Naruto Masashi Kishimoto

Warning: Incest, AU, Typo, Lime, Lemon, dan berbagai kesalahan yang ada didalamnya.

Pairing: Naruto X Naruko. Slight Naruko x Sasuke.

.

..

Hanya milikku seorang.

..

.

Enjoy it!

Pria itu melihat Arloji yang dipakainya, ia menghela nafas untuk yang kesekian kalinya. Sungguh! Menunggu adalah hal yang paling membosankan, itu berlaku untuk semua orang—termasuk Naruto Uzumaki. Pria itu sedang menunggu sang adik di Konoha High School.

Naruto bekerja sebagai pemilik sebuah café, dia kadang menyerahkan pekerjaannya kepada sang Manager hanya untuk mencari udara segar. "Ini sudah setengah jam, dan dia belum keluar. Apa yang dilakukan oleh Naru—"

"Maaf Kakak, aku tadi ada jam piket."

"Ah, tidak masalah. Tapi setidaknya, kirim pesan ke ponselku, jadi aku tidak akan menunggu lama." Naruko mengangguk paham, kemudian berjalan terlebih dahulu menuju mobil yang di bawa oleh Naruto.

Pria itu kembali menghela nafas, kemudian berjalan masuk ke dalam mobilnya. Keduanya pergi pulang menuju ke sebuah apartemen yang cukup untuk ditinggali oleh kedua orang itu. Naruto tidak mau menghamburkan uang untuk membeli sebuah apartemen mewah, karena dia sendiri bukan orang yang sangat kaya.

Setelah sampai di apartemen itu, Naruko langsung masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan Naruto yang berdiri di samping sofa. "Dasar, pasti dia sedang chating dengan Sasuke." Gumam Naruto.

Pria itu menatap pintu kamar Naruko dengan intens, di mata birunya terlihat pancaran kebencian yang sangat mendalam. Entah tatapan itu untuk siapa?

Di dalam kamar Naruko, gadis SMA itu sedang chating ringan bersama kekasih yang masih satu sekolah dengannya. Ia dan Sasuke menjadi sepasang kekasih sejak setahun yang lalu. Yah, sepasang kekasih yang sampai sekarang masih di mabuk asmara.

Tapi, ada satu hal yang masih disimpan oleh Naruko.

Gadis itu menjaga kehormatannya sebagai wanita. Yah, dia masih perawan sampai sekarang. Sasuke sendiri tidak berani menyentuhnya, dan mereka hanya melakukan hal-hal biasa dan masih di ambang kewajaran.

Naruko tidak mau melakukan hubungan seks hingga ia menikah nanti, dan itu sudah menjadi keputusannya sejak menjadi kekasih Sasuke. Tapi, dia tidak tahu bahwa ada seseorang yang sangat menginginkannya—hati serta tubuh Naruko.

Tapi semua bisa disimpan olehnya dengan erat. Tidak ada yang tahu—hanya si 'pengagum' itu yang tahu.

Setidaknya untuk sementara ini.

.

..

..

.

Keesokan harinya, Naruko datang ke café milik Naruto. Ia datang sendiri hanya untuk sedikit kepentingan, Naruko hanya ingin meminta izin kepada sang kakak untuk liburan bersama teman perempuannya.

"Kak, kau ada di dalam? Boleh aku masuk?"

Naruto menatap pintu tersebut, kemudian berkata. "Masuklah Naruko!"

Sang adik pun masuk ke dalam, ia bisa melihat kakaknya sedang menyesap teh hangat di dalam ruangan ber-AC. "Kak, boleh aku meminta izin?" Tanya Naruko to the point.

"Izin? Memangnya kau mau kemana?"

Naruko langsung gugup setelah mendapatkan tatapan tajam dari sang kakak. "Pergi liburan bersama teman-teman…" gumam Naruko, namun Naruto malah berdiri dari tempatnya duduk, ia berjalan menuju Naruko yang berdiri gugup. "Hanya liburan biasa ke pantai bersama teman-teman."

"Pergilah, pastikan kau berhati-hati dengan yang lain. Aku tidak mau kau ada masalah. Itu sangat merepotkan bagiku." Ujar Naruto dengan dinginnya. Pria itu menatap datar sang adik yang mulai memaksa senyumnya. "Aku harap, tidak terjadi hal buruk disana." Naruto langsung melenggang pergi dari ruangannya.

Sementara Naruko masih berdiri dengan senyum yang dipaksakan. Ia tidak tahu harus mengatakan apa sekarang, kakaknya—keluarga satu-satunya itu sangat dingin terhadapnya. Bahkan Naruko sudah tidak pernah melihat senyum lima jari milik Naruto sejak ia meresmikan hubungannya dengan Sasuke.

Sakit memang.

Rasanya, Naruko ingin sekali menangis sekarang. Tapi, apa yang harus ditangisi? Naruto mungkin tidak akan memperdulikannya, ia menangis atau apalah. Setidaknya dia hanya bisa memasukkan semua kesedihannya ke dalam hati.

Beberapa saat kemudian, Naruko mengambil ponselnya. "Halo? Sasuke-kun, aku tidak jadi ikut dengan kalian, masih banyak urusan disini. Jadi maaf untuk segalanya."

"Memang ada apa denganmu?"

"Hanya urusan keluarga kok, tenang saja. Lain kali aku akan ikut. Sampai jumpa, salam ke yang lain!"

Naruko cepat-cepat mematikan ponselnya sebelum Sasuke bertanya lebih kepadanya. Setidaknya, dia tidak jadi pergi bersama teman-temannya. Ia tidak tahu, ini benar atau tidak. Yah, mungkin ini keputusan yang terbaik bagi Naruko. Dia bisa lebih menerapkan bakatnya dalam hal memasak di café milik kakaknya itu.

"Setidaknya aku akan membanggakan kakak daripada ikut berlibur bersama mereka." Gadis itu berlari keluar, dan masuk ke dalam ruang ganti.

Disana ada sebuah loker khusus untuk dua bersaudara itu. Naruko kemudian membuka loker miliknya, dia mengambil pakaian chef yang dulu biasa ia kenakan. Naruko tersenyum sedih mengingat dulu dia sering memasak untuk membantuk para koki di café kakaknya tersebut.

"Jadi, kau sudah menyadari sesuatu, Naruko-chan?"

Naruko terkejut, kemudian ia menoleh ke belakang. "Kakak…" ia bisa melihat sang kakak yang tengah berdiri di ambang pintu dengan senyum lima jari yang selama ini tidak diperlihatkan Naruto.

"Kakak bangga terhadapmu." Naruto masuk ke dalam, kemudian mengusap kepala pirang adiknya itu. Ia kemudian mengambil seragam pelayan yang ada di loker miliknya. "Kita akan membantu yang lain, persiapkan dirimu!"

Naruko tersenyum cerah. "Ya! Aku akan membantumu sekuat tenaga!"

Hari pun berlalu dengan ramainya café Naruto.

.

..

..

.

Hubungan Naruko dan Sasuke mulai merenggang. Sasuke sendiri selalu uring-uringan terhadap Naruko, ia selalu membentak gadis itu karena hal sepele. Entah itu terlambat untuk kencan atau terlambat untuk membalas pesan.

Dan sekarang adalah waktu mereka untuk berkencan. Naruko agak sedikit terlambat karena pekerjaannya sebagai chef di café milik kakaknya. Gadis itu sudah siap dengan semburan Sasuke.

Gadis itu terus berlari menuju taman yang sudah menjadi tempat mereka untuk kencan. "Maaf kakak, maaf…" setetes air matanya mulai turun membasahi pipi putihnya. Ia sangat menyesal meninggalkan kakaknya hanya untuk Sasuke.

Tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah berjanji akan kencan dengan Sasuke sekarang.

"Maaf, aku ada sedikit pekerjaan di café."

"Hn."

Dengan tidak pedulinya. Sasuke menggandeng tangan Naruko untuk mengikutinya, tapi genggaman Sasuke sangat erat, membuat Naruko meringis kesakitan. "Sa-Sasuke… jangan erat-erat… Sa-sakit…" Naruko memberontak untuk melepaskan diri dari Sasuke, namun tenagannya tidak bisa menandingi tenaga dari lelaki tersebut. "Sa-sasuke… Lepaskan…"

Sasuke langsung berhenti, membuat Naruko menabrak punggung lebar lelaki itu. Gadis itu memandang takut Sasuke yang sudah membalikkan badannya, ia tahu akan disembur ocehan kemarahan dari kekasihnya tersebut.

"Kenapa kau tidak menetapi janji, Naruko? Ini sudah yang kesekian kalinya."

"Aku kan sudah bilang kalau tadi aku membantu kakakku bekerja."

"Lalu?"

"Apa tidak boleh aku membantu kakakku?"

"Boleh saja. Tapi aku menunggu sangat lama disini! Hampir satu jam aku disini! Dan aku tidak suka menunggu lama!"

"Maaf."

"Ck! Kau itu—" Naruko langsung menutup matanya saat salah satu tangan Sasuke akan menampar pipinya. Ia juga sudah bersiap dengan perlakuan kasar Sasuke. Namun tangannya langsung berhenti saat seseorang menggenggamnya sangat erat. "Siapa yang mengganggu—"

"Aku yang mengganggumu. Memang kenapa?" perlahan Naruko membuka kedua Sapphire miliknya. Ia bisa melihat sang kakak telah datang dengan wajah yang sangat dingin serta tatapan tajam. "Maafkan aku, tapi itu hakku untuk mengatur semua jadwal serta keseharian Naruko, dan kau siapanya seenakmu mengatur Naruko?"

"Aku kekasihnya."

"Dan aku kakaknya, tolong lepaskan tanganmu darinya! Aku tidak sudi mempunyai ipar sepertimu." Pandangan Naruto sangat menusuk dan tajam, seakan dari kedua matanya akan mengeluarkan sebuah laser berwarna merah. "Kau tidak dengar bocah? Lepaskan tanganmu dari Naruko, atau aku akan mematahkannya sekarang juga!"

Dengan pelan Sasuke melepaskan tangan Naruko. Ia mundur beberapa langkah untuk bersiaga bilamana Naruto akan menyerangnya secara langsung.

"Uchiha Sasuke, adik dari Uchiha Itachi—serta salah satu anggota keluarga Uchiha yang paling manja. Kau tidak seperti kakakmu yang sangat ramah, serta mandiri. Kau lebih egois daripada Ayahmu, dan juga kau tidak punya belas kasih seperti bibi Mikoto. Aku sudah melihat tingkah lakumu di sekolah Naruko, dan ini adalah yang paling parah. Kau memarahi Naruko hanya karena masalah sepele, dan menggunakan statusmu sebagai kekasih adikku untuk membuat Naruko memperhatikan dirimu seorang." Jelas Naruto panjang lebar, mata birunya berkilat marah menatap Sasuke yang sekarang ini mulai menciut nyalinya.

"Harapanku kau bisa membahagiakan adikku. Namun apa yang dikatakan Itachi sangat benar, kau memang Egois—bahkan sangat egois. Heh, bocah bau kencur sepertimu lebih baik berada di balik ketiak ibunya saja, daripada menjadi kekasih adikku."

Sasuke mendengus kasar mendengar ejekan dari Naruto, membuat pria itu tersenyum miring. Sasuke tidak bisa berkata-kata, ia hanya bisa mendengus serta mendengarkan ejekan dari Naruto.

"Kalau kau mau memberitahu Itachi, silahkan! Aku tidak takut, Itachi tidak akan memukulku lebih dari itu, karena dia sendiri yang menyuruhku untuk mengejek dirimu seperti ini."

Naruko hanya diam mendengarkan perkataan sang kakak kepada 'kekasih'nya itu. Di dalam hati, ia tersenyum senang karena kakaknya telah datang dan menyelamatkan dirinya dari tamparan Sasuke.

"Ingat, kalau kau mengancam Naruko sekali lagi. Tidak ada kata maaf untukmu, semua tulangmu akan kuremukkan saat itu juga, camkan itu! Ayo Naruko, kita pulang! Tidak ada gunanya kau berkencan dengan bocah ingusan ini."

"B-baik, Kakak." Keduanya langsung pergi menuju café yang tidak jauh dari taman tersebut.

Sasuke menatap kepergian dua bersaudara itu, giginya bergemelatuk marah. Harga dirinya juga hancur di hadapan Naruko. "Ck, Sialan!"

.

..

..

.

Di balik ruangan Naruto. Naruko sedang duduk di sofa, di hadapannya ada jus jeruk kesukaannya. Ia baru saja menghabiskan setengah gelas dari jus tersebut. Gadis itu terus memikirkan apa yang dilakukan kakaknya tadi terhadap kekasihnya.

Sasuke memang sangat egois, dan itu dimulai saat setelah liburan ke pantai—dan Naruko tidak ikut akan liburan tersebut.

"Aku sudah menduga akan hal ini, dan benar-benar terjadi. Untung saja aku berada di sekitar taman untuk menghirup udara." Ujar Naruto yang muncul dari balik pintu ruangannya. Ia bisa melihat Naruko yang sedang menunduk dengan wajah sedih.

"Maafkan aku kakak."

Naruto langsung mendekat, kemudian mengelus kepala pirang adik kandungnya itu. "Sudah seharusnya seorang kakak melakukan itu. Aku tidak mau kalau kau terluka hanya karena masalah sepele." Pria itu kemudian membawa Naruko ke dalam pelukannya, dia mendekap erat tubuh mungil Naruko. "Karena kau adikku satu-satunya."

Naruko pun mulai menangis sesenggukkan di dalam pelukan kakaknya. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakan sekarang.

"Tenang, kakak ada disini untukmu."

"Ya, terima kasih kakak. Terima kasih untuk segalanya."

"Apa yang tidak untukmu, Naruko-chan." Naruto kemudian mendorong tubuh mungil itu untuk duduk di atas sofa yang tersedia di ruangan itu. "Dan aku tidak akan melepaskanmu untuk selamanya, Naru-chan."

Naruko membulatkan matanya, nada yang di ucapkan oleh kakaknya ini tidak seperti biasanya. Nada suaranya sekarang lebih serak daripada yang biasanya. Sinyal bahaya mulai menyala, Naruko sepertinya menyadari hal janggal yang sedang menyelimuti kakaknya tersebut.

"Yah, aku tidak akan melepaskanmu, karena aku sangat mencintaimu…" Naruto berbisik tepat di telinga Naruko. Ia juga menjilati telinga tersebut, membuat adiknya itu merinding geli. "Sangat mencintaimu, sampai aku cemburu dengan si Uchiha brengsek itu karena mendapatkan cintamu." Salah satu tangannya mulai membelai pipi tembem Naruko. Pria itu kemudian menatap wajah Naruko yang saat ini memenjamkan matanya takut. "Aku tidak akan menyiksamu seperti Uchiha itu, tenang saja. Aku akan mencintamu selalu, walaupun kita Saudara, tapi…"

"Tapi?"

"Tapi persetan dengan itu…"

Naruto langsung mencium bibir plum adiknya itu dengan lembut, pria itu memberikan sensasi aneh terhadap adiknya. Sebuah sensasi yang tidak pernah di rasakan oleh Naruko saat bersama Sasuke.

Sebuah sensasi nyaman—sangat nyaman sampai-sampai Naruko tidak bisa mengungkapkannya dengan perkataan.

Naruto kemudian menarik wajahnya, dan menatap Naruko dengan senyum lima jarinya. "Aku berjanji, akan selalu melindungimu dari mara bahaya atau apapun yang mengancam dirimu—termasuk si Uchiha Sasuke. Karena aku sangat mencintaimu!"

Dengan cepat, Naruko langsung mendorong dada bidang kakaknya. "Aku perlu memikirkannya! Maaf, aku pamit pulang terlebih dahulu!" ia berjalan keluar ruangan, meninggalkan Naruto yang saat ini sedang duduk bersandar di sofanya.

Sang kakak hanya bisa menatap kepergian adik kandungnya itu dengan tatapan sendu. Naruko pasti sangat bingung sekarang.

Brakk!

Naruto memukul meja kaca itu hingga pecah. Ia juga sangat bingung, bagaimana cara berbicara dengan Naruko nanti jika dia ada dirumah. "Sial! Aku terlalu cepat untuk melangkah." Air matanya mulai mengalir dari iris birunya itu. "Maafkan kakakmu Naruko. Maaf." Sepertinya Naruto menyesali perkataannya barusan.

.

..

TBC

..

.

A/N: Yo! Saya kembali dengan Fict Incest. Ah, lemon ada di Chapter 2. Nantikan saja.

Fict yang lain? Ah, sorry mungkin untuk sekarang ini enggak bisa melanjutkannya. Karena sibuk.

Oke, maaf kalau ada kesalahan atau apalah yang ada di Fict ini.

Shinn out! Adios!