Twetwe
Chim, hari ini aku bertemu dengannya di koridor! /w/
Jiminie
Oh ya? Lalu apa kau mengobrol dengannya? Atau mengajak ia berkenalan, barangkali? :D
Twetwe
Tidak… tapi kami bertemu pandang, chim~
Aku akan tetap menganggap bahwa ini adalah sebuah kemajuan besar
`/w/`
Jiminie
…
Bulan lalu kau tidak sengaja menabraknya di kantin dan kau juga bilang itu adalah sebuah kemajuan besar
…
Ya ampun
Ayolah taetaeku sayang, taetaeku yang bodoh, sudah setahun, setidaknya buatlah perkembangan yang berarti!
Twetwe
Sialan, gampang untukmu mengatakannya, chim... aku sangat gugup, dia terlihat sangat keren dari dekat, chim, bagaimana iniii
Rasanya nyaliku jadi ciut… tadi saja saat dia menatapku aku jadi merasa mati kutu…
Ah, rasanya aku bukan siapa-siapa dibanding dia…
Padahal biasanya aku mampu untuk bersikap cool….
Ah..
Jiminie
… ah sudahlah,
…
kalau kau memang tidak berani, lain kali aku sendiri yang akan mengadukan pada si gigi kelinci jeon Jungkook kalau kim taehyung dari kelas 3-B sudah lama menggebetnya sejak ia kelas 2!
:p
Twetwe
Jangan
CHIM
AKU BERSUMPAH DEMI TUHAN…
..
Chim
Balas aku
CHIM!
BANGSAT KAU!
Male x Male
BTS || Jeon Jungkook x Kim Taehyung
Decision
RATE: M
.
Bilik kamar mandi itu sempit dan lembap, tapi Taehyung tidak mengindahkannya. Ia terlalu sibuk memperhatikan sekitar, parno setengah mati kalau akan ada seseorang yang datang dan memergoki mereka detik itu juga.
Tapi sepertinya, lelaki dibelakangnya ini tidak keberatan kalau-kalau benar mereka kepergok basah. Ia terlampau cuek bebek—atau mungkin terlampau sibuk memuaskan nafsunya daripada harus was-was dengan fakta bahwa mereka sedang melakukan seks di salah satu fasilitas umum sekolah. Terus saja ia mencumbu leher kecoklatan Taehyung, kedua tangannya mencengkram pinggul Taehyung dengan kokoh, penisnya yang sudah sepenuhnya ereksi itu terus melesak ke dalam anal teman sekelasnya itu dengan cepat. Ah, nikmatnya. Sepertinya ia tidak akan bertahan lama.
"Hey, aku boleh keluar di dalam tidak?" Tanya lelaki dibelakangnya, setengah berbisik.
Taehyung menggeram pelan diantara desahan-desahan kecilnya, lalu mendelik ke belakang. "Jangan coba-coba, bangsat. Masih untung kau kuperbolehkan menyentuhku, bawa kondom pun tidak."
Lelaki tersebut terdiam menatap Taehyung dengan datar sebentar sebelum terkekeh pelan. Ia lalu mengeluarkan penisnya perlahan, menyisakan kepala penisnya saja didalam, lalu balik melesakkannya lagi dengan keras sehingga mengenai titik prostat Taehyung. Taehyung sontak terkejut dan kelepasan mengerang keras.
"Makanya, jangan banyak tingkah. Dasar jalang bekas pakai, untung lubangmu masih rapat. Kalau tidak, aku mana mau memakaimu."
Taehyung meringis dan menggigit belahan bibir bawahya lamat-lamat sementara lelaki dibelakangnya tidak mengindahkannya dan memilih untuk terus mempercepat gerakannya untuk meraih kepuasannya. Klien brengsek memang adalah hal yang biasa, tapi hatinya tetap saja mencelos setiap kali. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha fokus pada kenikmatan duniawi yang berpusat pada tubuh bagian bawahnya. Masih sulit. Rasanya sepuluh persen dari dirinya ingin menangis dan kabur saja ke pelukan Jiminie sekarang, berhubung kalimat tadi sudah separuh membunuh ereksinya. Tapi walaupun begitu, Taehyung berusaha profesional—profesional sebagai ayam kampus. Ha. Lucu sekali.
Sejenak Taehyung melamun, ia kemudian merasakan cairan yang keluar, memenuhi dinding rektumnya secara perlahan. Lelaki berkulit kecoklatan itu membelalakkan matanya ketika ia menyadari apa yang baru saja terjadi.
"—Sialan! Kau keluar di dalam—ah!" kalimatnya terpotong ketika rambutnya dijambak kencang-kencang, membuatnya memekik sakit. Air mata mulai berkumpul di pelupuk mata almondnya dan bibirnya bergetar. Teman sekelasnya mendecih.
"—Jangan berisik! Aku akan membayarmu dua kali lipat, jadi tutup mulutmu!" beberapa saat kemudian, lelaki itu melepas genggamannya pada helaian rambut coklat Taehyung. Ia pun bangkit dan mulai merapikan penampilan dirinya sendiri. Kerah kemejanya ia benarkan, celananya kembali ia pakai, dan rambutnya ia sisir dengan tangannya hingga rapi. Masa bodoh dengan Taehyung yang sudah merosot dan terduduk dengan keadaan telanjang di lantai toilet, tampak sembap dan berkeringat.
Taehyung menatap lelaki tersebut dengan sorot matanya yang lelah. Dengan cuek, teman sekelasnya itu merogoh saku belakang celananya, meraih dompet kulit tebal miliknya dan mengeluarkan lembaran-lembaran uang bernominal besar yang Taehyung rasa jumlahnya lebih basar dari uang makannya seminggu.
(Dasar anak orang kaya bajingan.)
"Nih. Dua kali lipat."
Ia melempar uangnya dengan asal, lembaran-lembaran uang berterbangan sebelum jatuh satu persatu ke lantai dan ke atas tubuh Taehyung. Taehyung hanya memejamkan matanya, memilih untuk berusaha tidak peduli dan menceramahi dirinya sendiri dalam hati untuk terbiasa dengan situasi ini. Lagipula, uang tetap uang.
Taehyung berdiam sejenak sebelum akhirnya mulai memunguti lembaran uang yang bercecer dan pelan-pelan berdiri, sedikit meringis ketika ia merasakan rasa sakit di analnya yang terasa becek oleh sperma. Sementara si pelaku cuma menatap Taehyung rendah dengan sebuah senyum miring di wajahnya.
"Hei, ayo lakukan ini lagi. Minggu depan kau kosong, tidak? Aku mau bawa kawan baikku."
Ogah, dasar lelaki tolol.
Tapi bukannya membalas demikian, Taehyung malah menghela napas pendek dan menyahut santai, "… Berapa orang?"
"Empat. Lima denganku. Dengan sex toys. Satu sesi saja di akhir minggu. Bagaimana?"
Dasar mesum sial. Taehyung mengumpat dalam hati. Ia menimbang-nimbang. Kalau begitu, ada kemungkinan perlakuan buruk yang ia terima selama seks tadi terulang atau bahkan meningkat lima kali lipat, kalau teman-temannya itu sesama bajingan kaya sombong seperti lelaki didepannya ini. Ugh, melihat seringai jeleknya sekarang saja Taehyung sudah illfeel setengah mati.
Tapi.
Tapi setelah ia memungut seragam sekolahnya dan menghitung kasar lembaran-lembaran uang ini, Taehyung merasa hidupnya akan terjamin selama kurang lebih dua minggu hanya dengan satu ronde seks dengan si bangsat ini. Itu berarti hidupnya bisa terjamin dalam waktu yang cukup lama hanya dengan bedebah-bedebah kaya mesum ini.
Ia menghela napas panjang dan menatap lelaki didepannya dengan mantap, berharap ia tidak mengambil keputusan yang akan ia sesali di kemudian hari.
"Oke. Tapi bayarannya harus setidaknya sepuluh kali lipat dari biasanya."
Seringai yang melebar di wajah tampan lelaki itu membuat perut Taehyung bergejolak tidak nyaman. Ia rasa ia sudah mulai menyesali keputusannya detik itu juga.
"Deal."
Dengan sepatah kata tersebut lelaki itu melangkah berlalu meninggalkan Taehyung yang masih telanjang di bilik toilet, dengan segepok uang di tangan kanan dan seragam sekolah di tangan kiri.
.
.
.
.
"Halo, Taehyung? Kau itu kemana, sih? Tadi pelajaran olahraga kau bolos, sekarang sepulang sekolah pun kau langsung kabur entah kemana."
Taehyung terkekeh mendengar suara tinggi yang terlalu familiar dengannya di seberang telpon. Park Jimin memang sahabat baiknya yang terlampau protektif, dan Taehyung kadang merasa senang dengan fakta tersebut. Setidaknya dengan Jimin, ia merasa dibutuhkan.
"Tadi saat olahraga aku ada klien, Chim."
"—Gila. Sudah kubilang jangan lakukan itu di area sekolah! Dan jangan membolos pelajaran! Ya Tuhan, Kim Taehyung, ini sudah ketiga kalinya kau bolos."
Taehyung menjauhkan ponselnya dari telinga, tidak mau mendengar ocehan Jimin yang kadang bisa membuat pusing tujuh keliling.
"Iya, Chim. Aku minta maaf. Tapi tadi situasinya sangat aman dan anak itu pun mau membayar mahal, jadi—"
"Kim Taehyung."
"—Iya, iya, aku minta maaf, Jiminnie sayang. Aku tidak akan bolos dan akan belajar untuk menggantikan pelajaran yang aku skip. Tapi aku tidak janji bisa berhenti melakukannya di sekolah. Kau tahu sendiri kenapa, tadi ada situasi gawat darurat."
"…. Hhh kau ini— aku ini hanya khawatir dengan keadaanmu tau. Apalagi akhir-akhir ini semakin banyak saja kasak-kusuk tentangmu. Sekarang kau dimana? Kenapa langsung kabur?"
"Sudahlah, Chim~ orang-orang bebas berkata apapun tentangku, karena apa yang mereka katakan itu benar."
"…Tae—"
"Nah~ Sekarang aku sedang ada di supermarket dekat sekolah. Aku sudah bilang kan klienku tadi orang kaya? Jadi aku membeli susu dan popok untuk Taejoon, lalu seragam untuk Taeil, dia mulai sekolah minggu depan—ah, kira-kira aku harus hadiahkan apa, ya, Chim? Sudah seminggu aku tidak mengunjungi Taejoon dan Taeil dan aku merasa super bodoh, aku bukan kakak yang baik—"
"Hei, hei, hentikan. Pelan-pelan, kau sampai meracau, tahu. Tenang, Tae. Kau adalah kakak yang baik."
Taehyung terdiam.
"… Haha. Kau tahu aku bukan kakak yang baik, Chim. Aku tidak tinggal atau ada untuk mereka setiap hari. Kau pun tahu apa yang aku lakukan-"
"—Tapi kau lakukan itu karena kau rela melakukan apapun agar mereka tetap hidup enak, Tae."
Tanpa sadar, Taehyung berhenti mendorong trolinya. Ia menatap kosong rak-rak susu didepannya. Dalam kepalanya, ia memutar kalimat Jimin berulang-ulang. Apa benar ia kakak yang baik? Sebagian besar dari dirinya percaya bahwa Jimin hanya berusaha menghiburnya. Sebagian kecil berteriak ingin percaya kalau memang benar, ia adalah kakak yang baik. Taehyung sendiri yang sudah setuju dengan segala risiko apapun atas segala hal yang telah ia lakukan.
Taehyung tersenyum miris pada dirinya sendiri sebelum lanjut mendorong trolinya menyusuri rak, mengambil beberapa kaleng susu balita sebelum memutar balikkan trolinya untuk mengambil popok di lorong sebelah. Ia masih setengah melamun, tatapannya masih terpaku ke lantai.
"… Halo? Halo? Taetae? Kau perlu kuantar ke panti asuhan, tidak?"
"—Ah. Tidak usah, Chim. Sudah, ya, aku mau belan—"
BRUK!
"—ouch!"
Sesosok remaja lelaki tersungkur ke lantai, dan Taehyung otomatis terbangun dari lamunannya. Dengan panik, ia putuskan sambungan telponnya secara buru-buru sambil menghampiri pemuda tersebut. Inilah akibatnya mendorong troli sambil setengah sadar. Trolinya baru saja menabrak seseorang hingga jatuh. Dan Oh, sial. Lelaki ini memakai seragam sekolahnya.
"Astaga—kau tidak apa-apa? Maafkan aku!" Taehyung berlutut dan mengedarkan pandangannya ke seluruh tubuh pemuda tersebut, memastikan bahwa tidak ada luka apapun yang ia tinggalkan sementara si lelaki ini mengaduh sambil sibuk menunduk, mengusap-usap siku kanannya yang kelihatannya sedikit lecet. Taehyung meringis dan ikut mendekat, menatap helaian rambut hitam orang tersebut sebelum akhirnya sang empu mendongak dan—
"—santai saja, tidak apa-apa."
Oh.
"—Oh."
Bibir Taehyung membulat membentuk huruf O sementara ia melongo, menatap wajah tampan yang selalu ia damba-damba sejak kelas dua. Tulang pipinya tinggi, bentuk matanya yang bulat dan jernih, dan alis natural yang menukik. Wajah Taehyung mulai terasa panas dan ia yakin ia terlihat seperti orang bodoh dengan ekspresinya yang sekarang dan pipi yang mulai bersemu merah, tapi—Oh Tuhan. Sebuah kebetulan yang menyenangkan.
Didepannya, berdiri seorang lelaki tampan bernama Jeon Jungkook.
Jeon Jungkook.
Jeon Jungkook, si murid kelas satu yang terkenal sangat cuek, namun populer di kalangan wanita akan ketampanannya. Jeon Jungkook yang cerdas dan disenangi kalangan guru karena selalu berhasil dalam bidang apapun dalam sekali coba. Yang barusan ia tabrak dengan troli belanjaannya secara tidak sengaja dan siku kanannya jadi sedikit lecet dan sekarang—eh? tersenyum hangat padanya?
"Selamat siang, sunbae."
.
.
.
'Kena kau, Kim Taehyung.'
.
TBC
A/N:
Halooo maaf lama ya hehe sibuk IRL soalnya! Semoga puas dengan chapter ini dan mulai bisa baca beberapa hints soal –mostly- kehidupan taehyung sehari-hari :' dan beware of serigala jeon Jungkook yang mulai beraksi ahahahhhhh
dann kemaren ada yg nanya saya cowok! bukan kok saya cewek :''
semoga update selanjutnya bisa lebih cepat ya! saya akan berusaha buat readers2 sayank sekaliannn, so drop reviews and fave ok! they give me the most of energy to write!