EXO Next Door merupakan produksi dari Oh! Boy Project. Cerita ini hanya fiktif belaka. Untuk tokoh, saya hanya pinjam nama.

Give Me a Week by ninchanim

Sehun adalah manusia paling lurus di sekolahnya yang memang khusus pria –menurutnya; namun realita justru berkata jika hidupnya yang normal dan sempurna mulai porak-poranda. Sejak kedatangan teman sekamar baru di asrama. Berandal imut dengan rambut mirip siberian husky bernama Luhan.

[Sehun, Luhan]

.

.


Pertemuan


Adalah salah satu hari yang normal untuk seorang Oh Sehun. Ditemani kicauan burung yang sibuk bercengkerama di salah satu pohon dengan ranting yang menjulur nyaris menyentuh jendela kamar. Semburat jingga di langit yang bersih tanpa awan. Angin sepoi-sepoi menyusup ke dalam melalui jendela yang terbuka. Sehun menarik nafas dalam dan dikeluarkannya pelan. Mata terpejam menikmati hari yang sempurna. Jujur, hari-hari Sehun selalu berlangsung sempurna. Saking sempurna jadi biasa saja. Terlalu sempurna nyaris terasa membosankan.

Sehun merupakan salah satu dari jajaran siswa dengan nilai tertinggi seantero SMA Hansung. Wajahnya juga tampan. Namun, jangan berpikir Sehun akan dielu-elukan sepanjang dirinya berjalan—karena sekolahnya adalah sekolah berasrama khusus pria. Lagipula, sifatnya yang acuh tak acuh tak akan membuat Sehun jadi idaman.

Pemuda bersurai legam mendesah lelah sembari memijit-mijit bahunya yang lebar. Syukur yang baru saja dipanjatkan sudah dilupakan. Membenarkan posisi bantal yang digunakan sebagai sandaran duduk, Sehun kembali membenamkan hidung dalam buku referensi tebal. Bermaksud mengisi waktu sore hari dengan mencerna setiap lembar.

Siswa tingkat kedua itu mulai menggigit ujung-ujung kuku. Semilir angin seolah membelai mengikuti setiap garis wajah yang tegas, dengan cara yang begitu lembut. Tulang dahi yang menonjol, alis tebal rapi yang membuat tatapan matanya yang memang sudah tajam menjadi lebih maskulin; berpadu apik dengan tulang hidung tinggi dan bibir merah mudanya yang tipis. Semuanya terpahat sempurna layaknya mahakarya Tuhan, siap menawan pandangan siapa saja. Sepasang manik gelap itu sesekali terpejam. Sentuhan lembut di wajah menggodanya untuk segera bertandang ke dunia mimpi. Kicauan burung sudah seperti nyanyian pengantar tidur. Buku referensinya sudah tergeletak telungkup di atas perut. Rambutnya yang agak panjang mulai terayun jatuh dan menutup dahi. Sepasang matanya sayup-sayup. Kacamatanya sedikit demi sedikit mulai merosot. Kelopak matanya mulai tertutup dan—

"Ouch!"

—pintu kamarnya menjeblak terbuka. Pemuda itu terlonjak, kepala terbentur jendela.

Kacamata Sehun seketika melorot sampai hidung. Sehun dengan mata yang masih agak merah karena sempat terlelap; menatap sosok sangat familiar berkulit tan yang berdiri di ambang pintu dengan nafas terengah-engah.

"Goddammit, Jongin!"

Dengan tangkas, Jongin menghindar dari lemparan buku Biologi Sehun, tapi tak bisa mengelak bantal yang tepat mendarat di wajah. Sebagai balasan karena nyaris membuat jantungnya merosot sampai dasar perut. Sehun mengusap belakang kepalanya dengan merintih. Jongin melempar bantal itu ke ranjang yang kosong kemudian masuk ke ruangan dengan kepayahan luar biasa.

"Sehun-hah.. kau-hah"

"Ya?"

"Hah-itu-hah"

Putus-putus berita yang akan disampaikan Jongin karena masih menetralkan nafas. Dari kaos yang nyaris kuyup dan wajahnya, sepertinya Jongin punya sesatu yang tampak terburu-buru. Pemuda itu menaruh kedua tangannya di pinggang kemudian mengambil nafas dalam.

"Kau—Luhan" Jongin mengelap keringat didahinya dengan punggung tangan, dadanya masih naik turun. "Satu kamar," lanjutnya.

"Hah?!"

Sehun berusaha tampak terkejut demi alasan kesopanan. Sebenarnya tak mengenal manusia yang Jongin sebut namanya barusan. Jongin melangkahkan kaki mendekat untuk duduk diranjang satunya yang kosong. Dia di sodori botol minum yang langsung disambarnya dan menyadari sesuatu. Hanya botol minum—tanpa air. Jongin melotot sambil melempar botolnya balik pada temannya yang masih sibuk terkikik.

Dia lebih memilih untuk menurunkan tas dan mengaduk-aduk isinya.

"Kau punya teman sekamar sekarang."

Jongin melempar buku catatan matematika yang ia pinjam pada pemiliknya. Sehun menangkap dengan sigap lalu mengipaskan benda itu ke arahnya. Sedikit mendinginkan salah satu hari dimusim panas.

"Siapa?"

"Luhan."

Sehun menarik bibirnya maksimal.

"Aku sudah tahu namanya Luhan—tapi siapa?" Sehun menyahut sedikit ketus. Buku tulisnya terayun makin heboh di depan wajah.

"Oh, anak kelas sebelah," Jongin nyengir kemudian menggaruk-garuk kepalanya bodoh, kemudian mencondongkan tubuhnya sedikit sambil berbisik, "—mantan pacar Chanyeol, ehm, mantanku juga sih."

Jongin berdehem salah tingkah kemudian mengaduk tasnya lagi untuk mencari buku referensi yang ia pinjam juga dari Sehun. Sehun mengangkat bahu cuek. Mana hafal dirinya, mantan pacar Jongin kan banyak sekali; bahkan yang belum jadi mantan juga banyak.

"Aku baru tahu kalian hobi bertukar pacar. Apa habis ini kau berniat mengencani Baekhyun juga?"

"Baekhyun sudah aku kencani sebelum Luhan –cuma satu minggu kok."

Sehun menatap Jongin dengan rahang terjatuh, sadar jika satu-satunya manusia yang normal disini cuma dirinya seorang. Chanyeol, Jongin, dan Sehun memang sekelas; Chanyeol dan Jongin tingkahnya tidak beda jauh satu sama lain, tapi menyangka jika mereka berbagi selera pasangan yang sama juga. Sehun masih memperhatikan temannya yang masih saja bicara sambil mengeluarkan hampir semua isi tasnya.

"Baekhyun tak suka Luhan masih sekamar dengan Chanyeol, jadi dia menyarankan Luhan untuk pindah kes—"

"Kenapa tak minta persetujuanku? Sial!" Sehun menyambar tiba-tiba bagai petir. Dia paling tak nyaman tinggal sekamar dengan orang lain.

Jongin mendaratkan tiga buku referensi tebal diatas meja. Setengah menggerutu, Sehun segera memeriksa satu-satu; memastikan semua miliknya telah kembali. Terdengar gumaman protes Sehun karena buku catatannya ada yang belum kembali.

"Memang kau berani melawan Baekhyun?"

Sehun terdiam, mengerling ke langit-langit kamar sambil berpikir. Baekhyun itu atlet Hapkido, sekali sembur mungkin Sehun bisa patah punggung. Mungkin menurut Chanyeol, Baekhyun lebih menantang dari Luhan. Siapa tahu Baekhyun bakal membanting Chanyeol lalu diikat diranjang—kemudian Baekhyun akan menyiksa Chanyeol dengan menggodanya.

Sehun menggeleng-gelengkan kepala lagi; kini lebih heboh. Senyum Jongin tercetak miring, lalu mengangkat bahu. Tangan Sehun mengetuk-ngetuk meja disamping ranjangnya tanpa sadar; mulai berpikir keras.

Ada satu hal yang mengganggu pikirannya.

"Jong, aku tak bermaksud menyinggungmu, tapi Luhan tak akan menggodaku kan? Aku ini pria lurus.."

"Aku tak pernah berpikir milikmu bengkok."

Jongin menjawab santai dibarengi kedipan polos. Dia memasang wajah tanpa dosa sembari menatap menyelidik pada sesuatu yang saat ini Sehun tutupi dengan bantal.

"Bukan itu maksudku, Jongin!"

Tergelak, Jongin mengangguk-angguk mengerti. Jongin mengulum bibir untuk menahan tawa, bersusah payah mengumpulkan atensinya untuk Sehun. Menurut Jongin, Sehun itu aneh. Kalau normal, harusnya tidak perlu memikirkan hal-hal sejauh itu. Sehun mendengus, "Kau tahu sendiri, selama ini aku tak pernah punya teman sekamar apalagi gay. Aku khawatir tanpa sengaja aku membuatnya tak nyaman atau sebaliknya."

Sehun mengatakan kata gay dengan hati-hati; takut menyinggung perasaan temannya (Jongin biseks atau lebih tepatnya tidak mematok jenis kelamin). Dia tak pernah sekalipun memilih-milih teman dari preferensi seksual. Lagipula sekolahnya memang khusus laki-laki, jadi Sehun merasa wajar jika banyak diantara temannya yang gay. Tapi untuk punya teman sekamar gay, dirinya masih agak waswas.

Tiba-tiba lampu bohlam di atas kepala Jongin menyala. Pemuda berambut coklat gelap itu tersenyum jahil kemudian mendekati Sehun dengan langkah seduktif; mengangkat kaosnya sampai dada. Sehun ingat itu salah satu gerakan Jongin saat mengikuti pentas dance akhir tahun. Namun, Sehun tak paham apa maksud Jongin kali ini. Ditatapnya teman seperjuangannya dengan raut bingung.

"Kau sedang apa?" Sehun bertanya dengan wajah polos.

"Menggodamu. Kau tergoda tidak?"

Sehun menggeleng.

"Aku pikir kau kepanasan."

Jongin menurunkan kaosnya lagi kemudian menepuk-nepuk bahu Sehun dengan tampang serius seolah dirinya baru saja memenangkan kejuaraan maraton.

"Kalau kau straight, dia menggodamu pun kau tak akan terpengaruh. Jangan khawatir."

Sehun hanya mengangguk-angguk paham. "Aku mengerti," gumam Sehun merasa lebih lega saat ini. "Lalu kapan Luhan kesini?"

Tak ada jawaban, keduanya fokus pada suara bak-buk keras yang terdengar terseok di tangga. Seperti seseorang yang mengangkat benda berat. Decitan yang timbul karena gesekan pada lantai membuat keduanya menutup telinga. Ada suara terengah-engah keras dan satu pekikan sakit ("Astaga kakiku!").

Langkah kaki itu terdengar semakin keras dan semakin menghentak. Tenaganya terdengar mulai habis. Sesekali terdengar erangan penghabisan. Dua orang di dalam kamar masih terpancang pada arah pintu, menanti kedatangan seseorang yang mungkin saja akan menjadi jawaban atas pertanyaan Sehun pada Jongin. Satu tangan terlihat terulur dan mendarat dipermukaan pintu. Dua detik kemudian badannya muncul. Pemiliknya kini menghempas tubuh sendiri dipintu dengan dahi berkeringat, mata terpejam, dan dada kembang kempis. Butuh sekitar tiga detik untuk menunggu orang itu mengatur nafasnya kembali. Senyum lebar terlukis setelahnya.

"Hai Jong!—"

Suaranya riang. Jongin hanya membalas dengan lambaian tangan singkat. Pemuda dengan tubuh kurus cukup tinggi dengan rambut kelabu yang dinaikan ke atas; memamerkan dahinya yang tampak berkilau karena keringat. Seseorang yang Sehun yakini bernama Luhan kini tampak menyeret sebuah koper hitam dengan terseok-seok. Tampak tak terganggu meski dirinya merupakan penghuni baru. Masuk ke kamarnya dengan nyaman seolah pulang ke kamar sendiri. Antara sok asik dan kurang sopan. Luhan tampak masih memakai seragam sekolah; meski blazer abu-abunya sudah dilepas dan digantikan jaket kuning-hijau mencolok sebagai pengganti, dasi merah tuanya terikat sangat longgar menggantung di dada.

Luhan berhenti di tengah ruangan kemudian menegakkan tubuh.

"—dan Sehun. Apa aku benar?"

Sehun menjilat pandang penuh selidik pada pemuda yang baru saja menyebut namanya. Luhan yang berdiri dengan kedua tangan berkacak pinggang. Senyum yang terkembang maksimal dari telinga sampai telinga. Ada plester yang menghiasi tulang pipinya; samar-samar ada memar keunguan di sekitarnya. Sepertinya tak terlalu sakit karena Luhan belum berhenti tersenyum. Tubuhnya ia tegakkan agar tak menyandar lagi. Matanya disipitkan. Kacamatanya dibiarkan melorot dibatang hidung. Memperjelas bayang yang jatuh di retina. Fokusnya tertuju pada sepasang mata yang kini menatap dirinya dengan ceria.

Wow, warnanya abu-abu.

Ijinkan Sehun menikmati beberapa detik untuk mengagumi betapa kerennya sepasang kelereng abu-abu kelam itu. Paduan antara warna rambut dan mata yang serasi sekali. Menurut Sehun, Luhan tampak seperti anjing siberian husky –hanya saja versi, ehm, imut.

Jadi selera Chanyeol dan Jongin yang model begini ya? Lucu sih untuk ukuran laki-laki –batin Sehun.

Suara keras pintu berdebum lagi-lagi mengudara. Hentakan keras kembali menjadi pusat perhatian. Lamunan Sehun terganggu oleh suara kasar lagi. Ketiganya menoleh. Pintu kembali menjeblak ke arah dinding. Sehun meringis berharap pintu kamarnya tak rusak. Tak ada orang lain kali ini. Hanya ada sebuah bola basket yang menggelinding setelah terpantul dipintu kamar; menghasilkan gedukan berulang karena terpantul lantai. Bola itu berhenti menggelinding saat tertahan kaki Luhan.

"Thanks, Baek!"

"Get the fuck out of my life!"

Terdengar geraman marah dan umpatan yang tak kunjung berhenti. Jongin mengelus dada saking terkejut sembari memastikan suara hentakan langkah kaki di tangga mulai menjauh kemudian hilang. Sepertinya Baekhyun benar-benar serius tak menyukai Luhan. Luhan kembali melihat ke arah Sehun dan Jongin bergantian, memberi senyum tanpa dosa. Jongin dan Sehun bertukar tatap.

"Aku Luhan—apa Jongin sudah memberitahumu? Aku tinggal disini mulai hari ini.. eh, detik ini."

Luhan mendekat pada Sehun yang masih duduk nyaman di ranjang; mengulurkan tangan sembari memamerkan giginya yang berderet rapi. Sehun menyambut dengan canggung, karena fokusnya belum bisa terlepas dari mata kelabu pemuda satunya.

"Ah, oh. tak masalah. Aku Sehun. Oh Sehun."

Sehun memperkenalkan diri lantas meyambut tangan Luhan. Jongin nyaris terbahak melihat Sehun yang masih terpana. Interaksi antara Luhan dan Sehun sangat menarik. Luhan memang mudah sekali menarik perhatian banyak orang, termasuk kalangan straight sekalipun. Sayangnya, Sehun lebih peduli pada makalah biologi kucing kawinnya ketimbang mengamati sekitar. Jongin pernah dengar dari Kris—anak basket sekolah tetangga—kalau penggemar perempuan Luhan di SMP dulu sangat banyak (Penggemar laki-laki bahkan jumlahnya mampu bersaing). Dengan Kris yang ngotot kalau penggemarnya masih yang paling banyak—tak mau kalah.

Penampilan Luhan memang salah satu di sekolah yang paling mencolok; terutama warna rambut. Kulitnya yang nyaris pucat terlihat semakin pucat dipadu dengan warna rambut abu-abu suramnya. Pemuda itu sangat pandai mencuri perhatian manusia-manusia di sekelilingnya. Luhan juga senang sekali memakai jaket dengan warna-warna cerah. Seperti luaran yang dipakainya saat ini. Warnanya yang kuning-hijau menyala membuat Sehun setengah yakin jika jaket yang Luhan beli akan menyala dalam gelap.

Sehun mengamati dari atas ke bawah, mengais-ngais ingatan di kepalanya karena Luhan terihat sangat familiar. Sepertinya Sehun mulai mengingat siapa Luhan. Luhan adalah anak yang setiap hari mampir ke kelas untuk mencari Choi Minho—kapten basket sekolah.

Ah, jadi ini pemuda paling populer di kalangan siswa gay disini?

Sehun jadi ingat soal pacar Jongin di Hansung yang dipacarinya berbarengan dengan perempuan bernama Soojung—ternyata dia adalah Luhan.

Merasa sudah cukup lama, Sehun berniat mengakhiri jabat tangan. Namun, tangannya tertahan saat ditariknya dari genggaman Luhan. Dalam hati, Sehun justru merasa Luhan menggenggamnya lebih erat dan sedikit menariknya seperti tak mau dilepaskan. Sehun mencoba lagi, namun hasilnya nihil. Luhan menoleh ke arah Jongin dengan raut khawatir. Hanya dibalas raut bingung Jongin, jarinya menunjuk dirinya sendiri.

"Apa ya? Kenapa?"

"Sehun tak mau melepas tanganku, Jong."

Sehun masih mencerna apa yang barusan terjadi. Ia menatap Jongin dan Luhan bergantian. Jongin menatap Sehun dan genggaman tangan mereka bergantian. Luhan menatap Sehun dengan pandangan memohon.

"Sehun, lepas tanganku, please."

Sial.

"Tangan—begitu—b-bukan. Dia—Luhan."

Rentetan kalimat tak bermakna mengudara setelah Sehun menghempaskan tangan Luhan. Jongin terbahak kencang sampai terduduk di ranjang. Perutnya naik turun. Rasanya puas sekali melihat Sehun tak berkutik saat digoda begini. Luhan mengerling ke langit-langit dengan senyum jahil yang tersungging. Pura-pura tak mengetahui apa yang terjadi. Kedua tangan tersimpul di balik punggung. Wajah Sehun memanas. Sehun masih berusaha menormalkan pikirannya yang ruwet saat diselamatkan dengan tepukan di bahu. Jongin masih mengulum bibir menahan tawa, kemudian menepuk punggung Luhan setelahnya.

"Well, kalian sudah akrab, jadi aku sebaiknya kembali ke kamarku sendiri."

Jongin berpamitan dan menyempatkan diri untuk mendekatkan bibirnya dengan milik Luhan. Luhan ikut mendekatkan wajah. Jongin menyeringai. Dua-duanya memasang wajah seduktif, seperti sedang menggoda satu sama lain. Sehun menatap keduanya dengan wajah antara malu dan jijik. Berpaling wajah sambil memejamkan mata.

Sehun tak tahan.

"Ew."

Jongin dan Luhan terbahak kencang saat mendengar Sehun yang sedang mengekspresikan rasa jijiknya.

"Hanya bercanda, Sehun. Biasakan dirimu, oke?" Jongin menyeringai puas.

Masih tertawa, Luhan menepuk-nepuk punggung Jongin yang akan pergi. Setelah tubuh Jongin tertelan di ambang pintu, kedua tangan Luhan bertumpu diatas lutut; bermaksud untuk mensejajarkan wajahnya dengan milik Sehun.

Sayup-sayup terdengar langkah Jongin yang menuruni tangga.

Mata Sehun terfokus satu-satu pada bagian-bagian yang menarik perhatian. Kulit yang terlihat selembut kapas, meski dihiasi sedikit luka lebam. Mole yang terletak diatas alis kanan, bekas luka di bibir bawah. Bibir merah mudanya yang terbelah samar di bagian bawah. Anakan rambut tipis di dekat telinga. Hidung lancip yang ujungnya agak memerah. Matanya; mata abu-abu gelap yang saat ini memantulkan bayangnya sendiri—dirinya dengan mulut sedikit terbuka berbentuk o kecil dengan kacamata merosot.

Pada akhirnya, Sehun mengamati seluruh bagian tanpa terkecuali.

Masih betah memamerkan gigi, kelopak matanya menyempit dengan kerut-kerut tipis di sudut mata. Ah, bahkan Sehun kini menyadari deretan gigi bawahnya yang sedikit tak rapi. Jari telunjuk Luhan terulur perlahan menuju area wajah Sehun.

Sehun berkedip bingung meski hanya diam saat ujung jari Luhan sudah bersentuhan dengan ujung hidung. Sudut bibir Luhan sudah merosot; kini hanya tersenyum tipis. Luhan sepertinya juga sedang mengamati kontur wajah Sehun yang beruntungnya tak kalah menarik. Ujung jari Luhan bergerak pelan-pelan naik ke atas, menyusuri tulang hidungnya yang tegas—terus sampai kacamata Sehun yang melorot kembali berada di tempat yang tepat.

Pancaran teduh sepasang iris kelabu menghisap Sehun seketika. Diterpa nafas yang Luhan hembuskan, kedua kelopak itu tertutup. Cuaca panas terik berhasil ia hiraukan. Luhan berhasil membawa Sehun berbaring di tengah padang bunga yang sejuk, dengan langit teduh –juga semilir lembut angin yang menusuk-nusuk wajahnya.

Nyaman.

Sangat nyaman.

.

.

.

.

.

Terlalu nyaman sampai Sehun mengira jika dirinya sedang terlelap dan bermimpi indah. Terlalu nyaman sampai Sehun tak sadar jika ada sentuhan lembut di permukaan bibirnya. Terlalu terlarut sampai tak sadar Luhan sedang mengecupnya lama.

"Kau tampan, Sehun."

Sehun bisa merasakan bisikan lemah di permukaan bibirnya yang tipis. Kelopak mata Sehun sontak terbuka; disambut Luhan dengan senyumnya yang merekah.

Mulut Sehun menganga.

"Maaf, aku tak tahan."

Begitu katanya.

.

.

.

.

.

Luhan kembali mendekatkan wajah.

Mulai detik ini, hidup Sehun yang sempurna mulai porak poranda.


Tbc


Note:

Ini hanya fiksi. Silahkan pilih karakter yang sesuai dengan favorit kalian masing-masing. Jika di chapter awal teman-teman sudah tidak suka, bisa di close ya :)