tidak sekeras dugaan orang, ia juga bisa luluh. Apalagi kalian sebentar lagi akan memiliki seorang anak."

Sehun berpaling ke arah kopernya yang terbuka di atas tempat tidurnya. "Hanya ini jalan satu-satunya yang bisa aku lakukan."

"Aku mendengar semuanya, semua yang kau bicarakan dengan kakakku. Aku tidak membela tindakan kakakku, tapi aku juga tidak menyalahkannya. Di antara kami semua, ialah yang pastinya paling merasakan kesedihan itu. Tumbuh besar bersama kedua orang yang ia sayangi tapi kemudian suatu hari ia harus menerima kenyataan kalau kedua orang tersebut mengkhianatinya. Kau pasti bisa membayangkan keadaannya sekarang."

Sehun mencoba tersenyum, "Aku mungkin mudah sekali terbawa perasaan saat aku harus berpura-pura menjadi istrinya, tapi... aku benar-benar tidak ingin memanfaatkan siapapun."

"Aku mengerti, Jaemin juga sudah menjelaskan tentang hal ini. Kurasa kami yang telah salah menilaimu, kau orang yang baik Oh Sehun."

Setetes air mata jatuh dipipi Sehun, "Aku pasti bodoh sekali karena telah jatuh cinta kepada orang yang bukanlah suamiku yang sebenarnya."

"Kak Jongin pasti sangat terguncang, tapi aku yakin setelah ia menenangkan dirinya selama beberapa, ia akan menyadari betapa salahnya tuduhan yang ia buat untukmu."

"Tentunya, ia akan tenang nantinya. Tapi keputusannya telah bulat. Jongin tidak membutuhkanku, aku bukan istrinya. Dan... aku pastinya sudah membuat banyak kekacauan di keluarga kalian."

"Jadi karena itu kau memutuskan untuk pergi?"

Sehun duduk di pinggir tempat tidurnya dan menatap pada Jungwoo. "Coba kau pikirkan, aku bisa hidup dengan nyaman selama ini karena aku tidak mengetahui siapa diriku yang sebenarnya, begitu juga dengan kalian. Dan setelah semuanya diketahui kebenarannya, haruskah aku tetap tinggal ? aku bukan siapa-siapa kalian, aku hanyalah orang asing yang tak sengaja masuk ke keluarga kalian. Meski aku tetap bertahan disini, suatu saat salah satu dari kalian mungkin juga akan menendangku keluar."

"Apa kau pikir keluarga kami sejahat itu?" protes Jungwoo.

"Tidak, kalian tidak sejahat itu. Hanya saja aku... seumur hidupku jika aku tetap disini dengan keadaan yang seperti ini, mungkin aku hanya akan terus dibayang-bayangi perasaan tak nyaman. Aku tak bisa hidup seperti itu, aku harus pergi untuk menemukan hal yang mungkin bisa membuatku bahagia." Sehun mengelus perutnya dengan penuh kasih sayang.

"Tapi bagaimana jika anak itu lahir? Dia adalah salah satu pewaris keluarga Kim, cucu pertama di keluarga ini. Kau tak mungkin berniat untuk membawanya pergi kan? Dia punya hak yang besar untuk tinggal disini."

"Itu mungkin akan sangat menyakitkan untukku, tapi aku sadar posisiku, aku akan membiarkan Jongin membawanya, aku tak akan menuntut hak asuhnya. Dia akan merasa lebih baik tinggal bersama kalian dari pada bersamaku. Tapi aku sangat berharap kalau Jongin sesekali akan memperbolehkan ku untuk menjenguknya." Air mata semakin deras turun membasahi pipi Sehun. "Cukup dengan mengetahui ia tumbuh hari demi hari dengan baik, bulan demi bulan, tahun demi tahun, dengan pengawasan dan didikan yang baik, aku akan merasa bahagia. Aku mungkin kehilangan begitu banyak momen bersamanya, tapi jika itu yang terbaik untuknya, maka itu tidak masalah untukku."

Jungwoo kembali melangkah maju mendekati Sehun, kali ini bukan untuk berdiri di hadapan Sehun melainkan untuk memeluk tubuhnya. "Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri Sehun. Kalau kau mencintai keduanya, kenapa kau harus meninggalkan mereka."

"Aku terlalu mencintai mereka untuk tetap tinggal disini," ucap Sehun. "Kalau aku tetap disini, suasananya akan jauh berbeda dari sebelumnya. Aku tak bisa tinggal dengan Jongin yang tidak menginginkan kehadiranku."

"Kalau itu sudah menjadi keputusanmu, maka pergilah. Aku tidak akan menghalangi jalanmu." Jungwoo melepaskan pelukannya setelah menepuk lembut pundak Sehun.

Dan Sehun memang melakukannya, ia berdiri untuk menutup kopernya dan dengan langkah-langkah berat ia membawa koper itu berjalan menuju arah pintu.

"Kau tahu Sehuna..."

Langkah Sehun terhenti, ia diam mendengarkan Jungwoo kembali bersuara.

"Setelah aku pikirkan ulang, hanya kau yang paling pantas mendampingi kakakku dan menjadi teman dari calon adik iparmu."

Sehun tersenyum hambar, ia tidak menoleh ataupun menjawab pernyataan dari Jungwoo. Ia hanya terus berjalan melanjutkan langkahnya untuk pergi dari tempat itu.

.

.

.

.

.

"Kenapa kau lama sekali?"

Sehun memperhatikan wajah sendu Baekhyun yang sudah menunggunya di bandara. Mereka memang sudah berjanji untuk bertemu di bandara setelah Sehun menyelesaikan urusannya dan Baekhyun juga telah mengucapkan selamat pada mantan kekasihnya.

"Maaf, aku bicara cukup lama dengan Jungwoo."

Baekhyun menghela napas lelah, "Aku mengerti. Ayo pergi."

Sehun memandang Baekhyun dengan perasaan sedih, ini adalah kali pertama ia melihat Baekhyun yang seperti ini, meski Baekhyun bilang ini tidaklah sesakit saat ia kehilangan dirinya dulu, tapi tetap saja melihat Baekhyun yang tidak lagi ceria seperti dulu adalah hal yang paling tidak diinginkan Sehun.

Flashback

"Baekkie, ayo kita pergi..."

"Hiks... Kris, Sehuna..."

"Baekkie..."

"Dia bilang kalau dia mencintaiku... awalnya aku... aku tidak mempercayainya... tapi... tapi dia..." Baekhyun semakin terisak.

Meski merasakan sakit yang ia rasakan semakin menjadi jadi Sehun tetap mengeratkan pelukannya di tubuh Baekhyun. "Jangan mengatakan apapun lagi..." tak hanya Baekhyun, namun air mata Sehun juga terus turun membasahi pipinya.

"Tidak Sehuna, kau harus mengetahuinya," Baekhyun tetap bersikeras. "Dia datang setiap hari kepadaku, memaksaku untuk percaya kalau dia mencintaiku dengan tulus. Dan.. bodohnya aku... aku percaya padanya..." Baekhyun terus terisak. "Dia bilang kepadaku malam itu kalau dia ingin menikah denganku."

Ya Tuhan, kalau Kris memang berencana menikahi Baekhyun kenapa ia melakukan hal itu pada Jongin?

"Aku tentu saja senang begitu tahu dia serius denganku. Harusnya aku menyadarinya Sehuna..."

"Apa maksudmu Baekkie?"

"Dia menanyakan kepadaku apa aku mau ikut kemanapun dia pergi. Dan aku bilang tentu saja aku akan ikut kemanapun ia membawaku pergi."

Kris sudah merencanakannya, ia bahkan telah mengajak Baekhyun untuk pergi bersamanya.

"Tapi..." Baekhyun melepaskan pelukannya dan dengan tangannya yang masih gemetar ia menghapus air matanya. "Tapi ia bilang kalau ia akan membawaku pergi setelah ia menyelesaikan urusan lamanya yang tertunda. Aku mengira kalau itu adalah urusan pekerjaan di kantornya, tapi ternyata..." Baekhyun kembali terisak. "Bagaimana aku bisa mencintai orang seperti itu Sehuna..."

"Aku tak tahu Baekkie..." karena aku pun telah jatuh cinta kepada orang yang salah, orang yang tak menginginkanku.

Flashback End

"Sehuna..."

"Eh, apa?"

"Apa kau tidak mendengarkan ucapanku tadi?" Baekhyun memicingkan matanya yang sipit dan tampak memerah karena kebanyakan menangis.

"Maaf..."

"Sepertinya kita memang sama-sama kacau ya," Baekhyun tertawa miris. "Aku tadi bilang kalau kau sebaiknya tidak usah pergi Sehuna."

"Baek, apa yang terjadi padamu, bukankah kita sudah sepakat untuk pergi bersama?" Sehun tampak tak terima dengan ucapan Baekhyun.

"Aku merubah pikiranku. Aku pikir aku akan pulang ke kampung halamanku dan mencoba melakukan sesuatu yang baru di sana."

"Aku ikut denganmu," ucap Sehun.

"Tidak," Baekhyun menggelengkan kepalanya. "Tetaplah disini dan hadapi Jongin secara langsung."

"Aku tidak mau."

"Cukup hanya Jongin yang bersikap pengecut Sehuna, kalau kau bersikap sama seperti dirinya hubungan kalian tidak akan berhasil."

"Hubungan kami memang tidak berhasil Baekkie."

"Aku tidak setuju kalau keponakanku harus hidup dan tumbuh tanpa kedua orang tuanya yang menjaganya dan merawatnya."

Sehun membuang muka kearah lain. "Kalau keluarga Kim tidak mengambilnya dariku, aku akan berusaha semampuku untuk merawatnya Baekkie, aku akan berusaha agar dia tumbuh tanpa kekurangan kasih sayang dariku."

"Tapi itu tidak sempurna, Sehuna. Dan aku menginginkan kehidupan keponakanku yang sempurna. Tunggulah sampai Jongin kembali ke negara ini dan bicarakan lagi hal ini dengan hati yang lebih tenang. Aku yakin semua akan baik-baik saja."

"Tapi..."

"Believe in love... percayalah pada cinta yang kau rasakan pada Jongin... Ini hanyalah masalah perasaan... kalau kalian sama-sama yakin akan kepercayaan diri kalian pada rasa cinta yang kalian miliki maka tidak ada yang tidak mungkin Sehuna. Kau akan hidup bahagia bersama Jongin."

Percaya pada cinta...

Selama mereka hidup bersama, Sehun selalu yakin kalau Jongin mencintainya. Dan apakah sekarang setelah semua terbongkar, rasa cinta itu tetap sama?

"Aku akan pergi sekarang, kau jangan kemana-mana tetaplah berada di kota ini sampai Jongin kembali."

"Aku akan merindukanmu..."

"Aku akan datang saat keponakanku telah lahir. Kau tahu Sehuna... aku juga butuh waktu untuk memulihkan hatiku kembali seperti semula."

Baekhyun memeluk tubuh Sehun dengan erat. "Aku selalu berharap kau bisa hidup bahagia dengan Jongin," Baekhyun melonggarkan pelukannya dan menyelipkan secarik kertas beserta satu kunci ke tangan Sehun. "Datanglah ke tempat ini dan tenangkan dirimu sembari menunggu kedatangan Jongin."

"Dia tidak akan datang Baekkie..." bisik Sehun sesaat setelah Baekhyun pergi meninggalkan dirinya. "Aku yakin itu..."

.

.

.

.

.

Rumah itu mungil dan terletak berada dekat dengan pantai. Itu memang bukan sebuah rumah yang mewah, hanya sebuah rumah sederhana dengan satu kamar dan juga satu dapur dan ruang makan yang berfungsi juga sebagai ruang tamu. Kamar mandinya persis berada di samping kamar dan Sehun sangat bersyukur karena itu. Ia tidak perlu susah payah melangkah jauh hanya untuk ke kamar mandi. Dan disinilah Sehun melewati hari-harinya yang panjang dan sepi. Sendirian.

Untuk membunuh rasa kesepiannya, Sehun sering meluangkan waktu untuk berjalan-jalan di tepi pantai sambil memikirkan Jongin tentunya. Apa yang sedang dilakukannya dan apakah dia juga merindukannya sama seperti Sehun yang merindukan Jongin. Setelah lelah melangkah, Sehun biasanya akan kembali kerumah dan duduk di teras sambil menikmati pemandangan pantai yang indah.

Sudah seminggu ia melakukan hal itu dan sekarang Sehun sedang duduk termenung di atas kasurnya. Keuangannya sudah sangat menipis dan ia masih belum tahu harus melamar pekerjaan dimana. Karena kondisinya yang sedang hamil, Sehun tak ingin mengambil resiko mencari pekerjaan yang berat. Ia tak ingin kehilangan bayinya.

Sedang asyik melamun, Sehun mendengar ketukan pada pintu rumahnya. Sehun dengan lututnya yang gemetar mencoba berdiri, tanpa sadar ia mengusap perutnya sebelum melangkah ke arah pintu. Siapa yang datang? Selama seminggu ia berada disini tak ada seorangpun yang datang menjenguknya. Apa itu Baekhyun? Ketika pintu itu diketuk lagi, Sehun segera membukanya.

Untuk sesaat Sehun terkejut, mulutnya terbuka tapi tak satupun kata yang bisa terucap. Jongin disana dengan tampangnya yang kacau. Lingkaran hitam terlihat jelas di bawah matanya dan meski tubuhnya tetap tegap dan berotot Sehun ragu kalau Jongin makan dengan baik. Rambutnya terlihat lebih panjang dari biasanya dan acak-acakan, melihat jenggot dan juga kumisnya yang mulai tumbuh Sehun tahu kalau Jongin tidak bercukur selama beberapa hari ini. Pria itu mengenakan celana pendek dan polo shirt abu-abu. Dan meski penampilan Jongin berantakan, di mata Sehun pria itu tetap terlihat begitu menawan.

Pria itu melangkah masuk tanpa dipersilahkan dan Sehun hanya bisa mengikutinya. Jongin tidak berhenti di meja makan, tapi langsung pergi ke kamarnya dan mau tak mau Sehun juga mengikutinya.

"Hai."

Suara Jongin terdengar lebih serak dari biasanya dan Sehun rasanya ingin menangis, setelah hampir sebulan terpisah akhirnya ia bisa mendengar suara Jongin kembali.

"Hai."

"Apa kau baik-baik saja?"

Sehun mencoba tersenyum. "Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?"

"Aku baru kembali dari Kanada tadi pagi."

"Oh..."

"Bagaimana dia? Apa baik-baik saja?"

Sehun menunduk memperhatikan perutnya yang semakin membuncit. "Ya, dia sehat."

Jongin mengalihkan pandangan ke arah jendela yang tepat menghadap pantai. "Rupanya kalian baik-baik saja."

Tidak Jongin, kami tidak baik-baik saja. Kami kehilanganmu.

"Bagaimana..." Sehun meneguk ludahnya dengan gugup. "Bagaimana kau bisa menemukan aku disini?"

"Seseorang mengatakannya kepadaku saat aku kembali tadi pagi. Dan, aku juga baru tahu soal kepergianmu tadi pagi. Aku langsung pergi kesini setelah ia memberitahukan alamatmu."

"Siapa?"

"Baekhyun. Ia menelponku tadi pagi."

"Oh..." Sehun menundukkan kepalanya. "Aku memutuskan untuk tetap tinggal disini sampai sudah ada kepastian darimu. Maksudku tentang bayi ini... setelah semua selesai aku akan benar-benar pergi."

"Kau akan pergi kemana?"

"Aku belum memutuskannya, mungkin aku akan pergi menyusul Baekhyun ke kampung halamannya. Atau mungkin aku akan pergi ke tempat lain. Kau tak perlu khawatir, aku akan benar-benar pergi menjauh darimu." Sehun memutuskan untuk duduk ditepi kasurnya, tubuhnya cepat lelah kalau terlalu lama dalam posisi berdiri.

"Begitu ya..." Jongin masih tidak ingin memalingkan wajahnya ke arah Sehun.

Diam-diam Sehun merasa kecewa, Jongin sepertinya tidak mempermasalahkan perpisahan di antara mereka. "Ya, bukankah aku sudah berjanji padamu. Aku selalu memegang janjiku, Jongin."

"Lalu bagaimana suasana hatimu saat kau berjanji akan terus berada disisiku, Sehun? Apakah kau juga akan memegang janjimu itu?"

Jongin memalingkan wajahnya menghadap ke arah Sehun dan kali ini Sehun bisa melihat tak hanya matanya yang basah dengan air mata, tapi Jongin juga.

"Kurasa semua sudah jelas Jongin..."

"Sudah berhari-hari aku menganggap kalau aku adalah laki-laki paling brengsek di dunia ini. Kau berhak membenciku Sehun atas semua keegoisanku, keangkuhanku yang tak ingin mendengar semua yang ingin kau katakan. Pagi setelah pertengkaran kita, aku sudah berniat untuk minta maaf padamu, tapi anak buahku menelponku, mereka menemukan fakta kalau Dokter Edgard telah tewas di bunuh. Kris yang melakukannya. Ada saksi mata yang melihatnya. Karena itulah aku pergi untuk memberitahukan tentang hal itu pada keluarganya. Butuh waktu bagi kami untuk menemukan dimana Kris menyembunyikan mayat Dr. Edgard karena itulah aku baru bisa berada disini hari ini."

"Kenapa Kris melakukannya?"

"Tentu saja karena tak ingin seorangpun menghalangi jalannya untuk membunuhku..."

"Jadi kau punya niat untuk meminta maaf padaku?"

"Ya, untuk kelakuannya yang seperti seorang pecundang."

"Kemarahanmu itu wajar Jongin, emosimu bahkan tidak stabil pada saat itu. Lagi pula aku jelas bersalah karena tidak memberitahumu kalau ingatanku telah kembali." Sehun bangkit dari duduknya dan melangkah mendekat ke arah Jongin.

Tanpa sadar Jongin melakukan hal yang sama, melangkah mendekati Sehun. Dan saat tubuh keduanya sudah dekat, Jongin segera menarik tubuh Sehun kedalam pelukannya yang hangat. "Kau tidak bersalah Sehun, aku yang salah. Aku yang idiot. Aku mengetahui siapa dirimu mungkin sebelum kau tahu siapa dirimu yang sebenarnya. Tapi aku terlalu pengecut, terlalu takut kalau kau akan pergi meninggalkanku kalau aku mengatakan padamu siapa kau yang sebenarnya."

Jongin membenamkan wajahnya ke dalam rambut Sehun. "Aku menginginkan dirimu sebagai istriku. Sekarangpun seperti itu. Jantungku serasa berhenti berdetak saat kau mengucapkan kata perpisahan itu. Aku marah Sehun, aku sangat marah padamu karena kau ingin meninggalkanku."

"Akupun tidak ingin seperti itu," Sehun terisak. "Aku kira kau lah yang tidak menginginkanku, karena itu aku ingin pergi darimu." Sehun melepaskan pelukannya dan menatap wajah Jongin. Wajah keduanya basah oleh air mata, namun itu tak menghalangi keduanya untuk saling pandang. "Aku tak bisa hidup bersamamu jika kau tidak ingin bersamaku."

Baekhyun benar, ini hanyalah masalah kepercayaan diri mereka akan cinta yang telah membuat mereka terpisah.

Jongin menggenggam jemari Sehun dan menuntunnya untuk duduk di tepi ranjang. "Aku mengerti perasaanmu karena aku merasakan hal yang sama. Di hari aku mengetahui fakta siapa dirimu yang sebenarnya, disaat itulah aku menyadari kalau aku mencintaimu yang bukanlah istriku. Disitulah permasalahannya Sehun, aku terlalu takut kalau kau akan menolakku setelah kau mengetahui semuanya. Dan saat itu terjadi, aku merasa dibodohi, karena kau juga telah mengetahui jati dirimu yang sebenarnya namun tidak mengatakannya padaku. Hatiku sakit mengetahui kau tidak cukup percaya pada cintaku kepadamu. Karena itulah aku marah. Seharusnya saat itu aku tidak menggunakan emosiku dan memilih berlutut dihadapanmu. Mengatakan padamu betapa aku mencintaimu, tak peduli kau istriku atau bukan kau tetaplah ibu dari anakku."

"Apakah kau tetap mencintaiku meski tahu kalau aku sempat tidak mempercayai cintamu padaku?"

Jongin tersenyum sedih, "Seharusnya aku juga mengajukan pertanyaan yang sama padamu, masihkah kau mencintaiku meski tahu kalau aku sempat tidak mempercayai cintamu padaku?"

"Aku mencintaimu Kim Jongin."

"Dan aku lebih mencintaimu Kim Sehun."

"Kim...?"

"Ya, kau tidak keberatan untuk menikah denganku bukan? Aku ingin memiliki dirimu seutuhnya. Kau tidak keberatan bukan kembali ke rumah itu?"

"Tentu saja tidak."

"Aku senang mendengarnya," satu kecupan mendarat di kening Sehun.

"Apakah itu yang kau inginkan."

"Itu yang selalu inginkan sejak aku mengenalmu, menyentuhmu dan berbagi kehangatan denganmu, Sunshine."

.

.

.

.

.

"Taeoh berhentilah berlari seperti itu."

Seorang bocah berumur dua tahun tampak berlari-lari dan meloncat-loncat kesana kemari tanpa mempedulikan teguran seorang pria berparas manis yang tampak kepayahan mengejarnya dengan perutnya yang membuncit.

Bocah itu berlari berputar-putar di ruangan itu hingga tanpa ia sadari kakinya tersandung kaki meja kecil di sudut dan ia jatuh terjengkang dengan kepala yang lebih dulu terbentur meja tersebut, lalu ia menangis, menjerit-jerit memanggil ibunya.

"Anak nakal, mama kan sudah bilang untuk tidak berlari-lari seperti itu." Sehun, pria berparas manis yang sedang hamil tujuh bulan itu dengan susah payah mencoba membungkuk untuk mengambil putranya yang masih menangis di lantai.

"Huwaaa... maaaaa... cakiiiitttt..."

"Iya sayang, sini mama lihat di mana sakitnya." Menyerah untuk membungkuk, Sehun kemudian duduk dilantai dan meraih putranya untuk duduk dipangkuannya. Sehun melihat kening Taeoh yang sedikit membiru karena terantuk meja. "Mama akan obati ini, tapi Taeoh janji jangan menangis lagi..." Sehun mengusap benjolan itu dan menciumnya dengan lembut.

"Maaa... cakiiiittt..."

"Iya sayang, mama tahu..."

"Wow, kali ini apa lagi yang dilakukan anak nakal ini hingga menangis?"

Sehun menoleh ke belakang dan menemukan Jungwoo dan juga orang tuanya yang baru datang dari pesta pernikahan salah satu rekan bisnis mereka, tapi dimana Jongin bukankah mereka tadi pergi bersama-sama?

"Suamimu sedang memarkir mobilnya di depan," seakan mengerti maksud Sehun, Suho tersenyum lembut pada menantunya tersebut. "Sebaiknya kau harus menidurkan Taeoh sekarang, sebelum ia berbuat hal yang lebih nakal lagi." Suho mengingat bagaimana mereka harus kehilangan 10 buah guci dalam sehari hanya karena kenakalan Taeoh yang memukulkan batu yang entah ia dapat dari mana pada guci-guci itu.

"Oke, bocah nakal. Kau dengar itu?"Jungwoo berkacak pinggang dan menatap pada Taeoh yang sudah berhenti menangis.

"Uncle jelek..."

"Apa?" Jungwoo ternganga mendengar ucapan Taeoh.

Sehun meringis minta maaf. "Kurasa ia mendengarnya saat kau bertengkar dengan Nana kemarin."

"Kurasa kita harus berhati-hati dengan ucapan kita sendiri mulai sekarang,"Chanyeol menggelengkan kepalanya.

"Oke, apa yang aku lewatkan disini?" Jongin yang baru muncul, melangkah mendekati istrinya dan mendaratkan satu kecupan di keningnya.

"Papa..." protes Taeoh yang kesal karena hanya ibunya yang ayahnya cium.

"Uwooo, anak papa mau minta kiss juga," Jongin mengangkat tubuh Taeoh dari pangkuan Sehun dan mengecup pipi gembulnya.

"Taeoh mau bobo..." anak itu menguap dan meletakkan kepalanya di pundak sang ayah.

"Kurasa kami harus kekamar sekarang," dengan satu tangannya yang bebas, Jongin membantu istrinya untuk berdiri.

"Kalian beristirahatlah," ucap Chanyeol. "Dan kau Jungwoo jangan hanya memperhatikan handphonemu saja, kalau kau merindukannya kenapa kau tidak lamar saja dirinya."

Jungwoo mengacungkan jempolnya. "Aku akan melakukannya papa, tenang saja."

"Jangan terlalu lama Jungwoo ya, kau bahkan sudah hampir memiliki dua orang keponakan sekarang."

"Ya, itu karena kakak saja yang terlalu bersemangat membuat bayi setiap malam."

Jongin terkekeh pelan, "Oke, selamat malam semuanya, kami mau tidur dulu." Dengan Taeoh yang berada digendongannya dan lengan Sehun yang melingkari pinggangnya, pasangan itu melangkahkan kaki menaiki tangga.

Dan Taeoh ternyata memang benar-benar sudah sangat mengantuk, setelah ibunya mengganti bajunya dengan piyama, ia segera meringkuk di tempat tidur dengan boneka pororo di pelukannya.

"Anak kita memang hebat sekali," Jongin merangkul pinggang Sehun dan menariknya untuk lebih merapat dengan dirinya.

"Ya, dan terlalu aktif, karena itulah aku tak bisa membawanya untuk ikut bersamamu hari ini."

"Aku bertemu dengan Baekhyun tadi." Ucap Jongin.

"Benarkah?"

"Ya, kurasa ia sudah menemukan kekasihnya yang baru. Katanya ia besok akan kesini untuk menemuimu."

"Aku tak sabar untuk bertemu dengannya."

Jongin tersenyum, "Aku sudah memutuskan untuk menyerahkan perusahaan kita yang diluar negeri pada Jungwoo."

"Kau serius?" tanya Sehun.

Jongin mengangguk. "Aku memiliki seorang anak yang luar biasa dan sebentar lagi keluarga kita akan bertambah," Jongin mengusap perut Sehun yang besar. "Dan aku juga punya istri yang aku cintai dengan sepenuh hatiku, aku tak memiliki alasan lagi untuk sering-sering pergi keluar negeri."

Mereka mengecup anak mereka yang sudah tertidur pulas itu secara bergantian sebelum meninggalkan kamarnya dan masuk ke dalam kamar yang berada tepat disampingnya.

"Aku menginginkanmu," ucap Jongin dengan jujur. "Di atas ranjang sekarang juga."

Sehun terkekeh pelan, "Kau masih menginginkanku meski aku gendut seperti ini?"

Jongin cemberut, "Siapa yang mengatakan kalau kau gendut, istriku adalah orang yang paling seksi di dunia ini." Dengan cepat Jongin mencium bibir istrinya.

"Kau belum bercukur dua hari ini," ucap Sehun ketika merasakan jenggot dan kumis Jongin mengenai kulit area sekitar bibirnya.

"Ya," Jongin meraba jenggot dan kumisnya yang mulai tumbuh. "Aku malas mencukurnya kalau bukan istriku yang melakukannya."

"Aku akan melakukannya besok pagi, tapi tidak malam ini. Karena malam ini aku hanya ingin memelukmu sepanjang malam." Sehun meletakkan tangannya di dada Jongin yang terbuka, karena suaminya sudah melepaskan kancing kemejanya.

Jongin mendekatkan bibirnya ke bibir Sehun dan melumatnya dengan lembut. Mereka berciuman selama beberapa saat sebelum Jongin menggendong tubuh Sehun dan membaringkannya di atas kasur.

"Sunshine..." bisik Jongin. Ia membaringkan tubuhnya di samping sehun dengan posisi wajah mereka yang begitu dekat hingga hidung keduanya saling bersentuhan. "Aku sangat mencintaimu, dan aku benar-benar tak ingin berpisah denganmu lagi."

"Aku juga sangat mencintaimu, berpisah darimu adalah hal yang tidka pernah aku inginkan."

Dan kedua belah bibir itu kembali bertemu dalam satu ciuman yang lembut.

"Aku akan selalu memegang janjimu, sayangku."

.

.

.

.

.

.

.

END

No sequel ya... maaf kalau endingnya rada absurd. Hehehe...

Terima kasih untuk semua yang follow, fav n juga review ff ini. Mohon review lagi ya n sampai ketemu lagi di ffku yang baru.

Salam Kaihun hardshipper

KaiHun Lovea