Curiousity

A Monsta X Fanfiction

Wonho x I.M


"Bibimu yang di Gwangju sakit. Jadi, ibu dan ayah akan datang menjenguknya besok. Kami berangkat pagi-pagi sekali, dan pulang tengah malam. Kau tidak apa-apa ditinggal?" Ibu berkata sambil mencuci perlengkapan bekas makan malam. Changkyun yang habis meminum segelas air mengangguk.

"Tidak masalah. Toh, aku sudah besar, Ibu. Bukan anak kecil lagi." Changkyun menghela napas. Di umur 16 tahunnya ini, ibu masih menganggapnya anak berumur 10 tahun. Risiko berwajah manis kalau kata Jooheon, teman sebangkunya di kelas. Jooheon kemudian disambut dengan jitakan keras di dahinya.

Ibu terkekeh, kemudian melanjutkan, "Di lemari ada uang 50.000 Won, kalau-kalau ada kebutuhan mendadak. Di kulkas juga sudah ibu tinggalkan makanan beku untukmu dan Wonho besok."

Changkyun bergeming. Wonho hyung? Jadi di rumah hanya akan ada dia dan anak kuliahan itu?

"Dia pulang dari penjelajahan alamnya besok pagi. Kau, Changkyun, sekali-sekalilah mengobrol dengannya. Dia juga pintar memasak, jadi kalian bisa makan bersama di rumah."

Changkyun mengangguk, hanya merespon dengan kata "ya".

Sebetulnya, ia tidak begitu peduli. Sebulan sudah Wonho menjadi penghuni kamar sebelahnya, dan tidak banyak keadaan yang berubah. Anak dari kerabat dekat ibunya itu menghabiskan sebagian besar waktunya di kamar atau di kampus. Hampir tidak pernah mengobrol dengan Changkyun, paling-paling hanya dengan isyarat wajah. Contohnya, ketika Wonho keluar dari kamar mandi, ia akan tersenyum kecil, mempersilakan Changkyun yang telah menunggu untuk menggunakan kamar mandi juga.

Terkadang, Changkyun bisa mendengar Wonho berbicara lewat telepon dengan temannya, atau tertawa menonton sebuah film. Sejujurnya ia penasaran dengan laki-laki tersebut. Ia ingin sesekali bercakap-cakap dengannya, atau mengajaknya untuk menemaninya ke perpustakaan (Changkyun selalu sendiri ke sana karena Jooheon pemalas selalu punya alasan untuk tidak menemaninya). Meminta Wonho membantunya mengerjakan PR juga kedengarannya tidak buruk, 'kan?

Sebagai anak tunggal, Changkyun sering merasa kesepian. Jadi, setidaknya, kehadiran Wonho di rumahnya bisa menemani kesendiriannya. Itu yang Changkyun pikirkan. Sayangnya, ia terlalu malu dan enggan untuk sekadar menyapa Wonho duluan. Changkyun yang pada dasarnya juga acuh tidak acuh biasanya berakhir mengundang Jooheon ke rumahnya seminggu sekali.

Changkyun berjalan menaiki anak tangga menuju lantai dua; menuju kamarnya. Ia mengantuk dan ingin tidur. Tetapi, sebelum masuk ke kamarnya sendiri, ia malah melirik ke pintu sebelahnya. Pintu kamar Wonho.

Keadaan kamarnya seperti apa ya?

Changkyun menggelengkan kepala. Ia berusaha menepis rasa ingin tahunya.

Apakah penuh dengan kertas-kertas tugas kuliah? Buku-buku? Action figures? Boneka beruang?

Apakah kamarnya rapi?

Apakah ada foto kekasihnya di sebelah kasurnya?

Apakah ada fotonya saat kelulusan SMA-nya di Gwangju?

Apa aku masuk saja ya? Tidak ada salahnya, bukan?

Changkyun akhirnya membelokkan arahnya ke kamar Wonho. Ada sedikit rasa tidak nyaman di hatinya untuk memasuki kamar orang lain tanpa izin. Tetapi toh, Wonho pulang besok pagi, ia tidak akan melihatnya.

Changkyun memutar kenop dan mendorong pintunya perlahan.

Kasur dengan sprei Barcelona, meja yang penuh dengan kertas-kertas tugas kuliahnya, foto-foto berfigura di dinding kamarnya, rak berisi buku-buku dan kaset-kaset, dan lemari hitam dengan poster One Ok Rock di sisi kirinya.

Jadi begini kamar Wonho hyung?

Changkyun merebahkan dirinya di atas kasur.

Astaga, bahkan ini lebih nyaman daripada kasurku sendiri.

Changkyun menenggelamkan wajahnya di bantal. Bau mint menyeruak memasuki indra penciumannya.

Changkyun kemudian mengambil asal sebuah buku dari rak. The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway. Ia kemudian membacanya sambil tiduran di kasur yang empuk itu.

Tiba-tiba, rasa kantuknya menyerang lagi dan tanpa disadari, matanya terpejam. Sampai akhirnya, buku yang dibaca Changkyun jatuh menutupi wajah manisnya.


Sinar mentari menerobos di sela-sela gorden, menerpa wajah Changkyun yang terlelap damai. Ia terbangun dan menggeliat. Tangan kirinya ia renggangkan, dan terkejutlah ia mendapati seseorang di sebelahnya. Ia menoleh dan mendelik.

Seorang laki-laki berambut blonde, tertidur pulas di sampingnya.

W-Wonho hyung? Kenapa ia bisa di sini?

Ia membalikkan posisinya membelakangi Wonho, kemudian tenggelam dalam kebingungan sampai ia menyadari bahwa ini bukan kamarnya.

Ini memalukan. Aku harus pergi dari sini.

Changkyun baru mau akan bangkit ketika Wonho terlebih dahulu memeluknya dari belakang, menariknya sehingga punggung Changkyun menempel pada dada bidangnya. Ia bisa dengan jelas merasakan hembusan napas Wonho menerpa lehernya

Changkyun menahan napas, dan menahan diri untuk tidak memekik. Ia berusaha melepaskan tangan lelaki itu dari perutnya.

Astaga tangannya berat sekali. Apa aku bangunkan saja?

Ah jangan Changkyun, ini akan memalukan.

Tetapi, bukannya dia sudah tahu aku di sini. Kenapa harus malu?

"W-Wonho hyung." Changkyun berkata pelan. Ia masih berusaha melepaskan diri dari dekapan lelaki tersebut.

"Hyung, Wonho hyung…" Changkyun menggerak-gerakan tubuhnya. Alih-alih dilepaskan, ia malah mendapati lehernya disentuh oleh hidung Wonho.

"Kau pikir kau bisa pergi begitu saja dari sini, hm?" bisik Wonho dengan suara rendahnya, tepat di telinga Changkyun.

"Ngh h-hyung… Apa yang k-kau lakukan?" tanya Changkyun terbata-bata ketika telinga kirinya ditiup-tiup oleh Wonho. Wonho menyeringai lebar, tangan kirinya mengelus-elus perut laki-laki di depannya.

"Sebelum kau pergi, tidakkah kita bersenang-senang dulu?" Wonho menjilat telinga Changkyun, menggigitnya pelan. Dari belakang ia sudah bisa menebak bagaimana ekspresi wajah Changkyun sekarang.

"H-Hyung, kau-"

Wonho yang tidak tega melihat ekspresi ketakutan Changkyun akhirnya melepaskan pelukannya, tertawa keras. Changkyun menghela napas lega, kemudian duduk dan mendelik ke arah Wonho.

"Hahaha, kau lucu sekali tadi. Berbeda dengan ekspresimu sehari-hari; datar, tanpa emosi."

Changkyun menatapnya kesal. Wonho masih tertawa sampai sebuah bantal dilempar mengenai wajahnya.

"Wonho hyung sialan."

"Astaga, ini pertama kalinya aku mengobrol denganmu dan kau sudah menyebutku sialan?" Wonho terkekeh, kemudian mengembalikan bantal yang malang tadi ke tempatnya.

"Jadi, kenapa kau bisa tidur di kamarku?"

Oke, sekarang Wonho menatapnya dengan serius sekarang.

"A-Aku…"

Wonho menaikan sebelah alisnya. Menunggu jawaban.

"A-Aku salah masuk kamar, hyung." Changkyun menyengir, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia berbohong, tentu saja, tapi mau bagaimana lagi.

"Benarkah? Dengan bukuku di atas wajahmu?"

"Matilah kau Im Changkyun." batin Changkyun yang dilanjuti dengan kata "bodoh" seribu kali.

Wonho tertawa gemas, kemudian mengacak rambut Changkyun.

"Kau bisa tidur di kamarku kapanpun." ujar Wonho. Changkyun menunduk malu.

"Ayo, kubuatkan sarapan." Wonho berjalan menuju dapur yang kemudian diikuti oleh Changkyun dari belakang.

Ada rasa bersyukur terbesit di hatinya.

.

.

.

To be continued


HALOOOOO! Saya Alice, dan ini fanfiction bxb pertama saya dan juga fanfiction pertama yang saya publish (hoho). Maaf kalau fanfiction ini terkesan gagal (saya teh masih amatur).

Mohon reviewnya ya semua *throws love*