A/N : Ini FanFiction pertamaku setelah lama hiatus, hope you'll enjoy this FanFiction even though there are so many OOCness, and I would really appreciate your comments.

Karena satu dan lain hal ada beberapa nama, detail dan kejadian yang aku edit. Tidak ada perubahan yang terlalu besar kok, kalian bisa lanjut baca aja.


Lelaki berambut gelap itu berjalan dengan tegap dan penuh wibawa. Ia memakai setelan yang rapi. Suara derap kakinya terdengar di lorong yang sepi. Ia menekan tombol lift. Begitu pintu terbuka, ia segera masuk dan menekan tombol lobby.

Matanya yang berwarna hitam melirik lantai yang sedang ia pijak. Sebuah logo berwarna emas terukir dengan indahnya. Beberapa orang mungkin menyayangkan hal ini. Mereka tidak tega menginjak sebuah karya seni yang luar biasa, tapi tidak dengan Uchiha Sasuke. Ia justru berpikir bahwa ini sedikit norak.

The Grand Uchiha Hotel . Tulisan atau logo itu ada dimana-mana. Di dinding, di meja resepsionis, di sofa, di pilar-pilar, bahkan di tiap kotak sampah. Sasuke tidak tahu apa yang merasuki kakeknya sampai menyetujui ide norak seperti ini. Ia bersumpah saat dia sudah resmi menjadi pemilik hotel ini, ia akan mengubahnya.

Pintu terbuka dan Sasuke berjalan keluar lift . Semua pekerja hotel menyempatkan untuk menatapnya dengan penuh rasa kagum dan hormat. Beberapa pegawai perempuan malah dengan terang-terangan memberikan tatapan penuh rasa cinta – atau penuh godaan – padanya tapi Sasuke tidak peduli dan hanya menatap lurus ke depan.

Tak jauh di depannya, seorang wanita paruh baya tengah duduk di lounge hotel sembari membaca salah satu majalah yang disediakan. Rambutnya disanggul dan dia memakai pakaian formal berwarna abu-abu. Sepatunya adalah sepatu kulit dari merek ternama. Penampilannya yang sangat elegan dan berwibawa mendukung paras cantiknya yang seperti tidak terpengaruh oleh usia.

Lelaki itu kemudian duduk di hadapannya, lalu bertanya, "Kenapa tiba-tiba ingin bicara denganku?"

Uchiha Mikoto meletakkan cangkir tehnya di meja. "Aku rasa tidak baik jika kita berbicara di sini. Bagaimanapun, yang akan kukatakan adalah masalah penting dan tak boleh didengar oleh orang lain."

Sasuke mengangguk. Ia mengajak Ibunya untuk masuk ke salah satu kamar suite terbaik.

Mereka duduk di sofa yang tersedia, namun selama beberapa saat, Mikoto tidak kunjung membuka suara.

"Ingin teh?"tawar Sasuke, memecah keheningan.

Sang Ibu menggeleng lalu berkata, "Sasuke, kau adalah calon pewaris hotel ini. Kau sudah bekerja keras untuk memajukan bisnis ini selama 3 tahun. Tapi kau jelas tahu kau bukan calon pewaris tunggal, benar kan?"

Sasuke sangat tahu. Karena itu ia sudah bekerja keras untuk mendapat kepercayaan kakeknya. Ia tidak punya banyak teman tapi punya cukup banyak orang yang berguna dan dapat dipercaya. Ia berhasil meraih juara umum di setiap sekolah elit yang dia masuki. Ia juga tidak pernah berkencan karena itu akan mengacaukan pekerjaannya.

Semua itu berbuah manis, Kakeknya cukup mempercayainya dan memberikannya jabatan yang bagus.

Mikoto menatap Sasuke dengan sorot matanya yang tajam. "Posisimu terancam, Sasuke. Dia sudah mulai bergerak."

Sasuke diam, namun batinnya penuh dengan pertanyaan. Apakah dia berkorban sebanyak dirinya? Apa dia lelah selelah dirinya selama ini? Apakah dia bersusah payah untuk mencapai posisi itu dan mendapat kepercayaan Kakeknya?

"Akasuna no Sasori. Ternyata dia telah menyita perhatian kakekmu selama ini. Dia aktif di berbagai kegiatan sosial dan kegiatan seni. Tapi bisnis kecilnya mulai bisa menjadi ancaman. Tempat penginapan kecilnya itu mulai membuka beberapa cabang, dan selama ini ia tidak pernah mendapatkan suntikan dana dari Uchiha. Modal utamanya adalah dari penjualan karya seninya."

Sasuke mengerutkan keningnya. Ia tahu Akasuna no Sasori suatu saat akan menjadi penghalang. Anak itu pendiam namun bisa beradaptasi dengan sangat baik. Kemampuannya dalam berbicara juga luar biasa.

Sekarang, ia menggunakan modal sendiri dan berhasil. Sasuke mungkin akan kesulitan dengan itu. Ia belum pernah mencoba menggunakan modal sendiri untuk mengembangkan suatu usaha. Sejauh ini ia hanya mengembangkan apa yang sudah ditanam sebelumnya.

"Ini akan terdengar lucu, tapi kau tahu satu hal lain yang menarik perhatian Kakekmu?"

"Apa?"jawab Sasuke cepat. Rasa penasaran dan jiwa persaingannya sudah bangkit.

"Kekasih. Dia punya kekasih."

Sasuke tidak bisa menahan tawa kecilnya. Bukankah ini lucu? Bagaimana mungkin dengan punya seorang kekasih, Kakeknya bisa diluluhkan?

"Bukan rahasia lagi kalau Kakekmu ingin segera mendapatkan cicit. Dia tidak berharap dari kakak sepupumu, Karin. Dia mandul. Kau sendiri juga tidak pernah tertarik untuk menjalin hubungan sedangkan Sasori,"

Sasuke menahan nafasnya. "Kekasihnya adalah seorang Dermatologist terkenal di Suna. Dia cantik dan berasal dari keluarga yang sangat bagus, keluarga Yamanaka tepatnya. Dalam perjalanan ke Suna, Ayah bertemu dengan mereka, dan beliau langsung menyukainya."

Sasuke tidak pernah tahu ada gadis sesempurna itu. Ia juga tidak menyangka nasib seseorang seperti Sasori bisa sangat bagus. Tapi yang lebih membuatnya tercengang adalah seorang Uchiha Madara yang mempunyai keinginan lemah lembut seperti ini. Selama ini ia pikir Madara hanya punya satu keinginan, yaitu menjadikan Uchiha Group sebagai perusahaan nomor satu di dunia.

"Gadis itu sakit-sakitan." lanjut Mikoto. "Meskipun kudengar mereka sudah melangsungkan pertunangan, aku tidak yakin gadis itu bisa bertahan lama"

Kejam? Ya, perkataan Ibunya sangat kejam hingga Sasuke sendiri merasa sedikit tidak nyaman. Tapi beginilah seorang Uchiha Mikoto. Tantangan untuk terus berdiri kuat seorang diri melawan berbagai pihak selama beberapa tahun ini telah membuat Ibunya sekuat baja.

"Hotel adalah bisnis utama Uchiha Group. Sasuke, Kau tahu aku akan melakukan apa pun untuk membuatmu menjadi pewaris utama hotel ini, bukan?" Sasuke mengangguk. Ibunya pasti telah merencanakan sesuatu yang cukup gila. Tapi, segila apapun ide itu, Ibunya selalu berhasil membuatnya ada di puncak. Sasuke tidak bisa menolaknya.

"Cari gadis yang cerdas, menarik, dan tentunya rela dibayar. Kau harus lebih unggul dari Sasori. Jika dia sudah bertunangan, maka kau harus berada di atasnya"

Tunggu, ini gila.

Uchiha Mikoto menghela nafas sebelum melanjutkan, "Menikah. Pernikahan kontrak dengan gadis itu dan untuk menguatkan posisimu dan menepis segala rumor buruk yang ada. Apalagi jika gadis itu memiliki anak. Aku tahu ini sulit, tapi berusahalah untuk melakukannya, Sasuke."

Sasuke harus mengakui bahwa di antara ide-ide gila Ibunya selama ini, ini adalah ide tergila.

Gadis yang rela dibayar biasanya adalah gadis miskin. Gadis miskin jarang memiliki otak yang encer.

Gadis cantik? Tidak sulit untuk menemukan gadis cantik di Konoha atau Suna sekalipun. Tapi gadis cantik dengan anak?

Gadis dengan ciri-ciri itu pastilah hanya satu dari berjuta-juta gadis di bumi ini., tapi Sasuke harus menemukannya. Atau apa yang ia lakukan selama ini akan sia-sia.


Sudah lima hari ia mencari dan hasilnya nihil. Ia juga sudah mengerahkan orang-orang kepercayaannya untuk membantu, hasilnya juga nihil. Itu, ditambah lagi dengan beban pekerjaannya yang semakin berat. Ia yakin ia bisa stress kapan saja.

Sasuke memutuskan untuk melupakan sejenak masalah-masalahnya. Ia akan minum malam ini.

Seorang pemuda kaya raya sepertinya tidak akan minum di kedai pinggir jalan. Dia pergi ke bar ternama yang menyajikan makanan dan minuman keras terlezat di Konoha.

Midnight Summer adalah bar terbaik yang pernah Sasuke kunjungi. Bar itu dikelola oleh mitra kerja terbaiknya, Uzumaki Naruto.

Selama ia duduk di sana, tidak sedikit gadis yang menggodanya dengan tatapan penuh nafsu, tapi Sasuke tidak bergeming sama sekali. Tidak ada yang luar biasa cantik, tidak ada yang terlihat punya otak yang encer, dan tentunya tidak ada yang memenuhi standar seorang Uchiha Sasuke.

"Kau masih mencari gadis itu,Teme?"

Sasuke mengangguk sambil meraih botol minuman untuk mengisi gelasnya yang kosong. Tapi Naruto mendahuluinya. Lelaki yang mempunyai kulit sedikit gelap dan senyum menawan itu dengan senang hati menuangkan wine ke gelas Sasuke. "Kriteria yang sangat sulit, tapi aku yakin akan berbuah sangat manis… tentunya jika kau bisa menemukannya"

"Master." Sasuke dan Naruto sama-sama menoleh ke sumber suara.

Seorang pelayan wanita berdiri tak juah dari mereka. Dia manis, lumayan tinggi dan terlihat berkepala dingin. Tubuhnya kurus tetapi masih enak dipandang – bahkan bisa dibilang dia lumayan seksi.

Oke, Sasuke sekarang ingin menampar dirinya sendiri.

"Aku sudah selesai dengan shift-ku malam ini," Wanita itu berdeham. "Boleh kuminta apa yang kutanyakan padamu kemarin?"

Naruto mengingat-ngingat lalu mengangguk. Ia mengambil amplop dari sakunya dan memberikannya pada wanita tadi dengan senyuman. Ia membalas senyum Naruto sambil membungkuk sebagai tanda terimakasih.

"Apa itu?"tanya Sasuke ketika wanita itu sudah pergi.

"Dia meminjam uang dariku. Ini bertentangan dengan prinsipku, tapi karena dia adalah karyawan terbaikku, kurasa tidak masalah."jawab Naruto santai.

Sasuke menggumam, "Dia tidak terlihat seperti orang miskin."

"Sebenarnya, kata yang tepat adalah 'kurang berada'. Dia hidup hanya berdua dengan putrinya. Aku tidak tahu dimana suaminya dan dimana keluarganya. Yang kutahu, dia bekerja di beberapa tempat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ayumi akan masuk sekolah tahun ini."jawab Naruto.

"Putri? Dia punya anak yang sudah hampir masuk sekolah?"tanya Sasuke dengan nada heran.

Naruto mengedikkan bahunya. "Dia cukup tertutup." Naruto mengambil segelas air dingin lalu meminumnya. "Padahal dia cantik dan pintar, tapi harus berakhir begini. Anaknya juga manis. Kalau saja dia tidak memiliki latar belakang seperti ini, pasti sudah banyak laki-laki yang melamarnya."

Sasuke mengangguk-angguk mengerti. Dia setuju dengan Naruto. Lelaki itu kembali meminum minumannya, sebelum kemudian menyadari suatu hal.

"Dia butuh uang kan?"

Naruto terlihat berpikir sejenak kemudian ikut tersentak. "Oi Teme, jangan-jangan-"

Sasuke memberinya seringai khas. "Kenapa tidak?"


"Aku pulang."

Sakura membuka jaketnya lalu meletakkannya di sofa. Kemudian, ia meletakkan belanjaannya di meja makan dan tersenyum ketika melihat putri kecilnya serius belajar menghitung.

"Apa kau sedang belajar?"tanya Sakura sambil duduk di samping Ayumi. Dia mengelus rambut putrinya dengan penuh kasih sayang. "Kau sangat rajin, dan aku tahu kau juga cerdas. Aku yakin kau akan mendapatkan peringkat satu nanti."

Ayumi tersenyum senang. "Tentu saja, aku akan membuat Kaa-chan bangga." Sedetik kemudian, senyumnya tiba-tiba memudar. "Kaa-chan, kapan Tou-chan pulang? Teman-teman bilang Ayahnya akan datang dan memfoto mereka di hari pertama sekolah."

Hati Sakura teriris saat melihat putrinya yang begitu kesepian. "Tou-chan masih ada pekerjaan. Saat dia pulang, dia akan membawa uang yang banyak dan kita bisa hidup lebih baik, Ayumi." jawabnya, mencoba menenangkan Ayumi. "Sekarang, kita makan dulu, ya?"

Gadis kecil itu tersenyum lalu mengangguk.

Sambil menyiapkan makanannya, Sakura membayangkan apa saja yang telah terjadi padanya sebelum ini. Bagaimana ia berakhir dengan kenyataan bahwa ia hamil diumur 20 tahun – di saat ia sedang dalam usia karir terbaik – tanpa tahu siapa Ayah dari Ayumi. Klu tentang laki-laki itu hanyalah sebuah pin dengan logo yang tidak jelas.

Meskipun begitu, Sakura tetap menyimpan pin tersebut dengan baik. Just in case suatu saat dia bisa bertemu dengan lelaki itu.

Keesokan harinya, Sakura pergi bekerja seperti biasa. Yang tidak biasa hanyalah kenyataan bahwa Naruto menyuruhnya libur sehari dan mengajaknya makan siang di sebuah restoran yang cukup terkenal.

Sakura menghormatinya, karena itu dia datang ke restoran tersebut tepat waktu. Sayangnya, dia tidak menemukan Naruto, dan hanya dapat menunggu di meja yang sudah dipesan olehnya. Meja itu adalah meja yang paling bagus dan berada di sudut ruangan.

"Haruno Sakura?"

Sakura menengadah, dan mendapati seorang lelaki dengan rambut hitam berdiri di depannya. Lelaki itu tidak menunjukkan ekspresi apapun di wajahnya. Dia hanya merespon dengan anggukan ketika Sakura terdiam. Kemudian, lelaki itu duduk di depannya.

"Aku langsung ke intinya saja. Aku ingin kau bekerja sama denganku." Sakura tidak menjawabnya karena dia yakin lelaki itu akan melanjutkan kata-katanya. "Aku memintamu untuk menjalani pernikahan kontrak denganku sampai aku berhasil mencapai posisi direktur utama The Grand Uchiha Hotel."

Alis Sakura bertaut. Baginya, ide itu sangat tidak masuk akal. Lagipula, lelaki ini menyampaikannya seperti ia sedang menyampaikan perintah pada pembantunya. Sakura bukan pembantunya, dan dia punya harga diri.

"Aku menolak."jawabnya singkat.

"Aku tahu kau butuh uang untuk keluarga kecilmu"

Perkataan lelaki itu membuat Sakura mengepalkan tangannya. "Seberapa jauh Naruto memberitahumu tentangku? Untuk apa, sampai kau rela mencari tahu tentang latar belakangku?"

Lelaki itu menghela nafas.

"Baiklah. Aku akan memperkenalkan diriku. Aku Uchiha Sasuke, calon pewaris The Grrand Uchiha Hotel. Hotel itu adalah hotel bintang lima yang sudah mempunyai cabang di setiap negara. Seperti yang kukatakan tadi, aku butuh kerja sama darimu, tapi aku tidak butuh pertanyaan 'Kenapa?' darimu."

Gaya angkuh lelaki ini membuat Sakura mual.

"Aku akan membiarkanmu tinggal di rumahku, mendapat makanan gratis dan menjadi Nona Muda disana. Anakmu akan mendapat guru terbaik dan sekolah terbaik. Hidupmu akan aman, tentram dan nyaman ketika kau ada disampingku. Setelah kontrak habis, aku akan memberimu uang juga. Apa kau bersedia?"

Sakura mengeluarkan tawa mengejek. "Tidak. Meskipun kau membayarku mahal, aku tidak akan mau menjalani pernikahan kontrak dengan orang angkuh sepertimu. Aku mungkin tidak satu kelas denganmu. tapi aku punya harga diri. Aku tidak ingin diperlakukan seperti orang bayaran disana. Terlebih, kebahagiaan anakku adalah nomor satu. Alasanmu juga tidak masuk akal sama sekali"

Ketika Sakura berdiri dan hendak pergi, lelaki itu menahan tangannya. Tanpa melihat kearahnya, lelaki itu berkata, "Kudengar kau tidak tahu siapa suamimu. Aku akan mencari tahu siapa dia. Aku akan memastikan aku dapatkan apa yang kau mau. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku meminta tolong agar kau bersedia."

Kini, dia menatap Sakura dengan poker face. "Apa aku sudah cukup sopan padamu, Haruno Sakura-san?"

Sakura memperhatikan wajahnya. Ia terlihat lelah dan pucat. Sepertinya dia terlalu banyak berpikir. Entah kenapa sekarang Sakura merasa kasihan. Tawarannya juga sebenarnya sangat luar biasa.

Wanita berambut merah muda itu menghela nafas dan duduk kembali. "Jika aku menerima tawaranmu, apa kau bersedia menjadi Ayah sementara untuk anakku?"

"Apa?" Lelaki itu mengerutkan dahinya.

"Aku, adalah istri sementaramu, dan kau adalah suami sementaraku. Otomatis, Ayumi adalah anak sementaramu. Benar, bukan? Jika kau berjanji akan memperlakukan Ayumi-ku dengan baik, aku akan menolongmu."jelasnya.

Setidaknya, Ayumi bisa merasakan bagaimana rasanya punya Ayah dan keluarga besar. Nasib Ayumi akan lebih baik dengan uang yang berlimpah. Dengan sedikit pengorbanannya, dia bisa membuat Ayumi jadi lebih baik.

Uchiha Sasuke tersenyum miring. "Aku kan mengurus semuanya."

"Satu hal lagi. Setelah kontrak selesai, izinkan aku mendapatkan pekerjaan yang layak."

Lelaki itu tidak langsung mengiyakan. Ia terdiam sebentar sambil mengetukkan jari telunjuknya di permukaan meja. Kemudian ia menghela nafas, lalu berkata, "Baiklah. Aku akan membuat kontraknya. Jadi, deal?"

Sakura menatap tangan Sasuke yang terulur. Dengan sedikit rasa ragu di hatinya, ia menjabat tangan Sehun. "Deal."