Be With You

.

.

.

Epilog

.

.

.

^_^ Happy Reading ^_^

.

.

.

"Hueks... Hueks... Uhuks... Uhuks... Hueks!"

"Bee!"

Chanyeol menatap miris istrinya yang tengah memuntahkan semua isi perutnya hingga nyaris tak tersisa.

Empat bulan setelah pernikahan mereka berdua, akhirnya kabar gembira itu menghampiri keluarga kecil ini.

Di tengah kesibukan Baekhyun membantu persiapan pernikahan Sehun dan Luhan, pemandangan pagi seperti ini cukup akrab bagi pasangan ini.

Morning sick selalu melanda Baekhyun di kehamilannya yang memasuki usia tujuh minggu ini.

Setiap selesai sarapan, maka lima menit kemudian Baekhyun langsung memuntahkan semua isi perutnya.

Vitamin, obat penguat janin, obat anti muntah, tak berimbas apapun pada Baekhyun. Meski sudah meminum semua obat-obatan itu, Baekhyun tetap saja memuntahkan makanan yang bahkan belum sempat di cerna di dalam lambungnya.

"Kalau kau seperti ini terus, aku harus mengambil tindakan tegas Bee. Kau harus bedrest di rumah sakit."

Baekhyun menatap suaminya lemah, tangannya menggenggam lengan suaminya itu.

"Aku tidak mau." Rengeknya sambil menyadarkan kepalanya pada dada bidang Chanyeol.

"Aku tak tega melihatmu seperti ini sayang. Mengertilah itu."

"Aku tak apa-apa. Semua ini akan segera berlalu. Eomma mengatakan ini hal yang wajar di awal kehamilan."

"Aku paham itu Bee. Tapi tidak dengan menguras habis isi perutmu."

Baekhyun menatap sayu Chanyeol. Pertengkaran kecil seperti ini, hampir setiap pagi terjadi. Saat Baekhyun mulai memuntahkan semua isi perutnya dan Chanyeol akan sangat over dalam menanggapi hal itu.

Hanya bila pagi Baekhyun mengalami hal itu, lewat dari pukul sepuluh pagi, dia akan baik-baik saja, bahkan segala makanan bisa masuk ke dalam perutnya.

"Setelah pukul sepuluh, semua akan-akan baik-baik saja, sayang. Aku..." Baekhyun tak mampu melanjutkan ucapannya. Tubuhnya sudah sangat lemah.

Chanyeol mengangkat tubuh Baekhyun, membawanya keluar dari kamar mandi lalu merebahkannya di atas ranjang.

"Sayang! Bisakah aku saja yang menjalani ini. Aku tak tega melihatmu seperti ini setiap pagi Bee."

Baekhyun tersenyum tipis, lalu membelai pelan pipi Chanyeol.

Tak salah dia menjatuhkan pilihannya pada pria ini. Sepanjang waktu pernikahan mereka yang baru berjalan beberapa bulan ini, Chanyeol memperlakukannya bak seorang ratu. Permintaannya tak pernah di tolak Chanyeol. Kasih sayang serta cinta yang begitu besar, selalu di tunjukkan pria itu padanya.

Seperti saat ini, bukan pertama kali Baekhyun mendengar kalimat itu keluar dari bibir Chanyeol. Sejak dia mengalami muntah-muntah yang cukup parah ini, dia selalu mendengar kalimat itu meluncur dari bibir suaminya. Namun dia selalu menggeleng ketika suaminya mengatakan hal itu.

Bagi Baekhyun, sudah kodratnya sebagai perempuan 'lah yang membuatnya harus mengalami hal ini. Dia bisa dan masih sanggup bertahan, toh tidak sepanjang kehamilannya dia mengalami hal ini. Saat memasuki trisemester kedua, dia berharap hal ini sudah dapat di minimalisir.

"I'm ok oppa. Percayalah hal itu."

Satu ciuman dilayangkan Chanyeol di atas bibir istrinya itu. Saat bibirnya menginvasi bibir Baekhyun, tangannya membelai lembut bagian perut istrinya, dimana di dalam sana, buah cintanya dengn Baekhyun bersemayam.

"Daddy sangat menyayangimu chagi. Bisakah kau membantu daddy untuk tak membuat mommymu seperti ini? Daddy tak bisa melihatnya seperti ini terus sayang."

"Eeeuuummmhhh." Baekhyun melenguh lirih.

Chanyeol melepaskan ciumannya, lalu menatap istrinya yang terengah karenanya itu. Di sekanya lembut sudut bibir Baekhyun yang menyisakan saliva. Kemudian satu ciuman kembali dilayangkannya.

"Aku menyayangimu dan uri aegya Bee."

"Nado Daddy."

.

.

.

"Aku tidak mau tahu! Kau harus tetap mencarinya Park Chanyeol!" pekikan bernada kesal itu dilayangkan Baekhyun di hadapan suaminya, ketika sang suami menyatakan ketidaksanggupannya untuk mencari apa yang diinginkannya.

"Aku sudah mencarinya ke seluruh penjuru Seoul, Bee. Dan tidak ada penjual yang menjual mangga yang kau minta. Kau tahu, mangga itu hanya tumbuh di Indonesia, penjual di Itaewon mengatakan kalau mangga itu akan datang bulan depan. Jadi..."

Chanyeol belum menyelesaikan kalimatnya ketika Baekhyun berbalik dan melangkah cepat dengan perut besarnya, masuk ke kamar.

Desahan keras keluar begitu saja dari bibir Chanyeol. Tak lama kemudian, pria itu mengacak kasar rambutnya. Setelah morning sick yang menyiksa terlewati, Baekhyun mengalami masa ngidam yang luar biasa merepotkannya.

Bukan pertama kali ini dia harus dibuat pusing dengan keinginan istrinya. Bahkan bulan kemarin, dia harus rela terbang ke Jeju di tengah malam demi mendapatkan jeruk khas pulau itu.

Di Seoul banyak penjual jeruk Jeju, tapi istrinya itu inginnya jeruk yang masih segar, yang baru di petik dari pohon dan yang memetik harus dia sendiri. Alhasil, tengah malam dia berangkat ke Jeju. Beruntungnya, mertuanya memiliki kebun buah itu. Jadi, dia tak perlu repot kesana kemari mencari pemilik kebun jeruk yang rela di bangunkan tengah malam hanya untuk menemaninya memetik beberapa buah itu.

Dan malam ini, haruskah dia terbang ke Indonesia demi memenuhi keinginan istrinya.

Saat dia sedang menimbang haruskah dia pergi ke negara itu, tiba-tiba Chanyeol teringat sesuatu.

Dengan cepat Chanyeol merogoh sakunya, menarik ponselnya dari sana lalu mendial sebuah nomor.

"Yeoboseo!"

"Seulgi-ah! Bisakah kau membantuku?"

Ya! Chanyeol ingat hal ini, Seulgi sedang ada di Indonesia untuk bulan madu setelah satu minggu yang lalu melangsungkan pernikahannya dengan Suho.

"Mwo?"

"Baekhyun sangat menginginkan buah mangga dan jenis mangga ini hanya tumbuh di Indonesia. Kau ada disana 'kan, jadi bisakah kau mencarikannya?"

"Ya! Indonesia luas oppa. Kemana aku harus mencarinya?"

"Aku tidak tahu, pokoknya kau harus mencarinya dan segera mengirimkannya kemari. Untuk nama dari mangga itu aku akan mengirimkannya melalui pesan singkat. Aku mohon pada kalian."

Chanyeol harus menunggu sekitar satu menit, sebelum Seulgi menjawab dengan berat sepertinya.

"Hah! Baiklah! Demi anak kalian aku akan berusaha mencarinya. Ingat oppa! Ini tidak gratis, aku akan meminta bayaran mahal."

"Berapapun yang kau minta, aku akan berikan. Asal kau tak memintaku kembali padamu saja."

"Ya oppa! Aku sudah menikah dengan Suho oppa!"

"Chagi wae?"

"Chanyeol oppa menelpon. Sudah minta tolong, banyak sekali maunya."

"Mengganggu saja dia."

"Katakan pada suamimu, untuk membantumu mencari pesananku. Pastikan besok buah-buah itu sampai Seulgi-ah!"

"Kau tidak manusiawi sekali oppa. Acara bulan madu kami terganggu gara-gara kau. Sudah, begitu dapat aku akan langsung mengirimkannya pada kalian. Ok! Bye!"

Chanyeol menatap layar ponselnya yang sudah kembali ke menu awal. Sesaat kemudian dia mulai mengetikkan sebuah pesan dan mengirimkan ke Seulgi.

Setelah itu, dia melemparkan begitu saja ponselnya, lalu melangkah masuk ke dalam kamarnya.

Begitu pintu di buka, yang Chanyeol dapati adalah kamarnya yang temaram dengan gundukan besar di atas ranjangnya.

Baekhyun selalu seperti ini bila tengah merajuk, memilih menangis dan menyembunyikan dirinya di balik selimut.

Chanyeol tersenyum kecil melihat itu, namun bukannya langsung menghampiri sang istri, pria itu memilih masuk ke kamar mandi. Membersikan tubuhnya terlebih dahulu. Karena saat dia sampai di apartemennya tadi, di baru pulang dari rumah sakit dan di paksa istrinya mencari buah mangga itu.

Sekitar lima belas menit kemudian, Chanyeol keluar dari kamar mandi dengan memakai celana pendek dan kaos.

Sambil mengusap rambutnya dengan handuk, Chanyeol melangkah mendekati ranjang.

Lalu masuk ke dalam selimut dan menarik pelan tubuh Baekhyun yang semakin berat agar semakin dekat dengannya.

"Doakan Seulgi mendapatkan buah itu Bee. Kalau dapat, lusa kau bisa menikmatinya." Ujarnya sambil membelai perut besar istrinya. Usia kehamilan Baekhyun memasuki bulan ke enam saat ini.

Baekhyun tak menyahut, hanya isakannya perempuan itu yang di tangkap telinga Chanyeol.

"Maaf ya Bee. Untuk kali ini, aku tak bisa meluluskan keinginanmu. Kita tunggu sampai lusa ya sayang."

Baekhyun akhirnya berbalik, menatap suaminya dengan mata berairnya.

"Apa aku merepotkanmu?" tanya Baekhyun sambil berusaha menyamankan posisinya dalam pelukan suaminya.

"Kadang sedikit merepotkan, tapi... Itu tak masalah untukku. Selama aku bisa memberikan apa yang kau inginkan, itu bukan masalah besar sayang."

Chanyeol balik membelai pipi Baekhyun yang terlihat semakin bulat dari hari ke hari.

"Baby yang menginginkannya. Tadi, aku melihat iklan televisi, ada buah itu, jadinya..." Baekhyun berujar seperti itu dengan mata berkaca-kaca dan bibir di gigit. Membuat Chanyeol, yang melihatnya menjadi gemas.

Tak menunggu lama, pria itu langsung menyambar bibir tipis istrinya. Melumatnya sesaat sebelum menggigitnya kecil dan melepaskannya.

"Kau teramat menggoda Bee."

"Yess i know."

Jawaban Baekhyun kembali membuat Chanyeol gemas.

Chup.

Satu kecupan di daratkannya di atas hidung mancung Baekhyun.

"Aku mencintaimu."

"Eung... Aku menginginkan mangga itu."

Chanyeol mencubit pelan hidung istrinya.

"Lusa, kalau boleh makan sepuasnya Bee."

Baekhyun mengangguk-angguk lucu, kemudian merangkul pinggang Chanyeol dan melesakkan kepalanya di dada sang suami.

"Bee! Aku boleh meminta jatahku malam ini?"

Baekhyun merenggangkan pelukannya dan menatap Chanyeol, lalu tak berapa lama dia menggeleng.

"Ani."

Chanyeol mendesah kecewa.

"Waeyo?"

"Karena aku sedang marah padamu."

"Hhhh... Padahal kalau saja kau tahu manfaat dari berhubungan itu, kau pasti akan memintanya setiap hari."

"Aku tahu, memang tidak di larang tapi malam ini aku tidak sedang ingin melakukannya."

"Istri yang menolak melayani suaminya itu dosa lho Bee."

"Suami yang terus memaksa istri untuk dilayani juga dosa."

Chanyeol menyerah. Sejak usia kehamilannya semakin tua, Baekhyun menjadi sangat pandai membuat alasan.

"Ya Sudah. Terserhhhh...Beehhhhh!"

Chanyeol tak bisa melanjutkan ucapannya, hanya desahan yang keluar dari bibirnya karena tangan sang istri sudah dengan sangat kurang ajar memegang bagian selatan tubuhnya.

"Jangan nakal Beehhhh! Aku tak akan tinggal diam kalau kau seperti in... Aaaahhhhh!" satu pekikan lolos dari bibir Chanyeol. Tak hanya memegang dan mengelus pelan, istrinya meremat miliknya kuat sembari menggerakkan tangannya naik turun.

Chanyeol memejamkan matanya sembari meremat kecil pinggang Baekhyun.

"Kau nakal sekali Bee!"

Tak ingin kalah dari sang istri, Chanyeol mencoba menyibak selimutnya lalu bangun dari tidurnya dan langsung memenjara tubuh istrinya dari atas.

Tatapannya dan Baekhyun beradu, sebuah senyum manis dari Baekhyun seolah pertanda ijin dari sang istri bahwa malam ini, dia bebas menjamah dan merasakan lubang istrinya lagi.

Dan malam ini, terlewati dengan desahan kenikmatan yang terdengar bersahutan dari bibir keduanya.

.

.

.

Chanyeol berlari sepanjang koridor dari UGD ke sayap Timur Boyoung Hospital, dimana bangsal bersalin ada disana.

Beberapa waktu yang lalu, seorang suster yang bertugas di bangsal bersalin memberitahunya bahwa istrinya baru saja dilarikan ke ruang bersalin.

Chanyeol merasakan dadanya berdegup sangat kencang saat ini. Dia meninggalkan Baekhyun di apartemen pasangan Sehun dan Luhan pagi ini, kondisinya baik-baik saja. Tak ada tanda-tanda istrinya itu akan melahirkan, karena perkiraan dokter persalinan Baekhyun terjadi kurang lebih minggu kedua di bulan februari ini.

Tapi sekarang, apa yang sebenarnya terjadi?

Chanyeol mendapati Luhan, duduk di bangku yang terdapat di lorong di depan ruang bersalin.

"Apa yang terjadi?" tanya Chanyeol dan hal itu berhasil membuat Luhan berjengit kaget.

Luhan menatap Chanyeol dengan tatapan ketakutan.

"Luhannie!" panggil Chanyeol karena dia tak kunjung mendapatkan jawaban dari istri sahabatnya ltu.

"Ta-tadi..." tenggorokan Luhan seolah tercekat, dia tak mampu menceritakan yang sebenarnya terjadi kepada Chanyeol. Mendapati tatapan Chanyeol yang tak bersahabat, nyalinya benar-benar menciut.

Apa yang harus ku katakan? Batin Luhan.

"Sayang!" Sehun datang dan langsung memeluk Luhan. Disanalah, Luhan baru dapat menumpahkan tangisnya setelah hampir setengah jam dia menahannya.

"Ssstt... Tenanglah! Baekhyunie akan baik-baik saja." Ujar Sehun menenangkan.

"Aku bertanya padamu Xiou Luhan, apa yang terjadi!"

Suara Chanyeol membuat Luhan semakin menyembunyikan dirinya dalam pelukan sang suami.

"Tenanglah hyung. Luhannie ketakutan mendengar suaramu." Sahut Sehun.

"Kau mengatakan aku harus tenang? Istriku ada di dalam sana dan tak ada yang memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi, kau masih menyuruhku tenang! Tenang kepalamu itu!" hardik Chanyeol.

Langkahnya di hela lebar hendak melangkah ke dalam ruang bersalin, namun belum sempat masuk, pintu itu sudah terbuka, menampilkan sosok dokter muda rekannya, Jung Krystal.

"Apa yang terjadi dengan Baekhyunie?"

"Dia mengalami pendarahan, tapi kami sudah menghentikannya, luka di sekitar kakinya dan tangannya juga sudah kami bersihkan dan aku pastikan tak ada luka lainnya. Tekanan darahnya juga stabil, hanya saja aku harus meminta persetujuanmu oppa. Bayi kalian harus dilahirkan sekarang juga melalui operasi."

Chanyeol merasakan tubuhnya melemah saat mendengar penjelasan Krystal. Luka, pendarahan? Sebenarnya apa yang terjadi?

"Wae? Kenapa harus operasi?"

"Posisi bayinya sungsang dan air ketubannya sudah mulai habis. Jadi bayinya harus segera di keluarkan sebelum kekeringan di dalam, oppa."

Nafas Chanyeol kembali ditarik perlahan. Sedikit merasa lega, meski dia belum tahu apa yang sebenarnya terjadi, setidaknya keterangan dari Krystal yang menyebutkan kondisi Baekhyun baik-baik, membuatnya bisa bernafas normal kembali.

"Aku percaya padamu, Krystal-ah."

Krystal mengangguk, lalu membimbing Chanyeol menuju meja informasi.

"Kau harus menandatangani beberapa dokumen pernyataan oppa." Krystal memberi isyarat pada salah satu petugas informasi untuk memberikan dokumen yang harus ditandatangani kepada Chanyeol.

Chanyeol menarik nafas pelan. Lalu membaca sekilas dokumen itu dan kemudian membubuhkan tanda tangan di atas kertas itu.

"Sekali lagi, aku percaya padamu, Jung songsaeng."

Krystal mengangguk dan kembali ke ruang bersalin. Sedangkan Chanyeol memilih duduk di sisi lain. Tak sebangku dengan pasangan Sehun dan Luhan.

Dalam diamnya, dia terus merapalkan doa untuk keselamatan istri dan bayinya.

"Hyung! Kami minta maaf tak bisa menjaganya."

Chanyeol menatap Sehun, kemudian beralih pada Luhan yang masih menyembunyikan dirinya dalam pelukan Sehun. Tak ada sepatah kata keluar untuk membalas permintaan maaf itu.

Dia hanya merasa penasaran, apa yang sebenarnya terjadi pada istrinya? Kenapa bisa Baekhyun pendarahan? Dan luka karena apa yang di sebut Krystal tadi?

"Mereka berdua memutuskan pergi berbelanja, awalnya semua berjalan baik, namun ketika akan menyeberang, sebuah mobil tak sengaja menyenggol bagian belakang tubuh Baekhyun, hingga dia jatuh dan pendarahan itu terjadi."

Chanyeol masih diam, namun kemudian dia menghembuskan nafasnya perlahan.

"Kenapa kau tahu lebih dulu? Padahal aku yang berada disini?"

Sehun terlihat masih menenangkan Luhan.

"Dia menelponku, menceritakan semuanya. Pastinya, dia takut untuk menjawabmu. Tatapan tajammu membuat nyalinya menciut, hyung."

"Apakah reaksiku berlebihan? Istriku pagi tadi ku tinggalkan di rumah kalian masih baik-baik saja, lalu sekarang, dia sudah terbaring di dalam tanpa aku tahu kenapa? Aku tak akan menyalahkannya, karena aku sangat yakin, Baekhyunie yang pasti sangat antusias untuk mengajaknya jalan-jalan. Tapi... Tak bisakah aku diberitau terlebih dahulu. Yang di dalam sana istriku, perempuan yang menjadi bagian penting hidupku, tanggungjawabku. Hhhh..." Chanyeol membuang nafasnya kesal setelah meluapkan segala perasaan yang sejak melangkah di lorong ini terus membebaninya.

"Mianhae hyung."

"Lupakan saja. Berdoa saja semoga mereka di dalam baik-baik saja."

Chanyeol memejamkan matanya sambil menyandarkan kepalanya di dinding. Meski berusaha mengabaikan perasaannya, kenyataannya dia tetap merasa kesal pada dua orang yang duduk tak jauh darinya itu.

Hingga setengah jam kemudian, samar-samar Chanyeol mendengar suara keras tangis bayi. Pria itu merasakan jantungnya berdetak cepat, dia berharap tangisan itu milik anaknya.

Chanyeol berdiri dari duduknya, lalu melangkah ke pintu ruang bersalin. Tak berapa lama, seorang perawat keluar dengan membawa buntalan putih di tangannya.

"Babynya namja saem!" beritahu perawat itu pada Chanyeol yang menatap haru sosok mungil yang terlihat lelap dalam dekapan perawat itu.

"Boleh aku menggendongnya?" Chanyeol mengulurkan kedua tangannya, menerima si mungil buah cintanya dengan Baekhyun.

"Welcome in the world sayang. Daddy sangat menyayangimu."

Satu kecupan dilayangkan Chanyeol pada pipi anaknya. Si kecil terlihat menggeliat manja.

Chanyeol tak bisa menyembunyikan rasa haru bercampur bahagia yang dirasakannya, saat dapat menimang keajaiban Tuhan yang dititipkan di rahim istrinya selama sembilan bulan ini.

"Bagaimana dengan istriku?"

"Beliau akan dipindahkan ke ruang perawatan sebentar lagi. Biarkan saya yang membawa babynya ke ruangannya saem."

Chanyeol enggan melepaskan sang anak, namun peraturan di rumah sakit ini memang seperti itu, ruangan untuk bayi dan ibu terpisah.

"Anda bisa melihatnya lagi nanti."

Pada akhirnya, dengan enggan Chanyeol menyerahkan bayinya pada si perawat.

Setengah jam kemudian!

Chanyeol duduk di sisi ranjang rawat Baekhyun, tangannya menggenggam erat tangan istrinya.

Baekhyun masih pulas dalam tidurnya. Dia hanya berdua saja dengan Baekhyun. Karena Sehun pamit pulang begitu mendapat kepastian kondisi Baekhyun yang baik-baik saja.

Luhan masih terlihat stress karena kejadian beberapa waktu yang lalu.

Beberapa saat kemudian, perlahan Baekhyun membuka matanya, hal pertama yang dirasakannya adalah nyeri di bagian bawah perutnya. Lalu reflek tangannya meraba bagian perutnya yang...

Kedua bola mata Baekhyun bergerak panik. Bahkan wanita itu bangun dari rebahannya dan menatap random kesana kemari.

Chanyeol berdiri dari duduknya, lalu memegang lembut bahu istrinya.

"Bee! Kenapa?"

"Baby! Baby kemana? Apakah terjadi sesuatu dengan baby? Kenapa tidak ada disini? Oppa..." airmata Baekhyun lolos dari kedua matanya. Pikirannya benar-benar buruk saat ini, apakah kecelakaan kecil yang terjadi padanya tadi, menyebabkan dia kehilangan bayinya? Tidak! Dia tak ingin hal itu terjadi.

"Ssstttt... Tenanglah sayang!" Chanyeol merangkul tubuh Baekhyun, menenangkan istrinya yang masih sangat panik.

"Baby! Apakah aku sudah membunuhnya oppa? Aku... Hiks... Hiks..."

"Baby baik-baik saja sayang. Dia namja yang sangat tampan."

Baekhyun menjauhkan dirinya dari Chanyeol, menatap mata suaminya dengan mata berairnya.

"Kau tidak berbohong?"

"Apa aku terlihat seperti sedang berbohong?"

Baekhyun menggeleng.

"Dia begitu lembut sayang, putih sepertimu dan tampan sepertiku."

"Aku boleh melihatnya?"

"Sebentar lagi dia akan dibawa padamu untuk IDM."

Baekhyun tersenyum lega.

"Luhannie?"

Chanyeol sudah bisa menduga, Baekhyun tak mungkin tak bertanya tentang sahabatnya itu.

"Dia sedikit stress karena kejadian ini dan... Ehm... Tadi aku sempat membentaknya."

"Ya!"

"Aku mengkhawatirkanmu sayang. Pagi tadi kau masih baik-baik saja, lalu tiba-tiba salah satu perawat bangsal ini menyusulku dan mengatakan kau masuk ruang bersalin. Luhan tak menjawab ketika ku tanya, dia hanya menangis dan aku merasa menjadi orang pal... Euuummhhhh."

"Kau jelek kalau kebanyakan mengomel, sayang." Ujar Baekhyun setelah mendaratkan ciumannya pada bibir Chanyeol.

Chanyeol menatap Baekhyun, lalu tak berapa lama, bibir mereka kembali saling beradu. Bergerak pelan menghasilkan lumatan demi lumatan lembut.

.

.

.

Empat tahun kemudian!

Saegil Chukkae hamnida... Saegil Chukkae hamnida... Saranghaneun Taeyongie... Saegil chukkae hamnida...

Suara tepuk tangan terdengar riuh saat namja kecil berusia empat tahun yang memiliki nama Park Taeyong, meniup lilin di atas kue ulang tahun berbentuk mobil usai tamu undangan yang hadir disana menyanyikan sebuah lagu ulang tahun.

Tamu undangan itu hanya terdiri dari orangtua Chanyeol dan Baekhyun, lalu sahabat dekat mereka berdua dan anak mereka tentunya. Acara ini memang khusus untuk mereka saja.

Kebahagiaan terlihat jelas pada wajah Taeyong yang meski masih kecil namun sudah menunjukkan ketampanannya.

"Saegil chukkae sayang." Baekhyun memeluk tubuh kecil putranya, kemudian mengecup singkat pipi Taeyong yang bulat itu.

"Gomawo Mommy." Balas Taeyong manis.

"Saegil Chukkae jagoan Daddy. Kau harus tumbuh menjadi pria yang kuat agar bisa melindungi adik-adikmu nantinya."

"Aku thidak mau jadi adhiknya Taeyong oppa Mama. Aku mau jadi isthlinya." Seorang gadis kecil dengan rambut di kuncir dua, menatap Chanyeol dengan tatapan tak suka. Kedua tangannya di lipat di depan dada.

"Ani! Yongie oppa halus jadi cuamiku!" satu gadis kecil datang lagi, dengan berkacak pinggang dan menatap tajam gadis kecil yang lain, yang baru saja mengklaim dirinya sebagai istri Taeyong.

Kedua orang tua dari dua gadis kecil itu, hanya dapat mengeluarkan cengirannya.

Dan Chanyeol, sebagai ayah dari Taeyong, hanya dapat mendesah pelan.

Entah di mulai dari kapan, dua gadis itu selalu berdebat bila mereka sedang bermain bersama Taeyong.

Oh Sung Kyung, yang akrab di sama Lami, Putri dari Oh Sehun dan Xiou Luhan, yang usianya terpaut lima bulan dari Taeyong, tak pernah rela bila Taeyong lebih memperhatikan Choi YeRim atau yang biasa di sapa Yeri, Putri dari Choi Suho dan Kang Seulgi, yang usianya terpaut satu tahun dari keduanya.

"Ani! Taeyong oppa milikku! Mama... Huuueeeee..." tangis Lami pecah, di susul kemudian oleh Yeri.

"Huuuueeeeee..."

Luhan langsung menggendong Lami, memenangkan putrinya. Hal yang sama juga dilakukan Seulgi, maklum saja, Yeri cukup sulit di tenangkan kalau sudah menangis.

"Hyung! Bisakah kau membuat satu namja lagi untuk salah satu dari mereka. Aku pusing kalau kita berkumpul selalu terjadi hal ini." Sehun berujar sambil merangkul Chanyeol.

"Kau pikir anak itu bahan bakunya mudah di dapat di pasar. Lagi pula, aku sudah benar mengatakan pada Taeyong bahwa keduanya adalah adiknya. Geundae, kenapa tidak kau saja yang membuat namja kecil, untuk menemani Yeri bermain?"

Sehun tampak berpikir, lalu kemudian tersenyum lebar.

"Aaaaa... Berarti kau setuju hyung, kalau Lami di jodohkan dengan Taeyong?"

Chanyeol menatap Sehun kaget. Lalu melirik pada Baekhyun yang sudah menatapnya tajam.

"Andwae! Kalau kau berani melakukan itu pada Putra kita Park Chanyeol, ceraikan aku sekarang juga."

"Bee! Jangan bicara sembarangan sayang. Aku tidak ada niat seperti itu, percayalah!"

"Aku sering melihatmu kasak kusuk dengan dua namja itu. Bisa jadi kau sedang membahas hal ini bukan? Awas saja kalau hal itu sampai terjadi. Kau! Tak akan melihatku atau pun Taeyong lagi!" Baekhyun menjauh dari Chanyeol, membawa serta putranya hingga ke gazebo, bergabung bersama ibunya dan kedua orang tua Chanyeol.

"Wae? Kenapa wajahmu seperti itu sayang?"

"Aku sedang kesal eomma."

"Siapa yang membuat menantu kesayangan mommy ini kesal? Katakan sayang?"

"Chanyeol oppa." Baekhyun merangkul ibunya, sambil menangis tentu saja.

"Wae?"

"Dulu dia pernah mengatakan tak ada salahnya menjodohkan Taeyong dengan salah satu dari dua gadis kecil itu, aku tegas mengatakan tidak eomma. Aku tak rela anakku mengalami sakit seperti yang aku alami dulu." Tangis Baekhyun pecah semakin keras.

Junsu mendekati Baekhyun, memeluk erat tubuh menantunya, sedang Taeyong anteng bermain di atas pangkuan kakeknya.

"Sayang... Mungkin mereka hanya bercanda."

"Bercanda tidak harus seperti ini mommy. Aku tak rela anakku terluka dan di sakiti. Terserah kalian mau menganggapku berlebihan atau apapun itu. Yang jelas aku tak rela kalau Taeyong harus menjalani ide konyol itu!" sahut tegas Baekhyun di antara isakannya.

Chanyeol yang sudah menyusul Baekhyun bersama yang lainnya, memberi isyarat pada sang ini untuk menjauh. Pria itu kemudian menarik lembut Baekhyun dari ibu mertuanya, lalu di dekapnya tubuh istrinya itu.

"Maafkan aku Bee. Sumpah demi Tuhan, aku tak pernah membahas hal itu dengan Sehun maupun Suho hyung. Aku tahu Bee, aku mengerti dengan penolakan yang kau katakan. Aku tidak akan bertindak bodoh dengan perbuatan itu kalau taruhannya aku harus kehilanganmu. Maaf... Maaf... Sayang."

"Aku tak masalah ketika mereka dewasa nanti, mereka berhubungan. Tapi kalau dijodohkan, aku tak mau." Baekhyun berujar di sela isakannya.

"Aku juga tak mau hal itu terjadi Baekhyunnie. Melihatmu menangis tiap hari karena perjodohan itu saja membuatku sesak nafas, apalagi kalau anakku yang mengalami hal itu. Aku di pihakmu sayang." Ujar Luhan lembut. Lami sudah berhenti menangis dan sudah kembali bermain dengam Taeyong, demikian halnya dengan Yeri.

"Sama!" sahut Seulgi tak mau kalah.

Chanyeol tersenyum dan membelai lembut rambut Baekhyun.

"Aku dan mereka, sering terlihat kasak kusuk, karena kami sedang merencanakan sesuatu. Kami memutuskan untuk membangun usaha bersama di bidang properti."

Baekhyun menatap Chanyeol tak percaya.

"Aku serius. Tanya saja Sehun."

"Kau tak percaya karena pengetahuan dasar kami yang jelas sama sekali tak tahu tentang hal itu 'kan. Tapi... Percayalah kmi sedang belajar untuk itu. Suho hyung banyak membantu. Kau tahu Baekhyunie, gaji dokter memang tinggi, tapi dua puluh atau tiga puluh tahun yang akan datang biaya hidup akan semakin mahal. Kami tak ingin anak istri kami harus mengalami kesulitan saat jaman sudah semakin maju. Bisnis ini, untuk tabungan masa depan kita. Ke depannya, kami bahkan berencana mengoperasikan beberapa buah resort atau hotel." Jelas Sehun panjang lebar.

"Jeongmal?" Baekhyun, Luhan dan Seulgi berseru bersamaan. Ketiganya cukup tak percaya dengan apa yang baru mereka dengar itu.

Sehun merangkul tubuh Luhan, lalu mengecup singkat pipi istrinya.

"Aku tahu kebahagiaan tak selalu karena berapa banyak uang yang kita miliki, tapi... Investasi ini perlu kami pikirkan demi membahagiakan kalian."

Suho juga mendekati Seulgi, lalu merangkul pinggang istrinya dan melayangkan satu ciuman diatas bibir istrinya itu.

"Tawamu dan anak-anak kita nanti adalah yang terpenting dalam hidupku. Kami memikirkan investasi ini, demi menjaga senyum kalian."

Chanyeol tersenyum melihat keempat orang yang sudah diakuinya sebagai sahabat itu.

Keluarga kecil mereka, akan selalu bahu membahu saling membantu satu sama lain.

Chanyeol pernah berharap dan berdoa, dia ingin memiliki persahabatan seperti yang dimiliki ayahnya. Dan doa itu terjawab, seiring dengan kedewasaannya. Sehun, Suho, Luhan dan Seulgi adalah sahabat terbaik yang pernah dimilikinya, meski dulu hubungan mereka sempat bersitegang.

Semua berubah seiring waktu berjalan. Mereka memiliki tujuan hidup yang sama, berbahagia dengan keluarga mereka dan menjalin persahabatan tanpa ada perasaan dendam atau saling membenci.

Bukankah Tuhan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk saling mengasihi satu sama lain. Bersama, mereka melangkah untuk masa depan yang penuh cinta kasih dan kebahagiaan.

.

.

.

END

.

.

.

Note : Terimakasih yang sangat banyak untuk kalian yang selama cerita ini di post selalu bersedia meluangkan waktu sejenak untuk membaca dan meninggalkan jejaknya. Saya tak bisa mengatakan apapun selain hal itu. Sekali lagi terima kasih #Bow

Big love for you guys 3

.

.

.

^_^ Lord Joongie ^_^