Mobil sedan hitam mengkilat melaju cepat di kesunyian malam. Seolah sedang terburu-buru untuk tidak kehilangan kesempatan berharga. Menembus dinginnya angin tengah malam. Mobil hitam yang ditumpangi Jaesang beserta Taeyong di dalamnya itu pun melesat menuju sebuah ladang kosong. Dimana sudah terdapat sebuah helikopter di tengahnya. Jaesang menyeret Taeyong masuk kedalam helikopter pribadinya dengan paksa. Taeyong tak mampu memberontak apalagi melawan Jaesang dan para bodyguard nya yang kuat itu. Ia pasrah. Jaehyun tak bisa menolongnya.

"Cepat berangkat"

"Lokasi berikutnya, Tokyo"

Jaehyun terbangun dari mimpinya. Disertai peluh yang menetes dari wajahnya. Tidurnya terasa amat berat. Tidak seperti biasanya. Ia menengadahkan kepalanya. Melihat sekelilingnya dengan seksama. Ia dirumah. Sejak semalam, ia tak sadarkan diri. Bukan, dia bukan mabuk lagi. Hanya saja ia shock dan blank. Pikirannya kosong. Semua yang terjadi membuatnya berantakan. Sampai pada akhirnya ia dibawa pulang ke apartement nya lagi oleh Yuta.

"T-taeyong... Maafkan aku.." Jaehyun mengacak rambutnya frustasi. Mimpi semalam masih terputar dikepalanya. Layaknya sebuah film layar lebar.

Jaehyun melamun cukup lama. Sampai akhirnya ia tersadar kembali dan segera bangkit dari posisi duduknya. Membuka lemari dan laci. Mencari sesuatu disana

"Disini rupanya" Jaehyun duduk kembali diranjangnya dan membuka paspor yang ia genggam

"Fyuhhh masih ada sisa waktu" dilemparnya paspor itu di ranjang dengan posisi halaman ke-empat yang menunjukan visa Jepangnya. Berlari menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang basah oleh keringat. Dan hanya butuh waktu setengah jam saja bagi Jaehyun untuk bersiap. Keluar dari apartemennya dan melajukan mobilnya ke Rumah Sakit dengan kecepatan tinggi.

Sesampainya di Rumah Sakit, ia langsung menuju ruangan milik atasannya. Tanpa pikir panjang lagi, ia masuk dan menceritakan semuanya yang ia alami saat ini. Dan disaat itulah ia berpikir bahwa hari ini adalah hari keberuntungannya. Ia pamit dan segera keluar dari ruangan itu. Berjalan dengan cepat untuk segera pergi dari gedung tempat kerjanya. Sambil memesan tiket pesawat, Jaehyun melangkah menuju mobilnya lagi dan meluncur ke bandara Incheon.

Heechul dan Hangeng saat ini berada di rumah Nickhun. Atau lebih tepatnya rumah Taecyeon. Heechul tak henti-hentinya menangis sejak mereka pulang semalam. Ia merasa sangat terluka kala Taeyong disakiti oleh Jaesang dan dibawa kabur lagi olehnya. Nickhun berusaha menenangkannya tapi tetap saja Heechul maupun Hangeng tak ada yang berhenti menangis.

"Sampai kapan kalian akan menangis seperti ini? Ini tak akan membantu" Nickhun mulai pusing dibuatnya

"Hyung, aku akan ke Rumah Sakit sebentar" Ten berjalan hendak keluar rumah

"Mau apa kau kesana? Menemui Dr. Yuta dan Dr. Jung?"

"Ya. Kurasa aku tidak bisa tinggal diam. Aku pergi dulu"

Ten berlari sekuat tenaga menuju gedung Rumah Sakit tempat kedua dokter itu bekerja. Setiap orang yang juga berlalu lalang di jalanan, ia paksa untuk menyingkir.

"Selamat pagi, ada yang bisa kami bantu? " ucap resepsionis dengan ramah

"Hahh.. Hahhh.. Hahh.. Tidak usah banyak omong. Mana Dr. Yuta dan Dr. Jung? Aku ingin bertemu" Ten mengatur nafasnya yang tak beraturan

"Sebentar, saya akan cek jadwalnya hari ini"

"Cepatttt" Ten mengetuk-ngetuk meja resepsionis dengan gemas

"Maaf, sepertinya jadwal untuk minggu ini berubah. Dr. Jaehyun tidak bertugas untuk satu minggu ini"

"APA?! Kau gila? Dia kan dokter tetap disini. Bagaimana mungkin dia-"

"Ada apa lagi ini? Ten? Kau ada urusan apa kesini?" Yuta menghampiri Ten yang hampir saja melayangkan pukulannya ke resepsionis itu

"Ah, Yuta! Mana Dr. Jung?"

"Jaehyun? Semalam sudah kuantar pulang ke apartement. Dan hari ini juga dia bertugas. Memangnya kenapa?"

"Ehm, maaf Dr. Nakamoto. Tapi Sooman Sajangnim baru saja mengupdate jadwal untuk minggu ini. Dan Dr. Jung tidak bertugas seminggu ini. Sepertinya ia mengambil cuti" resepsionis itu menjadi canggung

"Apa? Bagaimana bisa ia tiba-tiba cuti. Apa ini?! Dia mencoba kabur dan melempar tugasnya padaku?! Astaga Jung Jaehyun. Kenapa jadwalku jadi kacau begini" Yuta mendecak sebal menatap monitor resepsionis yang menampilkan jadwal tugas dokter

"Apa dia tidak memberitahumu sebelumnya?" Ten menatap Yuta dengan serius

"Bagaimana dia memberitahuku, semalam saja ia tidak sadar siapa dirinya. Biar kucoba hubungi dia" Yuta menjauh seraya mencoba menghubungi Jaehyun

"Sial! Dia sama sekali tidak menjawab. Hahhh membuatku gila!" Yuta mengacak rambutnya frustasi

"Hey, apa mungkin dia pergi ke Jepang?" Ten dengan ragu mengungkapkan opininya

"Hah mana mungkin. Memangnya apa yang dia ketahui disana. Mencoba mencari Taeyong sendiri bukanlah ide bagus. Dia bahkan tidak tahu dimana Taeyong sekarang. Itu tidak mungkin" Yuta masih mencoba menyangkalnya. Ia yakin Jaehyun bukanlah orang yang bertindak semaunya tanpa memikirkan hal lain yang mungkin membahayakannya.

"Bisa saja. Bukankah pamanmu tinggal di Jepang? Dan ayahku- maksudku si brengsek itu akan menjualnya kesana. Dan Dr. Jung sedang menyusulnya sekarang" keduanya terdiam cukup lama. Menatap satu sama lain. Hingga akhirnya Yuta berdiri dan berjalan meninggalkan Ten tanpa sepatah katapun. Membuat Ten termenung. Kembali duduk di kursi panjang ruang tunggu sambil memunculkan beberapa opininya yang mungkin salah satunya bisa jadi benar. Hampir setengah jam Ten terdiam tanpa ada niatan beranjak meninggalkan rumah sakit itu. Kepalanya mendongak kala seseorang memanggilnya

"Ten! Ayo cepat. Kita harus bergegas" suara Yuta membangunkannya dari lamunan panjang yang memusingkan

"Apa maksudmu?"

"Aku memang tidak bisa menghentikan Jaehyun, tapi aku akan terus ada untuknya. Apalagi dia membutuhkan kita. Ayo kita susul dia" keduanya berjalan menuju parkiran dengan tangan Ten yang digenggam erat oleh Yuta. Membuat semburat merah di wajah manis Ten terlihat

"Kita ke Jepang? Lalu pekerjaanmu?"

"Aku sudah bicara dengan atasanku. Untuk sementara, aku dan Jaehyun akan digantikan dokter lain" detik berikutnya mobil Yuta melaju dengan cepat. Mengantarkan mereka dalam misi menyelamatkan Taeyong yang diketuai Jaehyun.

Jaehyun berlari kesana kemari disekitar bandara. Mencari taksi kosong yang masih berjejer disana. Dengan kemampuan bahasa jepang nya yang cukup baik, ia bicara pada sang supir untuk mengantarnya ke kota. Jaehyun bersama keberanian nya menelusuri Tokyo sepanjang hari. Dan sampai tengah malam, ia baru berhenti dan terdiam dipinggir jembatan. Otaknya berhenti berputar. Tubuhnya lelah dan lemas. Ia sudah kehabisan energi karena seharian berputar-putar di wilayah itu tanpa tau arah dan tujuan. Dan tetap saja Taeyong ikut terus berputar di kepalanya. Rasanya ia ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya supaya Taeyong dengar bahwa ia ada disekitarnya. Tapi bahkan untuk berteriak pun rasanya sulit.

"Tae... Taeyong... Taeyongie.. Maafkan aku..." Jaehyun merasa ini terlalu sulit untuknya. Ia depresi. Tak tau harus berbuat apalagi. Jaehyun menaikkan sebelah kakinya. Memanjat dinding pembatas jembatan itu dengan perlahan. Pantatnya duduk di bibir jembatan. Matanya terpejam rapat. Rasanya Jaehyun sudah siap melenyapkan masalah yang kini melandanya. Jika hidupnya berakhir, maka dosanya pada Taeyong sudah terbalas. Itulah yang dipikirkan Jaehyun.

"Taeyong... Maaf dan terima kasih"

Baru saja Jaehyun mencoba melepaskan pegangan tangannya pada dinding jembatan itu, tubuhnya sudah ditarik kebelakang.

"JUNG JAEHYUN!! KAU GILA YA?!" Ya, siapapun tau. Tak ada orang lain lagi selain Yuta yang berani memanggil nama lengkap Jaehyun dan mengatainya gila

"Y-yuta? Kenapa kau disini?" Jaehyun menatap sahabat nya

BUGGGGHH

Bukannya menjawab, Yuta dengan kerasnya meninju wajah Jaehyun. Meninggalkan bekas memar di pipinya. Jaehyun menatapnya tak percaya.

"Jangan sia siakan hidupmu Jung. Kenapa kau ini keras kepala sekali hah?! Brengsek kau Jung!! Setidaknya jika kau ingin mati, matilah dengan cara yang lebih bagus!! Dasar bodoh" wajah Yuta memerah menahan luapan amarahnya yang kini sedang memuncak

"Kau tidak merasakan berada di posisiku Nakamoto!! Kau tau apa tentang yang kurasakan saat ini?! Aku menyerah dengan semua ini! Aku lelah!! Sampai akhirpun aku tetap tak bisa mendapatkan Taeyongku kembali. Lalu apa yang harus kulakukan lagi?!" air mata Jaehyun mengalir deras dengan wajah yang ikut memerah seperti Yuta. Ia menatap sahabatnya lekat

"Kau mengacaukan jadwal kerja hanya untuk bunuh diri?! Kau simpan dimana otakmu Jung?! Kau anggap apa aku ini?"

Jaehyun tidak menjawab lagi. Tenaga nya sudah habis untuk sekedar menjawab Yuta. Matanya bengkak dan wajahnya memerah. Tatapannya kosong seolah olah ia tidak bernyawa.

"Hhhh... Ayo!" Yuta mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Jaehyun. Dan dibalas tatapan sinis dari orang yang ingin dijabatnya

"Ayo kerumahku. Dan kali ini, jangan membantah" Yuta dengan terpaksa menarik Jaehyun berdiri dan memesan taksi menuju rumahnya.

"hmphh"

Taeyong terlentang diatas ranjang besar beralaskan kain putih. Kedua tangannya diikat di ujung headboard bed dan mulutnya disumpal gagball. Kakinya terikat dan tertekuk. Paha Taeyong terbuka lebar, memamerkan lubang berkerutnya. Tubuhnya sudah polos tanpa sehelai benangpun. Dinginnya ac kamar hotel membuat bulu kuduk Taeyong meremang. Matanya tak henti meneteskan air mata. Ia sudah tak berdaya dengan semua perlakuan orang-orang jahat yang tidak ia kenal. Mencoba menyakitinya dengan pukulan-pukulan. Membuat tubuhnya memar dan memerah di beberapa bagian. Ini menyakitkan baginya. Sungguh sungguh sakit. Hingga rasanya ia sudah tak sanggup lagi untuk bergerak.

"Jadi, bisakah kau turuti permintaanku kemarin tuan? Aku sudah membawakan barang bagus untukmu" pria tambun dengan jas hitam duduk berhadapan dengan seorang pria lain yang tengah menghisap cigarette dengan tenangnya

"Aku harus memastikannya terlebih dahulu. Apa dia benar-benar high quality atau tidak"

"Kau bisa lihat dari luar. Dia begitu mulus dan halus seperti bayi. Dan dia akan menurutimu. Apapun yang kau perintahkan"

"Benarkah? Mari kita buktikan"

Pria yang diketahui bernama Kotaro berjalan mendekati Taeyong. Diperhatikannya tubuh Taeyong dengan seksama. Lidahnya terus menjilat air liur tatkala ia meneliti setiap inchi tubuh mulus itu. Dan tentu saja, Taeyong panik. Ia malu dan takut dalam satu waktu. Ia mencoba meronta, tapi mustahil untuk bergerak. Ikatan di tangan dan kakinya cukup kuat. Taeyong merinding kala tangan kotor pria itu menyentuh permukaan kulitnya. Hingga meraba bagian bawahnya. Taeyong bisa melihat dengan jelas apa yang orang itu lakukan pada tubuhnya. Menjilatinya seperti es krim. Dari atas sampai bawah. Dimulai dari leher, bahu, dada, perut, paha, dan juga selangkangan Taeyong. Orang asing itu bermain main dengan benda mungil milik Taeyong dibawah sana. Tentu saja Taeyong menggelinjang geli dengan sentuhan itu. Tak berapa lama setelah Taeyong menikmati pijatan di bagian sensitifnya, sesuatu yang panjang mencoba menerobos lubang sempitnya. Taeyong berteriak namun tertahan oleh gagball. Perih. Sangat perih. Ya, sebuah dildo cukup besar untuk seukuran penis orang dewasa berusaha menerobos pintu surga milik Taeyong yang amat sangat sempit.

"Wahahahahah ternyata ia masih sempit. Tapi mainan ini bisa masuk dengan sempurna. Baiklah, ini adalah pemanasan untukmu. Bersiap siaplah sebentar lagi" pria asing itu memasang beberapa alat lain di bagian tubuh Taeyong. Seperti penjepit nipple, cockring, alat perangsang elektromagnetik, dan lain lain. Tak lupa, ia juga melepas gagball itu untuk selanjutnya mencekoki Taeyong dengan obat obat perangsang. Sebelumnya, ia melepas dildo itu terlebih dahulu. Lalu memasukan vibrator berbentuk kapsul dengan kabel panjang yang nampak keluar dari lubang berkerut itu. Dan selanjutnya dimasukan dildo berbentuk penis pria dewasa. Tentu saja dildo itu bergerak memutar didalam lubang Taeyong. Dan vibrator yang bergetar secara maksimal.

"Akhhhhhh!! Sshh nghhhh... Hahh.. Sakitthh... J-jae... Hyunhhhhhh... Aassshhggghhhh" Taeyong tak kuasa menahan semua kenikmatan yang ia dapatkan saat ini. Semua kenikmatan ini berlebihan untuknya

"Biarkan dia seperti itu untuk beberapa saat. Mari kita tandatangani kontraknya" Jaesang menuntun Kotaro untuk duduk berhadapan dengannya lagi.

Yuta, Jaehyun dan Ten singgah di rumah Yuta di Osaka. Dan kebetulan orang tua Yuta sedang tidak berada dirumah. Jadi hanya ada bibinya saja, yang bernama Mina. Sudah setengah jam berlalu dan Jaehyun masih enggan bicara pada siapapun.

"Astaga Jung, sampai kapan kau akan seperti ini? Ini tidak menyelesaikan masalah. Aku juga sedang berusaha membantumu, tapi kau juga harus membantuku untuk tidak berdiam diri seperti ini. Kemana perginya Jung Jaehyun yang kukenal?" Yuta menatap sahabatnya lekat. Jaehyun dengan tatapan kosong dengan mangkuk makanan dihadapannya yang tak sedikitpun ia sentuh. Yuta sama sekali tak mengenal Jaehyun yang seperti mayat hidup ini. Ia sudah kehilangan kesabaran. Diraihnya ponsel disaku celana dan langsung menekan shortcut number

"Dimana section B? Cepat kemari, aku dirumah. Ya tentu saja di Osaka. Memangnya sejak kapan aku membelah diri? Cepat kemari!" Dan panggilan itu ia putus sepihak tanpa mendengar balasan dari pihak yg ia hubungi

"Yuta..." seorang wanita dengan suara lembut menyapa telinga Yuta. Dan tentunya ia sudah paham betul siapa pemilik suara khas ini

"Iya bibi. Ada apa?"

"Apa kau masih bermain dengan mereka?"

"M-mereka? Aku tidak mengerti. Apa maksudmu bibi?"

"Yuta, tujuan orang tuamu mengizinkanmu tinggal di Korea adalah untuk menjauhkanmu bergaul dengan mereka"

"Bibi, mereka tidak seburuk yang orang lain pikirkan. Mereka membantuku, menolongku, menjagaku, melindungiku juga. Mereka sebagian keluargaku. Aku tidak peduli apapun sebutannya. Yang terpenting bagiku adalah mereka tidak akan pernah meninggalkanku apapun keadaanku"

"Aku mengerti. Jika memang kau nyaman dengan mereka, perlakukanlah mereka sebaik mungkin"

"Tentu saja. Terima kasih"

"Temanmu itu... Sebenarnya dia kenapa?"

"Ah, Jaehyun- tunggu dulu, bibi!!! Ya!! Kau!! Oh tuhan!!" Yuta berteriak kesetanan dengan mata melotot dan tangan yang terus mengepal.

To be Continued :v

Kira-kira kenapa Yuta teriak kaget ke bibi nya ya? Ada yang tau?

Mohon maaf atas hiatus yang lama readers nim. Mohon sekiranya meninggalkan jejak REVIEW untuk yang sudah baca. Supaya saya lebih giat menulis cerita ini. Terima kasih