Be With You
.
.
.
Disclaimir : Ide cerita murni milik penulis, saya hanya meminjam nama mereka untu kepentingan cerita ini.
.
.
.
Warning : OOC/GS/Drama-romance/ Terima kritik dan saran dengan bahasa normal dan sopan.
.
.
.
Cast : Chanbaek/ Hunhan / Yunjae / YooSu, etc
.
.
.
^_^ Happy Reading ^_^
.
.
.
"Kenapa anda tidak menikah lagi Prof?"
Pria paruhbaya itu menatap pria tinggi di sampingnya, menatapnya dengan tatapan lembut penuh kasih khas seorang ayah.
Beliau kemudian mengalihkan tatapannya pada air danau yang bergerak tenang di hadapannya.
"Untuk cintanya dan semua pengorbanan yang dilakukannya untukku, aku tak bisa menukar hal itu dengan apapun di dunia ini, Chanyeol-ah." Sahutnya dengan tatapan menerawang jauh. Beliau, pria paruhbaya itu, seolah tengah mengingat sesuatu, sesuatu yang indah namun tak bisa lama dia nikmati.
Pria muda yang di panggil Chanyeol itu, menatap pria disampingnya. Sosok paruhabaya yang sangat dikaguminya setelah ayahnya sendiri.
Chanyeol banyak bercerita tentang kisah hidupnya pada profesornya itu, yang sudah tentu tak bisa dibandingkan dengan kisah hidup profesornya.
Banyak pelajaran yang Chanyeol ambil dari kisah hidup yang tak segan dibagikan profesornya itu.
Salah satu, tentang bagaimana profesornya ini memaknai Cinta.
"Kalau mendengar ceritamu, aku rasa kau jauh lebih beruntung Chan. Kau mengenal dia dengan baik, meski kalian tak pernah berkencan sebelumnya, setidaknya kalian pernah menjadi teman sebelum bertunangan. Kau tahu dia dan dia tahu kamu. Sedangkan aku dulu, saat menikah, saat itulah aku baru tahu dia. Sedangkan pada saat itu, ada cinta lain dihatiku."
"Meski begitu, tapi rasanya sulit bagi saya menerima dia nantinya menjadi bagian dari masa depan saya."
"Kau sudah mencobanya?"
Chanyeol menggeleng pelan. Mencoba sesuatu yang dia rasa tidak mungkin, percuma saja bukan?
Meski dia tahu dan kenal dengan tunangannya, tapi membayangkan menghabiskan sisa hidupnya dengan gadis itu, membuat Chanyeol harus membuang nafasnya berat.
"Kau tak akan pernah tahu seberapa berartinya dia, kalau kau tak pernah mau mencoba. Jangan seperti aku Chanyeol-ah. Karena penyesalan itu jauh lebih menyakitkan."
"Saya akan jauh lebih menyesal, bila tak menikah dengan gadis yang saya cintai saat ini."
"Kau yakin dia yang terbaik untukmu?"
Chanyeol mengangguk cepat. Dengan kekasihnya yang sekarang, Chanyeol sudah merasa cocok. Tak hanya cantik, gadis itu juga baik, pengertian dan perhatian padanya. Pandai dalam segala hal dan yang terpenting mereka saling mencintai satu sama lain. Apalagi yang dia butuhkan selain itu?
"Yang harus kamu tahu, yang kamu anggap terbaik bagimu, belum tentu yang dianggap Tuhan terbaik untukmu. Tak perlu banyak, kau hanya perlu sedikit ruang dihatimu untuk 'dia'. Maka kau akan tahu, pada siapa hatimu memilih."
Chanyeol menatap profesornya.
"Aku menikah dengannya, hidup lama dengannya tanpa rasa cinta. Yang aku pikir saat itu hanya menjalankan kewajibanku sebagai seorang anak, yaitu mematuhi perintah kedua orangtuaku untuk menikah dengan gadis itu. Tapi lama kelamaan, seiring dengan waktu berjalan, sering melihatnya dan berbagi segala hal dengannya. Hati ini, bergetar dengan sendirinya, menjadikan dia tujuan dari segala yang kulakukan di dunia ini. Satu yang aku sesali sampai dengan hari ini, dia hanya pernah sekali mendengar aku mengatakan 'Aku Mencintaimu'."
Chanyeol melihat airmata jatuh membasahi kedua pipi pria paruhbaya itu.
"Sama halnya sepertimu, dulu aku juga berpikir bahwa wanita yang aku cintai saat itu adalah juga yang terbaik untukku. Tapi pikiran itu ternyata salah saat kenyataan membuktikan bahwa dialah, wanita yang menjadi istrikulah yang terbaik untukku."
"Percayalah padaku Chanyeol-ah."
"Aku tak tahu Prof."
"Cobalah. Kapan kau pulang ke Korea?"
"Lusa."
"Telpon dia, minta dia menjemputmu. Bukan kekasihmu tapi tunanganmu, Chanyeol-ah."
"Saya... "
"Saat kau keluar dari pintu kedatangan, lihatlah dia yang menunggumu disana dengan seksama, lalu tanyakan pada hati kecilmu. Dia yang menunggumu disana atau kekasihmu, yang kau inginkan untuk menemanimu."
Chanyeol menatap wajah Profesornya dengan seksama.
"Katakan aku mempengaruhimu, katakan bahwa takdir setiap orang berbeda, katakan bahwa orangtuamu tak berhak mengatur hidupmu, katakan mereka salah dan lain sebagainya, tapi percayalah Chanyeol-ah, pilihan mereka adalah yang terbaik untuk kita. Penyesalan yang aku rasakan saat ini, aku berharap kau tak pernah mengalaminya. Oleh sebab itu, berdamailah dengan egomu dan mulailah untuk mencoba. Percayalah apapun yang kau kerjakan, dengan siapapun itu, bila ada restu kedua orangtuamu disana, maka semua akan terasa Indah."
.
.
.
Seorang perempuan dengan rambut sepinggang tengah sibuk dengan beberapa model yang berjejer di depannya, meminta pertimbangannya akan baju yang sudah mereka pakai dan siap untuk mereka peragakan di atas catwalk.
Mata sipitnya memicing, mengamati satu persatu model-model itu. Dan ketika dia tak menemukan sedikitpun kesalahan pada pakaian yang dikenakan para model itu, senyum puasnya terkembang.
"Baekhyunie! Giliran kita sekarang!" pekik satu perempuan lainnya yang baru masuk ke ruang ganti.
"Ok! Semoga kali ini kita tak mengecewakan para penikmat fashion di negeri ini. LuBaek fashion hwaiting!" pekik Baekhyun penuh semangat. Yang disambut timnya dengan pekikan semangat pula.
"Hwaiting!"
Satu persatu model-model itu keluar dari ruang ganti dan mulai berlenggak lenggok diatas catwalk.
Sementara itu Baekhyun dan temannya, yang menjalankan bisnis fashion ini bersamanya, menunggu dengan cemas di samping panggung, pada bagian yang tak terlihat dari bangku penonton. Kedua perempuan cantik itu saling berpegangan tangan, berbagi kecemasan.
"Sehun datang?"
"Eoh." Jawab perempuan cantik berambut sebahu itu.
Baekhyun menoleh pada gadis disampingnya itu, ada perasaan iri yang tiba-tiba menyeruak dalam hatinya.
Betapa beruntungnya Xiao Luhan, yang sangat dicintai Oh Sehun, dipuja dan bahkan sangat dimanjakan oleh dokter muda itu. Sedangkan dia, statusnya memang tunangan seseorang tapi kehadirannya tak pernah dianggap berarti oleh orang tersebut.
"... Kita sambut perancang muda yang sangat berbakat kita, Byun Baekhyun-ssi dan Xiao Luhan!"
"Baek-ah! Kita dipanggil!" seru Luhan sambil menyenggol pundak Baekhyun.
Baekhyun tersentak tersadar, dilihatnya Luhan yang tersenyum girang.
"Wae? Kau menangis?" tanya Luhan khawatir.
Baekhyun menggeleng pelan, lalu menyusut matanya dengan punggung tangannya.
"Kajja!" ajak Baekhyun dengan usaha senyum sebisanya.
Luhan menatap Baekhyun, kemudian tersenyum dan mereka melangkah bersama keluar dari balik panggung.
Dua perempuan cantik itu dengan penuh percaya diri melangkah diatas catwalk dengan diiringi gemuruh tepuk tangan dari para penonton.
Baekhyun dan Luhan menerima masing-masing sebuket bunga, sebagai penanda bahwa rancangan yang mereka ikut sertakan dalam pagelaran busana kali ini telah sukses menyedot perhatian pengunjung.
Baekhyun dan Luhan berdiri di ujung belakang panggung, disamping kiri kanan mereka, berdiri dua puluh model mereka. Senyum mereka terkembang lebar. Keduanya kemudian membungkuk hormat, sebelum meninggalkan panggung itu.
Luapan kebahagiaan mereka berlanjut di belakang panggung, di ruang ganti khusus untuk brand mereka.
Baekhyun dan Luhan tak hentinya mengucap terima kasih untuk timnya, yang telah membantunya hingga mereka bisa ikut serta dalam acara ini.
"Daepyonim! Ada satu berita menggembirakan lagi." Beritahu asisten Baekhyun dan Luhan.
"Mwoya?"
"Pakaian yang diperagakan tadi, semuanya telah di pesan alias sold out."
Baekhyun dan Luhan berteriak gembira. Keduanya saling berpelukan bahagia.
"Kita berhasil Lu!" pekik Baekhyun senang. Luhan mengangguk bahagia. Kedua larut dalam euforia, hingga tak menyadari ada sosok tinggi dan tampan sedang memperhatikan keduanya dengan senyum tersamar.
Orang-orang di sekitar mereka yang menyadari kehadiran pria itu, memilih untuk meninggalkan tempat itu.
"Senang sekali?"
Luhan mengalihkan tatapannya pada sosok tinggi itu.
Dengan riang dia menghampiri pria itu, lalu memeluk erat tubuh pria itu.
"Aku senang sekali sayang. Baju-baju kami, semua terjual habis." Cerita Luhan dengan wajah sumringah. Senyumnya terkembang lebar.
"Wauw! Chukkae." Pria itu menanggapinya dengan senyum tipis. Dari balik punggungnya, dia mengeluarkan sebuket bunga dan diserahkannya pada sang kekasih.
"Gomawo Sehunie." Luhan menghadiahi Sehun sebuah kecupan singkat diatas bibirnya.
Sret
Sehun menarik pinggang ramping Luhan, hingga posisi mereka menjadi sangat dekat.
"Sesingkat itu? Hadiah untuk setiap dukungan yang ku berikan padamu chagi?" Luhan tersenyum manja dan menggoda. Kemudian berbisik singkat.
"Semua akan kubayar lunas setelah kau membawaku ke altar."
Luhan berlari menjauhi Sehun dengan lidah menjulur manis. Tak berapa lama kemudian senyumnya terlihat melebar melihat perubahan wajah Sehun.
"Kita sudah membicarakannya chagi. Tidak dalam waktu dekat ini."
"Geure. Terima saja sekarang kalau hanya mendapatkan kecupan." Luhan kembali menjulurkan lidahnya.
Melihat hal itu, Baekhyun hanya bisa tersenyum miris.
Betapa mudah dirasa, hubungan yang dijalani pasangan ini. Luhan yang selalu terlihat ceria dan bahagia, dan Sehun yang selalu terlihat sangat mencintainya.
Sedangkan dia, Baekhyun hanya dapat mendesah dalam hati. Dia memilih duduk sambil mengecek ponselnya. Berharap dia menghubunginya, tapi seketika dia sadar, bahwa dia tak boleh mengharapkan apa-apa dari pria itu.
'Baekhyun-ah! Chukkae chagi... Eomma senang mendengar acara kalian sukses. Salam untuk Luhan dan yang lain ya. Saranghae uri Baekhyunie.'
Baekhyun tersenyum membaca pesan singkat dari ibunya.
'Baekhyunie! Selamat ya sayang. Semoga segala usahamu ini membawamu dalam kesuksesan kelak. Mommy ingin melihat pagelaran itu, tapi sayangnya belum bisa. Lain kali ya sayang. Saranghae menantu kesayangan mommy.'
Baekhyun hampir menangis membaca itu. Calon ibu mertuanya memang sangat mencintainya, tapi tunangannya?
'Uri Baekhyunie! Eonni iri melihat model-model itu memakai baju rancanganmu. Kau tahu, seharusnya eonni juga ada disana. Ehm... Kalau aku pulang kesana, kau harus membuatkan satu baju yang paling Indah untukku, arraseo! Chukkae chagi. We miss you."
Kali ini Baekhyun kembali tersenyum, kakak perempuan dari tunangannya, mengiriminya pesan penuh kasih disertai sebuah foto dirinya dan putri kecilnya. Yang membuat Baekhyun terharu adalah tulisan diatas kertas putih yang dipegang si kecil, 'Saranghae Baekhyunie Imo. Bogoshipoyeo.'
"Chanyeol tak menghubungimu, Baekhyunie?"
Baekhyun menatap Sehun yang sudah duduk di sofa tak jauh darinya.
"Beberapa hari lalu dia menghubungi. Saat ini dia sedang sibuk dengan sidangnya Sehun-ah."
"Apa susahnya mengetik ucapan selamat untukmu? Tak sampai lima menit ini."
Baekhyun tersenyum getir. Mengetik ucapan selamat? Tidak mungkin hal itu dilakukan Chanyeol untuknya. Selama ini, Baekhyun 'lah yang selalu memulai pembicaraan lebih dulu, yang mengirim pesan lebih dulu untuk Chanyeol. Dan itu pun harus menunggu lama untuk mendapatkan respon dari Chanyeol. Menyedihkan bukan?
Dan Sehun maupun Luhan bukan tak tahu akan hal itu. Mereka berdua sangat tahu, bahkan pernah meminta Baekhyun meninggalkan Chanyeol, tapi Baekhyun bertahan demi janji yang pernah terucap dari bibirnya ketika ayahnya meregang nyawa.
Dia berjanji akan mematuhi perjanjian yang dibuat ayahnya dan ayah Chanyeol, bahwa nanti dia harus menikah dengan Chanyeol.
Jadi, meski saat ini hubungannya tak berjalan baik, dia masih memiliki keyakinan bahwa suatu saat nanti, dia pasti bahagia bersama pria yang sudah merajai hatinya sejak pertama kali mereka bertemu.
"Sudahlah. Ayo pulang!" Baekhyun berusaha menghindar dari pertanyaan-pertanyaan lain yang mungkin akan segera dilayangkan Sehun padanya.
Dia sudah berdiri dari duduknya, bersiap dengan tas di pundaknya ketika ponselnya tiba-tiba berdering nyaring.
Dengan sedikit kesulitan, Baekhyun merogoh tasnya. Benda persegi itu kini di genggamannya, berkedip-kedip ingin segera dijawab panggilannya.
Wajah Baekhyun pias saat melihat id si penelpon. 'Future Hubby'
"Yeoboseo!"
"..."
"Eoh!"
"..."
"Lusa? Belum tahu? Kenapa?"
"..."
"Heh! J-jam berapa?"
"..."
"Ooo... Baiklah! Jam 7."
"Hmm... Chukkae Baekhyunie!"
Baekhyun terduduk kembali di tempatnya. Ponselnya masih dalam genggamannya, namun panggilannya sudah berakhir.
Dan kalimat terakhir yang keluar dari seberang tadi, masih terngiang dengan jelas di telinganya.
"Hmm... Chukkae Baekhyunie!"
Dia tak salah dengar 'kan?
Yang menelponnya tadi, benar-benar Chanyeol 'kan?
"Baek-ah! Gwaenchanayo?"
Luhan mendekati Baekhyun, dia menatap Baekhyun cemas.
"Lu... Bisakah kau mencubitku?"
"Heh!"
"Palli."
Luhan mencubit pipi Baekhyun, sahabatnya itu meringis. Sakit.
"Berarti, yang baru saja terjadi ini bukan mimpi."
"Kenapa? Apa yang terjadi Baek-ah? Siapa yang menelponmu tadi?"
"Chanyeol."
"Mworago?"
.
.
.
Baekhyun melirik jam di pergelangan tangannya. Setengah jam lagi pesawat yang ditumpangi Chanyeol akan mendarat di Incheon, sedang posisinya saat ini, masih cukup jauh dari tempat itu.
Salahkan Luhan yang dengan seenak jidatnya melimpahkan semua pekerjaannya padanya dengan alasan yang membuat Baekhyun semakin kesal bila mengingatnya.
"Kau saja yang mengerjakan!"
"Ya! Bagaimana bisa begitu. Ini tugasmu Luhanie."
"Ani! Hari ini menjadi tugasmu karena kamu tak mau jujur pada kami, kenapa Chanyeol menelponmu?!"
"Bukankah aku sudah mengatakan kalau dia mengucapkan selamat atas kesuksesan kita."
"Aku dan Sehun tak percaya. Kau menyebut, lusa terus jam 7... Apa maksudnya itu?"
"Tak ada apapun Luhanie."
"Ya sudah. Kerjakan ini karena aku mau pergi dengan Sehun."
"Ya Xiou Luhan!"
Dan Luhan pergi begitu saja tanpa memperdulikan pekikan kesalnya.
Baekhyun bukan tak ingin memberitahu Luhan, hanya saja, dia masih merasa tak yakin bahwa Chanyeol menghubunginya dan memintanya menjemput pria itu di Incheon airport.
Hal yang selama ini tak pernah terjadi.
Dua tahun menjadi tunangan Chanyeol, baru kali ini pria tinggi itu meminta tolong padanya.
Biasanya, kalau pulang dari Inggris, tunangannya akan minta tolong pada kekasihnya untuk menjemputnya, bukan padanya. Tapi kali ini...
Apakah terjadi sesuatu?
"Hei! Perhatikan jalanmu! Kau mau mati ya!"
Baekhyun tersentak kaget. Ada yang meneriakinya seperti itu. Diperhatikannya kiri kanan.
"Ya Tuhan!"
Baekhyun menepuk pelan jidatnya.
Dia salah mengambil jalur. Mobilnya bergerak sendiri ke jalur cepat saat konsentrasinya terpecah, sedangkan laju mobilnya berjalan lambat. Tentu saja itu sangat merepotkan bagi pengguna jalan lain.
Dengan perlahan Baekhyun berpindah ke jalur lambat, karena sebentar lagi dia harus belok untuk sampai ke pelataran parkir bandara.
Sepuluh menit kemudian, Baekhyun sudah memarkirkan mobilnya dengan aman.
Diliriknya jam tangannya, lima menit lagi.
Setelah menarik nafas dan membuangnya pelan, Baekhyun berlari masuk ke dalam bandara. Tujuannya adalah pintu kedatangan luar negeri karena dari sanalah nanti Chanyeol akan keluar.
Tepat!
Baekhyun sampai di pintu kedatangan luar negeri tepat waktu. Dia berdiri di ruang tunggu, dengan raut tak sabar, tanpa mempedulikan penampilannya yang kalau boleh dikatakan sangat biasa sekali.
Baekhyun memakai sweater longgar dengan potongan leher lebar yang bagian kanannya sudah melorot melewati pundaknya. Rok yang dipakainya sebatas lutut dengan sepatu sneaker membungkus kakinya.
Sekali lagi, semua karena kesalahan Luhan. Yang tak memberinya kesempatan untuk sedikit berdandan. Huft!
.
.
.
Chanyeol menarik nafas pelan. Dia berhenti sejenak sambil menunggu kopernya melewati pemeriksaan.
Ada yang aneh dirasakannya. Perasaan tak biasa.
Kalau kekasihnya yang menjemputnya, perasaannya jelas bahagia. Senyumnya juga akan terukir lebar. Tapi kali ini, tunangannya yang menjemputnya. Daripada dikatakan bahagia, Chanyeol lebih merasa cemas.
Bagaimana dia akan bersikap dihadapan gadis mungil itu nantinya?
Sedangkan intensitas pertemuannya dengan sang tunangan hanya terjadi di waktu-waktu tertentu.
Meski sama-sama berada di Seoul, sebelum Chanyeol memutuskan melanjutkan kuliah S2-nya di Inggris, mereka jarang bertemu kalau tidak ada hal sangat penting. Seperti pertemuan keluarga, acara pesta dengan keluarga, pergi ke taman hiburan dengan keluarga dan acara-acara lainnya yang melibatkan keluarga besar mereka.
Kalaupun harus pergi berdua, itu karena paksaan dari Mommynya, yang tak pernah mau dibantah.
"Hah!"
Chanyeol kembali membuang nafasnya. Hatinya ragu setelah dua hari lalu meyakinkan dirinya untuk malam ini.
Katakan dia ingin mencoba apa yang dikatakan dosennya, tapi kenapa sekarang, ketika sebentar lagi semua akan terjadi, dia justru ragu untuk melangkah keluar dari tempat itu.
"Park Chanyeol-ssi!"
Chanyeol menoleh pada petugas bandara yang sudah menurunkan kopernya dari konveyor.
"Gomawo." Ujarnya sembari tersenyum sopan.
"Huft." Kali ini nafasnya terhembus pelan. Kembali dia meyakinkan dirinya.
Mencoba, itulah yang dia lakukan saat ini. Untuk hasil akhir, semua dia serahkan pada Tuhan.
Chanyeol mulai melangkahkan kakinya, keluar melalui pintu kedatangan luar negeri.
Begitu kakinya menginjak pintu keluar, yang pertama dicarinya tentu saja sosok Baekhyun.
Gadis itu berdiri tak jauh darinya, dengan baju casual yang melekat di tubuh mungilnya.
Melihat dan menangkap sosok Baekhyun dia seolah ditarik pada ucapan dosennya.
"Lihatlah dia dengan hatimu, maka kau akan menyadari tujuan hidupmu yang sesungguhnya."
Baekhyun belum melihatnya, karena gadis itu sedang memperhatikan hal lain.
Baekhyun, dia baru menyadari bahwa gadis itu sangatlah kurus.
Baekhyun, Chanyeol baru menyadari bahwa gadis itu... Begitu menarik banyak perhatian pria lainnya yang kebetulan melihat sosok itu.
Senyum tipis gadis itu, begitu manis ketika tanpa sengaja seseorang sengaja menyenggol bahunya. Bukannya marah tapi gadis itu tersenyum begitu manisnya.
Chanyeol melangkah semakin dekat.
Baekhyun, kenapa terlihat bercahaya padahal yang dia pakai adalah baju seadanya?
"Hei!" sapa Chanyeol lebih dulu.
Baekhyun mengerjap pelan, mendengar suara Chanyeol, melihat pria itu berdiri di depannya, rasanya begitu canggung.
Dia membalas sapaan Chanyeol dengan lambaian tangannya dan senyum kaku.
"Sudah lama disini?" Baekhyun menggeleng pelan.
"Ani. Sekitar setengah jam, ehm... Tak sampai sepertinya." Baekhyun menelengkan kepalanya, tak yakin dengan jawabannya.
Dan bagi Chanyeol, kenapa hal itu sangat menggemaskan?
Pacarnya tak pernah bersikap seperti itu.
Kalau saat ini yang menjemput Kang Seulgi, sudah pasti pelukan, ciuman akan menjadi pelengkap pertemuan mereka. Tapi...
"Ah ya! Kamu pasti lelah. Kajja kita pulang! Sini aku bantu." Baekhyun berusaha bersikap biasa, tangannya disodorkan, meminta koper yang di seret Chanyeol.
Chanyeol tak menjawab, dia hanya menatap Baekhyun yang sudah mengambil alih kopernya dan menyeretnya keluar dari tempat itu.
Kemudian dia hanya melangkah mengikuti.
"Kamu tunggu disini. Aku ambil mobilnya." Beritahu Baekhyun. Dia tak menunggu jawaban Chanyeol dan langsung menyeberangi jalan lebar di depan bandara.
Kalau itu Seulgi, dia akan memilih menggunakan taksi untuk menjemputnya.
Tapi Baekhyun, gadis itu menyetir sendiri, dari Seoul ke Incheon untuknya.
Chanyeol terus memperhatikan Baekhyun yang semakin menjauh darinya, namun sangat menarik menurutnya. Rok pendeknya berkibar, sweater yang dipakainya sudah sangat jatuh hingga sebatas lengan, memamerkan bahunya yang putih dan kurus. Dan lagi, tatapan beberapa pria yang berpapasan dengan Baekhyun teramat sangat mengganggunya.
Beberapa menit menunggu, mobil Baekhyun akhirnya tiba juga di hadapan Chanyeol.
Gadis itu keluar dari mobilnya.
"Kopernya."
"Biar aku saja!" suara Chanyeol terdengar menyentak. Diseretnya kasar kopernya, lalu di letakkannya di bagasi belakang mobil Baekhyun.
Baekhyun menatap kaget, apa dia sudah melakukan kesalahan?
"Kau mau berdiri saja disitu?"
Baekhyun berbalik dan mendapati Chanyeol sudah duduk di bangku samping kemudinya.
"Iya."
Baekhyun berbalik dan berlari melewati mobilnya, kemudian duduk di balik kemudi.
Sekali lagi, Chanyeol disuguhi bahu mulus Baekhyun.
Dan ketika Baekhyun sudah di posisi siap menekan pedal gasnya. Tiba-tiba Chanyeol mendekatinya, menempatkan wajahnya tepat di samping wajah Baekhyun.
"Lain kali, kalau kau masih memakai pakaian seperti ini, aku akan mencongkel setiap mata pria yang menatapmu. Kau mengerti?" bisik Chanyeol yang berhasil membuat Baekhyun terkesiap kaget.
Baekhyun bungkam, dia tak bergerak sedikitpun. Riskan kalau dia bergerak, bahkan untuk memalingkan wajahnya pada Chanyeol pun dia tak berani.
"N-nde." Balasnya tergagap.
Chanyeol sempat sedikit tersenyum melihat reaksi takut-takut dari Baekhyun.
Dia kemudian kembali ke tempat duduknya dan Baekhyun mulai menginjak pedal gasnya. Mobil putih itu berjalan perlahan, membelah jalanan di pukul delapan kurang lima menit, menuju Seoul.
"Aku sangat ingin memakan masakan Korea, kau tahu tempatnya?"
Baekhyun menoleh pada Chanyeol, kemudian mengangguk.
"Kalau tak enak, kau yang harus membayarnya ya."
"Heh! Wae?"
"Kau yang sudah bekerja disini Baekhyun-ie."
Baekhyun terpaku.
'Baekhyun-ie?'
Sudah dua kali dalam satu minggu ini Chanyeol memanggilnya seperti itu. Biasanya, Chanyeol memanggilnya 'Baekhyun-ssi'.
"Nde. Aku yang membayarnya." Lirih Baekhyun.
.
.
.
Mereka sudah duduk di salah satu restoran yang menyediakan menu makanan khas Korea. Mulai dari Kimchi, Jjapchae, sup ikan tahu, bulgogi dan beberapa jenis makanan lainnya sudah tersaji di hadapan mereka.
Baekhyun menatap semua makanan itu dengan penuh minat. Maklum, perutnya sudah berontak minta diisi sejak beberapa waktu lalu.
Sedangkan Chanyeol menatapnya tak percaya, sebanyak itu, untuk makan berdua. Akankah habis nantinya?
"Selamat makan!" ucap Baekhyun riang. Di sendoknya nasi dari mangkok kecil, kemudian disuapkan ke mulutnya lalu dilanjutkan dengan menyendok kuah sup yang berwarna merah itu.
"Slruuupp... Mashita!"
Chanyeol tak jadi menyendok makanannya, menatap Baekhyun yang sedang lahap menyantap makanannya jauh lebih menyenangkan sepertinya.
Baekhyun seakan lupa, bahwa ada Chanyeol di depannya. Cara makannya, masih sama seperti biasanya ketika dia makan di tempat ini dengan Sehun dan Luhan.
Sret
Baekhyun mendongak, pandangannya beradu dengan Chanyeol.
Pria dihadapannya itu, baru saja tadi, menyusut ringan sisa kuah yang menempel di ujung bibirnya. Tindakan kecil dari pria itu, berhasil menghadirkan sensasi getar di dadanya.
Sama halnya seperti Chanyeol, tindakan spontan yang baru saja dilakukannya, berhasil membuat dinding-dinding di hatinya bergetar samar.
"Gomawo." Baekhyun tersenyum malu, lalu menarik tissu dari kotak di sampingnya dan menyeka bibirnya.
"Apa cara makanmu selalu sepertinya ini? Berantakan."
Baekhyun menatap Chanyeol dengan perasaan malu. Salahkah cara makannya?
"Mian kalau aku membuatmu malu." Baekhyun menunduk malu, kemudian memukul pelan kepalanya dan bergumam.
"Pabboya Byun Baekhyun, pabbonika."
Chanyeol menarik tangan Baekhyun yang memukul kepalanya.
"Apa tak sakit kalau dipukul seperti itu? Sudahlah! Lanjutkan makanmu!"
Baekhyun menarik tangannya dari genggaman Chanyeol.
"Ehm." Sahutnya, dia lalu kembali melanjutkan makannya. Kali ini lebih pelan dari sebelumnya.
Kalau yang dihadapannya ini Seulgi, tentu bukan makanan seperti ini yang tersaji. Seulgi sangat menjaga pola makannya, tak semua makanan bisa disantapnya tanpa rasa takut. Tapi Baekhyun, gadis dihadapannya saat ini, bisa memakan apapun dengan lahap tanpa takut berat badannya akan naik setelah ini.
Ini kenyataan baru yang Chanyeol ketahui. Karena biasanya, kalau di pertemukan dalam acara keluarga, Baekhyun akan makan dengan santun, tapi sekarang, tunangannya itu menunjukkan sisinya yang lain.
Senyum tipis menghiasi bibirnya, sebelum dia ikut menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
.
.
.
"Kenapa masih berdiri disitu?" Chanyeol berbalik menatap Baekhyun yang masih berdiri di samping mobilnya.
"Ha... Ehm... Memangnya mau kemana? Bukankah ini sudah di basemant apartemenmu? Masuklah! Aku akan pulang setelah kau masuk." Jawab Baekhyun. Memang seperti itu 'kan seharusnya.
Dia kenal dengan Chanyeol, hubungan mereka baik sebagai teman biasa sebelum mereka bertunangan dan Baekhyun tak pernah melampaui batas itu.
Setelah bertunangan, Chanyeol justru memberinya batas agar dia tak berada cukup dekat dengan pria itu dan bahkan pria itu mengklaim bahwa dirinya sudah memiliki kekasih dan pertunangan yang dijalaninya bersama Baekhyun adalah sebuah kewajiban yang akan dilakukannya tanpa perasaan apa-apa.
Baekhyun juga cukup sadar diri dan tak pernah berusaha menuntut apapun. Meski sakit, dia tetap berusaha bertahan demi janji itu.
Dan sekarang...
Sreett
Tangan Baekhyun kembali di cekal Chanyeol. Lalu langkahnya di hela pria itu untuk mengikuti langkahnya.
Melewati pintu dan masuk ke dalam lift.
Baekhyun menunduk, menatap pergelangan tangan kanannya yang masih di genggam Chanyeol.
'Ada apa dengan Chanyeol? Kenapa hari ini, pria itu banyak melakukan skinship dengannya? Bukankah tidak ada siapa-siapa disini. Lalu ini apa?'
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu, terus berputar di pikiran Baekhyun. Dan dia tak menemukan apapun yang berhasil menjawab semua pertanyaannya.
Diminta menjemput Chanyeol saja, itu sudah merupakan kejadian luar biasa untuknya. Sekarang, dia akan dibawa ke apartemen pria tinggi itu. Kenapa?
Hari ini, Chanyeol bersikap diluar kebiasaannya.
Ting
Chanyeol keluar lebih dulu, dengan tangan kanan menggenggam tangan kiri Baekhyun dan tangan kirinya menyeret kopernya.
Beberapa langkah dari lift, di depan pintu bertulis '6104', Chanyeol berhenti dan lalu menekan beberapa digit angka, hingga pintu itu berbunyi 'klek', siap untuk di buka.
Bolehkah Baekhyun jujur? Ini pertama kali dia datang ke apartemen Chanyeol.
Chanyeol masuk lebih dulu, kemudian diikuti Baekhyun.
Pria itu sudah melangkah masuk ke dalam apartemennya, melempar tasnya ke sofa, kemudian melepas jaketnya.
Chanyeol mulai melepaskan kancing kemejanya saat menyadari sesuatu.
Dengan masih berusaha melepas kancing kemejanya, dia berbalik. Tebakannya tak salah, Baekhyun masih berdiri di depan pintu.
"Masuklah! Kenapa berdiri disitu?"
"Ha! Nde." Baekhyun melepas sepatunya, kemudian melangkah ragu-ragu masuk ke dalam ruangan itu.
"Duduklah! Aku mandi dulu." Beritahu Chanyeol sambil berlalu dari hadapan Baekhyun dan tanpa beban membuka kemejanya.
Baekhyun langsung membalikkan badannya.
'Apalagi ini?' jeritnya dalam hati.
Sepeninggal Chanyeol, Baekhyun meraih jaket pria itu yang tersampir sembarangan di sandaran sofa. Kemudian melipatnya rapi.
Setelah itu, dia mendudukkan dirinya di sana.
Mata Baekhyun berpendar ke segala arah. Apartemen Chanyeol cukup luas untuk ukuran seseorang yang tinggal sendirian. Juga terlihat sangat bersih. Tak banyak perabotan disana, apartemen ini terkesan sangat minimalis.
Ketika matanya menjelajah ke segala arah, ada satu sudut yang menarik perhatiannya.
Baekhyun berdiri dan mendekati sudut itu. Melihat-lihat dengan seksama beberapa foto dalam pigura yang terpajang disana.
Bahkan kini Baekhyun sudah duduk di lantai, karena pigura itu memang di letakkan di sebuah rak kayu. Penuh dari atas sampai bawah, bahkan ada yang tersimpan di lantai.
Pigura itu berisi foto-foto Chanyeol mulai dari bayi hingga di dewasa sekarang ini.
Ada bagian disana, tersimpan foto Chanyeol dan Seulgi. Di berbagai tempat dan dengan berbagai pose.
Nyuutt
Ada rasa sakit menghentak dadanya. Iri? Sudah pasti. Foto Chanyeol dan Seulgi tersimpan rapi disana, bahkan memakan tempat hingga dua rak. Sedang fotonya?
Baekhyun tersenyum getir lalu menggeleng pelan.
'Tentu saja tak ada fotomu disini Baekhyun-ah. Kau siapa untuk dia? Hanya seseorang yang kebetulan ada dan cukup beruntung menjadi tunangannya.'
Kenapa begitu sakit mendengar suara hatinya?
Baekhyun masih memandangi satu persatu foto-foto itu hingga seseorang menariknya.
Sreeett...
Baekhyun menoleh, mendapati Chanyeol menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikannya.
.
.
.
Hampir lima belas menit Chanyeol di kamar mandi, dia keluar hanya dengan melilitkan handuk pada pinggangnya.
Dibukanya lemari pakaiannya, mengambil kaos, celana dalam dan celana pendek, memakainya berurutan lalu keluar dari kamarnya.
Dia cukup penasaran dengan apa yang dilakukan Baekhyun ketika dia meninggalkan gadis itu sendirian di ruang tamu apartemennya.
Chanyeol mengerutkan dahinya. Tak ada Baekhyun duduk di atas sofanya.
Kemana?
Tak berapa lama mata Chanyeol menangkap Baekhyun yang tengah duduk di lantai, memandangi deretan foto dalam pigura yang memang sengaja dia letakkan disana.
Tak ada yang Chanyeol lakukan, dia hanya memperhatikan Baekhyun.
Namun beberapa detik kemudian, ada yang mengusik hatinya saat tatapan Baekhyun hanya terpaku di deretan rak kedua dari bawah.
Saat sudut bibir Baekhyun tertarik sedikit kesamping, lalu kepalanya menggeleng pelan, kenapa ada satu jarum yang sepertinya menusuk dadanya. Sakitnya samar tapi sangat terasa ngilunya.
Dengan sendirinya, kaki Chanyeol melangkah mendekati Baekhyun. Lalu duduk jongkok disamping gadis itu, yang sama sekali tak menyadari kehadirannya.
Sekali hentak, tangannya memegang tangan Baekhyun, kemudian ditariknya pelan tubuh kurus itu.
Sreettt...
Tatapannya langsung beradu dengan Baekhyun saat si mungil menoleh kaget.
"Apa kau pernah mencobanya?"
"Segala hal yang kau lakukan, jika ada restu kedua orangtuamu didalamnya, percayalah itulah yang akan membuatmu selalu bahagia Chanyeol-ah."
'Perasaan apa ini? Kenapa aneh? Hanya melihat tatapan terlukanya yang terlukis samar, kenapa terasa begitu menyakitkan?'
"Tataplah dia, maka kau akan tahu kemana tujuan hidupmu."
.
.
.
TBC
.
.
.
^_^ Hope you like guys
.
.
.
^_^ Lord Joongie ^_^