Disclaimer : Massashi Kissimoto
Chara : femNaruto, Sasuke, Kiba and other
Genre : Romence, hurt/comfort and action … maybe?
Rated : T semi plus+
Warning : banyak adengan Sasusaku-nya (demi kepentingan cerita). Typo bertebaran, aneh dan mungkin ada yang janggal juga. Pokoknya banyak kekurangannya!
_SLOW UPDATE_
Numb_by; B Broke
.
.
Kiba, pemuda dengan rambut bercat coklat itu menguap. Mengungkapkan betapa ia amat sangat bosan. Tangan kanannya sibuk memindahkan channel Tv dengan remot, dan ia menyerah begitu mendapati hanya sebuah berita tentang pencurian besar yang di lakukan sekelompok bocah bernama 'bayangan rubah' yang berhasil menjarah Museum terkenal milik bangsawan Haruno mendominasi setiap channel stasiun tv.
Malam minggu harusnya ia bisa menikmati megabioskop di tv- tv. Memakan popcorn atau menikmati acara lawak yang biasa ia tonton. Tetapi sepertinya kasus pencurian itu benar- benar membuat gempar seluruh kota Konoha, jadi mereka berlomba- lomba untuk menayangkan headnews itu agar rantingnya menanjak. Kiba mendesah, pria itu kemudian melempar remot itu ke sofa sebrang, setelah itu menyamankan diri untuk tidur.
"Setidaknya matikan tv- nya sebelum tidur, Gaki." Kiba melirik pada pria kepala empat yang baru saja duduk di sofa yang ia lempari remot. Malas menanggapi, pemuda itu hanya bergumam pelan.
"Kemana Naruto?" Kakashi, pria kepala empat itu bertanya. Ia terlihat mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan, memindai kalau- kalau kesayangannya muncul.
Mendengar nada khawatir itu, Kiba kembali mendesah. Jujur saja, ia muak saat walinya itu hanya peduli soal Naruto. "Ck, taulah. Kau tahu sendiri kalau dia itu sok jadi pahlawan. Menyebalkan sekali. Apa dia tidak bisa menyimpan uangnya untuk dirinya sendiri?" Ketusnya, seraya memejamkan mata.
"Yahh" Kakashi mendesah berat. Ditatapnya bocah dua puluh satu tahun itu dengan kalem. "Dia tidak bisa, Kiba. Apalagi dari sanalah ia berasal. Jika kau lupa, masa lalunya adalah yang terburuk."
Setelah berucap dengan nada rendah Kakashi bangkit, tangannya memencet tombol off pada remot kemudian meletakkannya pada meja dan segera beranjak menuju kamar. Meninggalkan Kiba yang terdiam memandang pada ternit ruangan.
.
.
.
.
Gadis muda bertubuh jangkung, dengan rambut lurus yang dikucir tinggi. Poni pendeknya miring ke kiri, dan beberapa yang tipis di sebelah kanan. Ia mengenakan kaos pendek yang tertutupi jaket kulit berwarna hitam, dan celana bahan yang panjangnya sampai mata kaki membalut kedua kaki rampingnya. Namanya Naruto, tanpa marga, ia punya ciri khas yang orang asia tak miliki. Rambutnya berwarna pirang cerah dengan dua bola mata yang sewarna batu shaffir. Kulitnya seperti caramel, agak coklat dan terlihat eksotis. Umurnya baru menginjak dua puluh tahun, bekerja di SPBU sebagai pelayan, shift- nya hanya dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Dan ia single.
Malam ini seperti biasa, ia lebih memilih makan malam bersama 'keluarga besar'- nya. Orang- orang tuna wisma yang berada di tempat- tempat yang terisolir di kota konoha, tempat di mana ia pernah tinggal.
"Naruto, harusnya kau tidak usah repot- repot seperti ini. Kami tahu kau hanya bekerja dengan upah gaji yang kecil. Tapi apakah tidak berlebihan membelikan kami roti dan air minum setiap hari." Seorang pria tua, dengan pakaian nyaris compang- camping memandang gadis di sampingnya yang ikut menggigit sebungkus roti.
"Sudahlah, paman. Jangan pikirkan itu, masalah gaji itu tanggung jawabku. Paman nikmati saja makan malamnya." Balas Naruto santai, mata birunya menerawang. Memandang pada jalanan kota yang ramai.
Pria tua di sampingnya, atau yang sering Naruto panggil 'Paman'. Adalah pria yang dulu pernah menolong Naruto, sebelum ini ia mengalami masa kelam. Di umurnya yang ke empat tahun ia terbangun di sebuah panti asuhan yang kumuh, tak mengingat apapun dan dalam keadaan penuh perban. Karena tak mengingat namanya, orang tua panti memanggilnya 'Naruto'. Ia dirawat selama dua tahun, dan terpaksa di buang ke jalannan karena bangunan panti di robohkan oleh pemilik tanah, ia berpisah dengan teman pantinya yang hanya terhitung jari, terlunta- lunta dan kelaparan. Sampai seorang pria beranak 4 memungutnya. Membawanya pada kawanan pengemis yang hidup di gang- gang sempit bergenting langit.
Yah, itu adalah sedikit dari masa lalunya, ah, bukan itu hanya permulaan masa lalunya yang pedih. Naruto menghela nafas, tak mau mengingat kembali kenangan lama. Gadis bertubuh jangkung itu lantas berdiri, tatkala ia telah menyelesaikan makan malamnya.
"Paman, aku masih ada urusan. Titip salam untuk Kato dan Shima."
"Baiklah, hati- hati di jalan. Dan terimakasih banyak untuk makanannya." Senyum sayu mengembang, menambah lipatan keriput pada pipi pria tua itu. Mengantarkan kepergian gadis muda yang berjalan menjauh menuju motor sport- nya.
.
.
.
.
Brak!
Beberapa kertas terbang melayang sedang sebagian besar jatuh menghantam permukaan meja dengan keras. Seraut wajah tak ramah semakin menggelap. Rambutnya yang telah sedikit memutih bergoyang ketika pemiliknya mendongak dan mengatur nafasnya yang berat. Uchiha Fugaku merasa kesal ketika kasus yang baru- baru ini terjadi tak segera terselesaikan, dan terkesan semakin mendesak. Para "bayangan rubah' itu benar- benar membuat reputasinya sebagai seorang kepala kepolisian terlihat buruk di mata masyarakat, mengetahui identitas para tersangka saja belum apalagi menangkap mereka sesegera mungkin.
Ditambah lagi, sebagian kepala keluarga bangsawan mendesaknya untuk segera menangkap para pelaku pencurian itu. Tak terkecuali calon besannya, keluarga Haruno. "Sasuke!" Panggilnya dengan suara nyaris melengking.
Sasuke, sosok muda yang saat ini tengah memilah- milah berkas di meja seberang menoleh. Kemudian beranjak menghampiri ayahnya. "Segera ke tempat lokasi. Cari beberapa bukti dan segera laporkan padaku!" jengkelnya.
"Tapi bukankah agen Shikamaru telah melakukannya?"
"Kau membantahku?" mata elang sewarna Onyx memincing. Menyalurkan intimidasi pada mata kelam anaknya. "Lakukan sekarang atau pernikahanmu dengan Sakura batal, Sasuke."
Mendengar nada sarat ancaman itu, Sasuke mendengus. Ia adalah seorang mahasiswa jurusan hukum yang belum genap menyelesaikan study- nya. Ia suka memecahkan berbagai masalah tetapi tidak berniat untuk bergabung di kepolisian. Dengan kata lain, ia tak pernah mau membantu ayahnya kalau bukan karena keinginannya sendiri atau karena paksaan ayahnya. Jujur saja, kasus pencurian yang telah terjadi selama bertahun- tahun ini sangat menarik. Apalagi jika dilihat pada siapa yang menjadi korban- korban mereka, Para koruptor busuk yang bergelimang harta haram. Mereka pencuri, tapi pencurian mereka selalu berhasil dan tak pernah terlacak keberadaannya. Bahkan sampai saat ini, tapi diam- diam Sasuke telah mendapat sebuah bukti. Ia pernah menyimpan beberapa CCTV yang ia desain sendiri dan telah ia tempel pada setiap tempat tak biasa di bagian gedung museum milik kekasihnya. Di salah satu monitor CCTV, ia menemukan seorang jangkung yang belum ia ketahui jenis kelaminnya. Hanya saja seseorang itu mengenakan sebuah jaket mantel tebal disaat cuaca begitu panas. Sosok itu masuk pada salah satu bilik kamar mandi, tapi setelah beberapa jam ia tak pernah keluar, sampai para 'bayangan rubah' menjarah museum pada malam harinya. Sampai di situ, dengan misteriusnya CCTV yang ia pasang mati secara bersamaan. Ia yakin, kalau di antara rubah bayangan ada yang memiliki kemampuan setara hacker. Karena beberapa detik sebelum mati, pada layar monitornya sempat menampilkan virus yang masuk.
Sesampainya ia di depan museum Haruno, bukannya masuk melalui pintu depan ia malah menghampiri seorang gadis muda dengan rambut di cat merah muda. Gadis manis berbalutan jas formal berwarna hitam dan rok pendek yang ketat, Haruno Sakura tersenyum lebar ketika bibir tebal calon suaminya menempel pada permukaan bibirnya yang lembut. Mereka saling melumat, kemudian berhenti pada hitungan ke tiga puluh dalam satuan detik. "Istirahat?"
"Ya, kantor sebenarnya meliburkanku. Tapi tetap saja itu membuatku tak nyaman. Lagipula ini kasus pencurian bukan pembunuhan. Ayahku masih sehat saja meski barang berharganya telah raib." Jawab Sakura dengan kekehan pelan. Dibalas senyum miring oleh Sasuke, pria muda itu dengan mesra menarik pinggang Sakura. Menempelkannya pada dirinya dan menggiring gadis itu menuju mobilnya. "Mau kencan?" Tawarnya santai. Melupakan tuga pokoknya datang ke museum.
"Boleh. Tapi kasusmu?"
"Haha, jangan difikirkan. Pak tua itu tidak akan bisa memanfaatkanku. Lagipula aku sudah minta Suigetsu dan Juugo mendatangi lokasi. Mereka pengamat yang baik daripada aku."
.
.
.
.
Konoha Squer, adalah gedung tinggi dan besar tempat di mana orang- orang berbelanja, mencari hiburan ataupun sekedar mengennyangkan perut dan memanjakan mata. Sasuke sebenarnya bukanlah orang yang menyukai keramaian, tetapi terkadang pekerjaannya membantu sang ayah mengharuskannya ke tempat- tempat seperti ini untuk menyelesaikan kasus yang ditangani, jadi ia mulai terbiasa dengan kepadatan penduduk pada suatu wadah atau tempat seperti ini. Ia mengajak kekasihnya ke sebuah restauran khas jepang yang cukup ramai dikunjungi. Menggiringnya pada bangku khusus sepasang kekasih dan menarikkan kursi untuknya.
"Terimakasih, sayang." Ucap Sakura dengan senyum manis menghias paras ayu-nya. Sasuke sendiri menjawab ucapan sakura dengan mengecup cepat belah bibir seksi itu, membuat gadis cantik yang merangkap kekasihnya itu tersipu malu. "Hei, sudah kubilang. Jangan menciumku tiba- tiba, inikan tempat umum. Tidak sopan tahu!"
"Siapa yang peduli itu sopan atau tidak jika ada gadis cantik siap dikecup di hadapanmu, sayang. Aku ini bukan orang yang suka menyia- nyiakan keempatan emas seperti ini." Balas Sasuke jenaka. Pria itu suka sekali menggoda kekaihnya, melihat bagaimana gadis anggun yang selalu memperhatikan ke- perfectionis-annya itu tersipu malu dan salah tingkah. "Ah, sudah. Hentikan. Kita di sinikan untuk makan. Kau mau makan apa?" akura mengalihkan perhatian, dan Sasuke tertawa kecil ketika gadis di hadapannya ini mencoba menghindari tatapannya.
"Baiklah, pesanlah apapun yang kau inginkan. Aku akan ke bawah sebentar mencari sesuatu. Aku akan kembali tiga puluh menit lagi." Kaki jenjang itu melangkah, meninggalkan Sakura yang belum sempat mengeluarkan protesnya. Gadis itu dengan muka masam menarik selembar daftar menu dan mulai memikirkan makanan apa yang kekasih prianya itu hindari, mungkin sedikit seafoot yang dicampur dalam sup tomat bisa membuat Sasuke kapok meninggalkan kekasih cantiknya ini sendirian. Meski hanya untuk ke kamar kecil sekalipun.
"Dasar menyebalkan! Tiga puluh menitkan lama! Paling- paling cuma mau menambah koleksi shotgun-nya."
Pria yang belum genap 26 tahun itu melangkah mantab ke salah satu toko senapan dan senjata tajam. Di Konoha tidak ada larangan bagi masyarakat untuk menggunakan senjata tajam ataupun senjata api. Tetapi selalu ada pajak yang harus mereka bayar ketika membelinya, semakin berbahaya senjata itu maka semakin mahal pula pajak yang harus mereka bayar. Upaya itu pemerintah lakukan agar tidak berdampak pada keharmonisan di antara masyarakat, dan untuk menghindari penyalahgunaan senjata, pemerintah telah menetapkan undang- undang bagi setiap nyawa masing- masing orang. Kematian di balas kematian, mereka yang sengaja membunuh orang lain akan dikirim ke sebuah penjara di hutan kematian, dimana tak seorangpun mampu keluar dari sana selain dalam keadaan mati. Tetapi jika seseorang itu tidak terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan ia akan dibebaskan tetapi tetap dalam pengawasan kepolisian. Dan biasanya orang- orang ber- uang akan menggunakan senjatanya dengan bijak, mungkin sebagai alat berburu di hutan yang telah terkenal sebagai hutan terlarang. Atau sebagai koleksi bagi mereka yang punya fetish sendiri terhadap senjata- senjata seperti itu. Salah satunya adalah Sasuke, pria itu suka memamerkannya pada anak buah ayahnya yang bahkan belum tentu diizinkan memegang senjata api.
Sasuke membuka pintu toko, mengamati bagaimana toko itu terlihat sepi, hanya ada seorang penjaga kasir dan seorang pelanggan yang tengah berbincang. Mereka berhadapan, dan Sasuke sama sekali tak bisa mendengar percakapan mereka, selain karena jaraknya yang cukup jauh, mereka juga menggunakan suara yang lirih. Seakan hanya mereka berdualah yang harus tahu.
Sasuke lama terdiam di depan pintu, mengamati si pengunjung yang entah bagaimana mengingatkannya pada sosok misterius yang ia curigai sebagai salah satu 'bayangan rubah'. Sosok itu tinggi, mungkin tidak lebih tinggi darinya, tapi cukup tinggi di bandingkan sakura yang notabenenya terkenal semampai. Postur tubuhnya juga, langsing dan bagian pinggangnya terlihat lebih ramping darinya. Pengunjung itu memiliki hal yang sama dengan salah satu sosok 'Bayangan rubah' sebagai ciri- cirinya. Meskipun ia tak dapat melihat wajah atau seperti apa tampilan sosoknya ketika tidak dibalut jaket mantel tebal. Insting- nya berkata bahwa pengunjung itulah sosok itu.
Diamatinya lebih intens si pengunjung, di balik jeamper coklatnya yang tebal, ia menangkap seikat rambut berwarna pirang cerah. Ia mengenakan topi hitam, dan topi itu menutupi sebagian puncak kepala sampai setengahnya. Sasuke tidak yakin, apakah pengunjung itu benar- benar pria seperti yang ia duga di awal, atau seorang gadis tomboy berbalut celana jeans tiga perempat dan jeamper tebal yang menutupi sosok feminimnya. Tapi, jika dia gadis dan bukan tersangka pencurian, lantas apa yang gadis itu lakukan di tempat sepi seperti ini. Apakah keduanya sepasang kekasih?
Terlampau serius dengan fikirannya, Sasuke tersentak kaget ketika penunggu kasir mendekati dan menepuk bahunya. Membuat ia tanpa sengaja saling berpandangan dengan mata biru si pengunjung.
"Ah, maaf sudah menganggetkanmu, tuan. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya si Pria kasir. Sasuke kelabakan, ia bingung dan seakan lupa dengan tujuannya datang kemari.
"Tunggu sebentar, aku akan melihat- lihat." Balas Sasuke setelah cukup lama terdiam. Ia berjalan, mendekati si pengunjung yang asik melihat ke arah lain dari atas kursi tinggi. Tangannya yang lentik mengetuk- ngetuk kaca atalase dekat kasir.
"Hai, kau pengoleksi juga?" Sasuke berbasa- basi, ia menarik kursi sebelah untuk ia duduki di hadapan si pengunjung yang secara tak sadar menarik minatnya. Dan mata kelam Sasuke seakan mendapat kesenangan dengan melihat si pengunjung lebih dekat.
Mata biru mengerling, meliriknya dengan tajam tanpa ada sedikitpun perubahan ekspresi di wajahnya yang seperti bocah. Ada guratan mirip kumis kucing di kedua pipinya, menambah daya terik tersendiri untuk anak itu. Alisnya tipis dan sewarna dengan rambutnya, sedang kulitnya lebih gelap dari kulit milik Sasuke. Bibir Sasuke menampakkan seriangaian, terlihat sekali ia begitu tertarik pada sosok yang baru saja ia temui dan hadapi ini. Instingnya menggebu- gebu, sayang sekali ia belum menemukan bukti apapun yang mengarah pada seseorang terkait kasus menyebalkan itu.
"Hei, kau sepertinya lebih muda dariku ya? Berapa umurmu?" tangan Sasuke terangkat, hendak menyentuh dagu si pirang. Tapi kemudian tawanya lepas tatkala bocah itu menghindari tangannya dan menatapnya tajam sekali.
"Tuan, apa anda telah selesai memilih?" Suara si kasir menghentikan tawanya, lupa dengan apa yang ia inginkan sebelum itu. Sasuke bermaksud menyudahi acaranya dan kembali pada gadis manisnya sebelum benar- benar terjadi perang dingin di antara mereka. Iapun lantas turun dari duduknya, mendekati si kasir yang menunggunya di meja pembayaran. "Katakan pada bocah itu, aku tertarik jika mau berkencan." Ucapnya asal, yang di tanggapi si pria kasir dengan kekehan ringan.
"Anda bergurau? Sepertinya anda datang ke sini hanya untuk bersenang- senang. Kulihat tangan anda tak membawa apapun yang ingin di beli."
"Baiklah, ambilkan saja aku pistol di sana. Akan kubayar dengan Cash beserta pajaknya sekaligus."
Si pria kasir bergerak cepat, mengambil apa yang di tunjuk Sasuke, mengepaknya dan menghitung biayanya. Sambil menyerahkan bingkisan dan menyebutkan harganya, si kasir melirik Sasuke. "Anda buruk sekali dalam hal merayu, tuan." Bisiknya di sertai seringaian. Sasuke sendiri hanya menjawabnya dengan dengusan setelah itu berlalu pergi. Tak menyadari bahwa, si pengunjung menatap gerak geriknya sejak tadi.
"Well, Naruto. Dia tampan sekali bukan? Kenapa kau tak tersenyum sedikit padanya?" dan tatapan tajam itu beralih pada si Kasir.
Sasuke telah kembali ke tempat kekasihnya berada, tetapi tiba- tiba ia merasa tak lapar sama sekali. ia masih memikirkan tentang persamaan si tersangka dan sosok yang baru saja ia temui, ia memang belum mengetahui seperti apa rupa tersangka, ataupun bagaimana fisik rambut tersangka itu pastinya. Tapi jika instingnya tepat, maka bisa saja ini menjadi salah satu keberuntungannya. Sasuke menjilat bibirnya, hatinya senang luar biasa, tetapi ia telah mengabaikan gadis di hadapannya, membuat Sakura kesal bukan main dan memilih memakan makanannya lebih dulu.
"Apa ada wanita seksi menarik minatmu?" Sinisnya, ketika Sasuke sama sekali tak menyentuh makanan yang ia pesan. Oh, gagal sudah rencananya membuat Sasuke menemui alerginya.
"Oh, bukan. Aku tidak yakin kalau yang kutemui barusan itu seorang wanita, penampilannya terlalu macho untuk seorang wanita." Sasuke membalas santai, ia membalas tatapan kesal Sakura, dan tersenyum manis pada gadis itu. "Ayolah, ini adalah kencan kita. Bukannya menemaniku makan, kau malah berimajinasi menggauli pria. Jangan macam- macam, Sasuke!"
Tawa keras melantun, menarik perhatian beberapa pengunjung. Selain senang membuat kekasihnya ini salah tingkah Sasuke juga sangat senang melihat bagaimana wajah cantik itu di dominasi raut kecemburuan. "Tenanglah, calon istriku tersayang. Aku sedang memikirkan cara menggiringmu ke ranjangku. Sepertinya mendengar desahanmu mampu membantuku menyelesaikan kasusku."
"Dasar Sasuke- kun mesum gila!"
Sepertinya Sakura mulai tidak tahan dengan sikap Sasuke, terbukti dengan bagaimana gadis itu membuang sendoknya pada mangkuk sup dan pergi meninggalkan Sasuke dengan kaki menghentak pada lantai. "Ya ampun, seksi sekali gadisku itu saat marah." Rancau Sasuke menggila, bahkan tanpa sensor matanya mengamati bagaimana kedua belah pantat Sakura bergoyang seiring jalannya gadis itu.
.
.
.
.
Menjelang sore, SPBU tempat Naruto bekerja kian sepi. Hanya ada dua atau tiga mobil yang mampir untuk mengisi bahan bakar. Ia baru saja melayani Pria tua yang meminta tolong padanya untuk membuka penutup tangki mobil dan menutupnya kembali ketika telah penuh. Ini telah mendekati pergantian shift, tetapi rekan kerjanya itu bahkan belum menunjukkan tanda- tanda kedatangannya. Di ujung sana, ia bisa melihat pria bertato hiu asik tertidur dengan posisi duduk pada kursi tingginya, sedang di ujung yang lain, pria yang cukup dekat dengannya bernama Sasori sedang menikmati musik yang keluar dari handphone- nya. Naruto mengalihkan pandangannya, saat deru mesin mobil mendekat padanya, dan berhenti di hadapannya. Mobil itu terlihat mahal, dengan warna hitam metalik sebagai catnya.
Naruto mendekat, mengetuk jendela pengemudi bermaksud menanyakan jumlah nominal dalam satuan liter yang dibutuhkan. Dan jendela mobil itupun turun perlahan, menampilkan paras seorang pria yang pernah ia jumpai sebelumnya. "Hai, kita bertemu lagi? Bagaimana kabarmu?" Suara beriton yang terdengar main- main menyambut pendengarannya. Naruto nampak pasif dengan sikap pria di hadapannya. Ia menarik wajahnya menjauh, tak ingin lebih dekat pada paras pria itu yang seakan sengaja membuat mereka lebih dekat. Sasuke, pria itu menyeringai,
"Wah, jangan begitu. Kau membuatku merasa ditolak. Sejujurnya bensinku masih penuh, so tak perlu repot mengisikannya. Bisakah kau ikut makan malam denganku."
Naruto tak membalas, ia berdecak kesal karena dipermainkan. Ia berharap temannya segera datang dan menggantikannya, jadi ia bisa segera pulang dan membersihkan diri agar lebih segar. Tangan kurusnya di tarik, membuat Naruto tersentak dan dengan reflaks menariknya berbeda arah, di matanya Sasuke terlihat puas ketika melihat perubahan ekspresinya yang tiba- tiba.
"Makanya, jangan mengabaikanku. Jadi bagaimana, mau menemaniku tidak?" mungkin Sasuke terlihat seperi om- om hidung belang di mata Naruto, tapi pria itu tidak begitu peduli. Ia ingin mengorek segala hal tentang bocah di sampingnya ini, jika ada yang dapat dijadikan bukti, maka akan ia simpan rapat untuknya sendiri. Tidak akan ia bagi walaupun itu untuk ayahnya sekalipun, dengan begitu ketika instingnya benar, maka ia akan tahu alasan apa yang mendasari para 'Bayangan Rubah' itu merampok hasil curian koruptor. Tidak ada alasan lain dari Sasuke untuk menangkap 'bayangan rubah' selain ditanyai apa tujuannya. Lagipula ia memang tidak pernah ingin memenjarakan atau menghukum mereka seperti ayahnya. Karena Sasuke sendiri tidak menyukai para koruptor itu, terlepas bahwa calon mertuanya- pun sama sepert para lintah darat Konoha.
"Maaf, bisakah anda segera pergi. Saya harus ke toilet." Berlagak seperti orang yang terburu- buru, Sasuke yakin bocah dihadapannya ini hanya ingin segera terlepas darinya. Maka iapun memanggil penjaga SPBU yang lain untuk mendekat.
"Ya tuan, ada yang bisa saya bantu?" Pria bertato hiu mendekat, bertanya dengan sopan pada Sasuke. "Aku kekasihnya," Sasuke menunjuk Naruto, "Namaku Sasuke, bisakah aku mengajaknya sebentar." Lanjutnya, yang langsung mendapat tatapan tajam dari Naruto. Si pria Hiu sendiri terlihat tidak yakin, sebentar ia melihat Naruto yang menggeleng. Tetapi kemudian merasa kasihan pada Sasuke yang seakan amat merindukan bocah di sebalahnya. "Silahkan, tuan. Sebentar lagi Deidara juga akan datang untuk pergantian Shift dengan Naruto."
"Apa maksudmu, Kisame?!" Lengan kekar ditarik kencang, membuat pria bertato hiu itu menatap langsung pada wajah marah Naruto. Keduanya cek cok sebentar. Meninggalkan Sasuke yang sibuk memahat nama bocah itu dalam pikirannya.
"Baiklah, tuan. Sepertinya Naruto telah sepakat untuk ikut dengan anda. Tolong jaga ia ya tuan, dia sangat berarti bagi kami, rekan kerjanya."
Mendapat persetujuan itu, rasanya seperti ia tengah mengalami jackpot luar biasa. Jari ia tak mampu menahan diri ketika ibir tebalnya melengkung membentuk senyuman lebar, memperlihatkan betapa senangnya ia bisa lebih dekat dengan bocah yang suka menekuk parasnya di belakang tubuh kekar Kisame. Melirik sejenak name tag pria baik hati di hadapannya, Sasuke berterimakasih. "Terimakasih banyak, Tn Kisame. Tenang saja, saya akan menjaganya sepenuh hati saya."
Sebelum Naruto sempat melarikan diri, Kisame tidak segan untuk menggendongnya dan memasukkannya pada pintu belakang mobil. Membiarkan Sasuke membawanya pergi entah kemana.
.
Sore beranjak malam, Naruto tidak tahu akan sampai kapan ia terjebak dengan Pria aneh yang masih senang menahannya dengan alasan makan malam bersama. Ia sudah dari tadi duduk tanpa menyentuh sedikitpun daging ayam panggang di depannya. Mengamati dengan alis menukik tajam pada gerak gerik Sasuke yang terlihat santai dan menyebalkan.
"Makanlah. Dagingnya empuk, tenang saja. Tidak akan masuk ke sela gigimu." Mendengar penuturan Sasuke, bocah pirang itu mengalihkan pandangan. Mengamati beberapa tunawisma duduk dan tertidur di emperan toko- toko yang telah tutup, ada kilat sedih di tatapan matanya. Tetapi Sasuke belum menangkap dari mana datangnya kesedihan itu.
Pria itu menghentikan acara makannya, tertarik dengan sedikit ekspresi si bocah pirang. Selama di perjalanan bahkan setelah mereka saling berhadapan dengan makanan di tengah- tengah mereka bocah itu sama sekali belum membuka suara. Padahal, banyak sekali yang ingin Sasuke tanyakan, tentang alasan bocah itu berada di toko senjata tajam dan apa pekerjaannya, apa saja yang ia lakukan dari pagi sampai paginya lagi, ah, terlalu banyak sampai ia mungkin akan di sebut terlalu ikut campur urusan pribadi seseorang. Mau bagaimana lagi? Ia terlanjur mencurigai bocah ini. Dan lagi, sepertinya ia bocah yang cerdas.
"Tolong jangan menatap saya seperti itu, saya tidak nyaman." Si bocah membuka suara, kecil dan menggemaskan. Meski sasuke tak menyukai anak- anak, bukan berarti ia tak mampu menilai. Ia juga bisa merasa gemas dengan sesuatu, perasaan ingin mencubit, menggigit atau mungkin memeluk erat- erat adalah yang paling umum ia rasakan, tentunya saat bersama Sakura yang umurnya masih dibawahnya.
"Sepertinya dari awal kau memang tak merasa nyaman. Mulai saat ini berusahalah untuk rileks ketika aku bersamamu, okey? Kau tidak perlu merasa khawatir, karena aku tidak bernafsu dengan pria sepertimu." Sasuke melipat kedua tangannya, tersenyum mencemooh sambil menelanjangi Naruto dari ujung rambut sampai pada apa yang bisa ia lihat.
Bocah pirang melirik tajam, dengan kesal ia menegakkan punggungnya. Membiarkan Sasuke mengamatinya lebih intens, "Apa aku semirip itu dengan sosok pria? Apa kau bisa melihat gundukan pada selangkanganku, atau tonjolan pada leherku!? Dengar, tuan. Aku tidaklah takut denganmu, melainkan aku sama sekali tak menyukai keberadaanmu. Aku benci polisi! Sekarang anda mengerti?!"
Kedua bola mata berbeda warna itu saling beradu, saling melempar tatapan ketidak sukaan. Naruto terengah, dan jantungnya berdetak lebih kencang ketika ia mendapati dirinya tanpa sadar menarik kerah kemeja Sasuke sambil mendekatkan wajah. Bukan karena ia tersipu malu, melainkan rasa muak yang tiba- tiba saja melanda hatinya membuat emosinya tak terkontrol.
Tangan alabaster terulur, menggenggam erat pada pergelangan tangan yang lebih kecil darinya dan menariknya dengan mantab. Masih saling beradu tatapan, Pria itu berujar pelan, "Darimana kau tahu aku seorang polisi?"
"..." tiba- tiba saja suasana di sekitar mereka menjadi berat. Naruto walau tak begitu nampak, ia menahan nafasnya menyadari sesuatu.
Tak ada jawaban, tapi Sasuke telah menangkap raut terkejut dari gadis yang telah masuk dalam perangkapnya. Dari tangannya, Sasuke dapat merasakan getaran akibat rasa gugup yang ditimbulkan oleh pertanyaannya.
Menahan diri untuk tidak menyeringai senang, Sasuke berujar lamat- lamat, "Nah, bisa kau jelaskan. Bagaimana kau bisa tahu kalau aku seorang polisi? Sedangkan pertemuan awal kita, aku hanya mengenakan kemeja kantor." Tantangnya.
Naruto menghentakkan tangannya, melepas secara paksa genggaman Sasuke. Sambil menyambar segelas air putih dan meminumnya dengan rakus, ia mendengus keras sekali. "Insting." Jawabnya cepat tanpa mau membalas kembali tatapan Sasuke.
"Masuk akal." Kepala hitam itu mengangguk pelan, tetapi tatapannya masih asik menjelajahi paras bocah di hadapannya. Seakan menanti perubahan ekspresi yang berarti. "Kau punya masalah dengan polisi?"
"Banyak! Tolong jangan bertanya lagi, saya ingin pulang." Naruto menjawab cepat, bocah yang telah Sasuke yakini sebagai seorang gadis itu memegang gelasnya erat, menyalurkan kekesalan. Bibirnya yang tipis terkantub rapat.
"Akan kuantar pulang, tapi sebelum itu aku ingin bertanya satu hal padamu." Sasuke meletakkan tangan kananya di atas meja, menyangga tubuhnya yang condong nyaris mendekati Naruto. Ia tatap lekat- lekat mata shafir yang dipenuhi emosi milik gadis di hadapannya.
"Apa kau salah satu dari 'mereka'?" Bisiknya, menuai delikan tajam Naruto.
"Saya tidak mengerti maksud anda."
Sasuke mendengus, seolah ia telah paham bagaimana arah pembicaraan ini. Tangan besarnya meraih sesuatu dalam kantong jaket, dan mengeluarkan sebuah chip kecil yang Naruto ketahui sebagai memory card. "Bayangan Rubah, siapapun mereka aku tidak peduli. Jika ada salah satu dari mereka berada di hadapanku saat ini. Aku akan menangkapnya dan 'memeliharanya' sendiri."
"Kau tahu apa isi di dalamnya?" Lanjut Pria itu seraya memperlihatkan chip kecil di depan wajah Naruto. Tetapi naruto sama sekali tak merubah raut wajahnya, ia tetap tenang meski Sasuke mengintimidasinya sedemikian rupa.
"Bawalah ini bersamamu, dan berikan aku jawaban, apakah sosok itu adalah dirimu, sweety." Chip berpindah, Sasuke sengaja meletakkan benda itu di atas meja di hadapan Naruto. Sasuke bertaruh jika memang sosok yang sempat terekam kameranya adalah Naruto maka gadis itu akan menganbilnya tanpa berani menampakkan diri kembali, atau jika gadis itu benar- benar pintar, ia akan mengecoh dengan segala hal.
Menatap sejenak benda itu, tangan tan Naruto meraihnya kemudian melemparkannya tepat di kening Sasuke. Pria itupun sempat mengaduh dan mengusap dahinya dengan telunjuk tangan kiri. Tak menduga sedikitpun bahwa si gadis akan melakukan hal bodoh dengan membuang chip itu entah kemana.
"Apa kau bodoh!" bentak Sasuke, ia berdiri, melihat kemana saja untuk menemukan Chip keayangannya. Tetapi entah bagaimana, benda itu seakan- akan telah raib. "Itu bisa jadi barang bukti!"
"Biar saja. Aku tidak peduli. Bagaimana mungkin anda menuduh saya sebagai perampok hina seperti mereka!? Di kota ini masih banyak orang yang seharusnya anda curigai, bukan saya yang hanya seorang gadis lemah bertubuh kurus!"
"Hei! Kalau kau bukan, kenapa harus membuang barang berhargaku!? Kau bisa sajakan berkata baik- baik dan meyakinkanku untuk tak mencurigaimu! Lihat, karena kau aku jadi harus bersusah payah!"
Keduanya saling menyalahkan, mereka juga bahkan tak peduli ketika orang- orang di sekitar mereka asik memandanginya. Naruto yang telah dibuat amat kesal melempar piring beserta ayam yang sama sekali tak ia sentuh, kemudian pergi begitu saja meninggalkan Sasuke yang tengah dilanda Shock.
Seorang pelayang mendekat, dan memberikan Sasuke struk pembelian ditambah bunga untuk mengganti piring yang pecah.
"APA KAU BERCANDA?! INI TERLALU MAHAL UNTUK PIRING BEKAS SEPERTI ITU!"
"Maaf tuan, tapi bos saya tidak terima karena anda membuat para pengunjung yang lain merasa tidak nyaman. Tolong segera lunasi pembayarannya."
"H*ll! Fu**ing H*ll!"
.
.
.
.
Beberapa hari, Sasuke tak menemukan Naruto dimanapun, bahkan pada tempat kerja gadis itu. Tetapi selama ia tak mampu menemukan Naruto, ia telah berusaha mengumpulkan informasi tentangnya lewat beberapa anak buah yang ia miliki.
Naruto, tanpa marga. Tercatat sebagai anak angkat kedua seorang mantan anggota kepolisian yang telah diberhentikan dan sekarang menjadi gamer berpenghasilan tak lebih dari sejuta perbulannya. Tidak di sebutkan dari keluarga manakah gadis itu berasal, hanya saja dalam catatan keluarga yang di tulis oleh pemerintah Konoha, Naruto diambil ketika umur 12 tahun dari jalanan dalam kondisi sekarat. Hatake Kakashi, wali gadis itu, saat itu ia telah memiliki anak angkat bernama Inuzuka Kiba, bocah dua tahun lebih tua dari Naruto yang menjadi korban penculikan. Ia tak dikembalikan karena keluarganya telah meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas. Naruto tumbuh menjadi gadis yang cerdas, tetapi ia lebih memilih bekerja serabutan setelah lulus sekolah daripada melanjutkan kuliah.
Jam kerjanya di POM Bensin adalah delapan jam perhari, tidak ada catatan khusus seperti kenakalan yang ia lakukan. Gadis itu di kenal baik di lingkungan kerja maupun di daerahnya. Tapi yang paling menarik minat Sasuke adalah, ketika beberapa tunawisma yang anak buah Sasuke tanyai mengatakan bahwa gadis itu telah banyak membantu mereka dengan memberi mereka makanan setiap hari, terkadang satu kali atau bahkan dua kali makan.
Sasuke merinci penghasilan Naruto, dan membandingkan dengan pengeluaran yang gadis itu lakukan. Tetapi nampak ganjil karena sepertinya besar pasak daripada tiang menjadi perumpamaan dikeeharian Naruto. Yang ada dipikriannya saat ini, darimanakah uang Naruto selanjutnya berasal. Ketika gadis itu sama sekali tak memiliki pekerjaan tetap ebagai pegawai SPBU. Dari Kakashikah? Atau dari "pekerjaa' yang telah ia duga sebelumnya?
Mungkin ia bisa sedikit mengurangi lingkup pencariannya dengan berfokus pada Naruto, karena sebelum ini, Instingnya adalah yang paling benar.
.
.
.
"Kyuubi, hati- hati. Kau bisa keluar melalui ventilasi di sisi kirimu setelah berhasil. Aku telah menyiapkan kostummu untuk hari ini di luar. Jangan sampai ada yang melihat wajahmu, dan sebisa mungkin hindari tempat- tempat tertentu yang bisa saja di selipi kamera cctv." Suara dalam earphone yang terpasang memberi interuksi. Tubuh jangkung terbalut jaket kulit serta celana jeans panjang berdiri tegak setelah keluar dari lubang saluran AC yang baru saja lewati untuk memasuki ruangan harta incarannya.
Jari- jari yang terbalut kaus tangan putih terangkat, membenarkan letak earphone yang terpasang pada telinga kanannya. "Tunggu, aku sedang menyambungkan perangkatku pada kamera pengawas." Jeda sejenak, sepasang mata yang tertutupi kaca mata hitam itu menyorot seluruh ruangan. Jika dihitung, kira- kira ruangan ini berukuran empat kali empat. Ada dua lemari besar pada sisi kanannya, di belakangnya, dua meter ke atas dari lantai, lubang yang ia lewati menganga lebar.
Di depannya, berjarak tiga meter dari tempatnya berdiri sebuah brangkas besar dengan kunci tombol berdiri gagah menghadap pada pintu besi yang tertutup rapat. Itu pintu keluar. Dan di sisi lain Brangkas, ia dapat melihat sebuah ventilasi seukuran satu kali setengah meter telah dimodivikasi untuk mempermudah jalan keluarnya.
"Ah, aku berhasil. Untuk tidak menimbulkan kecurigaan, aku tak bisa mengacaukannya lebih dari tiga puluh menit. Lakukan dengan cepat, dan kenakan topimu. Sebisa mungkin jangan membuat suara, ada tiga orang penjaga di depan pintu masuk. Saat kau berhasil mendekati brangkasnya, tempelkan saja alat itu. Akan ku kacaukan sistem paswordnya. Setelah semuanya selesai, segera keluar lewat ventilasi di sebelah kiri brangkas, ada tali yang telah di siapkan Sky. Setelah itu kau tahu apa yang harus kau lakukan. Sekarang bergeraklah, waktumu tersisa dua puluh lima menit dari sekarang."
Ujung topi di tarik, menutupi sedikit bagian wajahnya dengan bayangan. Kakinya dengan lincah menghindari sensor yang dapat ia lihat lewat kacamata ex-ray ciptaan rekannya. Tak lama ia mampu menapak tepat di hadapan brangkas, menganbil alat pengacau kode yang terlihat seperti hape android dan menempelkannya pada mesin password. "Aku sudah menempelkannya." Ucap sosok itu pada seeorang di seberang sana.
Tak lama, bunyi 'Tek' terdengar, tak mau menyia- nyiakan waktu, segera saja ia buka pintu brangkas. Menjarah emas batangan di dalamnya dan memasukkannya pada tas yang telah ia persiapkan.
"Jangan lupa cabut lagi alatnya dan segera pergilah dari sana. Kumohon, kali ini jangan buat keributan." Ada nada memohon dalam suara si pengintruksi. Sosok itu menyeringai, ia lepas earphone itu setelah sebelumnya menjawab "Roger." dengan bisikan penuh semangat. Baginya, pencurian ini takkan menyenangkan tanpa memberi tahu pemilik harta lebih cepat. Jadi, begitu ia mencabut alatnya, ia juga telah meninggalkan stiker bergambar rubah hitam di dalam brangkas. Berlari dengan cepat ke arah ventilasi, menarik tutupnya turun dan keluar dari sana sambil dengan sengaja menyenggolkan kakinya pada sensor alarm.
.
Di atas sana, semua penjaga terlihat ribut. Sky telah menanti temannya yang sebentar lagi akan turun. Ia kesal sekali ketika si tengik Kyuubi memulai kerusuhan. Ia tidak mengerti, sebenarnya apa yang dicari bocah itu ketika menjalankan misi ini. Yang ia tahu, Kyuubi bukan orang yang suka mencari sensasi dengan seakan- akan menjadi pencuri paling legendaris di zaman ini. Ooh, baginya selamat tanpa di ketahui identitasnya saja ia sudah syukur, kenapa si tengik itu malah suka sekali berbuat tingkah. Lihat! Orang- orang jadi menamai mereka 'bayangan rubah', hah! Norak sekali.
BRUG! Tas terjatuh di sampingnya, disusul sosok jangkung bertopi biru. "Kau dasar idiot." Makinya begitu Kyuubi telah sampai dan membereskan peralatannya. "Merekalah yang idiot, inilah yang akan terjadi jika seenaknya mengumpulkan uang rakyat." Balas Kyuubi santai.
"Kau sengaja membuat orang- orang serakus babi itu takutkan?"
"Tentu saja. Mereka akan sangat tertekan memikirkan bagaimana cara menyimpan uang yang baik."
"Ambil pakaianmu, aku akan membawa hasilnya. Seseorang ingin membeli emas batangan ini dengan harga dua kali lipatnya. Ah, sebelum itu, kemana sepatumu yang satu?"
Mata biru mengerling, melirik pada partnernya yang menyodorkan baju gantinya, "Terlempar ke dalam saat aku melompat meraih tali."
"Whut? Kau bahkan baru memakainya sekali, bajingan~"
.
.
.
.
Saat itu, sasuke tengah berkencan. Ia mendapat kabar bahwa rumah keluarga Danzo di rampok, bayangan rubah tentu saja. Penyelidik menemukan stiker itu lagi. Ayahnya juga menelepon dan menyuruhnya langsung datang ke lokasi. Meninggalkan kekasihnya yang kesal bukan main karena merasa kencannya selalu di ganggu tugas Sasuke. Padahal sebulan lagi mereka akan mengadakan pernikahan.
Tak membutuhkan waktu lama bagi Sasuke untuk sampai ke tempat kejadian perkara. Ia akan memasuki rumah megah yang di kunjungi banyak orang itu, tetapi sempat terhenti saat seseorang yang tak lebih tinggi darinya tanpa sengaja menyenggol bahunya. Orang itu mengenakan jaket tipis berwarna biru, tubuhnya jangkung dan rambutnya tertutupi topi rajut sampai batas telinga.
Sasuke sempat melihat sejumput rambut pirang pada tengkuk pria itu. Ah, setidaknya menurut pandangan Sasuke dia adalah Pria. Tapi karena itu hanya kejadian biasa, ia lantas tak lagi peduli dan segera mendekati sekumpulan polisi di dekat pohon cemara.
"Shika! Apa yang terjadi?" Tanyanya pada Pria muda berjenggot tipis. Salah satu anak buah kepercayaan ayahnya, yang terkenal pemalas.
"Pencurian, semua emas batangan milik Danzo lenyap. Anehnya, para penjaga itu tak menyadari bahwa ada seseorang yang menyelinap melalui lubang AC dapur dan bergerak menuju ruang penyimpanan. Aku menemukan bukti sebuah stiker bergambar rubah, juga sebuah sepatu tanpa pasangannya, tapi ini hanya sepatu murahan."
Tak puas dengan jawaban Shikamaru, Sasuke maju. Merebut rokok Shikamaru cepat dan menghisapnya banyak- banyak. "Kau sudah memeriksa ruang CCTV?" Tanyanya lagi, berharap akan ada petunjuk langsung untuk menemukan para banyangan rubah. Ah, sial sekali. chipnya telah hilang karena gadis bau kecur di restoran ayam.
"Sudah, mungkin Neji bisa menjelaskannya untukmu." Sasuke mengerti, para polisi ini dalam keadaan jenuh. Mereka terlalu lelah berusaha mengungkap kasus ini yang tidak pernah menemukan ujungnya. terlihat sekali Shikamaru mulai malas untuk menjelaskan rinciannya, dan menyuruh Neji, bawahannya untuk memberikan Sasuke jawaban.
Sasuke beralih, mendekati Neji yang membawa beberapa berkas dan menunjukkan foto- foto hasil rekaman CCTV.
"Ada yang aneh dengan pola matinya cctv, yang pertama adalah cctv di kebun belakang. Ada empat di sana, tetapi yang mati hanya pada bagian pagar kebun, menyorot langsung ke jalanan. Tak ada apapun dan siapapun sebelum cctv itu mati, dan bahkan setelahnya padahal jika dihitung durasinya hanya sampai sepuluh detik. Yang kedua adalah cctv pada dinding luar dapur, mati dengan durasi dua menit. Tak ada tangga di sana, jika melihat pada ketinggian ventilasi lubang AC yang berjarak kurang lebih dua setengah meter dari tanah, akan sangat sulit bagi kita untuk menaikinya tanpa batuan alat.
Dilanjutkan cctv ruang tengah selama lima menit, ruang makan sepuluh detik, ruang tidur utama lima menit dan ruang bersantai yang jaraknya sangat jauh dari ruang penyimpanan tiga puluh menit, yang kami duga hanya sebagai pengecoh. Sebelum cctv pada ruang penyimpanan mati selama tiga puluh menit pula. Sayangnya jika mereka lebih peka, mereka akan dengan mudah menangkap pencuri itu sebelum terlambat. Melihat cctv di kediaman ini rusak secara teratur dan bergantian." Jelas Pria muda berambut coklat itu panjang lebar. Sasuke mengangguk menanggapi, ia membayangkan seorang gadis muda melakukan itu dengan lincah dan cepat. Sepertinya memang terlihat mustahil, tapi bisa saja itu terjadi.
"Apa ada yang sempat melihat tersangka?"
"Ada, seorang penjaga sempat melihat orang itu keluar dari ventilasi udara dengan tali tambang biasa, tidak begitu jela karena gelap. Arahnya ke kebun belakang. Tapi mereka tak menemukan apapun setelah sampai di sana. Talinya terpotong di tengah- tengah dengan simpul diujungnya. Hanya bekas rokok saja yang mereka temukan."
Naruto, pemuda Uchiha itu masih mencurigai gadis itu sebagai dalangnya. Tetapi apakah etis bila seorang gadis sepertinya merokok, dia tidak akan mungkin sempat merokok ketika waktunya dibatasi 1 jam 12 menit 20 detik. Menaiki lantai tiga dengan melewati ventilasi lubang ac tidak mudah, kecuali ia punya alat canggih yang mampu membantu tangan dan kakinya merekat pada alumunium atau tembok, mungkin memang bisa merokok, tetapi asapnya akan terbawa melewati lubang AC yang lain dan menyebar keseluruh ruangan. Jika duggannya benar, berarti ada orang kedua di sana, menunggu gadis itu turun dan mengawasi keadaan.
Jika Sasuke boleh menilai, para bayangan rubah itu hanya menggunakan trik murahan untuk mengecoh. Tetapi waktu yang mereka gunakan selalu tepat, dan hanya pada saat orang- orang lengah saja mereka melakukannya.
Sasuke mengalihkan tatapannya, mengamati hal yang mungkin dapat menarik perhatiannya. Dan ia menemukan sosok yang sempat menabraknya itu berdiri di depan gerbang lama sekali, Sasuke menyernyitkan alis, merasa heran dengan apa yang sedang orang itu lakukan. Kedua tangannya masuk ke dalam saku, dan matanya yang tertutup kaca mata mengarah pada gedung tinggi itu. Jika tak salah melihat, sasuke menemukan sosok itu menyeringai lebar, sebelum beranjak pergi dengan sebuah sepatu berada pada kaki kirinya.
"Ah, tunggu!"
"Ada apa, Sir?"
Tanpa menjawab pertanyaan Neji, Sasuke berlari mengejarnya. Tetapi ketika sampai di depan gerbang, ia tak menemukan apapun selain kesunyian. Malam telah semakin larut, dan Sasuke memilih untuk pulang ke apartemennya sambil memikirkan kecocokan fisik pria itu dengan Naruto.
.
.
.
.
"Kau darimana, Naruto? Kenapa baru pulang?" Kakashi menyandarkan punggungnya pada sofa ruang tengah. Melihat dengan pandangan menghakimi ketika gadis jangkung baru saja memasuki ruang tengah dengan sekantong mie instan di tangan kanannya.
Melihat sejenak pada pintu keluar, gadis itu membalas tatapan walinya. "Aku mengajak mereka makan di kedai, dan membicarakan banyak hal. Jadi aku sampai lupa waktu, maafkan aku."
Pria berusia empat puluh tahunan itu mengangguk, memaklumi alasan gadis itu begitu senang menghabiskan waktu bersama orang- orang tuna wisma diluar sana. "Baiklah, aku mengerti. Mulai besok sebisa mungkin tolong jangan pulang terlalu larut, kau itu seorang gadis. Akan berbahaya jika ada beberapa preman mendekatimu ketika tidak ada siapapun yang mampu menolong."
"Hmm." Naruto bergumam sebagai jawaban. Ia lantas meneruskan jalannya menuju lantai dua. Ia sempat menatap beberapa detik pintu pada samping kamarnya. Itu milik Kiba, ia ingin membicarakan sesuatu dengan pria itu tetapi sepertinya si pemilik kamar telah jatuh terbuai mimpi.
.
.
.
Keesokannya Naruto melakukan aktifitasnya kembali, setelah selama beberapa hari ia meminta libur untuk urusan pribadi, gadis itu telah kembali bekerja di POM bensin. Melayani orang- orang untuk mengisi bahan bakar, di temani kedua rekan kerjanya, Sasori dan Kisame.
"Hei, Naruto. Pacarmu itu kemarin terus- terusan datang mencarimu kesini. Memangnya Kau tidak memberi tahu dia kalau kau izin kerja?" Kisame membuka suara, ia meninggalkan posnya untuk duduk di kursi jaga milik Naruto sedang gadis itu masih sibuk mengisi tangki sebuah mobil.
"Wah, memangnya Naruto sudah punya pacar? Eeciee, ajak kenalan dong kita." Sasori menepuk bahu Naruto keras, yang langsung di hadiahi tatapan tajam dari gadis itu. "Dia bukan pacarku, kalian gila ya?!"
"Masa?" Kisame berujar main- main, ia menopang dagunya pada lengan yang dilipat di atas loker penyimpanan uang, tersenyum menggoda pada gadis satu- satunya di antara mereka, di susul dengan Sasori yang bersiul ringan mengolok Naruto meski wajah Naruto sama sekali tak berubah. "Kalau kalian punya ingatan bagus, dia itu anak dari kepala kepolisian yang sudah bertunangan dengan anak gadis kementrian perhubungan, Haruno Kizashi." Balas Naruto santai, ia kemudian menuntup tangki mobil. Menganbil uangnya dari si pembeli dan mengucapkan terimakasih di sertai senyuman.
"Waah, aku tidak tahu kau begitu banyak tahu tentangku."
Suara beriton yang amat ia kenal, mengangetkannya. Kisame semakin bersorak melihat kedatangan pria muda bermarga Uchiha itu yang tiba- tiba. Sasuke mengenakan mantel coklat yang panjang, di baliknya ada kemeja putih berdasi biru dan celana bahan yang panjang sampai menutupi mata kaki. Terlihat keren dan luar biasa untuk pria makulin sepertinya. Langkahnya lebar, mampu membantunya dengan cepat mendekati Naruto.
"Hai, tuan. Apa kabar?" Sapa Kisame antusias. Ia melambaikan tangan dengan riang pada Sasuke yang telah berdiri tepat di hadapan Naruto, yang kemudian di balasnya dengan senyuman manis.
"Baik, tuan Kisame. Aku sekarang baik- baik saja setelah melihat wajah menggemaskan gadis ini, mungkin sedikit senyuman darinya akan membuatku mampu menyelingkuhi Sakura." Sasori mendengus, perasaannya saja atau pria ini memang suka membual. Sedikit kecewa juga kalau Naruto tengah di dekati pria ber'istri'.
"Ya, dan anda memang luar biasa." Kisame membalas santai. Dan Sasuke kembali mengalihkan tatapannya pada Naruto yang seolah sibuk menghitung uang.
"Bisa kita bicara?" Ucap Sasuke kembali serius, tetapi Naruto sama sekali tak beranjak. "Aku tengah dalam misi, bekerjasamalah denganku jika kau memang bukan salah satunya." Bisik Sasuke malanjutkan ucapanya. Ia sempat mengamati sekeliling untuk memastikan tak ada siapaun yang menguping pembicaraan mereka.
Kepala pirang mendongak, membalas pandangan Sasuke dengan intens. "Apa untungnya menolongmu?"
"Dengar, jika kau bersedia, aku akan membantumu menggalang dana pembangunan rumah susun gratis bagi tunawisma. Bagaimana? Bukankah itulah yang menjadi cita- citamu?"
.
.
Mobil sedan melaju dengan kecepatan sedang pada jalanan aspal ibu kota. Sasuke telah berhasil membawa gadis itu untuk menaiki mobilnya. Ada yang harus ia lakukan untuk menyakinkan dirinya bahwa Naruto bukanlah salah satu anggota 'bayangan rubah'. Meski banyak sekali dugaan- duga yang mengarah pada gadis itu. Dari kebencian gadis itu pada para polisi, kemampuan ekonomi gadis itu untuk memenuhi kebutuhan pangan para tunawisma setiap hari dan postur tubuh serta gestur berjalan gadis itu yang mirip sekali dengan sosok yang ia beri title terangka pada rekaman Videonya.
"Apa pekerjaanmu selain pegawai SPBU?" Sasuke bertanya, ia melirik gadis yang asik memandangi jalanan dari kaca mobil di sampingnya. Sama sekali tak mau membalas tatapannya ataupun berbicara sepatah kata sejak menduduki kursi penumpang di sebelah sopir. "..."
"Maafkan aku, tapi aku curiga kau mencari uang haram untuk memenuhi kebutuhan pangan para tunawisma."
"Aku membantu ayah memainkan gamenya." Sasuke mengangguk, sedikit puas ketika Naruto menjawab pertanyaannya meski sedikit. Ditariknya tuas mobil, memasukkan pada gigi dua ketika jalan menanjak akan dilalui.
"Aku mendatangi Kakashi. Kutanyakan kenapa kau begitu terobsesi dengan para tunawisma di sana. Tapi Kakasih hanya menjelaskan bahwa kau memiliki masa lalu yang buruk, kau berasal dari kalangan mereka dan berakhir di sayanginya sampai menjadikanmu anaknya. Kalau aku boleh bertanya, apa itu ada hubungannya dengan kenapa kau membenci polisi sepertiku?" lewat sudut matanya, Sasuke mampu menangkap gerakan jemari Naruto yang mengerat. Itu sedikitnya mampu menjawab pertanyaan Sasuke meki tidak secara detail. Melihat bagaimana gadis itu mengantubkan rahangnya kuat, Sasuke mengambil kesimpulan bahwa itu mungkin saja adalah hal yang tak mampu dibicarakan. Jadi iapun memutuskan tak bertanya kembali demi menjaga mood gadis itu.
Ia tak mau hubungannya rusak hanya karena ia terlalu tergesa- gesa ingin mengetahui sesuatu. Jika Naruto adalah benar sang bayangan rubah, maka pasti ada alasan kenapa dia selalu mencuri uang para koruptor, walau pasti tidaklah jauh- jauh dari tentang sebuah balas dendam. Untuk saat ini, mungkin ia tidak akan bertanya lebih lanjut.
Mobil sedan milik Sasuke berhenti di sebuah halaman depan rumah, Naruto tidak tahu kenapa ia di bawa ke sini. Sekilas ia sempat membaca papan nama di depan gerbang, "Jalinan Kasih" itu nama dari rumah di depannya. Di sudut halaman ada beberapa alat permainan, seperti jungkat- jungkit, bola dunia, ataupun ayunan. Dan di sisi yang lain ia dapat melihat taman mini yang berisi beberapa pohon sayuran dan bunga- bunga. Tempatnya kecil tapi sangat rapi, Naruto juga dapat mendengar suara riuh rendah begitu keluar dari mobil. Sasuke tersenyum padanya, dan memberi kode untuk mengikuti pria itu dengan gerakan dagu. Tak membuang waktu dan ia juga terlalu penasaran, maka Naruto mempercepat langkahnya untuk menyamai jalan Sasuke yang lebar.
Suara itu semakin terdengar jelas ketika keduanya sampai di depan pintu yang tertutup. Ada jeritan dan gelak tawa yang begitu lepas. Kernyitan pada dahi Naruto semakin terbentuk, dan Sasuke hanya menyeringai mengetahui itu. Ketukan sebanyak tiga kali Sasuke lakukan, dan pintu bercat coklat di depan mereka terbuka dengan seorang bocah berusia kira- kira lima tahun yang menampakkan diri. Bocah itu tersenyum lebar, memperlihatkan gigi- giginya yang ompong. "Okaeri, Sasuke- san!"
Gadis pirang tersentak, tatkala anak- anak di dalam rumah berhambur dan memeluk tubuh pria itu seraya tertawa lebar. Naruto juga bisa melihat bagaimana mata kelam Sasuke menampakkan kebahagiaan dan kepuasan. Halisnya terangkat, menebak apakah Sasuke adalah guru mereka, tempat ini terlalu mirip seperti sekolah anak TK daripada rumah huni, walaupun bentuk rumahnya seperti rumah huni kebanyakan. Naruto tetap dalam posisinya, berdiri dan mengamati bagaimana interaksi Sasuke dengan anak- anak itu.
Beberapa saat Sasuke seolah mengbaikannya, tapi sejurus kemudian pria itu berdiri dari jongkoknya, menarik beberapa anak untuk ia hadapkan padanya dan memperkenalkan dirinya pada anak- anak itu sebagai teman kerja pria itu.
"Whoaa~, kakak cantik, keren sekali. Rambutnya warna emas!" Mereka berseru senang, berkumpul dan melingkari gadis muda itu yang nampak gugup. Sepasang shafirnya melirik pada Sasuke, meminta tolong lewat tatapan mata. Berharap pria itu dapat membantunya mengatasi situasi canggungnya dengan anak- anak ini.
Sasuke sendiri hanya tersenyum lebar sampai matanya menyipit nyaris tertutup menanggapi isyarat mata Naruto. Kepalanya menoleh begitu seorang bocah laki- laki berseru senang ke arah Naruto, "Kakak, namanya siapa, kak? Kakak, rambutnya cantik sekali."
"Iya, mirip warna matahari!"
"Wuah! Mata kakak juga seperti langit!"
"Bukan langit, tapi mirip pantai!"
"Kakak malaikat ya?!"
Naruto kelimpungan, ia tidak pandai menyikapi situasi seperti ini. Anak- anak ini terlalu bersemangat dengan hal baru yang mereka lihat. Satu persatu dari mereka ia amati, dari seorang bocah lelaki manis yang memiliki cekungan pada pipinya ketika tersenyum, atau pada gadis manis dengan gigi gisulnya. Mata mereka berbinar cantik, dan senyuman mereka begitu lebar, sebagian anak nampak memejamkan mata ketika tersenyum. Keadaan ini mau tak mau membuat gadis muda itu ikut tersenyum. Ia berjongkok, menyamai tinggi mereka dan memperkenalkan diri. Tak banyak yang ia bicarakan, ia hanya menyebut nama dan di mana ia tinggal, selebihnya ia hanya menanggapi ocehan anak- anak itu dengan mengangguk kaku atau menggeleng.
Di sudut matanya, ia kehilangan sosok Sasuke. Pria itu tanpa sepengetahuannya telah pergi. Ia tidak tahu kemana pria itu pergi, tetapi hatinya masih merasa tenang seolah mengerti kemana dan kenapa lelaki itu pergi. Tak lama berselang, Sasuke muncul dari pintu masuk, bersama seorang wanita tua yang mengikutinya. Ia bisa melihat keduanya terlibat percakapan, sebelum Sasuke memanggilnya dan membuatnya bangkit untuk menemui Sasuke.
"Maaf, tapi aku harus ke sana." Ucapnya kepada anak- anak yang mengelilinginya. Mereka nampak kecewa, tapi Naruto hanya bisa tersenyum menanggapi reaksi itu. Bukan karena ia tak peduli, tapi karena ia memang tidak tahu bagaimana harus bersikap di depan anak- anak usia aktif.
"Naruto, ini pengelola panti asuhan, namanya Bibi Kaede." Jelas Sasuke begitu ia telah berdiri di depan Pria itu. "Panti?" Naruto bergumam tak yakin, ia menaikkan satu alisnya sebagai tanda bahwa ia belum mengerti. Sasuke mendengus, kemudian mengangkat tangannya dan menyentil dahi Naruto keras sekali.
"Ssshhh!" Gadis itu mendesis pelan, ia sempat melotot pada Sasuke sebelum mengusap cepat pada dahinya yang memerah.
"Idiot." Bisik Sasuke sambil menyeringai. Sekarang Naruto mengerti tempat apa yang sedang ia kunjungi. Tapi ia masih belum tahu maksud Sasuke membawanya kemari. Mata biru langitnya mengedar, dan berakhir pada mata coklat seorang nenek tua yang berdiri bersebelahan dengan Sasuke. Nenek itu tersenyum ramah padanya, mengucap nama dan mengulurkan tangan padanya, jadi mau tak maupun ia balas menjabat tangan dan menyebutkan nama demi kesopanan.
"Ini adalah panti asuhan yang didirikan Sasuke- sama sejak delapan tahun yang lalu. Dan saya adalah salah satu pengurus panti asuhan ini, Naruto-san."
Di hadapannya, Sasuke tersenyum bangga, dia dengan kepala mendongak menatap dirinya lewat ekor mata. Alih- alih merasa kagum, gadis itu malah mendengus dan seolah mencibir lewat bisikan. "Ah ya, dia memang hebat dalam masalah ini, Nyonya. Ia terlalu kaya sampai memutuskan mendonasikan uangnya pada panti asuhan. Sungguh, itu adalah pencapaian yang bagus." Ucapnya menanggapi, sedikit memberi penekanan pada beberapa kata untuk menyindir Pria di depannya.
"Kau benar, gadis muda. Berkat dirinya sekarang saya merasakan bahagianya merawat seorang anak. saya adalah janda tua yang sama sekali tidak di karuniai seorang anak. Jadi ketika saya telah beranjak tua dan begitu merindukan sosok anak kecil yang polos, Sasuke- sama datang dan membawa saya kemari. Memperkerjakan saya sebagai pengasuh pertama untuk tiga orang anak yatim piatu."
Naruto mengangguk, ia tak bisa menjawab ketika matanya menangkap keharuan dan kebahagian yang terpancar pada pandangan wanita itu kepada Sasuke. Ia yakin, jika Sasuke membawanya ke sini adalah untuk memamerkan kekayaannya yang mampu menafkahi dua puluh empat orang anak yatim piatu dan beberapa pengasuhnya. Tapi, ia tak bisa membaca tujuan pria itu melakukannya. Apa pria itu tengah mengoloknya yang hanya mampu memberi makan orang- orang tunawisma tanpa memberikan mereka hal lain seperti rumah dan pakaian. Tapi sungguh, Naruto tak pernah berniat memamerkan atau membandingkan apa yang ia lakukan dengan orang lain, terlebih pada Pria sombong seperti Sasuke.
"Naruto, ikut aku." Terlalu banyak melamun, membuat gadis itu tak sadar bahwa wanita itu telah selesai bercerita. Dan kini telah memasuki rumah di susul anak- anak yang lain. Hanya tinggal ia dan Sasuke yang saat ini berjalan ke arah ayunan di halaman itu.
Pria bermarga Uchiha itu mendudukkan diri pada satu ayunan, mengayunnya dengan kedua kaki panjangnya dan menatap tepat pada matanya, "Aku tahu apa yang kau fikirkan, bocah."
"Kau berfikir aku telah menyombongkan diri dengan apa yang sudah aku lakukan. Tapi bukan itulah tujuanku membawamu datang kemari." Lanjutnya. Naruto sendiri memilih diam, tak bergerak di samping Sasuke dan tetapmendengarkan. "Aku hanya ingin kau tahu, betapa aku sangat mendukung para bayangan rubah. Aku tidak pernah tega melihat anak- anak seperti mereka terlantar dan terlunta- lunta dijalanan. Aku mendirikan ini untuk mereka, tak bisa maksimal karena semuanyapun butuh perhitungan. Banyak sekali anak- anak seperti mereka di dunia, butuh bantuan, butuh perlindungan, sedang orang- orang yang seharusnya membantu dan melindungi mereka malah berenang- senang dan menumpuk harta."
"Naruto, jika kau benar salah satu dari mereka. Maka ayo kita bekerja sama."
.
.
.
.
.
Ajakan Sasuke tempo hari, terus terngiang- ngiang dibenaknya. Ia tidak tahu, mengapa pria itu begitu menyakini opininya. Menganggap dirinya benar- benar anggota bayangan rubah. Ia memang tak menjawab apapun, ia hanya diam bahkan sampai kembali dengan selamat di rumahnya. Tetapi pria itu juga tak mendesaknya lebih lanjut, seakan Pria itu telah merencanakan dan menduga apa jawaban yang akan ia berikan.
Naruto membuka loker, mengamati seragam pelayan SPBU dengan tidak fokus. Pikirannya melayang pada pertemuan keduanya dengan Sasuke, di mana pria itu memperlihatkan chip dan menyuruhnya untuk melihat, tetapi ia tolak karena berfikir bahwa Sasuke hanyalah main- main.
"Yo, selamat pagi." Sasori muncul dari balik pintu, mendekat dan membuka loker di sampingnya. Naruto bisa merasakan lirikan heran dari pria awet muda itu, sebelum ia menoleh dan membalas tatapan Sasori. "Apa pria itu masih mencurigaimu?"
Tak ada suara, tak ada jawaban. Tapi Sasori lebih tahu dengan tatapan Naruto. "Rilex saja, sebentar lagi opininya akan salah."
"Bagaimana kau bisa seyakin itu, senpai?"
"Otak bayangan rubah lebih pintar dari siapapun, Naruto. Sekarang bekerjalah dengan tenang, dan jangan fikirkan apapun." Sasori berganti seragam, ia sempat menepuk kepala gadis itu sebelum beranjak keluar ruangan. Meninggalkan Naruto yang masih tak mampu melepaskan bebannya.
.
.
Malam itu, bayangan rubah beraksi lagi. Kali ini mereka berhasil menjarah harta milik keluarga Yamanaka. Ketika itu secara kebetulan Sasuke berada di sana sedang menyerahkan undangan pernikahan bersama Sakura. Saat kejadian kaburnya, sasuke berpapasan dengan sosok jangkung itu di perkebunan dekat jalan menuju gerbang. Yang membekas di pikiran pria itu adalah bagaimana kedua bola mata gelap menyorot dengan kaget ke arahnya. Topi itu lepas, dan membuatnya sedikit mengetahui warna asli rambut si pemilik, pirang pendek. Dan ia yakin, ada jakun pada leher sosok itu. Ia tak sempat menangkapnya, gerakan sosok itu amat lincah sampai ia tak mampu mengimbanginya.
Ketika itu pulalah, perasaan bersalah menyusup dalam hatinya. Ia mengingat Naruto, gadis yang telah ia tuduh sebagai tangan bayangan rubah. Patut jika gadis itu marah di samakan dengan mereka yang mencuri barang haram. Sosok itu, postur tubuhnya sama persis dengan sosok di rekaman cctv miliknya sama pula dengan postur tubuh gadis itu, tinggi serta pinggangnya ramping. Mungkin memang ada dua orang yang sama, yang memiliki ciri sama persis, karena tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Rambut pirang itu juga ia pernah melihat tanpa sengaja di kediaman Danzo. Itulah yang membuatnya menarik kesimpulan bahwa Bayangan rubah yang melakukan aksi tak pernah berganti orang. Dan kini ia tahu, si tangan bayangan rubah seorang pria. Itu artinya, Naruto bukanlah sang tersangka.
"Sasuke, kau baik- baik saja, sayang?" Suara lembut yang menenangkan, membuyarkan segala pikiran Sasuke. Pria itu memandang calon istrinya, melihat bagaimana alis merah mudanya bertaut menampilkan ekspresi kekhawatiran.
"Ya, aku baik- baik saja." Sedikit mendesah, tatapan Sasuke kembali mengarah pada jalanan kota yang ramai. Tengah kota tidak pernah terlihat sepi, selalu ramai dengan kendaraan dan beberapa pejalan kaki.
Sasuke baru saja keluar dari tempat kejadian, setelah sebelumnya mengamati kembali jejak- jejak pencurian itu untuk mengumpulkan petunjuk dan barang bukti, tetapi ia sama sekali tak menemukan apapun selain beberapa juta uang telah raib dari brangkasnya. Mengingatnya rahang Sasuke mengeras, ia telah amat dekat dengan sosok jangkung itu, dan sama sekali tak bisa menemukan petunjuk siapa pemuda itu. Ia harus cepat menemukannya atau orang suruhan ayahnyalah yang akan menemukannya lebih dulu. Jika itu terjadi, semua yang telah ia rencanakan akan berantakan. Sudah lama ia menanti pertemuannya dengan sosok itu, kalau boleh dibilang, ia salah satu penggemar mereka. Meski ia seorang calon sarjana hukum sekalipun, yang tahu benar jika tindakan mencuri, merampok dan merampas harta orang lain adalah tindak pidana yang hukumannya tidaklah kecil. Sasuke tahu mereka bersalah, tetapi pria itu sudah terlanjur muak melihat para pejabat dan bangsawan yang gemar sekali menggemukkan diri. Jadi, ketika orang- orang itu dirampas lagi hartanya oleh orang lain, kembali pada tempat semestinya dan berakhir ketakutan bila terjajah lagi adalah hal yang sangat membuat kedua bola matanya berbinar.
Sasuke menarik tuas gigi, kemudian membelokkan stiran mobil menuju sebuah bangunan megah bergaya tradisional jepang dengan halaman luas berisi taman serta tempat parkir. Sakura yang belum tahu maksud calon suaminya menyernyitkan dahi ketika pria itu membukakan pintu mobilnya dan menyuruhnya keluar.
"Maaf, Sakura. Aku lupa memberitahumu jika ibu ingin kau menginap malam ini." Jelasnya sambil menampilkan ekspresi bersalah. Gadis dengan rambut sewarna bunga sakura itu tersenyum manis. Setelah itu bangkit dari duduknya untuk mengecup bibir Sasuke sekilas dan melenggang pergi diikuti Sasuke.
"Aku tahu kau pasti sangat kesal karena kejadian tadi. Istirahatlah tanpa menemaniku berbincang dengan ibu. Ya, sayang?" rangkulan mesra didapat Sasuke pada lengan kanannya ketika ia berhasil menyamai langkah pendek gadis itu.
Mendengar bagaimana pengertiannya sang calon Istri, Sasuke tersenyum senang. Ia menepuk kedua lengan Sakura yang memeluknya penuh pengertian. "Baiklah, calonku yang baik hati nan sexy. Aku akan langsung menjamah kasur malam ini."
"Hahh, dasar Sasuke~" keluh Sakura menanggapi ucapan ambigu pria itu. Keduanya berjalan dengan pelan menuju pintu masuk. Menikmati setiap langkah yang mereka ambil serta meresapi perasaan maing- masing lewat sentuhan fisik. Di atasnya, rembulan terlihat benderang setelah keluar dari gumpalan awan, menyinari keduanya sampai memasuki rumah.
.
.
.
.
TO BE COUNTINUE
Hay, hay! Apa kabar kalian semua? Yang kenal saya, yang sok saya kenal... pa kabar?
Uuh, saya kangen pisan sama ffn, udah dari dulu rencananya mau update ini. Tapi suuuusaaaah bingit nyari waktu buat pegang compie. Serius! Boro- boro ngetik ya, waktu megang aja udah di rebut sama anak kecil di rumah saya, wkwkwk.
Sebenarnya ini masih belum mencapai target, tapi sayanya udah kebelet pingin update. Heemmm, yang minta update ASAP, maaf ya, mungkin nggak bisa. Genrenya agak berat buat saya, dan ini saya baru pertama kali bikin, jadi perlu banyak rencana dan ide..
Oh ya, mau promosi dikit. Saya bikin cerita di watty, silahkan mampir kalau berkenan. Nama akunnya Broke010
Saya nggak pindah ke sana, cuma kalo lagi pingin publish cerita and nggak bisa ngetik pakai komputer jadi larinya ke sana. Yang udah saya up di sini nggak bakal saya pindah ke sana, begitu juga sebaliknya. Soalnya, guys, itu terlalu ribet, apalagi sinyal di tempat saya itu gampang- gampang SUSAH. Jadinya.. gitu aja, huehehehe
Okelah. Thanks aja buat yang udah baca sampai ke Author note ini. See ya!
Salam kangen
B Broke